Perbandingan Kedua Kasus

F. Perbandingan Kedua Kasus

  Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, Majelis Komisi dalam menimbang serta memutus perkara dugaan kartel wajib untuk membuktikan unsur – unsur yang ada pada Pasal 11 UU Antimonopoli dengan menggunakan alat bukti yang tercantum dalam Pasal 42 UU Antimonopoli. Unsur – unsur yang dimaksud, pertama adalah unsur pelaku usaha dan pelaku usaha pesaingnya, yang kedua adalah unsur perjanjian Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, Majelis Komisi dalam menimbang serta memutus perkara dugaan kartel wajib untuk membuktikan unsur – unsur yang ada pada Pasal 11 UU Antimonopoli dengan menggunakan alat bukti yang tercantum dalam Pasal 42 UU Antimonopoli. Unsur – unsur yang dimaksud, pertama adalah unsur pelaku usaha dan pelaku usaha pesaingnya, yang kedua adalah unsur perjanjian

  

  Untuk memenuhi unsur pelaku usaha dan pelaku usaha bersaing, maka yang harus diperhatikan adalah para pelaku usaha yang dilaporkan tersebut merupakan pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Indonesia yang memiliki pasar produk dan pasar geografis yang sama. Kemudian untuk memenuhi unsur perjanjian dengan maksud untuk mempengaruhi harga dengan cara mengatur produksi dan atau penjualan, yang harus diperhatikan adalah adanya kesepakatan yang diinginkan oleh pelaku usaha untuk mengatur produksi dan atau pemasaran yang mempunyai imbas pada harga produk yang akan dijual ke pasar. Kemudian unsur dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat mempunyai makna bahwa kartel yang dilakukan oleh pelaku usaha dimaksudkan untuk keperluan atau kepentingan anggota kartel saja dengan meniadakan persaingan diantara mereka. Kartel tersebut dapat mengakibatkan kerugian pada konsumen ataupun pelaku usaha lain yang tidak termasuk dalam anggota kartel. Kemudian alat bukti yang dipakai sebagai alat bukti pemenuhan unsur – unsur tersebut adalah keterangan saksi, bukti surat atau dokumen, keterangan ahli, petunjuk dan keterangan terlapor.

  Kesamaan utama pada kedua perkara kartel tersebut adalah tidak ditemukannya bukti langsung mengenai kartel yang dilakukan oleh para terlapor. Untuk dapat mendeteksi kartel tanpa ditemukannya bukti langsung, investigator dan Majelis Komisi menggunakan konsep circumstantial evidence dalam membuktikan adanya kartel.

  Apabila dilihat dari segi teori pembuktian, konsep circumstantial evidence ini cenderung lebih dekat dengan teori pembuktian convictio raisonnee daripada pembuktian negative. Hal tersebut disebabkan konsep circumstantial evidence pada kedua kasus tersebut lebih banyak membutuhkan keyakinan hakim dengan alasan yang rasional. Alasan yang rasional yang tercermin dalam kedua kasus kartel tersebut adalah kolaborasi antara makna perjanjian yang sudah diperluas dengan penilaian analisis ekonomi berdasarkan ilmu pengetahuan dibidang ekonomi menciptakan suatu kronologi sebab - akibat. Oleh sebab itu dalam perkara perkara kartel yang dibuktikan dengan menggunakan konsep circumstantial evidence. Dapat disimpulkan Majelis Komisi menggunakan metode penemuan hukum secara interpretasi inter-multi disipliner, interpretasi ekstensif dan interpretasi komparatif dalam memahami maksud dari perjanjian dalam hukum persaingan usaha.

  Namun meski demikian, bukan berarti Majelis Komisi tidak memperhatikan bewujsminimum sebagai parameter dalam pembuktian. Dalam perkara kartel minyak goreng dan kartel ban alat bukti yang sah yang diperoleh investigator adalah bukti surat (notulen rapat, dokumen – dokumen perusahaan), keterangan saksi, keterangan ahli dan keterangan terlapor. Sehingga sebenarnya Majelis Komisi dalam memberikan pertimbangan dengan menggunkan konsep circumstantial evidence, tidak keluar dari konsep bewijs minimmum yang merupakan salah satu parameter dalam pembuktian.

  Relevansi dari tiap – tiap alat bukti yang diperhadapkan dalam persidangan dengan fakta – fakta sangat penting dalam hal memasukkan alat bukti sebagai pertimbangan. Relevansi alat bukti yang tercipta konsep circumstantial evidence Relevansi dari tiap – tiap alat bukti yang diperhadapkan dalam persidangan dengan fakta – fakta sangat penting dalam hal memasukkan alat bukti sebagai pertimbangan. Relevansi alat bukti yang tercipta konsep circumstantial evidence

  Kelemahan atau kekurangan Majelis Komisi dalam perkara kartel minyak goreng adalah bukti komunikasi yang harusnya menjadi sorotan utama untuk mebuktikan tentang adanya kesepakatan tidak diurai dengan baik. Majelis Komisi dalam kasus kartel minyak goreng menggunakan hasil analisa ekonomi sebagai peluru utama dalam menjatuhkan putusan. Padahal harusnya bukti ekonomi merupakan bukti tambahan atau bukti penguat adanya kartel. Pada kasus kartel ban Majelis Komisi menggunakan bukti komunikasi sebagai cara untuk membuktikan adanya kartel. Pada kasus tersebut majelis komisi mengurutkan kronologi peristiwa dengan baik apa yang menjadi kartel. Pada kasus kartel ban alat bukti yang digunakan memenuhi syarat bewijsminimum sehingga dengan demikian nilai dari bukti komunikasi semakin kuat. Kemudian setelah bukti komunikasi kuat barulah Majelis Komisi dapat menganilisis bukti ekonomi sebagai bukti tambahan.

  Selain dari pada yang sudah disebutkan diatas, peran dan kualitas dari seorang hakim dalam memeriksa serta mengadili kasus kartel sangat penting. Hakim (dalam hal ini Majelis Komisi) dituntut untuk tidak saja memiliki kemampuan di bidang hukum saja melainkan memiliki kemampuan lintas bidang keilmuan khususnya bidang pada ekonomi supaya dalam memberikan putusan bukan hanya di dasarkan keyakinan dan minimal alat bukti saja, melainkan juga keyakinan berdasarkan alasan yang rasional.