i. Bukan merupakan jalur pelayaran
Keamanan dan keberlanjutan budidaya maka lokasi yang dipilih bukan merupakan tempat yang menjadi jalur pelayaran.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam penentuan lokasi yaitu faktor kemudahan dan konflik kepentingan parawisata, perhubungan, dan
taman laut nasional Anggadiredja, dkk., 2010.
2.3 Kandungan kimia
Jenis rumput laut yang termasuk dalam kelas Rhodophyceae alga merah mengandung pigmen antara lain klorofil a, klorofil d, α dan β karoten,
lutein, zeaxanthin, fikosianin dan fikoeritrin. Fikoeritrin merupakan suatu pigmen dominan yang menyebabkan warna merah pada alga merah Dawes,
1981.
2.4 Karagenan
Karagenan yaitu suatu senyawa hidrokoloid yang merupakan polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari rumput laut jenis-jenis
karaginofit, seperti Eucheuma sp., Chondrus sp., Hypnea sp., dan Gigartina sp. Polisakarida tersebut disusun dari sejumlah unit galaktosa dengan ikatan
α- 1,3-D-
galaktosa dan β-1,4-3,6 anhidro-D-galaktosa secara bergantian, baik mengandung ester sulfat atau tanpa sulfat pada karagenan tersebut
Anggadiredja, dkk., 2010.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Struktur karagenan
Karagenan merupakan polisakarida linier atau lurus, dan merupakan molekul galaktan dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa. Karagenan
merupakan molekul besar yang terdiri dari 1000 residu galaktosa. Karagenan dibagi atas tiga kelompok utama yaitu:
a. Kappa karagenan
Kappa karagenan Gambar 2.1 terdiri dari unit D-galaktosa-4-sulfat dan 3,6- anhidro-D- galaktosa. Karagenan juga sering mengandung D-galaktosa-6
sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa 2-sulfat ester. Adanya gugusan 6- sulfat dapat menurunkan daya gelasi dari karagenan, tetapi dengan
pemberian alkali mampu menyebabkan transeliminasi gugusan 6-sulfat, sehingga menghasilkan bentuk 3,6-anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian
derajat keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah.
Gambar 2.1 . Kappa Karagenan
b. Iota karagenan
Iota karagenan Gambar 2.2 ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D galaktosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6-
anhidro-D- galaktosa. Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti halnya kappa karagenan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 . Iota Karagenan
c. Lamda karagenan
Lamda karagenan Gambar 2.3 berbeda dengan kappa dan iota karagenan, karena memiliki se
buah residu disulphated α-1,4-D-galaktosa Winarno, 1990.
Gambar 2.3
. Lamda Karagenan
2.4.2 Sifat-sifat karagenan
Sifat-sifat karagenan meliputi kelarutan, viskositas, dan pembentukan gel.
2.4.2.1 Kelarutan
Kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tipe karagenan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan, dan
zat-zat terlarut lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karagenan bersifat hidrofilik, sedangkan gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Lamda
Universitas Sumatera Utara
karagenan mudah larut pada semua kondisi karena tanpa unit 3,6-anhidro-D- galaktosa dan mengandung gugus sulfat yang tinggi. Karagenan jenis iota
bersifat lebih hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat dapat menetralkan 3,6- anhidro-D-galaktosa yang kurang hidrofilik. Karagenan jenis kappa kurang
hidrofilik karena lebih banyak memiliki gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa Towle 1973.
Karakteristik daya larut karagenan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara
jenis potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa karagenan dalam bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas
untuk mengubahnya menjadi larutan, sedangkan dalam bentuk garam sodium lebih mudah larut. Lamda karagenan larut dalam air dan tidak tergantung jenis
garamnya cPKelco ApS 2004 diacu dalam Syamsuar 2006. Suryaningrum 1988 menyatakan bahwa karagenan dapat membentuk
gel secara reversibel artinya dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan kembali cair pada saat dipanaskan. Pembentukan gel disebabkan karena
terbentuknya struktur heliks rangkap yang tidak terjadi pada suhu tinggi. Daya kelarutan karagenan pada berbagai media dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Daya kelarutan karagenan pada berbagai media pelarut.
No Medium
Kappa Iota
Lamda
1 Air Panas Larut di atas 60
o
C Larut di atas 60
o
C Larut
2 Air dingin Garam natrium larut,
garam K, Ca, tidak larut Garam Na larut Ca memberi
dispersi thixotropic Larut
3 Susu panas Larut
Larut Larut
4 Susu dingin Garam Na, Ca, K tidak
larut tetapi akan mengembang
Tidak larut Larut
5 Larutan gula pekat Larut Dipanaskan
Larut, sukar Larut Dipanaskan
Larut dipanaskan 6 Larutan garam pekat
Tidak larut Larut dipanaskan
Larut dipanaskan
Sumber: Indriani dan Sumarsih, 1991
Universitas Sumatera Utara
2.4.2.2 Viskositas
Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi
karagenan, suhu, jenis karagenan, berat molekul, dan adanya molekul-molekul lain Towle 1973; FAO 1990. Jika konsentrasi karagenan meningkat maka
viskositasnya akan meningkat secara logaritmik. Viskositas akan menurun secara progresif dengan adanya peningkatan suhu, pada konsentrasi 1,5, dan
suhu 75
o
C nilai viskositas karagenan berkisar antara 5–800 cP FAO 1990. Viskositas larutan karagenan terutama disebabkan oleh sifat karagenan
sebagai polielektrolit. Gaya tolakan repulsion antar muatan-muatan negative sepanjang rantai polimer, yaitu gugus sulfat, mengakibatkan rantai molekul
menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer tersebut dikelilingi oleh molekul- molekul air yang terimobilisasi, sehingga menyebabkan larutan karagenan
bersifat kental Guiseley, et al., 1980. Moirano 1977, mengemukakan bahwa semakin kecil kandungan sulfat,
maka nilai viskositasnya juga semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat. Adanya garam-garam yang terlarut dalam karagenan akan
menurunkan muatan sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan penurunan gaya tolakan repulsion antar gugus-gugus sulfat,
sehingga sifat hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun. Viskositas larutan karagenan akan menurun seiring dengan
peningkatan suhu sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi karagenan Towle 1973.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2.3 Pembentukan Gelasi
Pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi
bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Gel mempunyai sifat
seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan. Struktur kappa dan iota karagenan memungkinkan bagian dari dua
molekul masing-masing membentuk double helix yang mengikat rantai molekul menjadi bentuk jaringan 3 dimensi atau gel. Lamda karagenan tidak mampu
membentuk double helix tersebut. Sifat ini dapat terlihat bila larutan dipanaskan kemudian diikuti dengan pendinginan sampai di bawah suhu tertentu, kappa dan
iota karagenan akan membentuk gel dalam air yang bersifat reversible yaitu akan mencair kembali pada saat larutan dipanaskan Winarno, 1990.
Mekanisme pembentukan gel karagenan dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4.
Mekanisme pembentukan gel karagenan Glicksman 1983.
Universitas Sumatera Utara
Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer karagenan dalam larutan menjadi random coil
acak. Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix pilinan ganda dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan, polimer-
polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap
terbentuknya gel yang kuat Glicksman 1969. Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut
sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis Fardiaz 1989. Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karagenan terjadi
pada saat larutan panas dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus 3,6-anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe, dan posisi gugus sulfat
akan mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa karagenan sensitif terhadap ion kalium dan membentuk gel kuat dengan adanya garam kalium,
sedangkan iota karagenan akan membentuk gel yang kuat dan stabil bila ada ion Ca
2+
, akan tetapi lamda karagenan tidak dapat membentuk gel Glicksman 1983.
Potensi membentuk gel dan viskositas larutan karagenan akan menurun dengan menurunnya pH, karena ion H
+
membantu proses hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul karagenan Angka dan Suhartono 2000. Konsistensi
gel dipengaruhi beberapa faktor antara lain jenis dan tipe karagenan, konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan
hidrokoloid Towle 1973.
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Kegunaan Karagenan
Karagenan sangat penting perananya sebagai stabilisator pengatur keseimbangan, thickener bahan pengental, pembentuk gel, pengemulsi, dan
lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan lain-lain.
Pemanfaatan karagenan dalam bidang industri antara lain: 1.
Pada industri makanan Pada industri makanan, karagenan digunakan pada pembuatan Indriani
dan Sumiarsih, 1991: -
Es krim yaitu sebagai stabilisator, mencegah kristalisasi dari es krim. -
Susu coklat yaitu mencegah pengendapan coklat dan pemisahan krim serta meningkatkan kekentalan lemak dan pengendapan kalsium.
- Kue dan roti yaitu meningkatkan mutu adonan.
- Daging kalengan yaitu sebagai gel pengikat air atau gel pelapis produk
daging. -
Makanan bayi yaitu sebagai stabilisator lemak dan protein. -
Gel susu pudding, custard yaitu sebagai pembentuk gel. -
Sirup yaitu sebagai pensuspensi. 2.
Pada industri farmasi dan kosmetika Pada industri farmasi dan kosmetika, karagenan digunakan pada
pembuatan Anggadiredja, dkk., 2010: -
Pasta gigi yaitu untuk memperhalus tekstur dan memperbaiki sifat busanya. -
Lotion sebagai bodying agent. -
Tablet yaitu sebagai bahan pengikat.
Universitas Sumatera Utara
- Krem yaitu sebagai bodying agent.
3. Pada industri kertas dan tekstil
Pada industri kertas dan tekstil karagenan mempunyai banyak peranan Sadhori, 1998, yaitu: pada industri kertas yaitu untuk memperhalus permukaan
kertas dan pada industri tekstil yaitu sebagai painting silk pada waktu pencetakan dapat memperbaiki warna yang timbul.
4. Pada industri kulit leather
Pada industri kulit leather karagenan digunakan untuk memperhalus dan mengkilatkan permukaan kulit serta menjadikan kulit tidak kaku.
5. Pada industri cat
Pada industri cat karagenan digunakan sebagai zat warna, yaitu: zat warna yaitu sebagai pensuspensi dan water base paint yaitu sebagai bahan
pengental. 6.
Pada industri pertanian Pada industri pertanian karagenan digunakan dalam pembuatan pestisida
dan herbisida yaitu sebagai pensuspensi.
2.4.4 Tumbuhan Penghasil Karagenan
Sumber karagenan untuk daerah tropis adalah dari spesies Kappaphycus alvarezii Doty yang menghasilkan karagenan dalam bentuk kappa, Eucheuma
spinosum yang menghasilkan karagenan dalam bentuk iota. Kedua jenis rumput laut tersebut banyak terdapat disepanjang pantai Filipina dan Indonesia.
Sebagian besar karagenan diproduksi dari jenis Chondrus crispus yang berwarna merah tua, bentuknya seperti daun parsley, dan hidup pada kedalaman
Universitas Sumatera Utara
sekitar 3 meter. Jenis ini banyak tumbuh di daerah utama lautan atlantik, yaitu di pantai Kanada, Inggris dan Prancis Winarno, 1990.
2.5 Ekstraksi
Ekstraksi adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengektraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hamper semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang
ditetapkan Depkes, 1995. Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari
jaringan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Ada beberapa metode ekstraksi, yaitu:
A. Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope umumnya terpotong-
terpotong atau berupa serbuk kasar disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung cahaya langsung
mencegah reaksi yang dikatalis cahaya atau perubahan warna dan dikocok berulang-ulang kira-kira 3 kali sehari. Waktu lamanya maserasi berbeda-
beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut.
Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh Voight, 1995.
Universitas Sumatera Utara
2. Perkolasi
Perkolasi dilakukan dalam wadah berbenruk silindris atau kerucut perkulator yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan
pengekstaksi yang dialirkan secara kontinyu dari atas, akan mengalir turun secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar.
Melalui penyegaran bahan pelarut secara kontinyu, akan terjadi proses maserasi bertahap banyak. Jika pada maserasi sederhana tidak terjadi
ekstraksi sempurna dari simplisia oleh karena akan terjadi keseimbangan kosentrasi antara larutan dalam seldengan cairan disekelilingnya, maka
pada perkolasi melalui simplisia bahan pelarut segar perbedaan kosentrasi tadi selalu dipertahnkan. Dengan demikian ekstraksi total secara teoritis
dimungkinkan praktis jumlah bahan yang dapat diekstraksi mencapai 95 Voight,1995.
B. Cara Panas 1.
Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik didihnya
selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya pendingin balik Depkes, 2000.
2. Sokletasi
Sokletasi dilakukan dengan cara bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam kantung ekstraksi kertas, karton, dan sebagainya dibagian dalam
alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu perkulator. Wadah gelas yang mengandung kantung ndiletakkan diantar labu penyulingan dengan
pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu
Universitas Sumatera Utara
tersebut berisi bahan pelarut yang menguap dan mencapai kedalam pendingin aliran balik melalui pipet yang berkodensasi didalamnya.
Menetes ketas bahan yang diekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul didalam wadah gelas dan setelah mencapai
tinggi maksimalnya, secara otomatis dipindahkan kedalam labu. Dengan demikian zat yang terekstraksi terakumulasi melaui penguapan bahan
pelarut murni berikutnya Voight, 1995.
2.10 Spektrofotometri Inframerah 2.10.1 Spektrum inframerah