UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA SISWA KELAS V SD GKST BETELEME

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA SISWA KELAS V SD GKST BETELEME

  Oleh : Eflilian Kalaena 1)

ABSTRAK

  Tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan metode roll play dalam pembelajaran drama. Metode roll play pada pembelajaran drama sangat bermanfaat bagi peserta didik agar dapat menumbuhkan minat belajar dan dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada pembelajaran drama. Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas dengan mekanisme kerjanya diwujudkan dalam bentuk siklus. Setiap siklus mencakup: perencenaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Instrumen pengumpulan data yang digunakan terdiri dari post tes, lembar observasi. Subjek penelitian siswa kelas V SD GKST Beteleme, dengan jumlah siswa berjumlah 21 siswa. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan. Rata-rata skor keterampilan berbicara siswa dengan teknik pembelajaran Roll play mencapai (82,65) lebih tinggi daripada rata-rata skor keterampilan berbicara siswa yang belajar dengan teknik pembelajaran konvensional (60,82). Hal ini menunjukkan bahwa teknik pembelajaran Roll play berpengaruh terhadap keterampilan berbicara siswa kelas V SD GKST Beteleme.Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dikemukakan saran bagi guru pengajar Bahasa Indonesia di sekolah dasar untuk dapat menggunakan teknik pembelajaran Roll play sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga pembelajaran berlangsung secara efektif, jika pembelajaran berlangsung efektif maka keterampilan berbicara siswa secara khusus dan hasil belajar Bahasa Indonesia secara umum dapat meningkat.

  Kata Kunci: Keterampilan Berbicara, Teknik Roll play .

  keterampilan berbicara yaitu siswa mampu

  I. PENDAHULUAN

  mengomunikasikan ide atau gagasan, dan pendapat, secara lisan ataupun sebagai

  Proses pembelajaran keterampilan

  kegiatan

  mengekspresikan ilmu

  berbahasa menjadi satu kesatuan yang

  pengetahuan, pengalaman hidup, dan lain

  belajar berbicara,

  Keterampilan-keterampilan tersebut harus

  diharapkan siswa SD tidak hanya dapat

  dimiliki oleh setiap orang agar dapat

  mengembangkan

  kemampuan dalam

  meningkatkan kompetensi berbahasa yang

  melisankan ide atau gagasan yang dimiliki

  baik, dalam hal ini keterampilan berbahasa

  tetapi

  siswa

  diharapkan mampu

  mempertanggungjawabkan gagasan dan

  berbicara atau berkomunikasi.

  dapat mengaplikasikannya.

  Pembelajaran yang didominasi oleh

  berbahasa secara lisan. Kegiatan berbicara

  guru merupakan satu faktor penyebab siswa

  kurang aktif terlibat dalam pembelajaran.

  berkomunikasi sehari-hari. Menurut Henry

  Pembelajaran keterampilan berbicara yang

  Guntur Tarigan (2012: 16) berbicara adalah

  menyebabkan siswa kurang aktif dapat

  kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi

  terjadi karena guru menggunakan model

  pembelajaran yang kurang sesuai dengan

  materi berbicara, selain itu siswa juga tidak

  menyampaikan pikiran, gagasan, dan

  dilibatkan secara langsung dalam aktivitas

  perasaan.

  berbicara di kelas. Pembelajaran di kelas

  Tujuan pembelajaran berbicara

  masih banyak didominasi oleh guru

  yang diharapkan adalah agar siswa mampu

  sehingga kurang mampu membangun

  mengungkapkan gagasan, pendapat, dan

  persepsi, minat, dan sikap siswa yang lebih

  pengetahuan secara lisan, serta memiliki

  baik.

  kegemaran berbicara secara kritis dan

  Kebanyakan anak didik mengalami

  kreatif. Secara umum tujuan pembelajaran

  kebosanan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, sebagian besar disebabkan oleh

  Guru SD GKST Beteleme faktor didaktik, termasuk model pengajaran Guru SD GKST Beteleme faktor didaktik, termasuk model pengajaran

  hidup. Manusia jadi paham dengan dirinya

  tersebut berdampak terhadap prestasi

  sendiri, lingkungan, Tuhan, dan alam

  belajar yang secara umum kurang

  Pada umumnya siswa mengalami

  keterampilan berbicara khususnya bermain

  hambatan ketika mereka diberikan tugas

  drama, guru memiliki peran yang menjadi

  oleh guru untuk mengemukakan pendapat,

  pusat terhadap keberhasilan siswa. Tugas

  bermain peran, dan membawa acara di

  pengajar dalam hal ini bukanlah sekadar

  depan kelas. Mereka mengalami kesulitan

  mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga

  dalam mengungkapkan

  ide, kurang

  menyiapkan situasi yang menggiring anak

  menguasai materi yang diberikan oleh guru,

  kurang membiasakan diri untuk berbicara di

  depan umum, kurangnya rasa percaya diri

  mengemukakan fakta atau konsep sendiri,

  pada

  siswa,

  dan kurang mampu

  dalam hal ini anak didiklah yang berperan,

  mengembangkan keterampilan bernalar

  bukan sebaliknya.

  Apabila peranan guru lebih

  tersebut membuat mereka tidak mampu

  dominan, anak didik menjadi pasif sehingga

  mengungkapkan pikiran dan gagasan

  tidak menumbuhkan motivasi bagi siswa.

  dengan baik, sehingga siswa menjadi

  Siswa hendaknya dirangsang untuk selalu

  enggan untuk berbicara menuangkan ide

  mengemukakan argumentasi-argumentasi

  Berdasarkan pembahasan di atas

  yang meyakinkan dalam mempertahankan

  peneliti mendesain pembelajaran yang

  pendapatnya. Dengan kata lain mendorong

  dapat memotivasi siswa agar dalam

  siswa berpikir dan bertindak kreatif.

  membelajarkan siswa pada materi aspek

  Terlebih dalam pembelajaran berbicara

  berbicara khususnya pembelajaran drama

  yang memang seharusnya siswalah yang

  dalam bermain peran melalui metode roll

  aktif berbicara.

  play untuk menarik minat siswa, yang

  Berdasarkan hasil refleksi mata

  sesuai dengan karakteristik siswa. Dari

  pelajaran bahasa Indonesia pada siswa kelas

  beberapa indicator yang tertuang dalam

  V SD GKST Beteleme, belum sesuai

  kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP)

  peneliti fokuskan pada Kompetensi Dasar

  melakukan wawancara terhadap guru dan

  yang ada di kelas V semester genap yaitu

  peserta didik kelas V SD GKST Beteleme

  mengungkapkan pikiran dan perasaan

  maka diketahui bahwa peserta didik belum

  dengan bermain peran. Dengan kompetensi

  dapat menggunakan lafal dan intonasi

  Dasar memerankan tokoh dalam drama

  dengan tepat, peserta didik kurang

  dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang

  menerangkan. Guru kurang menciptakan

  Mengingat pentingnya hal tersebut

  pembelajaran yang menyenangkan dan

  maka metode bermain peran atau disebut

  cenderung monoton sehingga peserta didik

  Role play menjadi sebuah alternatif yang

  merasa bosan dan jenuh untuk mengikuti

  baik untuk digunakan dalam meningkatkan

  pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya

  dan mengembangkan kemampuan berbicara

  bermain peran pada pembelajaran drama.

  siswa dalam pembelajaran drama terutama

  Padahal pembelajaran drama penting untuk

  pada kompetensi dasar memerankan tokoh

  dipelajari siswa, karena drama merupakan

  cerita dengan lafal, intonasi, dan ekspresi

  pencerminan lingkungan hidup yang

  yang tepat. Siswa berperan seperti layaknya

  berguna. Drama mengungkapkan hal

  kehidupan sehari-hari siswa atau dengan

  ikhwal tentang kemanusiaan. Pada dasarnya

  berperan menjadi seseorang yang dia

  ketahui secara langsung. Hal di atas

  membangun citra kemanusiaan. Melalui

  menjadi alasan dan latar belakang sehingga

  drama kemanusiaan seseorang terbang dan

  judul ‘Upaya meningkatkan keterampilan

  Berbicara melalui metode bermain peran

  memanfaatkan

  faktor-faktor fisik,

  pada pembelajaran drama siswa kelas V SD

  psikologi, neurologis, semantik, dan

  GKST Beteleme dipilih sesuai dengan

  linguistik sehingga dapat dianggap sebagai

  masalah yang terjadi di lapangan, dengan

  alat manusia yang paling penti ng terutama

  tujuan Untuk meningkatkan kualitas hasil

  bagi kontrol sosial.

  keterampilan berbicara khususnya dalam

  Menurut Mulgrave (dalam H. G.

  bermain drama melalui metode Roll Play

  Tarigan, 2012:16) berbicara bukan sekedar

  pada siswa kelas V SD GKST Beteleme.

  pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata

  Secara teoretis, hasil penelitian ini

  tetapi berbicara merupakan suatu alat untuk

  dapat digunakan sebagai masukan bagi guru

  mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang

  melalui metode bermain peran atau roll

  disusun

  sesuai

  dengan kebutuhan

  play dalam pembelajaran keterampilan

  pendengar. Melalui berbicara seseorang

  berbicara khususnya drama di sekolah

  berusaha untuk mengungkapkan pikiran

  dasar demi kemajuan siswa dan mutu

  dan perasaannya ke pada orang lain secara

  pendidikan.

  lisan. Tanpa usaha untuk mengungkapkan dirinya, orang lain tidak akan mengetahui

  II. TINJAUAN PUSTAKA

  apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Tanpa

  berbicara,

  seseorang akan

  Beberapa

  ahli

  bahasa telah

  mengucilkan diri sendiri dan akan

  mendefinisikan pengertian berbicara, di

  terkucilkan dari orang di sekitarnya.

  antaranya adalah H.G Tarigan (2012:16) menyatakan bahwa berbicara adalah

  2.1 Keterampilan Berbicara

  kemampuan seseorang dalam mengucapkan

  Menurut

  Iskandarwassid dan

  bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata yang

  Dadang Suhendar (2008:241), keterampilan

  berbicara pada hakikatnya merupakan

  menyatakan serta menyampaikan pikiran,

  keterampilan memproduksi arus sistem

  gagasan, dan perasaan orang tersebut.

  bunyi artikulasi untuk menyampaikan

  Berbicara merupakan sistem tanda-tanda

  kehendak, kebutuhan perasaan, dan

  yang (dapat didengar) dan (dapat dilihat)

  keinginan kepada orang lain. Dalam hal ini

  dengan memanfaatkan otot dan jaringan

  , kelengkapan alat ucap seseorang

  tubuh manusia untuk menyampaikan

  merupakan persyaratan alamiah yang

  maksud dan tujuan, gagasan atau ide-ide

  memungkinkannya untuk memproduk suatu

  yang dikombinasikan.

  ragam yang luas bunyi artikulasi, tekanan,

  SelanjunyaTarigan

  nada, kesenyapan, dan lagu bicara.

  berpendapat bahwa berbicara adalah

  Keterampilan ini juga didasari oleh

  keterampilan menyampaikan pesan melalui

  kepercayaan diri untuk berbicara secara

  bahasa lisan. Dikemukakan pula bahwa

  wajar, jujur, benar, dan bertanggungjawab

  kaitan antara pesan dan bahasa lisan

  dengan menghilangkan masalah psikologis

  sebagai media penyampaian sangat erat.

  seperti

  rasa

  malu, rendah diri,

  Pesan yang diterima oleh pendengar

  ketegangangan, berat lidah, dan lain-lain.

  tidaklah dalam wujud asli, melainkan dalam bentuk lain yakni bahasa. Pendengar

  2.2 Tujuan Berbicara

  kemudian mencoba mengalihkan pesan

  Berbicara tentu memiliki tujuan

  dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi

  yang ingin disampaikan kepada lawan

  seperti semula.

  bicaranya. Agar tujuan

  itu dapat

  Sejalan dengan pendapat di atas, St.

  tersampaikan dengan baik dan efektif, maka

  Y. Slamet (2008:33) mengungkapkan

  pembicara harus memahami hal yang akan

  dan menguasai aspek

  penyampaian maksud bisa berupa gagasan,

  keterampilan berbicara. Dalam hal ini,

  pikiran, isi hati seseorang kepada orang

  pendengar akan memaknai informasi atau

  lain. Selain itu, dijelaskan juga berbicara

  pesan yang disampaikan oleh pembicara.

  merupakan bentuk perilaku manusia yang

  2.3 Faktor-faktor yang Menunjang

  pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan.

  dalam Keefektifan Berbicara

  Melalui penggunakan metode secara tepat

  Agar dapat berkomunikasi secara

  dan akurat, guru akan mampu mencapai

  tujuan dalam pembelajaran. Jadi, guru

  kemampuan berbicara yang baik pula. Oleh

  sebaiknya

  menggunakan metode

  karena itu, agar pesan atau gagasan

  pembelajaran yang dapat menunjang

  pembicara dapat diterima oleh pendengar,

  kegiatan belajar-mengajar, sehingga dapat

  dijadikan sebagai alat yang paling efektif

  menyampaikan isi pembicaraan secara baik

  untuk mencapai tujuan pembelajaran.

  dan efektif. Sebagai mana diungkapkan

  Seperti yang telah dikemukakan

  oleh Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S.

  oleh Mulyani Sumantri dan Johar Permana

  (1991: 87) bahwa untuk keefektifan

  (2001:114) bahwa metode adalah cara-cara

  berbicara, pembicara perlu memperhatikan

  yang ditempuh guru untuk menciptakan

  faktor kebahasaan dan non kebahasaan.

  situasi pembelajaran yang benar-benar

  Yang dimaksud dengan faktor kebahasaan,

  menyenangkan dan mendukung bagi

  antara lain: (1) ketepatan ucapan (meliputi

  kelancaran proses belajar dan tercapainya

  ketepatan pengucapan vokal dan konsonan),

  prestasi belajar anak yang memuaskan.

  (2) penempatan tekanan, (3) penempatan

  Sementara itu, Puji Santosa, dkk

  persendian, (4) penggunaan nadairama, (5)

  (2008:2.26) menyatakan bahwa dalam

  pilihan kata, (6) pilihan ungkapan, (7)

  pembelajaran bahasa Indonesia, metode

  variasi kata, (8) tata bentukan, (9) struktur

  diartikan sebagai suatu sistem perencanaan

  kalimat, dan (10) ragam kalimat.

  pembelajaran bahasa Indonesia secara

  Sedangkan faktor nonkebahasaan, meliputi:

  menyeluruh

  untuk memilih,

  (1) keberaniansemangat, (2) kelancaran,

  mengorganisasikan, dan menyajikan materi

  (3) kenyaringan suara, (4) pandangan mata,

  pelajaran bahasa Indonesia secara teratur.

  (5) gerak-gerik dan mimik, (6) keterbukaan,

  Metode dan pembelajaran dapat

  (7) penalaran, dan (8) penguasaan topik.

  dikatakan sebagai kesatuan kata yang

  terdapat dalam ilmu pendidikan di sekolah.

  nonkebahasaan di atas diarahkan pada

  Oleh karena itu, untuk mendefinisikan

  pemakaian bahasa yang baik dan benar.

  pengertian metode pembelajaran haruslah

  Mencermati berbagai temuan dari

  mendefinisikan apa arti pembelajaran.

  beberapa sumber, dapat disimpulkan bahwa

  Pembelajaran yang diidentikkan dengan

  pembelajaran keterampilan berbicara di SD

  kata’ mengajar’ berasal dari kata ‘ajar’

  berperan penting dalam meningkatkan

  yang berarti petunjuk yang diberikan

  keterampilan berbahasa lainnya, sehingga

  kepada orang supaya diketahui, KBBI

  perlu diterapkan cara atau metode yang

  tepat dalam pembelajarannya. Salah satu penerapan metode yang dapat dipilih dalam

  2.5 Manfaat Metode Bermain

  pembelajaran keterampilan berbicara di

  Penggunaan metode bermain peran

  Sekolah Dasar (SD) adalah dengan metode

  akan bermanfaat jika mengikuti langkah-

  bermain peran sesuai kompetensi dasar

  langkah yang dikemukakan oleh Bruce

  pada kelas V semester II yaitu siswa dapat

  Joyce, et al (2009:341), adalah sebagai

  pembelajaran drama khususnya bermain

   Siswa

  dapat meningkatkan

  peran.

  kemampuannya

  dalam mengenali

  sendiri serta perasaan orang lain. Siswa

  Menggunakan Metode Roll Play

  bisa memiliki perilaku baru dalam

  menghadapi situasi sulit yang tengah

  metode sangat memegang peranan yang

  dihadapi, dan siswa meningkatkan skill

  sangat penting karena merupakan tata cara

  memecahkan masalah.

  dalam

  menentukan

  langkah-langkah

   Role

  langkah, yaitu perencanaan, aksi atau

  timbulnya beberapa aktivitas Siswa

  tindakan, observasi, dan refleksi (Wibawa,

  menikmati tindakan atau pemeranan.

  Role playing adalah salah satu sarana untuk

  mengembangkan

  materi

  3.1 Instrumen Pengumpulan Data

  instruksional. Tingkatan dalam metode

  Instrument pengumpulan data yang

  ini tidakakan pernah berakhir dengan

  digunakan terdiri dari tes, postest, lembar

  sendirinya, tetapi hanya membantu

  observasi, dan kisi-kisi instrument. Berikut

  siswa untuk mengekspos nilai-nilai,

  penjelasan instrument-instrumen tersebut:

  perasan, solusi masalah, dan tingkah

   Test

  lakuyang ada dan terpendam dalam diri

  Tes adalah suatu teknik pengukuran

  siswa.

  yang di dalamnya terdapat berbagai pertanyaan-pertanyaan, atau serangkaian

  III.

  METODE PENELITIAN

  tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh responden. Tes tertulis ini berupa tes

  Desain atau model penelitian ini

  akhir (postest). Tes awal adalah tes yang

  mengacu pada model Kurt Lewin, bahwa

  dilaksanakan di awal pembelajaran untuk

  dalam satu siklus terdiri dari empat

  mengetahui kemampuan siswa. Sedangkan

  langkah, yaitu perencanaan, aksi atau

  tes akhir dilaksanakan pada akhir

  tindakan, observasi, dan refleksi (Wibawa,

  pembelajaran untuk mengetahui siswa

  setelah pembelajaran berlangsung.

  Lokasi penelitian dilaksanakan di

  Catatan lapangan untuk merekam

  SD GKST Beteleme, siswa kelas V

  kejadian dan peristiwa-peristiwa selama

  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

  kegiatan tindakan kelas berlangsung.

  Februari 2015 yaitu pada semester II pada

  Proses analisis data terdiri dari hasil

  data saat pelaksanaan kegiatan. Mahsun

  penelitian ini, peneliti melaksanakan

  (2010:12) mengatakan, analisis data

  pembelajaran secara bersiklus.

  merupakan upaya yang dilakukan untuk

  Subjek penelitian adalah siswa

  mengklasifikasi, dan mengkelompokan

  kelas V SD GKST Beteleme, jumlah siswa

  data. Data yang terkumpul dari hasil

  21 orang yang terdiri atas 10 orang siswa

  penelitian adalah data yang terdiri dari

  laki-laki dan 11 orang siswa perempuan.

  observasi aktivitas siswa, hasil observasi

  Penelitian ini bertujuan untuk

  guru dan hasil belajar yang berupa nilai tes

  meningkatkan keterampilan berbicara pada

  setiap akhir siklus. Ada pun langkah-

  pembelajaran bahasa Indonesia melalui

  langkah analisis dari setiap siklus adalah:

  metode Bermain Peran.

   Menganalisis data hasil observasi

  Penelitian ini berbentuk penelitian

  terhadap pelaksanaan tindakan setiap

  tindakan kelas sehingga mekanisme

  siklus dengan teknik analisis deskriptif

  kerjanya diwujudkan dalam bentuk siklus

  kualitatif, yaitu analisis yang hanya

  yang dalam setiap siklusnya tercakup 4

  menggunakan paparan sederhana.

  kegiatan, yaitu: (1) perencanaan, (2)

   Menentukan rata-rata dari seluruh siswa

  pelaksanaan (tindakan), (3) observasi, dan

  yang

  mengikuti

  tes. Tingkat

  (4) refleksi. Hal tersebut diperkuat dengan

  keberhasilan siswa berdasarkan skor tes

  pendapat Suhardjono (dalam Suharsimi

  yang diperoleh ditetapkan dalam nilai

  Arikunto dkk, 2006: 74) bahwa penelitian

  dengan menggunakan rumus:

  Model atau format lembar penilaian

  pengkajian sistem berdaur dalam suatu

  terhadap keterampilan berbicara siswa yang

  siklus. Sistem prosedur penelitian ini

  digunakan tertera pada tabel 2 sebagai

  digambarkan sebagai berikut:

  berikut :

  Desain atau model penelitian ini

  Format Lembar Penilaian Unjuk

  mengacu pada model Kurt Lewin, bahwa

  Kerja Keterampilan Berbicara Siswa

  dalam satu siklus terdiri dari empat

  Keterangan :

  Aspek yang dinilai: lafal, intonasi,

  Kemampuan memberikan intonasi

  dapat dijelaskan sebagai berikut:

  Petunjuk penilaian :

   Intonasi tepat: sedikit sekali kesalahan

   Nilai setiap aspek yang dinilai dalam

  penempatan tekanan katasuku kata,

  berbicara berskala 1 sampai 4

  pembicaraan juga tidak terkesan datar.

   Jumlah skor atau total nilai diperoleh

   Intonasi cukup tepat: terkadang

  dari menjumlahkan nilai setiap aspek

  membuat kesalahan dalam penempatan

  penilaian yang diperoleh siswa.

  tekanan katasuku kata sehingga cukup

   Nilai akhir yang diperoleh siswa diolah

  terkesan datar.

  dengan menggunakan rumus:

   Intonasi kurang tepat: sering tidak

  Jumlah Skor x 100 = Nilai Akhir

  memberikan tekanan katasuku kata

  yang seharusnya mendapatkan intonasi

  1.1.1 Nilai rata-rata kelas dihitung

  dan cuku R

  Rp membosankan

  dengan rumus: Jumlah nilai = nilai rata-

  lawan bicara.

  rata

   Intonasi tidak tepat: sama sekali tidak

  Jumlah siswa

  ada tekanan katasuku kata dalam

  2.1.1 Persentase ketuntasan pembelajaran

  pembicaraannya dari awal sampai akhir

  berbicara dapat dihitung dengan

  sehingga membosankan lawan bicara

  menggunakan rumus:

  dan keseluruhan bicaranya terkesan

  Jumlah siswa yang mendapat nilai Nilai

  datar.

  ℎ

  rata-rata (NR) =

3.1.3 Kelancaran

  Kemampuan kelancaran berbicara

  Penjelasan dari tiap-tiap deskriptor sebagai berikut :

  dapat dijelaskan sebagai berikut: 

  Berbicara lancar: sedikit sekali

  3.1.1 Lafal

  berbicara dengan terputus tetapi tidak

  Kemampuan melafalkan bunyi kata

  terdapat ‘ee….’ dansejenisnya.

   Berbicara cukup lancar: terkadang

  dijelaskan sebagai berikut:

   Lafal sangat jelas: mengucapkan kata

  berbicara dengan terputus-putus dan

  menyisipkan buni’ee…’ dan sejnisya

  maupun kalimat dengan sangat jelas

   Berbicara kurang lancar: berbicara

  yaitu benar-benar dapat dibedakan

  bunyi konsonan dan vokal (hampir

  sering terputus-putus dan menyisipkan

  bunyi ‘ee…’ dan sejenisnya.

  tidak ada kesalahan).

   Lafal jelas: mengucapkan kata maupun

   Berbicara tidak lancar: berbicara selalu

  kalimat dengan jelas yaitu dapat

  terputus-putus, banyak pengucapan

  sisipan bunyi ‘ee…’ dan sejenisnya.

  dibedakan bunyi konsonan dan vokal

  melakukan kesalahan).

  3.1.4 Ekspresi Berbicara

   Lafal cukup jelas: cukup kesulitan

  Kemampuan

  ekspresi dalam

  mengucapkan bunyi konsonan dan

  berbicara dijelaskan sebagai berikut:

   Ekspresi berbicara tepat: terkadang

  vokal dengan jelas tetapi masih dapat

  dipahami pendengar.

  menggunakan

  mimikpantomimik

   Lafal kurang jelas: melafalkan kata-

  berbicara yang dapat membangkitkan

  kata yang susah sekali dipahami karena

  perhatian lawan bicara.

   Ekspresi berbicara cukup tepat: terdapat

  masalah pengucapan yaitu bunyi

  konsonan dan vokal kurang jelas untuk

  mimikpantomimik berbicara tetapi

  proporsional (terlalu

  pendengar harus mendengarkan dengan

  berlebihantidak tepat pada keadaan).

   Ekspresi berbicara kurang tepat: ragu- ragu dalam memberikan gerak-gerik

  teliti ucapannya.

3.1.2 Intonasi 3.1.2 Intonasi

  meyakinkan lawan bicara.

  SD GKST Beteleme.

   Ekspresi

  berbicara tanpa ada gerakan, statis, dan

  4.3 Hasil Tes Akhir Tindakan Siklus I

  terkesan kaku.

  Tes ini dilakukan untuk menilai keterampilan berbicara siswa dalam

  IV. HASIL PENELITIAN DAN

  bermain drama setelah menggunakan

  PEMBAHASAN

  metode roll play. Tes dilaksanakan secara klasikal dan dilakukan secara individu dan

  4.1 Paparan Data dan Hasil Penelitian

  kelompok. Hasil tes akhir tindakan dapat

  Siklus I

  dilihat pada tabel berikut :

  Sesuai dengan data yang diperoleh dari hasil pengamantan, pada bagian siklus

  Tabel 4.1. Hasil Tes Akhir dalam memerankan tokoh Cerita

  I akan diungkapkan data tentang: (1) Siklus I

  perencanaan pembelajaran, (2) pelaksanaan

  Rentang nilai

  Frekwensi

  Prosentasi Kategori

  pembelajaran, (3) evaluasi pembelajaran,

  0 – 24

  0 0 Tidak tuntas

  3 dan 14,29 (4) refleksi tindakan. Paparan

  selengkapnya sebagai berikut.

  75 – 100

  11 52,38 Tuntas

  Hasil Penelitian

  Jumlah

  Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus dengan dua kali tindakan, dan terbagi

  Dari hasil tes tersebut di atas, dapat

  dalam dua bagian, yaitu : pratindakan dan

  dilihat prosentase ketuntasan klasikal hanya

  tindakan.

  52,38. Indikator keberhasilan ketuntasan yang ditetapkan adalah 80. Ini

  4.2 Kegiatan Pratindakan

  menandakan bahwa ketuntasan belajar

  Sebelum dilaksanakan penelitian,

  klasikal belum tercapai.

  peneliti melakukan observasi awal terhadap

  Dari hasil pengamatan terhadap

  kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia di

  aktivitas guru, diperoleh informasi bahwa

  kelas V, khususnya bermain drama pada

  dalam aktivitas yang dilakukan guru

  aspek berbicara. Dari hasil observasi, dapat

  dikategorikan baik oleh observer, meskipun

  diidentifikasi masalah yang menyebabkan

  ada beberapa aspek yang dinilai kurang,

  siswa kesulitan di dalam memeragakan

  seperti:

   guru kurang mengontrol kegiatan

  tokoh cerita. Salah satunya adalah budaya

  belajar yang masih senang menerima. Hal

  pembelajaran yang dilakukan siswa saat

  ini menyebabkan kurangnya keterampilan

  kerja kelompok sehingga masih ada

  siswa dalam melakoni peran tokoh

  siswa yang tidak mengerjakan tugas

  sehingga dalam berakting dirasakan sulit

  secara keseluruhan,

   guru kurang memberikan penghargaan

  oleh siswa, terlebih dalam berekspresi.

  Hasil analisis tes awal (perbuatan)

  bagi

  kelompok

  yang telah

  sebelum menggunakan metode rool play,

  mempresentasikan jawabannya,

   guru kurang optimal dalam pengelolaan

  dapat diketahui bahwa kemampuan siswa

  dalam bermain drama masih sangat rendah,

  waktu sehingga tidak sesuai dengan

  ini dibuktikan dari 21 siswa yang mengikuti

  rencana yang telah dibuat.

  tes yang tuntas dalam memerankan tokoh

  Dari pengamatan yang dilakukan

  cerita hanya 6 orang atau hanya sebesar

  terhadap

  aktivitas

  siswa, diperoleh

  informasi bahwa siswa sangat antusias

  Maka, peneliti bersama kolaborator

  dalam mengikuti pembelajaran, apalagi

  mencari solusi dan menetapkan metode

  dengan adanya teka-teki kata yang dibuat

  yang akan diterapkan dalan penelitian

  guru dalam LKS, walau dalam beberapa

  tindakan kelas, dengan tujuan untuk

   Masih dinilai kurang oleh observer,

  seperti

   Siswa kurang berpartisipasi dalam

  berdasarkan rencana pembelajaran yang

  pembelajaran,

  telah dibuat dengan tetap mengacu pada

   Tidak semua siswa aktif dalam

  pendekatan metode Roll SPlay pada

  pembelajaran kelompok,

  pembelajaran drama dalam brmain peran

   Saat diberi kesempatan untuk bertanya,

  untuk meningkatkan keterampilan berbicara

  masih banyak siswa yang belum

  siswa.

  berani,dalam

  mempresentasikan

  melakoni peran dari tokoh cerita

  4.6 Hasil Tes Akhir Tindakan Siklus II

  singkat, masih banyak siswa yang

  Tes siklus II ini juga dilaksanakan

  belum bisa untuk menyampaikan hasil

  secara klasikal. Tes ini dilaksanakan untuk

  menilai hasil keterampilan berbicara

  penampilan siswa berakting dengan

  melalui bermain drama. Siswa juga diberi

  kesempatan untuk mengisi angket respon

  perbendaharaan kosa kataberbicara

  siswa terhadap model pembelajaran yang

  secara sistematis.

  Hasil tes akhir siklus II dapat

  terhadap siswa dengan tujuan untuk

  dilihat pada tabel berikut :

  dialami siswa dalam pembelajaran. Dari Tabel 4.2. Hasil Tes Akhir Memerankan Tokoh Cerita

  Siklus II

  hasil wawancara, dapat diketahui bahwa 1) siswa senang dengan model pembelajaran

  Rentang nilai

  Frekwensi

  Prosentasi Kategori

  0 0 yang diterapkan guru, walau siswa masih Tidak tuntas

  0 – 24

  25 – 49

  merasa kesulitan untuk berbicara dengan

  50 – 74

  kalimat yang runtut, 2) siswa belum

  75 – 100

  18 85,71 Tuntas

  terbiasa untuk memeragakan di depan kelas atau berbicara secara sistematis.

  Jumlah

  Dari tabel di atas, dapat dilihat

  bahwa ketuntasan klasikal mencapai

4.4 Refleksi Tindakan Siklus I

  85,71 atau yang tuntas belajar ada 18

  siswa dari 21 siswa. Indikator keberhasilan

  melakukan refleksi terhadap pelaksanaan

  telah tercapai bahkan lebih dari yang

  tindakan pada siklus I. Dari hasil analisis

  diharapkan.

  tes akhir, siswa belum tuntas secara klasikal

  Dari hasil analisis angket yang diisi

  karena hanya mencapai 52,38 atau dari 21

  oleh seluruh siswa, diperoleh informasi

  siswa, yang tuntas belajar hanya 11 orang.

  sebagai berikut.

  Hal ini disebabkan belum optimalnya

  pembelajaran yang dilakukan guru.

  Dari hasil wawancara, observasi,

4.7 Hasil Analisis Penilaian Respon

  dan hasil belajar siswa, dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan siklus I belum

  Siswa terhadap metode Roll Play

  berhasil maka dilanjutkan pada siklus II

  Jumlah

  untuk melihat kemajuan belajar siswa

  Siswa Persentase

  kekurangan yang terjadi pada siklus I. Likkert)

  4.5 Hasil Tindakan Siklus II

  3. 75 Pemahaman Materi

  Perencanaan tindakan siklus II ini

  sama dengan pada siklus I, hanya media pembelajaran yang digunakan bukan lagi

  Dari tabel di atas. diperoleh hasil respon sikap siswa 85,71, keterampilan

  potret lingkungan sekolah.

  90,48, dan pemahaman materi 85,71.

  Pelaksanaan pembelajaran pada

  Berdasarkan kategori penilaian respon

  siklus II dilaksanakan pada tanggal 16 April

  siswa terhadap pembelajaran bahasa

  2015. Kegiatan pembelajaran dilakukan

  Indonesia dengan menggunakan metode roll play diperoleh hasil bahwa untuk ketiga kategori tersebut di atas menunjukkan

  Berdasarkan kategori penilaian respon

  respon yang positif dari hampir seluruh

  siswa terhadap pembelajaran bahasa

  siswa.

  Indonesia dengan menggunakan metode roll play diperoleh hasil bahwa untuk ketiga

  V. SIMPULAN

  kategori tersebut di atas menunjukkan respon yang positif , oleh sebab itu

  Dari hasil analisis tes akhir siklus I,

  penelitian dihentikan pada siklus yang

  siswa belum tuntas secara klasikal hanya

  kedua.

  mencapai 52,38 atau dari 21 siswa hanya 11siswa yang tuntas belajar. Hal ini

  VI. SARAN

  disebabkan belum optimalnya pembelajaran yang dilakukan guru dan penerapan metode

  Berdasarkan hasil penelitian dan

  roll play belum maksimal. prosentase

  pembahasan peneliti menyarankan beberapa

  ketuntasan klasikal hanya 52,38. Sedangkan

  hal yang terkait dengan peningkatan

  indikator keberhasilan ketuntasan yang

  kemampuan siswa dalam bermain drama.

  ditetapkan adalah 80. Ini menandakan

  Pada hakikatnya pembelajaran drama

  bahwa ketuntasan belajar klasikal belum

  merupakan keterampilan berbicara yang

  tercapai maka kegiatan dilanjutkan pada

  urgency yang harus dikuasai dan disenangi

  siklus yang kedua.

  oleh siswa, dengan demikian guru dapat

  Ketuntasan klasikal pada siklus II

  menciptakan pembelajaran yang kreatif dan

  mencapai 85,71 atau yang tuntas belajar

  inovatif untuk dapat mengembangkan

  ada 18 siswa dari 21 siswa. Indikator

  potensi diri, menerapkan berbagai metode,

  keberhasilan telah tercapai bahkan lebih

  strategi, materi, media dan evaluasi

  dari indicator yang telah ditetapkan. Respon

  pembelajaran yang berkualitas agar hasil

  sikap siswa 85,71, keterampilan 90,48,

  pembelajaran drama pada aspek berbicara

  dan pemahaman materi 85,71.

  siswa terus dapat ditingkatkan.

Dokumen yang terkait

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA EMPIRIS PADA PASIEN RAWAT INAP PATAH TULANG TERTUTUP (Closed Fracture) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

11 138 24

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

GROUP POSITIVE PSYCHOTHERAPY UNTUK MENINGKATKAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING REMAJA DENGAN ORANG TUA TKI

2 103 9

PELATIHAN KESEHATAN REPRODUKSI UNTUK MENINGKATKAN KOMUNIKASI EFEKTIF ORANG TUA KEPADA ANAK

8 135 22

EFEKTIVITAS PENGAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI MEDIA LAGU BAGI SISWA PROGRAM EARLY LEARNERS DI EF ENGLISH FIRST NUSANTARA JEMBER

10 152 10

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) PADA BALITA NON KELUARGA MISKIN (NON GAKIN) DI KECAMATAN SUKORAMBI KABUPATEN JEMBER

4 92 1

INTENSI ORANG TUA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MENIKAHKAN ANAK PEREMPUAN DI BAWAH USIA 20 TAHUN DI KECAMATAN PAKEM KABUPATEN BONDOWOSO

10 104 107