Asas asas Hukum Pidana EBook
BAB I PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Apakah hukum pidana itu ? pertanyaan ini sesungguhnya sangat sulit untuk dijawab, mengingat hukum pidana itu mempunyai banyak segi, yang masing-masing mempunyai arti sendiri- sendiri. Penerapan hukum pidana berkaitan dengan ruang lingkup hukum pidana itu sendiri dapat bersifat luas dan dapat pula bersifat sempit. Dalam tindak pidana dapat melihat seberapa jauh seseorang telah merugikan masyarakat dan pidana apa yang perlu dijatuhkan kepada orang tersebut karena telah melanggar hukum. Selain itu, tujuan hukum pidana tidak hanya tercapai dengan pengenaan pidana, tetapi merupakan upaya represif yang kuat berupa tindakan-tindakan pengamanan.
Perlunya pemahaman terhadap teori-teori serta Asas-Asas Hukum Pidana tersebut bagi peserta diklat, maka Pusat Pendidikan Dan
Pelatihan Kejaksaan R.I menyusun modul mengenai asas-asas hukum pidana dengan tujuan
agar peserta Pendidikan dan Pelatihan agar peserta Pendidikan dan Pelatihan
B. Tujuan Instruksional Khusus
maupun asas-asas hukum pidana yang perlu Setelah mempelajari modul ini peserta diklat diperhaitkan dalam melaksanakan tugas dan
diharapkan mengetahui tentang ruang lingkup fungsinya sebagai jaksa nantinya.
berlakunya, tindak pidana, adanya hubungan sebab akibat (causaliteit, causalitat), sifat
melawan hukum, kesalahan dan pertanggungjawaban pidana, kesengajaan,
II. DESKRIPSI SINGKAT
kealpaan, delik pelanggaran, pemidanaan, percobaan, penyertaan, penggabungan tindak
Modul asas-asas hukum pidana pidana, dasar penghapus pidana, gugurnya memberikan pemahaman bagi peserta pendidikan
wewenang menuntut dan menjalankan pidana. dan pelatihan tentang ruang lingkup berlakunya,
tindak pidana, adanya hubungan sebab akibat
IV. POKOK BAHASAN
(causaliteit, causalitat), sifat melawan hukum, kesalahan dan pertanggungjawaban pidana,
a. Ruang lingkup berlakunya Hukum Pidana. kesengajaan, kealpaan, delik pelanggaran,
b. Tindak Pidana.
pemidanaan, percobaan, penyertaan,
c. Hubungan sebab akibat (causaliteit, causalitat). penggabungan tindak pidana, dasar penghapus
d. Sifat melawan hukum (rechtswdrig, unrecht, pidana, gugurnya wewenang menuntut dan
wederrechtelijk, onrechmatig).
menjalankan pidana.
e. Kesalahan dan pertanggungjawaban pidana.
f. Kesengajaan (dolus, intent, opzet, vorsatz).
III. TUJUAN PEMBELAJARAN
g. Kealpaan (culpa).
A. Tujuan Intruksional Umum
h. Kesalahan dalam delik pelanggaran. Setelah mempelajari modul ini peserta
diharapkan mengetahui tentang teori, asas,
i. Pidana dan pemidanaan (hukum penitensier). delik tindak pidana dan dapat menerapkannya
j. Percobaan (poging, attempt).
dalam melaksanakan tugas sebagai penyidik
k. Penyertaan.
dan penuntut umum dalam penanganan l. Penggabungan tindak pidana (samenloop /
perkara pidana.
concursus).
m. Alasan / dasar penghapus pidana
BAB II
(straffuitsluitingsgrond, grounds of impiunity.) n. Gugurnya kewenangan menuntut dan
menjalankan pidana.
RUANG LINGKUP BERLAKUNYA
HUKUM PIDANA
V. FASILITAS / MEDIA
Fasilitas dan media yang digunakan dalam proses pembelajaran Pengantar asas-asas hukum
A. RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
pidana antara lain :
MENURUT WAKTU
a) Modul asas-asas hukum pidana; Penerapan hukum pidana atau suatu perundang-
b) Internet;
c) Peraturan perundang-undangan; undangan pidana berkaitan dengan waktu dan
d) Literatur yang terkait. tempat perbuatan dilakukan. Serta berlakunya hukum pidana menurut waktu menyangkut
penerapan hukum pidana dari segi lain. Dalam hal seseorang melakukan perbuatan (feit) pidana
sedangkan perbuatan tersebut belum diatur atau
belum diberlakukan ketentuan yang bersangkutan, maka hal itu tidak dapat dituntut dan sama sekali
tidak dapat dipidana.
Asas Legalitas (nullum delictum nula poena sine praevia lege poenali) Terdapat dalam Pasal 1 ayat
(1) KUHP. Tidak dapat dipidana seseorang kecuali atas perbuatan yang dirumuskan dalam suatu (1) KUHP. Tidak dapat dipidana seseorang kecuali atas perbuatan yang dirumuskan dalam suatu
sine praevia lege poenali yang mengandung tiga prinsip dasar :
Dalam perkembangannya amandemen ke-2 UUD - Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa 1945 dalam Pasal 28 ayat (1) berbunyi dan berhak
undang-undang)
untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku - Nulla Poena sine crimine (tiada pidana tanpa surut tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun
perbuatan pidana)
dan Pasal 28 J ayat (2) Undang-undang Dasar - Nullum crimen sine poena legali (tiada 1945 yang berbunyi : “Dalam menjalankan hak dan
perbuatan pidana tanpa undang-undang kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada
pidana yang terlebih dulu ada)
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
Adagium ini menganjurkan supaya :
undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas
1) Dalam menentukan perbuatan- hak dan kebebasan orang lain dan untuk
perbuatan yang dilarang di dalam memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
peraturan bukan saja tentang pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan
macamnya perbuatan yang dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
harusdirumuskan dengan jelas, tetapi demokratis”. Karenanya asas ini dapat pula
juga macamnya pidana yang dinyatakan sebagai asas konstitusional.
diancamkan;
2) Dengan cara demikian maka orang Dalam catatan sejarah asas ini dirumuskan oleh
yang akan melakukan perbuatanyang Anselm von Feuerbach dalam teori : “vom
dilarang itu telah mengetahui terlebih psychologishen zwang (paksaan psikologis)” dilarang itu telah mengetahui terlebih psychologishen zwang (paksaan psikologis)”
penafsiran ekstensif.
melakukan perbuatan;
3) Aturan-aturan hukum pidana tidak
3) Dengan demikian dalam batin orang itu
berlaku surut.
akan mendapat tekanan untuk tidak Schaffmeister dan Heijder merinci asas ini dalam
berbuat. Andaikata dia ternyata pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
melakukan juga perbuatan yang dilarang, maka dinpandang dia
a) Tidak dapat dipidana kecuali ada menyetujui pidana yang akan
ketentuan pidana berdasar peraturan dijatuhkan kepadanya.
perundang-undangan (formil).
diperkenankan Analogi Prof. Moeljatno menjelaskan inti pengertian yang
b) Tidak
(pengenaan suatu undang-undang dimaksud dalam asas legalitas yaitu :
terhadap perbuatan yang tidak diatur
1) Tidak ada perbuatan yang dilarang dan oleh undang-undang tersebut). diancam dengan pidana kalau hal itu
c) Tidak dapat dipidana hanya terlebih dahulu belum dinyatakan dalam
berdasarkan kebiasaan (Hukum tidak suatu aturan undang-undang. Hal ini
tertulis).
dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1)
d) Tidak boleh ada perumusan delik yang KUHP.
kurang jelas (lex Certa).
2) Untuk menentukan adanya perbuatan
e) Tidak boleh Retroaktif (berlaku surut) pidana tidak boleh digunakan analogi,
f) Tidak boleh ada ketentuan pidana
diluar Undang-undang.
g) Penuntutan hanya dilakukan diluar wilayah Negara. Pandangan ini berdasarkan atau dengan cara yang
disebut menganut asas personal atau ditentukan undang-undang.
prinsip nasional aktif.
Pada bagian ini, akan melihat kepada berlakunya
hukum pidana menurut ruang tempat dan
B. RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
berkaitan pula dengan orang atau subyek. Dalam
MENURUT TEMPAT (LEX LOCI)
hal ini asas-asas hukum pidana menurut tempat : Teori tetang ruang lingkup berlakunya hukum
I. Asas Teritorial.
pidana nasional menurut tempat terjadinya.
II. Asas Personal (nasional aktif). Perbuatan (yurisdiksi hukum pidana nasional),
III. Asas Perlindungan (nasional pasif) apabila ditinjau dari sudut Negara ada 2 (dua)
IV. Asas Universal.
pendapat yaitu :
a. Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang terjadi diwilayah Negara, baik dilakuakan
Ad. I. Asas Teritorial
oleh warga negaranya sendiri maupun oleh orang lain (asas territorial).
Asas ini diatur juga dalam Kitab Undang-
b. Perundang-undangan hukum pidana Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu dalam
berlaku bagi semua perbuatan pidana yang pasal 2 KUHP yang menyatakan :
dilakukan oleh warga Negara, dimana saja, “Ketentuan pidana dalam perundang-
juga apabila perbuatan pidana itu dilakukan undangan Indonesia diterapkan bagi setiap juga apabila perbuatan pidana itu dilakukan undangan Indonesia diterapkan bagi setiap
dimana yang bersangkutan berada.
Pasal ini dengan tegas menyatakan asas Perluasan dari Asas Teritorialitas diatur territorial, dan ketentuan ini sudah
dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan : sewajarnya berlaku bagi Negara yang
“Ketentuan pidana perundang-undangan berdaulat. Asas territorial lebih menitik
Indonesia berlaku bagi setiap orang yang beratkan pada terjadinya perbuatan
di luar wilayah Indonesia melakukan pidana di dalam wilayah Negara tidak
tindak pidana didalan kendaraan air atau mempermasalahkan siapa pelakunya,
pesawat udara Indonesia”. warga Negara atau orang asing. Sedang
Ketentuan ini memperluas berlakunya dalam asas kedua (asas personal atau
pasal 2 KUHP, tetapi tidak berarti bahwa asas nasional yang aktif) menitik
perahu (kendaraan air) dan pesawat beratkan pada orang yang melakukan
terbang lalu dianggap bagian wilayah perbuatan pidana, tidak
Indonesia. Tujuan dari pasal ini adalah mempermasalahkan tempat terjadinya
supaya perbuatan pidana yang terjadi di perbuatan pidana. Asas territorial yang
dalam kapal atau pesawat terbang yang pada saat ini banyak diikuti oleh Negara-
berada di perairan bebas atau berada di negara di dunia termasuk Indonesia. Hal
wilayah udara bebas, tidak termasuk ini adalah wajar karena tiap-tiap orang
wilayah territorial suatu Negara, sehingga yang berada dalam wilayah suatu Negara
ada yang mengadili apabila terjadi suatu harus tunduk dan patuh kepada
perbuatan pidana.
Setiap orang yang melakukan perbuatan
badan pidana diatas alat pelayaran Indonesia
Pejabat-pejabat
Internasional.
diluar wilayah Indonesia. Alat pelayaran Kapal-kapal perang dan pesawat pengertian lebih luas dari kapal. Kapal
udara militer / ABK diatas kapal merupakan bentuk khusus dari alat
maupun di luar kapal. pelayaran. Di luar Indonesia atau di laut
bebas dan laut wilayah Negara lain.
Ad. II. Asas Personal
Asas-asas Extra Teritorial / kekebalan Asas Personal atau Asas Nasional yang dan hak-hak Istimewa (Immunity and
aktif tidak mungkin digunakan sepenuhnya Previlege).
terhadap warga Negara yang sedang berada dalam wilayah Negara lain yang
Kepala Negara asing dan anggota kedudukannya sama-sama berdaulat. keluarganya.
Apabila ada warga Negara asing yang Pejabat-pejabat perwakilan asing
berada dalam suatu wilayah Negara telah dan keluarganya.
melakukan tindak pidana dan tindak Pejabat-pejabat pemerintahan
pidana dan tidak diadili menurut hukum Negara asing yang berstatus
Negara tersebut maka berarti diplomatik yang dalam perjalanan
bertentangan dengan kedaulatan Negara melalui Negara-negara lain atau
tersebut. Pasal 5 KUHP hukum Pidana menuju Negara lain.
Indonesia berlaku bagi warga Negara Suatu angkatan bersenjata yang
Indonesa di luar Indonesia yang terpimpin.
melakukan perbuatan pidana tertentu
Kejahatan terhadap keamanan Negara, dilakukan juga jika terdakwa martabat kepala Negara, penghasutan, dll.
menjadi warga Negara sesudah melakukan perbuatan”.
Pasal 5 KUHP menyatakan : Sekalipun rumusan pasal 5 ini memuat
“(1). Ketetentuan pidana dalam perkataan “diterapkan bagi warga Negara
perundang-undangan Indonesia Indonesia yang diluar wilayah Indonesia”’,
diterapkan bagi warga Negara sehingga seolah-olah mengandung asas
yang di luar Indonesia melakukan : personal, akan tetapi sesungguhnya pasal
salah satu kejahatan yang
5 KUHP memuat asas melindungi tersebut dalam Bab I dan Bab II
kepentingan nasional (asas nasional pasif) Buku Kedua dan Pasal-Pasal 160,
karena :
161, 240, 279, 450 dan 451. Salah satu perbuatan yang oleh suatu
Ketentuan pidana yang diberlakukan bagi ketentuan pidana dalam
warga Negara diluar wilayah territorial perundang-undangan Indonesia
wilyah Indonesia tersebut hanya pasal- dipandang sebagai kejahatan,
pasal tertentu saja, yang dianggap penting sedangkan menurut perundang-
sebagai perlindungan terhadap undangan Negara dimana
kepentingan nasional. Sedangkan untuk perbuatan itu dilakukan diancam
asas personal, harus diberlakukan seluruh dengan pidana.
perundang-undangan hukum pidana bagi warga Negara yang melakukan kejahatan
(2). Penuntutan perkara sebagaimana di luar territorial wilayah Negara.
dimaksud dalam butir 2 dapat
Ketentuan pasal 5 ayat (2) adalah untuk perundang-undangan Negara dimana mencegah agar supaya warga Negara
perbuatan dilakukan terhadapnya tidak asing yang berbuat kejahatan di Negara
diancamkan pidana mati”. asing tersebut, dengan jalan menjadi
Latar belakang ketentuan pasal 6 ayat warga Negara Indonesia (naturalisasi).
(1) butir 2 KUHP adalah untuk Bagi Jaksa maupun hakim Tindak
melindungi kepentingan nasional timbal Pidana yang dilakukan di negara asing
balik (mutual legal assistance). Oleh tersebut, apakah menurut undang-undang
karena itu menurut Moeljatno, sudah disana merupakan kejahatan atau
sewajarnya pula diadakan imbangan pelanggaran, tidak menjadi permasalahan,
pulu terhadap maksimum pidana yang karena mungkin pembagian tindak
mungkin dijatuhkan menurut KUHP pidananya berbeda dengan di Indonesia,
Negara asing tadi.
yang penting adalah bahwa tindak pidana
tersebut di Negara asing tempat perbuatan dilakukan diancam dengan pidana,
Ad. III. Asas Perlindungan
sedangkan menurut KUHP Indonesia merupakan kejahatan, bukan pelanggaran.
Sekalipun asas personal tidak lagi digunakan sepenuhnya tetapi ada asas
Ketentuan pasal 6 KUHP : lain yang memungkinkan diberlakukannya
hukum pidana nasional terhadap “ Berlakunya pasal 5 ayat (1) butir 2
perbuatan pidana yang terjadi di luar dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak
wilayah Negara
dijatuhkan pidana mati, jika menurut
Pasal 4 KUHP (seteleh diubah dan talon, tanda deviden atau tanda ditambah berdasarkan Undang-undang
bunga yang mengikuti surat atau No. 4 Tahun 1976)
sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat
“Ketentuan pidana dalam perundang- tersebut atau menggunakan surat-
undangan Indonesia diterapkan bagi surat tersebut di atas, yang palsu
setiap orang yang melakukan di luar atau dipalsukan, seolah-olah asli dan
Indonesia :
tidak palsu;
4. Salah satu kejahatan yang disebut
1. Salah satu kejahatan berdasarkan dalam Pasal-pasal 438, 444 sampai
pasal-pasal 104, 106, 107,
dengan 446 tentang pembajakan laut 108 dan 131;
dan pasal 447 tentang penyerahan
2. Suatu kejahatan mengenai mata kendaraan air kepada kekuasaan
uang atau uang kertas yang bajak laut dan pasal 479 huruf j
dikeluarkan oleh Negara atau bank, tentang penguasaan pesawat udara
ataupun mengenai materai yang secara melawan hukum, pasal 479 l,
dikeluarkan dan merek yang m, n dan o tentang kejahatan yang
digunakan oleh Pemerintah mengancam keselamatan
Indonesia;
penerbangan sipil.
3. Pemalsuan surat hutang atau
sertifikat hutang atas tanggungan Dalam pasal 4 KUHP ini terkandung asas
suatu daerah atau bagian daerah melindungi kepentingan yaitu melindungi
Indonesia, termasuk pula pemalsuan kepentingan nasional dan melindungi Indonesia, termasuk pula pemalsuan kepentingan nasional dan melindungi
merek yang digunakan oleh pidana nasional bagi setiap orang (baik
pemerintah Indonesia (pasal 4 ke-2) warga Negara Indonesia maupun warga
3) Kejahatan mengenai pemalsuan negara asing) yang di luar Indonesia
surat-surat hutang atau sertifkat- melakukan kejahatan yang disebutkan
sertifikat hutang yang dikeluarkan dalam pasal tersebut.
oleh Negara Indonesia atau bagian- bagiannya (pasal 4 ke-3)
Dikatakan melindungi kepentingan
4) Kejahatan mengenai pembajakan nasional karena pasal 4 KUHP ini
kapal laut Indonesia dan pembajakan memberlakukan perundang-undangan
pesawat udara Indonesia (pasal 4 ke- pidana Indonesia bagi setiap orang yang di
luar wilayah Negara Indonesia melakukan
Ad. IV. Asas Universal
perbuatan-perbuatan yang merugikan kepentingan nasional, yaitu :
Berlakunya pasal 2-5 dan 8 KUHP dibatasi
1) Kejahatan terhadap keamanan oleh pengecualian-pengecualian dalam
Negara dan kejahatan terhadap hukum internasional. Bahwa asas
martabat / kehormatan Presiden melindungi kepentingan internasional (asas
Republik Indonesia dan Wakil universal) adalah dilandasi pemikiran bahwa
Presiden Republik Indonesia (pasal 4 setiap Negara di dunia wajib turut
ke-1) melaksanakan tata hukum sedunia (hukum
2) Kejahatan mengenai pemalsuan
internasional).
mata uang atau uang kertas
Dikatakan melindungi kepentingan Jika pemalsuan mata uang atau uang internasional (kepentingan universal) karena
kertas, pembajakan kapal, laut atau rumusan pasal 4 ke-2 KUHP (mengenai
pesawat terbang adalah mengenai kejahatan pemalsuan mata uang atau uang
kepemilikan Indonesia, maka asas yang kertas) dan pasal 4 ke-4 KUHP (mengenai
berlaku diterapkan adalah asas melindungi pembajakan kapal laut dan pembajakan
kepentingan nasional (asas nasional pasif). pesawat udara) tidak menyebutkan mata
Jika pemalsuan mata uang atau uang uang atau uang kertas Negara mana yang
kertas, pembajakan kapal laut atau pesawat dipalsukan atau kapal laut dan pesawat
terbang adalah mengenai kepemilikan terbang negara mana yan dibajak.
Negara asing, maka asas yang berlaku Pemalsuan mata uang atau uang kertas
adalah asas melindungi kepentingan yang dimaksud dalam pasal 4 ke-2 KUHP
internasional (asas universal). menyangkut mata uang atau uang kertas
Negara Indonesia, akan tetapi juga mungkin menyangkut mata uang atau uang kertas
Pasal 7 KUHP
Negara asing. Pembajakan kapal laut atau pesawat terbang yang dimaksud dalam
“Ketentuan pidana dalam perundang- pasal 4 ke-4 KUHP dapat menyangkut kapal
undangan Indonesia berlaku bagi setiap laut Indonesia atau pesawat terbang
pejabat yang di luar Indonsia melakukan Indonesia, dan mungkin juga menyangkut
salah satu tindak pidana sebagaimana kapal laut atau pesawat terbang Negara
dimaksudkan dalam Bab XXVIII Buku asing.
Kedua”.
Pasal ini mengenai kejahatan jabatan yang dalam pasal 2, pasal 3, pasal 5 sampai dengan sebagian besar sudah diserap menjadi tindak
pasal 14”
pidana korupsi. Akan tetapi pasal-pasal
Pasal 8 KUHP
tersebut (pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425, 435) telah
“Ketentuan pidana dalam perundang- dirubah oleh Undang-undang No. 20 Tahun
undangan Indonesia berlaku nahkoda dan 2001 tentang perubahan atas UU No. 31
penumpang perahu Indonesia, yang di luar Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Indonesia, sekalipun di luar perahu, Pidana Korupsi dengan rumusan tersendiri
melakukan salah satu tindak pidana sekalipun masih menyebut unsur-unsur yang
sebagaimana dimaksudkan dalam Bab terdapat dalam masing-masing pasal KUHP
XXIX Buku Kedua dan Bab IX buku yang diacu. Dalam hal demikian apakah pasal
ketiga, begitu pula yang tersebut dalam
7 KUHP masih dapat diterapkan ? untuk peraturan mengenai surat laut dan pas
masalah tersebut harap diperhatikan pasal 16 kapal di Indonesia, maupun dalam
UU No. 31 Tahun 1999 tentang
ordonansi perkapalan”.
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi : “setiap orang di luar wilayah Negara
Dengan telah diundangkannya tindak republik Indonesia yang memberikan bantuan,
pidana tentang kejahatan penerbangan kesempatan, sarana atau keterangan untuk
dan kejahatan terhadap sarana / terjadinya tindak pidana korupsi dipidana
prasarana penerbangan berdasarkan UU dengan pidana yang sama sebagai pelaku
No. 4 Tahun 1976 yang dimasukkan dalam tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud
KUHP pada Buku Kedua Bab XXIX A. pertimbangan lain untuk memasukkan Bab
3) Anak buah kapal perang asing yang KUHP adalah juga menjadi kenyataan
XXIX A Buku Kedua ke dalam pasal 8
berkunjung di suatu Negara, bahwa kejahatan penerbangan sudah
sekalipun ada di luar kapal. Menurut digunakan sebagai bagian dari kegiatan
hukum internasional kapal peran terorisme yang dilakukan oleh kelompok
adalah teritoir Negara yang terorganisir pasal 9 KUHP.
mempunyainya
4) Tentara Negara asing yang ada di Diterapkannya pasal-pasal 2-5-7 dan 8
dalam wilayah Negara dengan dibatasi oleh pengecualian-pengecualian
persetujuan Negara itu. yang diakui dalam hukum-hukum
internasional.
Menurut Moeljatno, pada umumnya pengecualian yang diakui meliputi :
1) Kepala Negara beserta keluarga dari Negara sahabat, dimana mereka mempunyai hak eksteritorial. Hukum nasional suatu Negara tidak berlaku bagi mereka
2) Duta besar Negara asing beserta keluarganya meeka juga mempunyai hak eksteritorial.
BAB III
Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara
TINDAK PIDANA
kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan erat pula. “
a. PENGERTIAN TINDAK PIDANA Kejadian tidak dapat dilarang jika yang Hingga saat ini belum ada kesepakatan para
menimbulkan bukan orang, dan orang tidak sarjana tentang pengertian Tindak pidana
dapat diancam pidana jika tidak karena (strafbaar feit). Menurut Prof. Moeljatno S.H.,
kejadian yang ditimbulkan olehnya”. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang
Selanjutnya Moeljatno membedakan dengan tegas oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai
dapat dipidananya perbuatan (die strafbaarheid ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu,
van het feit) dan dapat dipidananya orang bagi barang siapa yang melanggar aturan
(strafbaarheid van den person). Sejalan dengan itu tersebut.
memisahkan pengertian perbuatan pidana Terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan :
(criminal act) dan pertanggungjawaban pidana Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh
(criminal responsibility). Pandangan ini disebut suatu aturan hukum dilarang dan diancam
pandangan dualistis yang sering dihadapkan pidana.
dengan pandangan monistis yang tidak Larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu
membedakan keduanya.
suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang),
b. UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA sedangkan ancaman pidana ditujukan
Dalam suatu peraturan perundang-undangan kepada orang yang menimbulkan kejadian
pidana selalu mengatur tentang tindak pidana. itu.
Sedangkan menurut Moeljatno “Tindak pidana Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
verband staand)
hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) Oleh orang yang mampu bertanggung yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa
jawab (toerekeningsvatoaar person). yang melanggar larangan tersebut”. Untuk
mengetahui adanya tindak pidana, maka pada Simons juga menyebutkan adanya unsur obyektif umumnya dirumuskan dalam peraturan
dan unsur subyektif dari tindak pidana (strafbaar perundang-undangan pidana tentang perbuatan-
feit).
perbuatan yang dilarang dan disertai dengan
Unsur Obyektif :
sanksi. Dalam rumusan tersebut ditentukan beberapa unsur atau syarat yang menjadi ciri atau
Perbuatan orang
sifat khas dari larangan tadi sehingga dengan jelas Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu. dapat dibedakan dari perbuatan lain yang tidak
Mungkin ada keadaan tertentu yang dilarang. Perbuatan pidana menunjuk kepada sifat
menyertai perbuatan itu seperti dalam pasal perbuatannya saja, yaitu dapat dilarang dengan
281 KUHP sifat “openbaar” atau “dimuka ancaman pidana kalau dilanggar.
umum”.
Menurut Simons, unsur-unsur tindak pidana (strafbaar feit) adalah :
Unsur Subyektif :
Perbuatan manusia (positif atau negative, Orang yang mampu bertanggung jawab berbuat atau tidak berbuat atau Adanya kesalahan (dollus atau culpa). membiarkan). Perbuatan harus dilakukan dengan Diancam dengan pidana (statbaar gesteld)
kesalahan.
Melawan hukum (onrechtmatig)
Kesalahan ini dapat berhubungan dengan Tahun 1971 atau pasal 11 UU No. 31 akibat dari perbuatan atau dengan keadaan
Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 mana perbuatan itu dilakukan.
tentang pegawai negeri yang menerima Sementara menurut Moeljatno unsur-unsur
hadiah. Kalau yang menerima hadiah perbuatan pidana :
bukan pegawai negeri maka tidak Perbuatan (manusia)
mungkin diterapka pasal tersebut Yang memenuhi rumusan dalam undang-
b. Unsur obyektif atau non pribadi undang (syarat formil)
Yaitu mengenai keadaan di luar si Bersifat melawan hukum (syarat materiil)
pembuat, misalnya pasal 160 KUHP tentang penghasutan di muka umum
Unsur-unsur tindak pidana menurut Moeljatno (supaya melakukan perbuatan pidana
terdiri dari : atau melakukan kekerasan terhadap
penguasa umum). Apabila penghasutan
1) Kelakuan dan akibat tidak dilakukan di muka umum maka
2) Hal ikhwal atau keadaan tertentu yang tidak mungkin diterapkan pasal ini
menyertai perbuatan, yang dibagi menjadi :
a. Unsur subyektif atau pribadi Unsur keadaan ini dapat berupa keadaan yang
Yaitu mengenai diri orang yang menentukan, memperingan atau memperberat
melakukan perbuatan, misalnya unsur
pidana yang dijatuhkan.
pegawai negeri yang diperlukan dalam (1) Unsur keadaan yang menentukan misalnya
delik jabatan seperti dalam perkara dalam pasal 164, 165, 531 KUHP
tindak pidana korupsi. Pasal 418 KUHP Pasal 164 KUHP : barang siapa
jo. Pasal 1 ayat (1) sub c UU No. 3 mengetahui permufakatan jahat untuk jo. Pasal 1 ayat (1) sub c UU No. 3 mengetahui permufakatan jahat untuk
menimbulkan bahaya bagi dirinya atau bis, dan pada saat kejahatan masih bisa
orang lain, diancam, jika kemudian orang dicegah dengan sengaja tidak
itu meninggal, dengan pidana kurungan memberitahukannya kepada pejabat
paling lama tiga bulan atau denda paling kehakiman atau kepolisian atau kepada
banyak tiga ratus rupiah.
yang terancam, diancam, apabila Keharusan memberi pertolongan pada kejahatan jadi dilakukan, dengan pidana
orang yang sedang menghadapi bahaya penjara paling lama satu tahun empat
maut jika tidak memberi pertolongan, bulan atau denda paling banyak tiga ratus
orang tadi baru melakukan perbuatan rupiah.
pidana, kalau orang yang dalam keadaan Kewajiban untuk melapor kepada yang
bahaya tadi kemudian lalu meninggal berwenang, apabila mengetahui akan
dunia. Syarat tambahan tersebut tidak terjadinya suatu kejahatan. Orang yang
dipandang sebagai unsur delik (perbuatan tidak melapor baru dapat dikatakan
pidana) tetapi sebagai syarat penuntutan. melakukan perbuatan pidana, jika
(2) Keadaan tambahan yang memberatkan kejahatan tadi kemudian betul-betul terjadi.
pidana
Tentang hal kemudian terjadi kejahatan itu Misalnya penganiayaan biasa pasal 351 adalah merupakan unsur tambahan.
ayat (1) KUHP diancam dengan pidana Pasal 531 KUHP : barang siapa ketika
penjara paling lama 2 tahun 8 bulan. menyaksikan bahwa ada orang yang
Apabila penganiayaan tersebut sedang menghadapi maut, tidak memberi
menimbulkan luka berat; ancaman pidana pertolongan yang dapat diberikan
diperberat menjadi 5 tahun (pasal 351 ayat
2 KUHP), dan jika mengakibatkan mati oleh karenanya harus dibuktikan. Apabila ancaman pidana menjad 7 tahun (pasal
tidak dicantumkan maka apabila perbuatan 351 ayat 3 KUHP). Luka berat dan mati
yang didakwakan dapat dibuktikan maka adalah merupakan keadaan tambahan
secara diam-diam unsure itu dianggap yang memberatkan pidana
ada.
(3) Unsur melawan hukum Unsur melawan hukum yang dinyatakan Dalam perumusan delik unsur ini tidak
sebagai unsur tertulis misalnya pasal 362 selalu dinyatakan sebagai unsur tertulis.
KUHP dirumuskan sebagai pencurian yaitu Adakalanya unsur ini tidak dirumuskan
pengambilan barang orang lain dengan secara tertulis rumusan pasal, sebab sifat
maksud untuk memilikinya secara melawan hukum atau sifat pantang
melawan hukum.
dilakukan perbuatan sudah jelas dari istilah Pentingnya pemahaman terhadap
atau rumusan kata yang disebut. Misalnya pengertian unsur-unsur tindak pidana.
pasal 285 KUHP : “dengan kekerasan atau Sekalipun permasalahan tentang
ancaman kekerasan memaksa seorang “pengertian” unsur-unsur tindak pidana
wanita bersetubuh di luar perkawinan”. bersifat teoritis, tetapi dalam praktek hal ini
Tanpa ditambahkan kata melawan hukum sangat penting dan menentukan bagi
setiap orang mengerti bahwa memaksa keberhasilan pembuktian perkara pidana.
dengan kekerasan atau ancaman Pengertian unsur-unsur tindak pidana
kekerasan adalah pantang dilakukan atau dapat diketahui dari doktrin (pendapat ahli)
sudah mengandung sifat melawan hukum. ataupun dari yurisprudensi yan
Apabila dicantumkan maka jaksa harus memberikan penafsiran terhadap rumusan
mencantumkan dalam dakwaannya dan mencantumkan dalam dakwaannya dan
4) Menentukan nilai suatu alat bukti untuk atau terjadi perubahan makna karena
membuktikan unsur tindak pidana. Biasa perkembangan jaman, akan diberikan
terjadi bahwa suatu alat bukti hanya pengertian dan penjelasan sehingga
berguna untuk menentukan pembuktian memudahkan aparat penegak hukum
satu unsur tindak pidana, tidak seluruh menerapkan peraturan hukum.
unsur tindak pidana;
5) Mengarahkan jalannya penyidikan atau Bagi Jaksa pentingnya memahami pengertian
pemeriksaan di sidang pengadilan berjalan unsur-unsur tindak pidana adalah :
secara obyektif. Dalil-dalil yang digunakan dalam pembuktian akan dapat
1) Untuk menyusun surat dakwaan, agar dipertanggungjawabkan secara obyektif
dengan jelas; karena berlandaskan teori dan bersifat
2) Dapat menguraikan perbuatan terdakwa
ilmiah;
yang menggambarkan uraian unsur tindak
6) Menyusun requisitoir yaitu pada saat uraian pidana yang didakwakan sesuai dengan
penerapan fakta perbuatan kepada unsur- pengertian / penafsiran yang dianut oleh
unsur tindak pidana yang didakwakan, atau doktrin maupun yurisprudensi;
biasa diulas dalam analisa hukum, maka
3) Mengarahkan
pertanyaan-pertanyaan
pengertian-pengertian unsur tindak pidana kepada saksi atau ahli atau terdakwa
yang dianut dalam doktrin atau untuk menjawab sesuai fakta-fakta yang
yurisprudensi atau dengan cara penafsiran memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang
hukum, harus diuraikan sejelas-jelasnya didakwakan;
karena ini menjadi dasar atau dalil untuk berargumentasi.
1. Rechtdelicten
c. JENIS-JENIS TINDAK PIDANA
Ialah yang perbuatan yang bertentangan Di bawah ini akan disebut berbagai pembagian
dengan keadilan, terlepas apakah jenis delik.
perbuatan itu diancam pidana dalam
1. Kejahatan dan Pelanggaran
suatu undang-undang atau tidak, jadi Pembagian delik atas kejahatan dan
yang benar-benar dirasakan oleh pelanggaran ini disebut oleh undang-undang.
masyarakat sebagai bertentangan KUHP buku ke II memuat delik-delik yang
dengan keadilan misal : pembunuhan, disebut : pelanggaran criterium apakah yang
pencurian. Delik-delik semacam ini dipergunakan untuk membedakan kedua jenis
disebut “kejahatan” (mala perse). delik itu ? KUHP tidak memberi jawaban
2. Wetsdelicten
tentang hal ini. Ia hanya membrisir atau Ialah perbuatan yang oleh umum baru memasukkan dalam kelompok pertama
disadari sebagai tindak pidana karena kejahatan dan dalam kelompok kedua
undang-undang menyebutnya sebagai pelanggaran.
delik, jadi karena ada undang-undang Tetapi ilmu pengetahuan mencari secara
mengancamnya dengan pidana. Misal : intensif ukuran (kriterium) untuk membedakan
memarkir mobil di sebelah kanan jalan kedua jenis delik itu.
(mala quia prohibita). Delik-delik Ada dua pendapat :
semacam ini disebut “pelanggaran”.
a. Ada yang mengatakan bahwa antara kedua Perbedaan secara kwalitatif ini tidak jenis delik itu ada perbedaan yang bersifat
dapat diterima, sebab ada kejahatan kwalitatif. Dengan ukuran ini lalu didapati 2
yang baru disadari sebagai delik karena jenis delik, ialah :
tercantum dalam undang-undang tercantum dalam undang-undang
rasa keadilan. Dan sebaliknya ada “pelanggaran”, yang benar-benar
2. Delik formil dan delik materiil (delik dengan dirasakan bertentangan dengan rasa
perumusan secara formil dan delik dengan
keadilan. Oleh karena perbedaan secara
perumusan secara materiil)
demikian itu tidak memuaskan maka
a. Delik formil itu adalah delik yang dicari ukuran lain.
perumusannya dititikberatkan kepada
b. Ada yang mengatakan bahwa antara kedua perbuatan yang dilarang. Delik tersebut jenis delik itu ada perbedaan yang bersifat
telah selesai dengan dilakukannya kwantitatif. Pendirian ini hanya meletakkan
perbuatan seperti tercantum dalam kriterium pada perbedaan yang dilihat dari
rumusan delik. Misal : penghasutan (pasal segi kriminologi, ialah “pelanggaran” itu
160 KUHP), di muka umum menyatakan lebih ringan dari pada “kejahatan”.
perasaan kebencian, permusuhan atau Mengenai pembagian delik dalam kejahatan
penghinaan kepada salah satu atau lebih dan pelanggaran itu terdapat suara-suara
golongan rakyat di Indonesia (pasal 156 yang menentang. Seminar Hukum Nasional
KUHP); penyuapan (pasal 209, 210 KUHP); 1963 tersebut di atas juga berpendapat,
sumpah palsu (pasal 242 KUHP); bahwa penggolongan-penggolongan dalam
pemalsuan surat (pasal 263 KUHP); dua macam delik itu harus ditiadakan.
pencurian (pasal 362 KUHP). Kejahatan ringan :
b. Delik materiil adalah delik yang Dalam KUHP juga terdapat delik yang
perumusannya dititikberatkan kepada akibat digolongkan sebagai kejahatan-kejahatan
yang tidak dikehendaki (dilarang). Delik ini yang tidak dikehendaki (dilarang). Delik ini
c. Delik commisionis per ommisionen dikehendaki itu telah terjadi. Kalau belum
commissa : delik yang berupa pelanggaan maka paling banyak hanya ada percobaan.
larangan (dus delik commissionis), akan Misal : pembakaran (pasal 187 KUHP),
tetapi dapa dilakukan dengan cara tidak penipuan (pasal 378 KUHP), pembunuhan
berbuat. Misal : seorang ibu yang (pasal 338 KUHP). Batas antara delik formil
membunuh anaknya dengan tidak memberi dan materiil tidak tajam misalnya pasal 362.
air susu (pasal 338, 340 KUHP), seorang penjaga wissel yang menyebabkan
3. Delik commisionis, delik ommisionis dan kecelakaan kereta api dengan sengaja tidak
delik commisionis per ommisionen
memindahkan wissel (pasal 194 KUHP).
commissa
a. Delik commisionis : delik yang berupa
4. Delik dolus dan delik culpa (doleuse en
pelanggaran terhadap larangan, ialah
culpose delicten)
berbuat sesuatu yang dilarang, pencurian,
a. Delik dolus : delik yang memuat unsur penggelapan, penipuan.
kesengajaan, misal : pasal-pasal 187, 197,
b. Delik ommisionis : delik yang berupa
245, 263, 310, 338 KUHP
pelanggaran terhadap perintah, ialah tidak
b. Delik culpa : delik yang memuat kealpaan melakukan sesuatu yang diperintahkan /
sebagai salah satu unsur misal : pasal 195, yang diharuskan, misal : tidak menghadap
197, 201, 203, 231 ayat 4 dan pasal 359, sebagai saksi di muka pengadilan (pasal
360 KUHP.
522 KUHP), tidak menolong orang yang
5. Delik tunggal dan delik berangkai
memerlukan pertolongan (pasal 531
(enkelvoudige en samenge-stelde delicten)
KUHP).
a. Delik tunggal : delik yang cukup dilakukan
a. Delik aduan yang absolut, ialah mis. : pasal dengan perbuatan satu kali.
284, 310, 332. Delik-delik ini menurut
b. Delik berangkai : delik yang baru sifatnya hanya dapat dituntut berdasarkan merupakan delik, apabila dilakukan
pengaduan.
beberapa kali perbuatan, misal : pasal 481
b. Delik aduan yang relative ialah mis. : pasal (penadahan sebagai kebiasaan)
367, disebut relatif karena dalam delik-delik
6. Delik yang berlangsung terus dan delik ini ada hubungan istimewa antara si
selesai (voordurende en aflopende delicten)
pembuat dan orang yang terkena. Delik yang berlangsung terus : delik yang
Catatan : perlu dibedakan antara aduan den mempunyai ciri bahwa keadaan terlarang itu
gugatan dan laporan. Gugatan dipakai dalam berlangsung terus, misal : merampas
acara perdata, misal : A menggugat B di muka kemerdekaan seseorang (pasal 333 KUHP).
pengadilan, karena B tidak membayar
7. Delik aduan dan delik laporan
hutangnya kepada A. Laporan hanya
(klachtdelicten en niet klacht delicten)
pemberitahuan belaka tentang adanya sesuatu Delik aduan : delik yang penuntutannya hanya
tindak pidana kepada Polisi atau Jaksa. dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak
8. Delik sederhana dan delik yang ada
yang terkena (gelaedeerde partij) misal :
pemberatannya / peringannya (eenvoudige
penghinaan (pasal 310 dst. jo 319 KUHP)
dan gequalificeerde / geprevisilierde
perzinahan (pasal 284 KUHP), chantage
delicten)
(pemerasan dengan ancaman pencemaran, ps. Delik yang ada pemberatannya, misal : 335 ayat 1 sub 2 KUHP jo. ayat 2). Delik aduan
penganiayaan yang menyebabkan luka berat dibedakan menurut sifatnya, sebagai :
atau matinya orang (pasal 351 ayat 2, 3 KUHP), pencurian pada waktu malam hari dsb.
(pasal 363). Ada delik yang ancaman …….”. Kata “barang siapa” ini tidak dapat pidananya diperingan karena dilakukan dalam
diartikan lain dari pada “orang”.
keadaan tertentu, misal : pembunuhan kanak-
b. Dalam pasal 10 KUHP disebutkan jenis-jenis kanak (pasal 341 KUHP). Delik ini disebut
pidana yang dapat dikenakan kepada tindak “geprivelegeerd delict”. Delik sederhana; misal :
pidana, yaitu :
penganiayaan (pasal 351 KUHP), pencurian
1. pidana pokok :
(pasal 362 KUHP).
a. pidana mati
9. Delik ekonomi (biasanya disebut tindak
b. pidana penjara
pidana ekonomi) dan bukan delik ekonomi
c. pidana kurungan
Apa yang disebut tindak pidana ekonomi itu
d. pidana denda, yang dapat diganti terdapat dalam pasal 1 UU Darurat No. 7 tahun
dengan pidana kurungan
1955, UU darurat tentang tindak pidana
2. pidana tambahan :
ekonomi.
a. pencabutan hak-hak tertentu
b. perampasan barang-barang tertentu
c. dimumkannya keputusan hakim
d. SUBYEK TINDAK PIDANA
Sifat dari pidana tersebut adalah Sebagaimana diuraika terdahulu, bahwa unsur
sedemikian rupa, sehingga pada dasarnya pertama tindak pidana itu adalah perbuatan orang,
hanya dapat dikenakan pada manusia. pada dasarnya yang dapat melakukan tindak
c. Dalam pemeriksaan perkara dan juga sifat dari pidana itu manusia (naturlijke personen). Ini dapat
hukum pidana yang dilihat ada / tidaknya disimpulkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut :
kesalahan pada terdakwa, memberi petunjuk
a. Rumusan delik dalam undang-undang lazim bahwa yang dapat dipertanggungjawabkan itu dimulai dengan kata-kata : “barang siapa yang
adalah manusia.
d. Pengertian kesalahan yang dapat berupa pasal 169 : “ikut serta dalam perkumpulan yang kesengajaan dan kealpaan itu merupakan
terlarang”, dan juga pasal 398 dan 399, mengenai sikap dalam batin manusia.
pengurus atau komisaris perseroan terbatas dan Dalam perkembangannya apakah kecuali manusia
sebagainya yang dalam keadaan pailit merugikan tidak ada sesuatu yang dapat melakukan tindak
perseroannya.
pidana misalnya badan hukum ? dalam KUHP Bahwasanya yang menjadi subyek tindak pidana terdapat pasal yang seakan-akan menyinggung
itu adalah manusia, sesuai dengan penjelasan soal ini, ialah pasal 59. Pasal ini tidak menunjuk ke
(M.v.T) terhadap pasal 59 KUHP, yang berbunyi : arah dapat dipidana suatu badan hukum, suatu
“suatu tindak pidana hanya dapat dilakukan oleh perkumpulan atau badan (korporasi) lain. Menurut
manusia”. Akan tetapi ajaran ini sudah pasal ini yang dapat dipidana adalah orang yang
ditinggalkan. Dalam hukum positip Indonesia, melakukan sesuatu fungsi dalam sesuatu
misalnya dalam “ordonansi barang-barang yang korporasi. Seorang anggota pengurus dapat
diawasi” (S.1948-144) dan “Ordonansi membebaskan diri, apabila dapat membuktikan
pengendalian harga” (S.1948-295) terdapat bahwa pelanggaran itu dilakukan tanpa ikut
ketentuan yang mengatur apabila suatu badan campurnya.
(hukum) melakuka tindak pidana yang disebut Keterangan : di dalam hukum acara, ini disebut
dalam ordonansi-ordonansi itu. Ordonansi obat “pembalikan beban pembuktian” (omkering van
bius S. 27-278 jo. 33-368 pasal 25 ayat 7. Atau bewijslast).
dalam UU Darurat tentang pengusutan, Dalam KUHP juga ada pasal lain yang
penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi kelihatannya juga menyangkut korporasi sebagai
(UU Darurat No. 7 tahun 1955 pasal 15 dimana subyek hukum, akan tetapi disinipun yang diancam
dalam ayat 1 dan 2 dengan tegas menyebutkan pidana adalah orang, buka korporasinya. Vide dalam ayat 1 dan 2 dengan tegas menyebutkan pidana adalah orang, buka korporasinya. Vide
tidak adanya kesalahan sama sekali”. Dan dalam hal. 477 van Hattum menulis a.l. : (terjemahan)
Pompe (hal. 83) menyatakan mengenai persoalan …………. sebaiknya pembentuk undang-undang ini (terjemahan) “Untuk sebagian peradilan dengan
membuat ketentuan-ketentuan umum dalam hal dibantu oleh ilmu pengetahuan hukum harus
suatu tindak pidana dilakukan oleh suatu menemukan sendiri penyelesaian untuk problem
korporasi.
dalam materi baru ini”.
Van Hattum (hal. 147) : “agaknya perlu untuk
menggambarkan pertumbuhan ajaran ini agak lebih luas dari pada biasanya dalam buku pelajaran, sebab peradilan terhadap badan hukum
kiranya akan menduduki tempat yang penting dalam hukum pidana kita. Persoalan mengenai
penyertaan dan kesalahan dalam pada itu akan kerap kali menjadi sumber perbedaan pendapat”.
Dalam pada itu sekarang suda pasti, bahwa
menurut Hoge Raad, korporasi dapat melakukan
tindak pidana, ya bahkan kadang-kadang korporasi sajalah yang dapat menjadi pembuat,
bahwa korporasi dapat mempunyai kesalahan dan
BAB IV
Keadaan yang menentukan di sini adalah terampasnya nyawa seseorang. Contoh : matinya
HUBUNGAN SEBAB AKIBAT
si A.
Oleh karenanya untuk dapat menuntut
(CAUSALITEIT, CAUSALITAT)
seseorang (misalnya X) yang dilakukan melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan matinya
seseorang, maka harus dapat dibuktikan bahwa
A. Kausalitas
karena perbuatan X itu maka timbul akibat matinya Didalam delik-delik yang dirumuskan secara
A. “akibat” ini artinya “perubahan atas suatu materiil (selanjutnya disebut delik materiil),
keadaan” dimana dapat berupa suatu terdapat unsur akibat sebagai suatu keadaan yang
pembahayaan atau perkosaan terhadap dilarang dan merupakan unsur yang menentukan
kepentingan hukum.
(essentialia dari delik tersebut). Berbeda dengan Hubungan sebab akibat dengan delik formil terjadinya akibat itu hanya
(causaliteitsvraagstuk) ini penting dalam delik merupakan accidentalia, bukan suatu essentialia,
materiil. Selain itu juga merupakan persoalan pada sebab jika disini tidak terjadi akibat yang dilarang
delik-delik yang dikualifikasi oleh akibatnya (door dalam delik itu, maka delik (materiil) itu tidak ada,
het gevolg gequafili ceerde delicten) misal pasal- paling banyak ada percobaan.
pasal : 187, 188, 194 ayat 2, 195 ayat 2, pasal 333 Misalnya :
ayat 2 dan 3, 334 ayat 2 dan 3, 351 ayat 2 dan 3, Pasal 338 KUHP : Barang siapa dengan sengaja
355 ayat 2 dan 3 KUHP.
merampas nyawa orang lain dihukum karena Persoalan kausalias ini terjadi karena pembunuhan.
kesulitan untuk menetapkan apa yang menjadi sebab dari suatu akibat. Perlu diketahui bahwa kesulitan untuk menetapkan apa yang menjadi sebab dari suatu akibat. Perlu diketahui bahwa
B. Teori-teori Kausalitas (ajaran-ajaran kausalitas)
lingkungan hukum pidana saja, akan tetapi juga
B.1. Teori Ekivalensi (aquivalenz-theorie) atau dalam lapangan hukum lainnya. Misalnya hukum
Bedingungstheorie atau teori condition sine qua perdata dalam penentuan ganti rugi dan dalam
non dari von Buri
hukum dagang misalnya dalam persoalan Teori ini mengatakan : tiap syarat adalah asuransi.
sebab, dan semua syarat itu nilainya sama, sebab Persoalan ini pun terdapat dalam lapangan
kalau satu syarat tidak ada maka akibatnya akan ilmu pengetahuan lainnya, misalnya dalam filsafat.
lain pula. Tiap syarat, baik positif maupun negatif Dalam menetapkan apakah yang dapat dianggap
untuk timbulnya suatu akibat itu adalah sebab, dan sebagai sebab dari suatu kejadian, maka terjadilah
mempunyai nilai yang sama. Kalau satu syarat beberapa teori kausalita. Teori-teori hendak
dihilangkan, maka tidak akan terjadi akibat menetapkan hubungan obyektif antara perbuatan
kongkrit, seperti yang senyata-nyatanya, menurut (manusia) dan akibat, yang tidak dikehendaki oleh
waktu, tempat dan keadaannya. Tidak ada syarat undang-undang. Akibat kongkrit harus bisa
yang dapat dihilangkan (lazim dirumuskan “nicht ditelusuri sampai ke sebab.
hiin weggedacht warden kann dan seterusnya) Akan tetapi sebenarnya tidak boleh
tanpa menyebabkan berubahnya akibat. dipandang terlampau sederhana. Dalam filsafat
Contoh : A dilukai ringan, kemudian dibawa terdapat “peringatan”, bahwa kejadian “B” yang
ke dokter. Di tengah jalan ia kejatuhan genting, terjadi sesudah kejadian “A”, belum tentu
lalu mati. Penganiayaan ringan terhadap A itu juga disebabkan karena kejadian “A” (post hoc non
merupakan sebab dari matinya A.
propter hoc). Teori ekivalensi ini memakai pengertian “sebab” sejalan dengan pengertian yang dipakai dalam logika. Dalam hubungan ini baik propter hoc). Teori ekivalensi ini memakai pengertian “sebab” sejalan dengan pengertian yang dipakai dalam logika. Dalam hubungan ini baik
begitu seterusnya. Berhubungan dengan Sistem of Logic berpendapat, “bahwa “sebab itu
keberatan itu, maka ada teori-teori lain yang adalah “the whole of antecedents” (1843).
hendak membatasi teori tersebut teori-teori yang Van Hamel, seorang penganut teori
akan disebutkan di bawah ini, mengambil dari ekivalensi berpendapat bahwa “untuk hukum
sekian faktor yang menimbulkan akibat itu pidana teori ini boleh digunakan, apabila diperbaiki
beberapa faktor yang kuat (dominant), sedang dan diatur oleh teori kesalahan yang harus
faktor-faktor lainnya dipisahkan sebagai faktor- diterapkan dengan sebaik-baiknya”. Di sini
faktor yang irrelevant (yang tidak perlu / penting). dijelaskan, bahwa harus dibedakan antara
Kebaikan teori ini : mudah diterapkan, hubungan kausal dan pertanggung jawaban
sehingga tidak banyak menimbulkan persoalan, pidana.
dan juga karena tori ini menarik secara luas sekali Kritik / keberatan terhadap teori ini :
dalam membatasi lingkungan berlakunya hubungan kausal membentang ke belakang tanpa
pertanggungjawaban pidana. Teori ekivalensi ini akhir, sebab tiap-tiap “sebab” sebenarnya
dapat dipandang sebagai pangkal dari teori-teori merupakan “akibat” dari “sebab” yang terjadi
lain.
sebelumnya. Jadi misal : B ditikam oleh A sampai mati.
B.2. Teori-teori Individualisasi
Yang merupakan sebab bukan hanya ditikam A, Teori-teori ini memilih secara post actum tetapi juga penjualan pisau itu kepada A dan
(inconcreto), artinya setelah peristiwa kongkrit penjualan pisau itu tidak ada, apabila tidak ada
terjadi, dari serentetan faktor yang aktif dan pasif pembuatan pisau.
dipilih sebab yang paling menentukan dari peristiwa tersebut; sedang faktor-faktor lainnya dipilih sebab yang paling menentukan dari peristiwa tersebut; sedang faktor-faktor lainnya
B.3. Teori-teori generalisasi
penganutnya tidak banyak antara lain : Teori-teori ini melihat secara ante factum
1. Birkmayer (1885) mengemukakan : sebab (sebelum kejadian/in abstracto) apakah diantara adalah syarat yang paling kuat (Ursache ist
serentetan syarat itu ada perbuatan manusia yang die wirksamste Bedingung)
pada umumnya dapat menimbulkan akibat
2. Binding. Teorinya disebut semacam itu, artinya menurut pengalaman hidup “Ubergewichtstheorie)”
biasa, atau menurut perhitungan yang layak, Dikatakan : sebab dari sesuatu perubahan
mempunyai kadar (kans) untuk itu. Dalam teori ini adalah identik dengan perubahan dalam
dicari sebab yang adequate untuk timbulnya akibat keseimbangan antara faktor yang menahan
yang bersangkutan (ad-aequare artinya dibuat (negatif) dan faktor yang positif, dimana faktor
sama). Oleh karena itu teori ini disebut teori yang positif itu lebih unggul. Yang disebut
adequat (teori adequate, Ada-quanzttheorie). “sebab” adalah syarat-syarat positif dalam
Contoh-contoh tentang ada atau tidaknya keunggulannya (in ihrem Ubergerwicht-bobot
hubungan sebab akibat yang adequat : yang melebihi) terhadap syarat-syarat yang
a. Suatu jotosan ang mengenai hidung, biasanya negatif. Satu-satunya sebab ialah faktor atau
dapat mengakibatkan hidung keluar darah. syarat terakhir yang menghilangkan
Akan tetapi apabila orang yang pukul itu keseimbangan dan memenangkan faktor
menjadi buta itu bukan akibat yang adequate. positif itu.
Ini suatu akibat yang abnormal, yang tidak biasa.
b. Seorang yang menyetir mobil terpaksa mengerem sekonyong-konyong, oleh karena ada pengendara sepeda hendak menyebrang b. Seorang yang menyetir mobil terpaksa mengerem sekonyong-konyong, oleh karena ada pengendara sepeda hendak menyebrang
ialah : bagaimanakah penentuannya, bahwa suatu Pengendara mobil ini mendapat penyakit
sebab itu pada umumnya cocok untuk trauma karena menekan urat. Dianipun dapat
menimbulkan akibat tertentu itu ? Mengenai hal ini dikatakan bahwa perbuatan pengendara
ada beberapa pendirian. Disini disebut antara lain : sepeda itu tidak merupakan penyebab yang
1. Penentuan subyektif (subjective ursprungliche adequate untuk timbulnya penyakit trauma
Prognose). Disini yang dianggap sebab ialah tersebut.
apa yang oleh sipembuat dapat diketahui /
c. Seorang petani membakar tumpukan rumput diperkirakan bahwa apa yang dilakukan itu kering (hooi), dimana secara kebetulan
pada umumnya dapat menimbulkan akibat bersembunyi / tidur seorang penjahat hingga
semacam itu (Von Kries jadi pandangan atau ikut mati terbakar. Adakah pen-sebab-an yang
pengetahuan si pembuatlah yang adequate ? Jawabannya tergantung dari
menentukan).
keadaan. Jika biasanya menurut pengalaman
2. Penentuan obyektif.
sehari-hari, tidak timbul akibat semacam itu Dasar penentuan apakah suatu perbuatan itu maka perbuatan petani itu bukanlah sebab.
dapat menimbulkan akibat ialah keadaan atau Akan tetapi apabila di daerah itu merupakan
hal-hal yang secara obyektif kemudian kebiasaan orang untuk bersembunyi atau
diketahui atau pada umumnya diketahui. Jadi menginap dalam tumpukan rumput, maka
bukan yang diketahui atau yang dapat perbuatan petani itu benar-benar mempunyai
diketahui oleh sipembuat, melainkan kadar untuk matinya seseorang.
pengetahuan dari hakim.