Analisa Kartel Minyak Goreng Perkara Nomor 24KPPU-I2009

3. Putusan Majelis Komisi

  Kemudian Majelis Komisi yang memeriksa serta mengadili perkara aquo berdasarkan pertimbangannya yang telah menyatakan bahwa seluruh unsur yang ada pada Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 11 UU Antimonopoli maka Majelis Komisi memberikan putusan sebagai berikut :

  1. Menyatakan Terlapor I: PT Multimas Nabati Asahan, Terlapor II: PT Sinar Alam Permai, Terlapor III: PT Wilmar Nabati Indonesia, Terlapor IV: PT Multi Nabati Sulawesi, Terlapor V: PT Agrindo Indah Persada, Terlapor

  VI: PT Musim Mas, Terlapor VII: PT Intibenua Perkasatama, Terlapor

  VIII: PT Megasurya Mas, Terlapor IX: PT Agro Makmur Raya, Terlapor

  X: PT Mikie Oleo Nabati Industri, Terlapor XI: PT Indo Karya Internusa, Terlapor XV: PT Smart, Tbk, Terlapor XIX: PT Berlian Eka Sakti Tangguh, dan Terlapor XXI: PT Asian Agro Agung Jaya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 4 UU Nomor 5 Tahun 1999 untuk pasar minyak goreng curah.

  2. Menyatakan Terlapor I: PT Multimas Nabati Asahan, Terlapor II: PT Sinar Alam Permai, Terlapor IV: PT Multi Nabati Sulawesi, Terlapor XV: PT Smart, Tbk, Terlapor XVI: PT Salim Ivomas Pratama, dan Terlapor XVII: PT Bina Karya Prima terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal

  4 UU Nomor 5 Tahun 1999 untuk pasar minyak goreng kemasan (bermerek).

  3. Menyatakan Terlapor XII: PT Permata Hijau Sawit, Terlapor XIII: PT Nagamas Palmoil Lestari, Terlapor XIV: PT Nubika Jaya, Terlapor XVIII: PT Tunas Baru Lampung, Tbk, dan Terlapor XX: PT Pacific Palmindo Industri tidak terbukti melanggar Pasal 4 UU Nomor 5 Tahun 1999 dalam pasar minyak goreng curah;

  4. Menyatakan Terlapor X: PT Mikie Oleo Nabati Industri, Terlapor XVIII: PT Tunas Baru Lampung, Tbk, dan Terlapor XXI: PT Asian Agro Agung Jaya tidak terbukti melanggar Pasal 4 UU Nomor 5 Tahun 1999 dalam pasar minyak goreng kemasan (bermerek).

  5. Menyatakan Terlapor I: PT Multimas Nabati Asahan, Terlapor II: PT Sinar Alam Permai, Terlapor III: PT Wilmar Nabati Indonesia, Terlapor IV: PT Multi Nabati Sulawesi, Terlapor V: PT Agrindo Indah Persada, Terlapor

  VI: PT Musim Mas, Terlapor VII: PT Intibenua Perkasatama, Terlapor

  VIII: PT Megasurya Mas, Terlapor IX: PT Agro Makmur Raya, Terlapor

  X: PT Mikie Oleo Nabati Industri, Terlapor XI: PT Indo Karya Internusa, Terlapor XII: PT Permata Hijau Sawit, Terlapor XIV: PT Nubika Jaya, Terlapor XV: PT Smart, Tbk, Terlapor XVIII: PT Tunas Baru Lampung, Tbk, Terlapor XIX: PT Berlian Eka Sakti Tangguh, Terlapor XX: PT Pacific Palmindo Industri dan Terlapor XXI: PT Asian Agro Agung Jaya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 untuk pasar minyak goreng curah.

  6. Menyatakan Terlapor I: PT Multimas Nabati Asahan, Terlapor II: PT Sinar Alam Permai, Terlapor IV: PT Multi Nabati Sulawesi, Terlapor X: PT Mikie Oleo Nabati Industri, Terlapor XV: PT Smart, Tbk, Terlapor XVI: PT Salim Ivomas Pratama, dan Terlapor XVII: PT Bina Karya Prima, Terlapor XVIII: PT Tunas Baru Lampung, Tbk dan Terlapor XXI: PT Asian Agro Agung Jaya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 untuk pasar minyak goreng kemasan (bermerek);

  7. Menyatakan Terlapor XIII: PT Nagamas Palmoil Lestari tidak terbukti melanggar Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 untuk pasar minyak goreng curah.

  8. Menyatakan Terlapor I: PT Multimas Nabati Asahan, Terlapor II: PT Sinar Alam Permai, Terlapor IV: PT Multi Nabati Sulawesi, Terlapor X: PT Mikie Oleo Nabati Industri, Terlapor XV: PT Smart, Tbk, Terlapor XVI: PT Salim Ivomas Pratama, dan Terlapor XVII: PT Bina Karya Prima,

  Terlapor XVIII: PT Tunas Baru Lampung, Tbk dan Terlapor XXI: PT Asian Agro Agung Jaya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 untuk pasar minyak goreng kemasan (bermerek);

  9. Menyatakan Terlapor I: PT Multimas Nabati Asahan, Terlapor II: PT Sinar Alam Permai, Terlapor III: PT Wilmar Nabati Indonesia, Terlapor IV: PT Multi Nabati Sulawesi, Terlapor V: PT Agrindo Indah Persada, Terlapor

  VI: PT Musim Mas, Terlapor VII: PT Intibenua Perkasatama, Terlapor

  VIII: PT Megasurya Mas, Terlapor IX: PT Agro Makmur Raya, Terlapor

  X: PT Mikie Oleo Nabati Industri, Terlapor XI: PT Indo Karya Internusa, Terlapor XII: PT Permata Hijau Sawit, Terlapor XIII: PT Nagamas Palmoil Lestari, Terlapor XIV: PT Nubika Jaya, Terlapor XV: PT Smart, Tbk, Terlapor XVIII: PT Tunas Baru Lampung, Tbk, Terlapor XIX: PT Berlian Eka Sakti Tangguh, Terlapor XX: PT Pacific Palmindo Industri dan Terlapor XXI: PT Asian Agro Agung Jaya tidak terbukti melanggar Pasal

  11 UU Nomor 5 Tahun 1999 untuk pasar minyak goreng curah.

4. Analisa Hukum

  Analisa hukum yang diberikan adalah khusus mengulas pemenuhan aspek yang ada pada Pasal 11 pada pertimbangan tentang hukum Majelis Komisi. Selain itu analisa pada kasus ini difokuskan pada konsep pembuktian yang sudah diurai penulis dalam Bab III. Dalam perkara aquo bahwa para terlapor diduga melanggar ketentuan Pasal 11 UU Antimonopoli menyatakan:

  “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”

  Badan Hukum (Perseroan Terbatas) yang melakukan kegiatan usaha di bidang produksi dan penjualan minyak goreng curah dan bermerek yang saling bersaing di pasar yang bersangkutan. Oleh karena itu aspek pelaku usaha pada perkara aquo ini sudah sesuai dengan hal yang dimaksud dalam rumusan Pasal 11.

  Majelis Komisi berpendapat kartel merupakan perjanjian tidak tertulis yang terjadi pada tanggal 29 Februari 2008 dan tanggal 9 Februari 2009 dalam suatu pertemuan. Dalam pertemuan danatau komunikasi tersebut dibahas antara lain mengenai harga, kapasitas produksi, dan struktur biaya produksi. Karena jenis perjanjian ini merupakan perjanjian tidak tertulis maka dibutuhkan keterangan saksi untuk membuktikan adanya suatu kartel di dalamnya. Selain keterangan saksi notulen pertemuan dapat dijadikan alat bukti akan adanya suatu kesamaan kehendak dari para terlapor untuk mempengaruhi harga.

  Kemudian dengan adanya yaitu bukti ekonomi yang mengungkapkan adanya price pararellism perubahan harga minyak goreng bermerek dapat dijadikan sebagai bukti tambahan yang memperkuat keyakinan hakim bahwa telah terjadi kolusi (concerted action) dalam pertemuan yang terjadi pada tanggal 29 Februari 2008 dan tanggal 9 Februari 2009. Walaupun dalam pertemuan tersebut tidak diungkapkan secara tegas kesepakatan kartel namun apabila tindakan atau perilaku dikemudian hari yang dilakukan sesuai dengan kehendak para pihak maka para pihak tersebut telah melakukan perjanjian. Kemudian majelis komisi juga menambahkan asosiasi sebagai facilliating practices untuk melakukan price signaling.

  Dalam memutus pelaku usaha telah melanggar Pasal 11 UU Antimonopoli Majelis Komisi tidak hanya melihat adanya perbuatan yang dilanggar, namun rumusan Dalam memutus pelaku usaha telah melanggar Pasal 11 UU Antimonopoli Majelis Komisi tidak hanya melihat adanya perbuatan yang dilanggar, namun rumusan

  Pada kasus kartel minyak goreng Majelis Komisi menyatakan bahwa telah terjadi kesepakatan tidak langsung dengan menggunakan pembuktian tidak langsung atau indirect evidence. Bukti komunikasi pada Tabel 2 dipakai oleh Majelis Komisi sebagai fakta mengenai pertemuan danatau komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung yang dilakukan oleh para terlapor pada tanggal 29 Februari 2008 dan tanggal 9 Februari 2009. Menurut Majelis komisi dalam pertemuan danatau komunikasi tersebut membahas mengenai harga, kapasitas produksi dan struktur biaya produksi.

  Tabel 2. Bukti Komunikasi Kartel Minyak Goreng

  No

  Yang Menjadi Dasar Bukti

  Keterangan

  Komunikasi

  1 Adanya pertemuan tanggal 29 Tidak mengurai secara spesifik

  Februari 2008

  mengenai komukasi tersebut yang dipakai sebagai patokan bahwa telah terjadi kesepakatan, kolusi ataupun concerted action sehingga dengan demikian nilai dari bukti komunikasi kurang kuat.

  2 Adanya pertemuan tanggal 9 Tidak mengurai secara spesifik mengenai komukasi tersebut yang

  Februari 2009

  dipakai sebagai patokan bahwa telah terjadi kesepakatan, kolusi ataupun concerted action sehingga dengan dipakai sebagai patokan bahwa telah terjadi kesepakatan, kolusi ataupun concerted action sehingga dengan

  3 Faciliating Practices

  Tidak dikronologikan pertemuan – pertemuan asosiasi yang mengandung price signaling.

  Kemudian bukti ekonomi pada Tabel 3 dipakai Majelis Komisi dalam perkara industri minyak goreng baik curah dan kemasan memiliki struktur pasar yang terkonsentrasi pada beberapa pelaku usaha (oligopoli). Adapun bukti ekonomi yang berupa perilaku tercermin dari adanya price parallelism. Majelis Komisi di dalam pertimbangannya memakai contoh kasus kartel baja dan kartel pesawat komersil sebagai contoh penyelesaian kasus kartel dengan menggunakan indirect evident atau bukti tidak langsung.

  Tabel 3. Bukti Ekonomi Kartel Minyak Goreng

  No

  YANG MENJADI DASAR

  TANGGAPAN

  BUKTI EKONOMI

  1 Struktural

  - Merupakan produsen serta penjual minyak goreng curah dan bermerek yang di pasarkan di Indonesia. Sehingga maka terlapor merupakan pelaku usaha yang saling bersaing.

  2 Penentuan Motivasi Kartel

  - Produk yang dihasilkan terbagi dua yaitu minyak goreng curah dan minyak goreng bermerek. Tingkat homogen produk tinggi tetapi dalam perhitungan price parallism harus dipisah antar keduanya sebab - Produk yang dihasilkan terbagi dua yaitu minyak goreng curah dan minyak goreng bermerek. Tingkat homogen produk tinggi tetapi dalam perhitungan price parallism harus dipisah antar keduanya sebab

  2 Analisa Perubahan

  - Adanya price parallelism pada pasar minyak berdasarkan uji nilai probabilitas minyak goreng curah maupun kemasan (bermerek) karena nilai probabilitas lebih besar dari

  5. Walaupun analisa tersebut valid tetapi analisa tersebut tidak bisa dikatakan sebagai bukti adanya kartel.

  Pada pokoknya bukti ekonomi merupakan bukti tambahan untuk memperkuat bukti komunikasi. Yang pertama harus dinilai oleh majelis hakim yaitu melihat dengan detil bukti komunikasi yang mengandung kesepakatan antara para terlapor. Karena dalam penguraian bukti komunikasi secara detil maka disitu bisa dinilai apakah terjadi kesepakatan kehendak untuk melakukan pengaturan harga atau penjualan. Pada kasus kartel minyak goreng ini Majelis Komisi menyatakan ada komunikasi tetapi tidak mengurai secara mendalam wujud dari komunikasi yang menjadi kesepakatan diantara pelaku usaha minyak goreng tersebut. Seharusnya wajib bagi Majelis Komisi untuk mengurai secara spesifik komunikasi yang terjadi dalam pertemuan yang dimaksud memberi pendapat tentang komunikasi itu apakah mengandung kesepakatan atau tidak.