BEBERAPA PANDANGAN TENTANG SIFAT PENYERTAAN

B. BEBERAPA PANDANGAN TENTANG SIFAT PENYERTAAN

Filosofi dasar keberadaan lembaga penyertaan terdapat dua pandangan :

1. Sebagai Strafa sdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya orang) : - Penyertaan dipandang sebagai persoalan

pertanggung jawaban pidana

- Penyertaan merupakan suatu delik, hanya

bentuknya tidak sempurna. - Penganut a.l : Simons, van Hattum, Hazewinkel Suringa.

2. Sebagai

Tatbestandausdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya

perbuatan) :

- Penyertaan dipandang bentuk khusus dari

b.2. Medeplichtige / pembantu (pasal 48 tindak pidana.

KUHP Belanda / pasal 56 KUHP - Penyertaan merupakan suatu delik, hanya

Indonesia).

bentuknya istimewa.

c. Code Penal Perancis dan Belgia : - Penganut a.l : Pompe, Moelyatno, Roeslsn

c.1. Autores.

Saleh.

c.2. Complices.

d. Di Inggris :

Menurut Prof. Moelyatno pandangan yang

d.1. Principals (peserta baku). pertama sesuai dengan alam/pandangan

d.2. Accessories (peserta pembantu). individual karena yang diprimairkan adalah

2. Pembagian tiga :

“strafbaarheid van de person” (hal dapat

2.a. Di Jerman :

dipidananya orang), pandangan yang kedua

2.a.1. Tater (pembuat) sesuai dengan alam Indonesia karena yang

2.a.2. Anstifter (penganjur) diutamakan adalah perbuatan yang tidak boleh

2.a.3. Gehile (pembantu) dilakukan, jadi lebih ditekankan pada

2.b. Di Jepang :

2.b.1. Co principals (pembuat) dipidananya perbuatan). Menurut Moelyatno,

strafbaarheid van het feit” (hal dapat

2.b.2. Instigator (penganjur) pandangan pertama tidak dikenal dalam

2.c.3. Accessories (pembantu) hukum adat.

3. Pembagian empat : Di Uni Sovyet :

C. PEMBAGIAN PENYERTAAN

3.1. Executive of crime

1. Terbagi dua :

3.2. Organizer

a. Von Feuerbach membagi penyertaan

3.3. Instigator

dalam dua bentuk :

3.4. Accessory

a.1. Urherber (pembuat)

a.2. Gehilfe (pembantu)

D. PENYERTAAN MENURUT KUHP INDONESIA

b. KUHP Belanda dan Indonesia :

1. Pembagian penyertaan menurut KUHP

b.1. Dader / Pembuat (pasal 47 Belanda

Indonesia adalah :

/ pasal 55 KUHP Indonesia).

a. Pembuat/dader (pasal 55) yang terdiri

dari : dari :

a.2. yang menyuruh lakukan pada pasal 55 di atas). (doenpleger)

- Menurut pandangan ini,

a.3. yang turut serta (medepleger) mereka yang tersebut dalam

a.4. penganjur (uitlokker) pasal 55 hanya dipandang sebagai pembuat, jadi hanya

b. Pembantu / mendeplichtige (pasal 56) disamakan saja dengan dader. yang terdiri dari :

- Penganut : HR, Simons, van

b.1. pembantu pada saat kejahatan Hamel, Jonkers. dilakukan

b.2. pembantu pada saat kejahatan belum dilakukan.

Mengenai pengertian pembuat (dader), ada dua pandangan :

2. Pleger (pelaku)

a. Pandangan yang luas (extensief)

a. Pelaku (pleger) ialah orang yang :

melakukan sendiri perbuatan yang - Dengan demikian mereka yang

memenuhi rumusan delik.

disebut dalam pasal 55 diatas

b. Dalam praktek sukar menentukannya,

terutama dalam hal pembuat undang- - Penganut : M.v.T, Pompe,

adalah pembuat.

undang tidak menentukan secara pasti

Hazewinkel-Suringa, van

siapa yang menjadi pembuat.

Hattum, Moelyatno.

Mengenai hal ini ada beberapa

pedoman :

b. Pandangan yang sempit

1). Peradilan Indonesia

(restrictief) : Pembuat (dalam arti sempit yaitu - Pembuat hanyalah orang yang

pelaku) ialah orang yang menurut

melakukan sendiri perbuatan

maksud pembuat undang-undang

yang sesuai dengan rumusan

harus dipandang yang bertanggung

delik, jadi hanya pembuat

jawab.

2). Peradilan Belanda juga termasuk didalamnya Dader (dalam arti sempit) ialah orang

(Hazewinkel-Suringa).

yang mempunyai kekuasaan/kemampuan untuk

3. Doenpleger (yang menyuruh lakukan)

mengakhiri keadaan terlarang, tetapi a). Doenpleger ialah orang yang melakukan tetap memberikan keadaan terlarang

perbuatan dengan perantaraan orang itu berlangsung terus.

lain, sedang perantara ini hanya 3). Pompe

diumpamakan sebagai alat.

Dader (dalam arti sempit) ialah orang

Dengan demikian :

yang mempunyai kewajiban untuk - Pembuat langsung (onmiddelijke mengakhiri keadaan terlarang itu.

dader, auctor physicus, manus

c. Kedudukan “pleger” dalam pasal 55

ministra)

sering dipermasalahkan. Mengenai hal - Pembuat tidaklangsung (middelijke ini ada dua pendapat :

dader, doenpleger, auctor 1). Janggal dan tidak pada tempatnya

intellectuals, manus domina). Alasan : Karena pasal 55 berada dibawah bab V yang berjudul

b). Pada Doenpleger terdapat unsur-unsur “Penyertaan tersangkut beberapa

sbb :

pidana”, pada penyertaan apabila - Alat yang dipakai adalah manusia; “mereka yang melakukan” (para

- Alat yang dipakai itu “berbuat” (bukan pelaku) itu diartikan pembuat

alat yang mati)

tunggal. - Alat yang dipakai itu “tidak dapat 2). Dapat dipahami

dipertanggungjawabkan” unsur ketiga Alasan : Karena pasal 55 menyebut

inilah yang merupakan tanda ciri dari “mereka yang dipidana” sebagai

doenpleger .

pembuat”, jadi plegers termasuk didalamnya “Pompe”. Karena pasal

Hal yang menyebabkan alat (pembuat

55 menyebut “ siapa-siapa yang materiil) tidak dapat dinamakan pembuat”, jadi plegers

dipertanggungjawabkan ialah :

 Bila ia tidak sempuna pertumbuhan menganggap orang yang belum cukup jiwanya atau rusak jiwanya (pasal

unur itu tetap mampu bertanggungjawab 44);

(lihat pasal 45 jo 47). Namun demikian,  Bila ia berbuat karena daya paksa

apabila yang disuruh itu anak yang (pasal 48)

masih sangat muda sekali, yang belum  Bila ia melakukannya atas perintah

begitu sadar akan perbuatannya, maka jabatan yang tidak sah seperti

dalam hal ini dimungkinkan ada dimaksudkan dalam pasal 51 ayat

menyuruh lakukan.

(2);  Bila ia keliru (sesat) mengenai

d). Apakah orang yang menyuruh lakukan salah satu unsur delik, misalnya A

(doenpleger) harus mempunyai kualitas menyuruh B untuk menguangkan

sebagai pelaku ? ada dua pendapat : pos wesel yang tanda tangannya

d.1. Pendapat pertama : “harus”. dipalsu oleh A, sedangkan B tidak

Alasan, karena tidakmungkin mengetahui pemalsuan tersebut;

seorang A menyuruh oarng lain B  Bila ia tidak mempunyai maksud

melakukan sesuatu yang A sendiri seperti yang diisyaratkan untuk

tidak dapat melakukannya. Misalnya kejahatan ybs. (dalam undang-

: A bukan pegawai negeri, maka ia undang) misal A menyuruh B

tidak dapat melakukan “delik (seorang kuli) untuk mengambil

jabatan”, jadi A tidak bisa menjadi barang dari suatu tempat. B

pembuat langsung (onmiddelijke mengambilnya untuk diserahkan

dader) oleh karena itu ia juga tidak kepada A dan ia sama sekali tidak

bisa menjadi pembuat tidak mempunyai maksud untuk memiliki

langsung, maka A tidak bisa bagi dirinya sendiri.

menjadi doenpleger. Jadi walaupun

B (yang disuruh) adalah “ pegawai c). Dalam hal pembuat materiil (alat)

negeri, tetap dikatakan tidak ada seseorang yang belum cukup umur,

doenpleger.

maka tidak ada menuruh lakukan,

d.2. Pendapat kedua : “tidak harus”. karena pada dasarnya KUHP

“Menyuruh-lakukan sesuatu delik ada kualitas pribadi seperti pembuat jabatan tidak hanya terdapat apabila

materiil”.

pembuat materiilnya adalah seorang pejabat, akan tetapi juga sebaliknya,

e). Mungkinkah ada menyuruh lakukan ialah apabila pelaksanaanya bukan,

terhadap delik-colpoos?

sedang yang menyuruh-lakukan itu Mungkin, dalam halo rang yang adlah pejabat”.

menyuruh-lakukan dapat menduga sebelumnya bahwa ka nada sesuatu akibat yang tidak diharapkan. Misal :

A menyuruh seseorang pekerja B untuk “Seorang peserta itu bukannya dipidana

Hazewinkel-Suringa :

melemparkan benda yang berat dari karena ia melakukan perbuatan

atap rumah ke bawah, tanpa (pidana), akan tetapi ia justru dipidana

menghiraukan apakah benda itu akan walaupun ia tidak melakukan

menimpa orang yang kebetulan ada / perbuatan”. Misal : A membius B

lewat di bawah atap rumah itu. B seorang penjaga keamanan kereta api,

mengira bahwa A telah mengadakan sehingga lalai menjalankan tugasnya

pengamanan seperlunya. Jika karena dan timbul kecelakaan.

lemparan itu ada yang tertimpa dan Walaupun A tidak berkualitas seperti B

mati, maka A dapat dituntu karena (yaitu tidak mempunyai kewajiban

menyuruh-lakukan tindak pidana yang seperti B), A tetap dikatakan sebagai

tersebut dalam pasal 359 KUHP. doenpleger dalam delik omissi yang dilakukan oleh B.

4. Medepleger (orang yang turut serta)

Arrest HR tgl. 21 April 1913 (kasus

a. Pengertian :

Walikota Zaan-dam) menyatakan : 1). Undang-undang tidak memberikan “Pasal 55 tidak menyatakan bahwa

definisi

mereka yang menyuruh lakukan adalah 2). Menurut M.v.T : Orang yang turut dader, tetapi bahwa mereka dipidana

serta melakukan (medepleger) ialah sebagai dader, sehingga untuk menjadi

orang yang dengan sengaja turut middelijke dader (doenpleger) tidak perlu orang yang dengan sengaja turut middelijke dader (doenpleger) tidak perlu

tadi.

3). Menurut Pompe, “turut mengerjakan terjadinya sesuatu tindak pidana itu

b. Syarat adanya medepleger :

ada dua kemungkinan :  Ada kerjasama secara sadar - Mereka masing-masing

(bewuste samenwerking).

memenuhi semua unsur dalam Adanya kesadaran bersama tidak rumusan delik.

berarti ada permufakatan lebih Misal : dua orang dengan

dulu, cukup apabila ada bekerja sama melakukan

pengertian antara peserta pada pencurian disebuah gudang

saat perbuatan dilakukan dengan beras, salah seorang memenuhi

tujuan menacpai hasil yang sama. semua unsur delik, sedang yang

Yang penting aialah harus ada lainnya tidak.

kesenjangan secara sadar. Misal : dua orang pencopet (A

Tidak ada turut serta, bila orang dan B) saling bekerja sama, A

yang satu hanya menghendaki yang menabrak orang yang

untuk menganiaya, sedang menjadi sasaran, sedang B yang

kawannya menghendaki matinya mengambil dompet orang itu.

si korban. Penentuan kehendak - Tidak seorangpun memenuhi

atau kesenjangan masing-masing unsur-unsur delik seluruhnya

peserta itu dilakukan secara tetapi mereka bersama-sama

normatif.

mewujudkan delik itu misalnya :  Ada pelaksanaan bersama dalam pencurian dengan

secara fisik (gezamenlijke merusak (pasal 363 ayat (1) ke-

ultvoering/physieke

5) salah seorang melakukan

samenwerking).

penggangsiran, sedang Persoalan kapan dikatakan ada kawannya masuk rumah dan

perbuatan pelaksanaan mengambil barang-barang yang

merupakan persoalan yang sulit kemudian diterimakan kepada

(ingat/lihat Bab VI tentang

“percobaan”), namun secara daderschap. Barang siapa tidak singkat dapat dikatakan bahwa

dapat menjadi pembuatan tunggal perbuatan pelaksanaan berarti

(alleendader) juga tidak dapat perbuatan yang langsung

dinamakan pembuat peserta menimbulkan selesainya delik

(mededader). Sifat-sifat atau ybs. Yang penting disini harus

keadaan pribadi yang menentukan ada kerjasama yang erat dan

dapat dipidananya perbuatan, hanya langsung. Batas antara perbuatan

berlaku pada pembuat peserta yang pelaksanaan dan perbuatan

mempunyai sifat-sifat tersebut. pembantuan sangatlah sulit dan hal ini akan dibicarakan dalam

2). Pendapat kedua : “tidak harus”. masalah pembantuan.

Yurisprudensi putusan pengadilan Negeri Tulunganggung tanggal 5

c. Apakah medepleger harus mempunyai Januari 1932 yang kasusnya sbb : kualitas sebagai pelaku ?

A memegang gelang milik orang lain Mengenai hal ini ada dua penadapat :

untuk dijualkan. Suami A menggadaikan gelang tersebut untuk

1). Pendapat pertama : “harus”. kepentingannya sendiri, dengan Medepleger adalah suatu bentuk

persetujuan A. Dalam kasus A daderschap (keadaan / sifat pelaku

dinyatakan salah melakukan pembuat), orang turut serta

penggelapan, sedang suaminya melakukan adalah pembuat (dader)

“turut serta melakukan penggelapan” apabila ada beberapa orang

meskipun suaminya tidak memenuhi bersama-sama melakukan delik,

semua unsur yang terdapat dalam maka mereka timbal balik terhadap

pasal 372.

satu sama lain disebut pembuat Status A terhadap barang ialah peserta (mededader). Pembuat

“memiliki dengan melawan hukum peserta sebagai pembuat harus

barang yang ada padanya bukan mempunyai sifat yang oleh rumusan

karena kejahatan “, sedang status undang-undang diisyaratkan untuk

suaminya terhadap barang itu ialah suaminya terhadap barang itu ialah

tersebut, akan tetapi mereka bersama- karena kejahatan”. Yaitu ia dapat dari

sama secara sadar melakukan

A dan tahu bahwa barang itu bukan pelemparan barang dan merekapun milik A.

kurang berhati-hati serta patut menduga akibat yang timbul. Oleh karena itu

d. Mungkinkah ada turut serta terhadap mereka dapat dituntut bersama-sama delik culpoos ? pada turut serta,

melakukan perbuatan yang tersebut kesengajaannya ditujukan kepada :

dalam pasal 55 jo pasal 359 KUHP.

1. Kerjasama dengan orang lain (ditujukan pada perbuatan).

5. Uitlokker (penganjur)

2. Tercapainya hasil yangmerupakan delik (ditujukan pada akibat).

a. Pengertian :

Pengajur ialah orang yang Dalam delik culpa orang tidak

menggerakkan orang lain untuk menghendaki terjadinya akibat. Kalau

melakukan suatu tindak pidana kesenjangan orang turut serta juga

denganmenggunakan sarana-sarana harus ditujukan untuk timbulnya delik

yang ditentukan oleh undang-undang culpa tersebut, maka jelas tidak mungkin

untuk melakukan kejahatan.

ada turut serta melakukan secara culpa. Jadi hamper sama dengan menyuruh- Akan tetapi jika kesengajaan itu hanya

lakukan (doen-pleger), pada ditujukan kepada adanya kerjasama,

penganjuran (uitlokking) ini ada usaha ialah kepada perbuatan yang dilakukan

untuk menggerakkan orang lain sebagai bersama, maka mungkin ada turut serta

pembuat materiil / auctor physicus. melakukan secara culpa. Misal :

Adapun perbedaannya sbb :

A dan B bersama-sama melemparkan Penganjuran Menyuruh-lakukan barang berat dari gedung bertingkat dan

Menggerakkannya Sarana menimpa orang yang ada di bawah

dengan sarana- menggerakkannya sampai mati. Keduanya tidak dengan sarana- menggerakkannya sampai mati. Keduanya tidak

melakukan tindak pidana yang Pembuat materiil Pembuat materiil

(tidak limitatif)

dianjurkan atau percobaan dapat

melakukan tindak pidana. dipertanggungjawa dipertanggungjawa

tidak dapat

 Pembuat materiil tersebut harus bkan

dipertanggungjawabkan dalam (tidakmerupakan

bkan (merupakan

manus ministra)

hukum pidana.

manus ministra) Dari lima syarat yang disebutkan diatas, jelas bahwa syarat 1 dan 2 merupakan

syarat yang harus ada pada si

b. Syarat penganjuran yang dapat dipidana penganjur, sedangkan syarat 3, 4 dan 5 :

merupakan syarat yang melekat pada Berdasarkan pengertian diatas, maka

orang yang dianjurkan (pembuat syarat pengajuran yang dapat dipidana

materiil).

ialah :

 Ada kesenjangan untuk

c. Mungkinkah ada penganjuran untuk menggerakkan orang lain

melakukan delik culpa ?

melakukan perbuatan yang Mengenai hal ini ada beberapa terlarang.

1. Tidak mungkin.

menggunakan upaya-upaya

d. Mungkinkah ada percobaan pengajuran (sarana-sarana) seperti tersebut

atau pengajuran yang gagal ? dalam undang-undang (bersifat

e. Pertanggungjawaban si penganjur. limitatif).

 Putusan kehendak dari si pembuat materiil ditimbulkan

c. Mungkinkah ada penganjuran untuk melakukan karena hal-hal tersebut pada a

delik culpa ?

dan b (jadi ada psychise causaliteit).

Mengenai hal ini ada beberapa pendapat :

(a). Tidak mungkin. mengetahui bahwa dengan pemberian pinjaman itu, orang lain tersebut akan mengendarainya.

Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh van Jadi, pada pembujuk ada kesengajaan yang Hamel dengan mengemukakan alasan bahwa

ditujukanuntuk menggerakkan orang lain untuk sifat khas dari uitlokking ialah membujuk

menyupir. Kalau orang lain itu tidak dapat terjadinya perbuatan dengan sengaja.

menyupir hal mana diketahui oleh pembujuk, maka jika pengendara tersebut melanggar

(b). Mungkin. seseorang yang mengakibatkan mati, ia dapat dikatakan melakukan tindak pidana dalam pasal

Simons menganggap bukannya mustahil dalam 359, sedang pemilik mobil dapat dikatakan bentuk demikian seseorang dapat membujuk

melakukan pembujukan untuk terjadinya terjadinya sesuatu perbuatan dengan

pelanggaran pasal 359 itu.

pengetahuan bahwa orang yang akan melakukan perbuatan itu dapat mengira-ngira

d. Mungkinkah ada percobaan penganjuran atau kemungkinan terjadinya akibat yang tidak

penganjuran yang gagal ?

dikehendaki atau dapat mengirakan kemungkinan terjadinya akibat tersebut.

Penganjuran yang gagal ini dapat terjadi dalam Menurut Pompe orang nyata-nyata dapat

hal seseorang telah dengan sengaja sengaja menyuruh orang lain untuk melakukan

menggerakkan orang lain untuk melakukan delik culpa, dalam arti orang itu sebagai

sesuatu tindak pidana dengan menggunakan pembujuk mempunyai kesengajaan untuk

salah satu sarana dalam pasal 55 (1) ke-2, akan menggerakkan agar orang lain melakukan

tetapi orang lain itu tidak mau melakukan atau perbuatan yang ternyata suatu delik culpa dan

mau melakukan akan tetapi tidak sampai dapat inklusif didalam perbuatan sengaja itu termasuk

melaksanakan perbuatan yang dapat dipidana. kealpaan, dan pula dalam arti bahwa yang di

bujuk dan pembujuk mempunyai kealpaan yang (catatan : Dengan kata lain, baru terpenuhi syarat 1 diisyaratkan oleh undang-undang. Misal :

dan 2 atau syarat 1 s/d 3) seperti dikemukakan pada no. b diatas.

Seorang pemilik mobil sengaja meminjamkan mobilnya untuk dipakai orang lain dengan

Timbul masalah apakah terhadap percobaan untuk dipidana. Penganutnya : Blok. Jomkers, Pompe, membujuk atau penganjuran yang gagal dapat

van Hattum.

dipidana ? mengenai hal ini sebelum adanya pasal 163 bis, ada dua pandangan :

Catatan :

1). Pendapat pertama : Penganjuran dipandang  Dari uraian diatas jelas, bahwa menurut sebagai bentuk penyertaan yang bersifat accessoir

pendapat pertama (accessoir), strafbaarheid (sifat dapat dipidananya si penganjur

(tidak berdiri sendiri = onzelfstandig). digantungkan dari apa yang dilakukan oleh

orang lain). Jadi sudut pandangnya tidak Menurut pandangan ini, pengajuran itu ada apabila

membedakan antara sifat dapat dipidananya ada tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat

perbuatan (tindak pidana) dan sifat dapat materiil. D.p.l si penganjur dipidana apabila orang

dipidananya orang (pertanggungjawaban yang dibujuk melakukan perbuatan yang dapat

pidana). Jadi lebih mendekati pandangan dipidana. Karena dalam “percobaan untuk

monistis.

penganjuran” ini, tindak pidana itu tidak terjadi  Sehubungan dengan pandangan yang pertama

diatas, dalam KUHP Jerman (sebelum maka si pengajur juga tidak dapat dipidana.

perubahan tahun 1943), dikenal apa yang dinamakan extreme accessoiriteit yaitu bahwa

Penganutnya : Hazewinkel-Suring, Simons, van untuk adanya bentuk-bentuk penyertaan harus

Heml, vos. ada yang bertanggung jawab sebagai Tater (pelaku).

2). Pendapat kedua : Penganjuran dipandang sebagai bentuk penyertaan yang tidak accessoir (berdiri

Menururt KUHP Jerman itu, untuk dapat sendiri = zelfstanding, tidak bergantung pada yang

memidana seseorang peserta sebagai Mittater lain). Menurut pendapat ini, ada / tidaknya

(si turut-serta melakukan / medepleger, anstifter penganjuran tidak tergantung pada ada tidaknya

/ pengajur uitlokker, atau gehilfe / pembantu / atau terjadi / tidaknya tindak pidana. D.p.l

medeplichtige), maka si pembuat materiil harus sipenganjur tetap dapat dipidana walaupun tindak

melakukan strafbare handlung, yang diartikan pidana yang dianjurkan kepada si pelaku tidak

bukan saja melakukan perbuatan yang dilarang terjadi. Jadi menurut pandangan kedua ini,

/ diancam pidana, tetapi juga dapat dijatuhi “percobaan untuk penganjuran” tetap dapat

pidana. Dengan demikian apabila si pembuat pidana. Dengan demikian apabila si pembuat

ini berbunyi :

 Pertanggungjawaban peserta tidak lagi 1). Barang siapa dengan menggunakan salah satu digantungkan pada pertanggungjawaban si

sarana tersebut dalam pasal 55 ke-2, mencoba pelaku atau peserta lainnya, tetapi dipandang

menggerakkan orang lain supaya melakukan berdiri sendiri, asal saja pelaku atau peserta

kejahatan, diancam pidana penjara paling lama 6 lainnya itu telah melakukan sesuatu perbuatan (enam) tahun atau denda paling banyak tiga ratus

yang dilarang. rupiah (sekarang menjadi Rp. 4.500,-), jika tidak

Pandangan accessoiriteit yang terbatas ini sesuai mengakibatkan kejahatan atau percobaan dengan pandangan dualistis (a.l Prof. Ruslan saleh)

kejahatan yang dipidana, tetapi dengan ketentuan, yang melihatnya dari dua sudut pandang :

bahwa sekali-kali tidak dapat dijatuhkan pidana yang lebih berat dari pada yang ditentukan

1). Dari sudut perbuatan, pada umumnya tiap-tiap terhadap percobaan kejahatan, atau jika percobaan peserta tidak berdiri sendiri-sendiri, sifat

itu tidak dipidana, tidak dapat dijatuhkan pidana melawan hukumnya perbuatan dari si pembuat

yang lebih berat dari yang ditentukan terhadap atau si pembantu baru timbul jika perbuatan

kejahatan itu sendiri.

dari si pembuat atau si pembantu baru timbul jika perbuatannya di hubungkan dengan

2). Aturan tersebut tidak berlaku, jika tidak pelaku atau peserta lainnya.

mengakibatkannya kejahatan atau percobaan kejahatan yang dipidana itu disebabakan

2). Dari sudut pertanggungjawaban, tiap-tiap

karenakehendaknya sendiri.

peserta dipertanggungjawabkan sendiri-sendiri menurut sikap batinya masing-masing

Pasal diatas mengancam pidana terhadap pembujukan berhubung dengan apa yang diperbuatnya.

yang gagal dan juga yang tidak menimbulkan akibat. Dengan demikian pasal ini menjadikan perbuatan “

Persoalan percobaan pengajuran atau penganjuran pembujukan yang gagal” sebagai delik yang berdiri yang gagal ini sekarang sudah tidak menjadi persolan

sendiri (delictum suigeneris). Delik ini merupakan delik lagi, setelah pada tahun 1925 (S. 1925 No. 197 / jo

formil, artinya perumusannya dititikberatkan pada perbuatan si pembuat, jadi jika seseorang dengan formil, artinya perumusannya dititikberatkan pada perbuatan si pembuat, jadi jika seseorang dengan

membunuh C. dalam hal ini matinya C tidak dapat melakukan kejahatan, maka ia sudah dapat dipidana.

dipertanggungjawabkan pada A (Jadi tidak dapat Alasan penghapus pidananya tercantum dalam ayat

dituduh berdasar pasal 55 jo 338), karena (2). Menurut Prof. Moelyatno, pasal 163 biss (2)

pembunuhan itu bukan dimaksud (disengaja) oleh A. merupakan alasan penghapus penuntutan.

Namun demikian, A masih dapat dipertanggungjawabkan berdasrkan pasal 163 bis,

Perlu diperhatikan bahwa dalam pasal 163 bis itu yaitu pembujukan yang gagal untuk penganiayaan. digunakan kata-kata “mencoba / berusaha

Maksimum pidana yang dapat dikenakan adalah menggerakkan orang lain untuk…”. Jadi dapat juga

maksimum pidana untuk penganiayaan yang terbukti dikenakan kepada “menyuruh lakukan / doenplegen

sengaja dianjurkan oleh A, yaitu kalau penganiayaan yang gagal”, asal saja sarana yang dipakai oleh si

biasa pasal 351 (1), maksimumnya 2 tahun 7 bulan, pembuat termasuk salah satu sarana untuk

kalau penganiayaan ringan pasal 352 maksimumnya 3 pembujukan yang tersebut dalam pasal 55 ayat (1) ke-

bulan, kalau penganiayaan yang direncanakan pasal

2. 351 (1) maksimumnya 4 tahun penjara dst. Jadi maksimumnya bukan 6 tahun (perhatikan redaksi

e. Pertanggungjawaban si penganjur.

pasal 163 bis).

Dalam pasal 55 ayat (2) dinyatakan bahwa penganjur Ketentuan pasal 163 bis juga dapat dipertanggungjawabkan terhadap perbuatan yang

dipertanggungjawabkan pada A dalam hal B (yang sengaja dianjurkannya beserta akibatnya. Misal :

dianjuri) tidak mau melaksanakan anjuran dari A walaupun mungkin ia sudah menerima sesuatu

A menganjurkan B untuk menganiaya C dan akibat pemberian / hadiah dari A. jadi gagalnya pengajuran A

penganiayaan itu C mati, Dalam hal ini karena kehendak orang yang ditujuk (B). Apabila tidak

pertanggungjawaban A bukan terhadap perbuatan terjadi atau gagalnya pengajuran A itu karena

“menganjurkan orang lain melakukan penganiayaan” kehendak A sendiri, maka pasal 163 bis tidak dapat (pasal 55 jo 351) tetapi “menganjurkan orang lain

dikenakan pada A.

melakukan penganiayaan yang berakibat mati” (pasal

55 jo 351 ayat (3)). Bagaimanakah apabila dalam melaksanakan anjuran

A untuk menganiaya C itu, B baru melaksankannya A untuk menganiaya C itu, B baru melaksankannya

Apabila pengertian “sengaja yang dianjurkan” dalam bis.

pasal 55 (2) meliputi juga dolus eventualis yang dilakukan oleh pembuat materiil, maka dlam kasus

Kalau A membujuk B untuk membunuh C dengan diatas A juga dapat dipertanggungjawabkan terhadap menggunakan pistol, tetapi karena “penyimpangan

matinya D apabila terbukti bahwa pada saat B sasaran” (aberretio ictus / afdwalirgsgevallen)

(pembuat materiil) menembak C dapat dibayangkan tembakan B mengenai D, maka perbuatan A tetap

kemungkinan tertembaknya orang lain (b) yang berada dapat disebut “membujuk untuk percobaan

di dekat C. Penetuan hal ini dilakukan secara pembunuhan terhadap C” (pasal 55 jo 53 jo 338).

normative oleh Hakim.

Bagaimanakah terhadap matinya D, apakah A dapat dipertanggungjawabkan ?

6. PEMBANTUAN (medeplichtige)

Ada pendapat bahwa dalam hal ini A tidak dapat

a. Sifat : Dilihat dari perbuatannya.

dipertanggungjawabkan karena matinya D bukan yang dikenhendaki (disengaja dianjurkan) oleh A, jadi

Pembantuan ini bersifat accessoir artinya untuk karena tidak ada identitas (kesamaan) antara

adanya pembantuan harus ada orang yang perbuatan yang dibujukkan dengan perbuatan yang

melakukan kejahatan (harus ada orang yang benar–benar dilakukan. Pendapat ini menghendaki

dibantu). Tetapi dilihat dari pertanggungjawaban adanya hubungan langsung antara kesengajaan si

tidak accessoir. Artinya dipidananya pembantu tidak pembujuk dengan terjadinya delik yang dilakukan oleh

tergantung pada dapat tidaknya si pelaku dituntut orang yang dibujuk. Jadi masalah pokoknya berkisar

pidana.

pada sampai seberapa jauh “kesengajaan” menurut

b. Jenis : Menurut pasal 56 KUHP, ada dua jenis pasal 55 (2) itu dapat dipertanggungjawabkan kepada

di pembujuk, apakah hanya bertanggung jawab

pembantu :

terhadap “kesengajaan dengan maksud (yang

Jenis pertama :

langsung dituju)” atau meliputi juga seluruh corak kesengajaan.

 Waktunya : Pada saat kejadian dilakukan;

 Caranya : Tidak ditentukan secara limitatif

kepentingan / tujuan

sendiri.

dalam undang-undang

sendiri.

Jenis kedua : Terhadap pelanggaran Terhadap kejahatan tidak dipidana (pasal 60 maupun pelanggaran dapat

 Waktunya : sebelum kejahatan dilakukan;

KUHP).

dipidana.

 Caranya : Ditentukan secara limitatif dalam Maksimum pidananya Maksimum pidananya sam

undang-undang (yaitu dengan cara : memberi dikurangi sepertiga (pasal dengan si pembuat. kesempatan, sarana atau keterangan).

57-1).

Pembantuan jenis pertama ini mirip dengan turut serta Pembantuan jenis kedua ini mirip dengan penganjuran

(medeplegen) perbedaannya sbb : (uitlokking). Perbedaannya adalah sebagai berikut :

Pembantuan Turut Serta Penganjuran Pembantuan

Menurut ajaran penyertaan Menurut ajaran obyektif : Kehendak untuk melakukan Kehendak jahat pada

obyektif : perbuatannya perbuatan merupakan kejahatan pada pembuat pembuat materiil sudah ada

hanya membantu / perbuatan pelaksanaan materiil ditimbulkan oleh si sejak semula (tidak

menunjang (ondersteuning (uitvoering shandelling) pengajur (ada kausalitas ditimbulkan oleh si

Menurut ajaran subyektif :

Menurut ajaran subyektif :

 Kesenjangan

 Kesenjangan

merupakan animus

merupakan animus

socii (hanya untuk

Adanya ajaran / teori penyertaan yang obyektif dan memberi bantuan

coauctores

subyektif, ditimbulkan oleh adanya konsepsi yang saling saja pada orang

(diarahkan untuk

bertentangan menganai batas-batas lain);

terwujudnya delik);

 Harus ada kerja

pertanggungjawaban para peserta, yaitu :

 Tidak harus ada

sama yang disadari

kerja sama yang

(bewuste

A. Sistem yang berasal dari hukm Romawi,

disadari (beweste

 Menurut system ini tiap-tiap peserta sama nilainya Tidak mempunyai

kepentingan / tujuan

(sama jahatnya) dengan orang yang melakukan, (sama jahatnya) dengan orang yang melakukan,

masing-masing bentuk penyertaan dititik beratkan sama dengan pelaku.

pada sikap batin masing-masing peserta. Pendirian inilah yang dikenal dengan teori atau

Karena tiap-tiap peserta dipertanggungjawabkan

ajaran penyertaan yang subyektif.

sama, maka batas antara bentuk-bentuk penyertaan sama, maka batas antara bentuk-

Sistem, kedua ini dianut dalam KUHP Jerman dan bentuk penyertaan tidaklah prinsip, yang dijadikan

Swiss. Seperti telah dikemukakan, di Jerman titik berat untuk menentukan batas antara pelaku

dibedakan antara Tater (pembuat), anstifter dengan para peserta diletakkan pada

(penganjur) dan Gehilfe (pembantu). Berdasar perbuatannya dan saat bekerjanya masing-masing

teori subyektif, maka jarang termasuk tater harus (jadi bersifat obyektif). Pendirian inilah yang

mempunyai tater-willen (niat untuk menganjurkan) kemudian dikenal dengan teori atau jaran

dan yang termasuk Gehilfe harus mempunyai penyertaan obyektif.

Gehilfewiller (niat untuk membantu orang lain). Sistem yang pertama ini terdapat dalam Code

Menurut Prof Moelyatno, KUHP kita dapat Penal Prancis dan dianut juga di Inggris.

digolongkan kedalam kelompok teori campuran karena :

B. Sistem yang berasal dari para jurist Italia dalam abad pertengahan.

- Dalam pasal 55 disebutkan “dipidana sebagai pembuat” dan dalam pasal 56 disebutkan “

Menurut system ini tiap-tiap peserta tidak dipidana sebagai pembantu”. Dengan adanya dipandang sama nilainya (tidak sama jahatnya),

dua bentuk penyertaan ini (yang dapat tergantung dari perbuatan yang dilakukan. Oleh

disamakan dengan pembagian autors dan karena itu pertanggungjawabannya juga berbeda,

complices di Prancis atau principals dan accessoir di Inggris, berarti menganut system

ada kalanya sama berat dan ada kalanya lebih

yang pertama.

ringan dari pelaku. Karena pertanggungjawaban - Akan tetapi apabila dilhat perbedaan

para peserta itu berbeda, maka batas antara pertanggungjawabannya yaitu pembantu masing-masing bentuk penyertaan itu adalah

dipidana lebih ringan (dikurangi sepertiga) dari prinsip sekali, artinya harus ditentukan secara

si pembuat, maka ini berarti dianut yang kedua.

Selanjutnya dikemukakan oleh beliau, bahwa B). Perbedaan antara pembuat (dader) dan apabila pada dasarnya KUHP kita menganut

pembantu (megeplichtige)) adalah prinsipil, system Code Penal (system pertama) dengan

sehingga batas antara keduanya ditentukan pengecualian untuk pembantuan dianut system

menurut sikap batinnya.

KUHP Jerman (system kedua), maka konsekuensinya ialah :

c. Pertanggungjawaban pembantu.

A). Perbedaan dalam pasal 55 antara pelaku 1). Pada prinsipnya KUHP menganut system bahwa orang yang menyuruh lakukan, yang turut serta

pidana poko untuk pembantu lebih ringan dari dan yang menganjurkan, dalah tidak prinsipil.

pembuat. Prinsip ini terlihat didalam pasal 57 (1) Ini berarti batas antara mereka yang tergolong

dan (2) yaitu : - Maksimum pidana poko untuk dalam “daders” itu tidak perlu ditentukan secara

pembantuan dikurangi sepertiga (ayat 1); subyetif menurut niatnya masing-masing

peserta, tetapi cukup secara obyektif menurut - Apabila kejahatan diancam pidana mati atau bunyinya peraturan saja.

penjara seumur hidup, maka maksimum pidana untuk pembantu ialah 15 tahun penjara (ayat 2).

Dalam hubungan ini yang penting adalah perbedaan antara orang yang menyuruh

Pengecualian terhadap prinsip ini terlihat dalam : lakukan dan penganjur. Perbedaan antara

keduanya jangan dicari dalam sikap batin a). Pasal 333 (4) : Pembantu dipidana sama berat masing-masing, tetapi cukup bahwa :

dengan pembuat, (lihat juga pasal 415 dan 417). b). Pasal 231 (3) : Pembantu dipidana lebih berat

- Untuk menjadi orang yang menyuruh lakuka, apabila orang yang disuruh tidak dapat

dari si pembuat, (lihat juga pasal 349). dipidana sebagai pembuat karena dipandang

tidak mempunyai kesalahan, dan 2). Pidana tambahan untuk pembantu sama dengan - Untuk menjadi pengajur sudah cukup, apabila

ancaman terhadap kejahatannya itu sendiri, jadi sama cara-cara yang digunakan untuk

dengan si pembuat (pasal 57 : 3).

menganjurkan tersebut dalam pasal 55 (1) ke-2 dan si pembuat materiil dapat

3). Dalam pertanggungjawaban seorang pembantu, dipertanggungjawabkan. KUHP mengamut system bahwa 3). Dalam pertanggungjawaban seorang pembantu, dipertanggungjawabkan. KUHP mengamut system bahwa

unsur sengaja. Unsur ini harus juga dipenuhi untuk : pertanggungjawaban si pembuat. Misal pasal 57 (4) dan 58.

- Doenplegen / menyuruh lakukan (dianalogikan dengan “membujuk”)

4). Ada pendapat dari Prof Moelyatno dan Prof. Oemar sadji, bahwa system pemidanaan untuk pembantuan

- Medeplegen / turut serta (dianalogikan dengan hendaknya dipakai system “facultative Minderbes

“membantu”).

Taftung / strafmilderung yaitu terserah pada hakim apakah terhadap pembantu pidananya akan dikurangi

Terhadap kasus serupa itu Karni juga berpendapat A atau tidak.

tidak dapat dipidana karena adanya unsur “sengaja” didalam pasal 56 merupakan anasir subyektif dari

E. PENYERTAAN DENGAN KEALPAAN (CULPOSE

pembantuan, artinya kesengajaan si pembantu harus

DEELNEMING)

diarahkan pada kejahatan yang bersangkutan. Misal :