Buku Ajar Terbitan Erlangga

3.5 Buku Ajar Terbitan Erlangga

Seperti halnya buku-buku ajar terbitan Intan Pariwara, Tiga Se- rangkai, dan Yudhistira, buku ajar bahasa Indonesia terbitan Erlangga yang dibahas dalam pemantauan ini juga merupakan buku pelengkap.

T IRTO UWONDO S , DKK .

Artinya, buku ajar ini digunakan di sekolah hanya untuk menambah atau melengkapi buku wajib (pokok) terbitan Balai Pustaka. Buku ajar terbitan Erlangga yang berjudul Pandai Berbahasa Indonesia karya Tim Bina Karya Guru ini terdiri atas empat jilid, yaitu dua jilid untuk kelas 5 (5a dan 5b) dan dua jilid untuk kelas 6 (6a dan 6b). Jilid 5a memuat pelajaran cawu 1 dan sebagian cawu 2; jilid 5b me- muat sebagian pelajaran cawu 2 dan cawu 3 kelas 5; sedangkan jilid 6a memuat pelajaran cawu 1 dan sebagian cawu 2; dan jilid 6b me- muat sebagian pelajaran cawu 2 dan cawu 3 kelas 6. Adapun kebera- daan sastra (puisi, prosa, dan drama) dalam buku-buku ajar tersebut sebagai berikut.

3.5.1 Puisi

Berdasarkan pengamatan seksama terhadap keberadaan sastra dalam buku ajar terbitan Erlangga yang berjudul Pandai Berbahasa Indonesia dapat dikatakan bahwa materi atau bahan ajar jenis (genre) puisi tampaknya lebih ditekankan dibandingkan dengan jenis sastra lainnya (prosa dan drama). Prosa dan drama kebanyakan ditekankan sebagai bahan ajar dalam topik wacana. Di samping itu, bahan ajar dalam topik wacana lebih ditekankan pada tema-tema tertentu seperti lingkungan, kesehatan, teknologi, dan sebagainya.

Tema-tema seperti yang dicontohkan di atas memang dapat men- jadi sarana efektif untuk menggali kemampuan siswa dalam bidang kesusastraan secara umum. Akan tetapi, agar dalam buku ajar ini materi puisi tidak terkesan dipaksakan atau lebih dominan, kadang- kadang bahan ajar atau materi puisi dimodifikasi dalam bentuk lagu. Dalam buku Pandai Berbahasa Indonesia 5-A (pelajaran 4, cawu

1, hlm. 50), misalnya, terdapat bahan ajar prosa dengan topik “Ceri- ta Pak Sanip” yang disisipi puisi yang dilagukan sebagai berikut.

Pada satu pinggir sungai duduklah seorang anak yang tiada ibu bapak lagi serta menangislah ...

K EBERADAAN ASTRA S DALAM UKU B JAR A AHASA B NDONESIA I EKOLAH S

ASAR D

Satu Tuan tanyalah padanya dengan hati iba mengapa engkau duduk menangis katakan kepadaku

Anak itu jawablah kepadanya dengan hati susah saya ini anak yatim piatu ditinggal ibu bapak ...

Ibuku matilah lemas tinggalkan saya sendiri lagi pula bapakku mati tenggelam di dalam sungai ini.

Di dalam topik “Cerita Pak Sanip” tersebut anak atau siswa diajak untuk mencoba menikmati puisi modern tentang kehidupan seorang anak yatim piatu. Agar siswa tidak langsung dihadapkan pada materi puisi, puisi tersebut hanya disisipkan dalam bingkai cerita prosa. Walaupun hanya sebagai sisipan, pembelajaran sastra dengan cara seperti itu merupakan salah satu metode yang efektif untuk memperkenalkan karya sastra jenis puisi.

Dilihat dari gaya ucap sastra yang diekspresikannya, puisi terse- but memang tidaklah begitu indah (bahasanya), tetapi dari gayanya puisi modern tersebut sudah dapat dimengerti sebagai puisi (sastra) karena bentuk dan pilihan kata-katanya sudah dapat dikategorikan sebagai bahasa puisi yang sederhana. Dengan puisi yang dibingkai dalam prosa tersebut, anak atau siswa diajak untuk membuka pera- saannya terhadap tema-tema kemanusiaan (humaniora). Dengan di- tampilkannya tema seperti itu, sejak dini, siswa telah diarahkan untuk mengakrabi berbagai masalah kemanusiaan yang lebih besar yang akan ditemui mereka kelak setelah mereka dewasa.

Kenyataan menunjukkan pula bahwa keberadaan sastra, khu- susnya puisi, dalam buku-buku ajar bahasa Indonesia terbitan Erlang-

ga tidak hanya disampaikan dalam topik secara langsung, misalnya

T IRTO UWONDO S , DKK .

topik “Memahami Puisi”, tetapi juga dimasukkan dalam topik lain, misalnya dalam topik “Menceritakan Pengalaman” (pelajaran 5, ca- wu 1, tema: kepahlawanan, hlm. 58). Puisi yang dimaksudkan itu se- bagai berikut.

Jenderal Sudirman

Dalam sakitnya ia berjuang Tak pernah berkeluh kesah Baginya, Perjuangan adalah hidup atau mati

Di bawah komando kebesarannya Seluruh pemuda bersatu, Bertekad penuh semangat Merdeka atau mati ...

Tak lagi peduli Berjuta peluru memburu nyawa Berjuta sakit menyerang dada Dia pantang menyerah

Berjuang sekuat tenaga Untuk negara dan pertiwi tercinta

R. R. Uli

Bahan ajar puisi yang berjudul “Jenderal Sudirman” di atas di- sertai dengan perintah agar puisi di atas dibaca dengan intonasi yang tepat. Perintah itu dalam kerangka logika anak-anak boleh dikatakan masih atau telah sesuai. Akan tetapi, dalam kaitannya dengan pema- haman terhadap puisi tersebut, terlihat bahwa perintah-perintah lain- nya tampaknya terlalu sulit bagi siswa kelas lima sekolah dasar. Perin- tah-perintah itu selengkapnya berbunyi sebagai berikut.

1. Bacalah puisi di atas dengan intonasi yang tepat! 2. Diskusikanlah pertanyaan di bawah ini dengan teman kelompokmu!

a. Berapa baris dalam setiap bait puisi di atas? b. Jelaskanlah maksud kalimat di bawah ini!

K EBERADAAN ASTRA S DALAM UKU B JAR A AHASA B NDONESIA I EKOLAH S

ASAR D

- Perjuangan adalah hidup atau mati - Bertekad penuh semangat - Berjuta peluru memburu nyawa - Berjuta sakit menyerang dada c. Jelaskan maksud puisi di atas!

Perintah-perintah di atas, khususnya perintah (b), tentu merupa- kan perintah yang sulit untuk dipahami oleh siswa kelas 5 sekolah dasar. Kalimat seperti “Perjuangan adalah hidup atau mati” bukanlah kalimat sederhana karena kalimat itu merupakan kalimat puisi (sastra). Dengan kata lain, kalimat itu merupakan kalimat yang cara peng- ekspresiannya secara tidak langsung.

Barangkali persoalan yang dihadapi oleh siswa kelas 5 atas ka- limat itu bukan pada pengertian bahwa kalimat itu sebagai puisi, tetapi cenderung pada pemahaman bahwa kalimat tersebut sebenar- nya kalimat filosofis yang tidak sesuai dengan tingkat penalaran mere- ka. “Perjuangan adalah hidup atau mati” merupakan kalimat yang sa- ngat erat dengan dimensi yang biasa dipergunakan oleh orang-orang dewasa dengan tingkat intelektual tertentu. Dengan demikian, timbul suatu pertanyaan: apakah puisi itu sepadan dengan tingkat usia kelas 5? Apakah ketika memasukkan puisi tersebut sebagai bahan ajar sastra sudah dalam skala perhitungan yang mendalam?

Agar puisi dapat dirasakan secara lebih mendalam, salah satu cara terbaik adalah dengan mendeklamasikan. Setelah dideklamasi- kan, siswa memang dapat dirangsang daya penalarannya dengan me- tode penafsiran. Dengan metode seperti itu kepekaan sosial siswa terhadap orang lain diharapkan dapat ditampilkan. Perhatikan kutipan puisi “Jasamu Pak Satpam” (pelajaran 7, cawu 1, hlm. 88) berikut ini.

Jasamu Pak Satpam

Putih seragammu Seputih hatimu menjalankan tugas Badanmu kuat dan tegar Setegar kau hadapi masalah

T IRTO UWONDO S , DKK .

Engkaulah Pak Satpam Yang selalu siap dan waspada Menjaga ketertiban dan keamanan

Hujan tak jadi hambatan Malam tak jadi rintangan Demi tugas yang suci Kau tinggalkan keluarga tercinta Betapa besar jasamu, Pak Satpam

Dibandingkan dengan puisi yang berjudul “Jenderal Sudirman”, puisi modern berjudul “Jasamu Pak Satpam” memang lebih sederha- na, tetapi puisi ini lebih selaras dengan tingkat pengalaman, penalaran, dan daya khayal siswa kelas 5 sekolah dasar. Kata atau kalimat yang dipergunakan tidak terlampau sarat dengan kata-kata tidak langsung. Dampak dari hal itu, penafsiran siswa dapat dituntun untuk memasuki dunia yang ditampilkan dalam puisi. Mengambil dan memaksakan puisi yang tidak sepadan dengan tingkat pemahaman dapat menga- kibatkan sikap bosan siswa terhadap pelajaran sastra, khususnya puisi.

Kita tahu bahwa khazanah puisi Indonesia cukup kaya dan ber- macam-macam, baik tradisional maupun modern. Oleh karena itu, sangat tidak bijaksana apabila siswa sekolah dasar tidak diperkenal- kan dengan khazanah yang ada, baik yang tradisional maupun yang modern. Melalui perkenalan terhadap khasanah puisi yang ada di In- donesia, siswa diharapkan tidak akan merasa asing dan terputus dengan sejarah sastra. Kecenderungan ini agaknya diterapkan pula oleh penyusun buku Pandai Berbahasa Indonesia. Dinyatakan de- mikian karena selain disajikan puisi-puisi modern seperti di atas, da- lam buku ajar ini ditampilkan pula puisi tradisional. Perhatikanlah ba- han ajar syair berjudul “Bidadari Lahir” (pelajaran 18, cawu 3, tema: kesenian, hlm. 113) yang dilengkapi dengan perintahnya kepada siswa berikut ini.

K EBERADAAN ASTRA S DALAM UKU B JAR A AHASA B NDONESIA I EKOLAH S

ASAR D

5. Pagelaran Seni Budaya

a. Membaca syair Bacalah syair berikut dengan intonasi yang benar!

Bidasari Lahir

1. Dengarlah kisah suatu riwayat Raja di desa negri Kembayat Dikarang fakir dijadikan hikayat Dibuatkan syair serta berniat

2. Adalah raja sebuah negri Sultan Agus bijak bestari Asalnya baginda raja yang bahari Melimpahkan pada dagang biaperi

3. Khabarnya orang empunya temasa Baginda itulah raja perkasa Tiadalah ia merajai susah Entahlah kepada esok dan lusa

4. Seri paduka sultan bestari Setelah ia susah beristri Beberapa bulan beberapa hari Hamillah putri permaisuri

5. Demi ditentang duli mahkota Makinlah hati bertambah cinta Laksana mendapat bukit pertama Menentang istrinya hamil serta

6. Beberapa lama di dalam kerajaan Senantiasa ia bersuka-sukaan Datanglah masa beroleh keduakaan Baginda meninggalkan kerajaan

Dari: Syair Bidasari b. Ceritakan dengan bahasamu sendiri syair “Bidasari Lahir” di depan

kelas!

T IRTO UWONDO S , DKK .

Kutipan syair di atas sengaja ditampilkan untuk memberikan gam- baran bahwa antara puisi dan syair memang terdapat beberapa prin- sip yang berbeda. Jika hal itu tidak dijelaskan kepada siswa, tidak dapat dipungkiri siswa akan kebingungan ketika mereka mencari perbedaan dan ciri-ciri khas di antara keduanya. Sebagai buku ajar, tentu saja buku Pandai Berbahasa Indonesia akan menjadi buku yang tidak komprehensif. Dengan kata lain, jika hal ini tidak diko- reksi, siswa akan mengalami kesulitan memahami sejarah dan kha- zanah sastra Indonesia, khususnya dalam jenis (genre) puisi.

Menampilkan syair sebagai materi atau bahan ajar sastra Indo- nesia memang merupakan suatu langkah yang harus ditempuh. Akan tetapi, sebaiknya syair-syair yang diambil disesuaikan dengan tingkat kemampuan interpretasi, penalaran, dan pengalaman siswa. Berikut inilah contoh syair (pelajaran 4, cawu 1, tema: pertanian, hlm. 57) yang kurang—bahkan tidak—sepadan dengan tingkat penalaran dan interpretasi siswa kelas 6 sekolah dasar.

Inilah gerangan suatu madah Mengarangkan syair terlalu indah Membentuk jalan tempat berpindah Di sanalah itikad dibetulkan sudah

Wahai muda kenali dirimu Ialah perahu tamsil dirimu Tiadalah berapa lama hidupmu Ke akhirat juga kelak diamu

Hamzah Fansuri

Syair karya Hamzah Fansuri yang disajikan dalam topik “Me- mahami Puisi Lama” di atas jelas tidak sesuai siswa sekolah dasar. Di samping penyajian syair tersebut tidak lengkap dan tidak disertai dengan judul, syair tersebut juga memiliki bobot di luar jangkauan pegalaman dan penalaran siswa. Dengan kenyataan serupa itu, sege- ra dapat dinilai bahwa pelajaran sastra benar-benar hanya sebagai pelajaran tambahan bagi pelajaran Bahasa Indonesia. Pernyataan ini didasari oleh suatu penilaian bahwa karya sastra yang ditampilkan

K EBERADAAN ASTRA S DALAM UKU B JAR A AHASA B NDONESIA I EKOLAH S

ASAR D

tidak didukung oleh kelengkapan fakta. Bahkan, sangat kelihatan bah- wa syair yang dipergunakan sebagai materi pelajaran diambil tanpa suatu seleksi yang ketat demi penambahan wawasan anak yang sesuai dengan kemampuannya.

Demikianlah selintas tentang keberadaan puisi dalam buku-buku ajar bahasa Indonesia terbitan Erlangga. Dari pengamatan itu dapat dinyatakan bahwa bahan ajar sastra dalam buku ajar itu lebih dido- minasi oleh materi jenis puisi. Puisi-puisi yang disajikan cukup ber- variasi, tetapi pemilihannya tidak melalui seleksi yang ketat. Akibat- nya, materi yang disajikan menjadi kurang selaras dengan tingkat ke- mampuan dan pengalaman siswa sekolah dasar. Di samping itu, cara penyajian puisi di dalam buku-buku tersebut juga tidak mengindahkan sejarah sastra. Padahal, sejarah sastra, dalam tingkat yang sederha- na, akan lebih membantu wawasan siswa kalau benar-benar ditem- patkan sebagai bagian integral pelajaran sastra.

3.5.2 Prosa

Pada umumnya prosa merupakan salah satu genre sastra yang lebih populer dan mudah dipahami apabila dibandingkan dengan genre puisi. Akan tetapi, hasil pengamatan menunjukkan bahwa ke- beradaan sastra prosa dalam buku-buku ajar terbitan Erlangga tidak mendapatkan porsi yang semestinya. Artinya, contoh-contoh yang dijadikan bahan ajar sangat sedikit dan seringkali tidak menyinggung tentang keberadaan sastra Indonesia seperti yang diharapkan. Con- toh-contoh materi ajar justru diambil bukan dari karya sastra Indo- nesia yang ada. Materi yang dipergunakan juga cenderung terpaku pada tema-tema yang sudah ditentukan oleh TIK bahasa Indonesia. Kenyataan ini tentu meng-akibatkan pelajaran sastra menjadi miskin dan jauh dari tujuan apresiasi sastra yang sebenarnya. Berikut inilah contoh kecenderungan tersebut (pelajaran 19, cawu 3, buku ajar kelas 5, hlm. 112).

e. Mencari Legenda Kamu tentu pernah mendengar legenda atau cerita rakyat, bukan? Biasanya orang percaya bahwa cerita itu benar-benar terjadi pada zaman dahulu. Lalu diceritakanlah hal itu turun-temurun.

T IRTO UWONDO S , DKK .

Dapatkah kamu menulis legenda dari masing-masing daerah di Indo- nesia? Nah, kerjakanlah seperti contoh di bawah ini.

Nama Legenda Asal Daerah

Sangkuriang

Jawa Barat

Kutipan di atas merupakan contoh bahan atau materi ajar yang tidak komprehensif dan tidak selaras dengan tujuan pengajaran sastra Indonesia itu sendiri. Dinyatakan demikian karena sebelum memasuki topik tersebut, siswa tidak diperkenalkan lebih dahulu tentang jenis- jenis cerita rakyat selain legenda. Akan tetapi, ketika siswa memasuki topik mengenai legenda, siswa langsung diminta untuk menyebutkan nama-nama legenda yang ada di Indonesia. Jika hal ini tidak disertai dengan penjelasan rinci dari guru, jelas bahwa siswa akan kebingung- an ketika harus berhadapan dengan mite, sage, atau lainnya. Di dalam buku itu hanya diterangkan bahwa “legenda itu adalah cerita rakyat”. Penjelasan yang serampangan ini pasti akan memperburuk persepsi siswa tentang sastra karena ia tidak tahu persis di mana batas antara cerita-cerita rakyat yang ada di Indonesia.

Berdasarkan data-data yang dapat dipantau, seperti telah dise- butkan pula di depan, tampak bahwa mata pelajaran sastra cende-

K EBERADAAN ASTRA S DALAM UKU B JAR A AHASA B NDONESIA I EKOLAH S

ASAR D

rung hanya menjadi pelengkap pelajaran bahasa Indonesia. Jenis sas- tra prosa yang hanya menekankan pada jenis-jenis cerita rakyat dapat dikatakan tidak mendukung tujuan kurikulum, karena wawasan anak tentang sastra Indonesia secara lebih luas menjadi sangat terbatas. Dengan adanya keterbatasan tersebut, pada tingkat tertentu dan me- tode yang sederhana, seharusnya juga diperkenalkan dengan keber- adaan sastra Indonesia itu sendiri. Artinya, di luar cerita rakyat, sebe- narnya siswa juga sangat perlu diperkenalkan dengan contoh-contoh karya sastra yang baik yang dapat membimbing pengertian anak ten- tang sejarah sastra. Kalau materi pelajaran sastra Indonesia dilepas- kan dengan kesinambungan sejarahnya, dikhawatirkan siswa sekolah dasar hanya akan menghargai terhadap materi yang diajarkan dan kurang menghargai karya-karya sastra Indonesia yang sebenarnya.

Sekedar sebagai contoh, dalam batas-batas tertentu, apakah tidak lebih baik siswa diperkenalkan dengan karya Angkatan Pujang-

ga Baru, Angkatan Balai Pustaka, dan sebagainya. Dengan diperke- nalkannya siswa terhadap hal-hal tersebut, kebanggaan siswa secara psikomotorik terhadap sastra Indonesia akan dapat dibangun sejak awal. Kebanggaan dan apresiasi siswa tidak dapat dibangun secara tiba-tiba ketika siswa sudah masuk pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Jika pemberian materi sastra terlambat dilakukan pada usia dini, besar kemungkinan siswa akan lebih mencintai sastra dari luar negeri yang sekarang ini gencar diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dengan kata lain, strategi penulisan buku ajar tentang sas- tra memang tidak dapat menjadi beban dalam pelajaran bahasa In- donesia.

3.5.3 Drama

Pada hakikatnya jenis sastra lakon (drama) tidak dapat dipisah- kan dengan pelajaran sastra di sekolah. Oleh karena itu, sudah se- pantasnya jika perhatian terhadap naskah drama diberi tempat yang layak sebagai bahan ajar di sekolah-sekolah, tidak terkecuali di jen- jang kelas 5 dan 6 sekolah dasar. Kendati demikian, kenyataan me- nunjukkan bahwa bahan ajar sastra yang berupa drama tidak mem-

T IRTO UWONDO S , DKK .

peroleh tempat yang layak dalam buku-buku ajar bahasa Indonesia kelas 5 dan 6 sekolah dasar terbitan Erlangga.

Jika dalam buku-buku ajar tersebut ditemukan bentuk dialog— yang dalam buku itu dimaksudkan sebagai bahan ajar drama—biasa- nya dialog tersebut hanya berupa percakapan yang dikemas dalam topik “Membaca Percakapan”. Namun, realitas ini barangkali diang- gap wajar karena kurikulum yang mendukungnya juga kurang tegas dalam hal bahan ajar drama. Salah satu kutipan naskah drama yang dipergunakan sebagai bahan ajar drama, misalnya, terdapat dalam pelajaran 12 (cawu 2, buku ajar kelas 6, hlm. 70—71) berikut.

5. Anak Durhaka

a. Membaca drama 1. Bacalah drama anak-anak ini!

Ruangan seperti di atas geladak kapal. Malin Kundang : (Berpakaian mewah dan sangat angkuh)

Aku manusia yang paling kaya di muka bumi ini. Aku juga manusia yang terpandai. Harta milikku bertumpuk-tumpuk. Pengalamanku bermacam- macam. Lagi pula, apa saja yang kuinginkan pas- ti tercapai. Aku datang ke sini untuk memiliki kekayaan yang ada di sini. Aku ingin lebih kaya lagi.

Nelayan : (Ia merasa mengenali orang itu.) Hai, bukankah Bapak, Bapak itu si Malin Kundang?

Para Nelayan : (Berpandang-pandangan.) Malin Kundang : Ya, akulah si Malin Kundang. Akan tetapi, bukan

si Malin Kundang dahulu. Dulu ia miskin. Akan tetapi, sekarang ia menjadi orang yang paling kaya di muka bumi ini. Aku telah berlayar ke mana- mana. Aku telah berniaga dari satu bandar ke bandar lain. Tidak heran kalau aku menjadi ma- nusia paling kaya!

Nelayan : (Ia keluar, memberi tahu ibu si Malin Kundang, kemudian membawanya menemui anaknya.)

K EBERADAAN ASTRA S DALAM UKU B JAR A AHASA B NDONESIA I EKOLAH S ASAR D

Wahai Malin Kundang, Bapak yang kaya raya, kenalkah Bapak dengan perempuan ini?

Malin Kundang : Siapa dia? Ibu

: (Menatap Malin Kundang dengan sungguh- sungguh, lalu menghampirinya.) Oh anakku, me- ngapa engkau tidak mengenali ibumu sendiri?

Malin Kundang : Ibu? Hahaaa. . . haa! Hei, perempuan tua bangka, aku tidak punya ibu seperti kau! Ibu

: (Bergerak mendekati Malin Kundang.) Anakku Malin Kundang, akulah yang melahirkan dan membesarkanmu dengan susah payah. Mengapa setelah kaya engkau tidak mau mengakui ibumu?

Malin Kundang : Hai perempuan tua bangka. Tak tahu malu me- ngaku-ngaku sebagai ibuku. Cuihh! (Ia meludah dan mendorong perempuan tua itu hingga ter- kulai.) Hai pengawal, bawa perempuan tua itu kembali ke darat! (Pengawal menyeret perempuan tua itu.)

Nelayan : Malin Kundang, mengapa kau berubah seperti itu? Itu adalah ibumu. Ibu yang telah melahirkan- mu!

Malin Kundang : Tidak! Tidak!

T IRTO UWONDO S , DKK .

Ibu : Oh, Anakku, sadarlah, aku benar-benar Ibumu. Aku yakin, kau adalah anakku.

Malin Kundang : Sekali lagi kukatakan, kau bukan ibuku. Aku

tidak punya Ibu seperti kau! Perempuan tak tahu malu! Ayo, pergi!

Ibu : Tak kusangka engkau sekejam itu, jika benar- benar kau tidak mengakui aku sebagai ibumu, kau kukutuk!

Malin Kundang : Perempuan hina, aku benci melihatmu. Jika

kau bisa, kutuklah aku sekarang juga! Ibu

: (Mengangkat kedua tangan.) Ya, Tuhan, pan- taskah seorang anak mengingkari ibunya? Kuminta pada-Mu, hukumlah anak durhaka ini!

Suara Gaib : Hai Malin Kundang, permohonan ibumu kuka- bulkan. Kau adalah anak yang durhaka. Ingat! Kekayaanmu tidak dapat membalas pengorbanan dan budi baik seorang ibu. Sekarang, harta yang kau bangga-banggakan itu tidak akan mampu menolongmu. Kau dan hartamu akan menjadi batu bertumpuk-tumpuk!

Malin Kundang : (Kebingungan, akhirnya memekik dan . . . .) Dari: Pelajaran Bahasa Indonesia 6b, Depdikbud,

dengan perubahan seperlunya. 2. Tulislah sifat-sifat para tokoh drama “Anak Durhaka”!

3. Tulis mana yang menarik dan yang tidak menarik dari cerita tersebut! 4. Peragakan drama tersebut di depan kelas!

Drama tersebut pada dasarnya sudah sesuai dengan tingkat ke- mampuan siswa sehingga perintah-perintahnya juga sejajar dengan kemampuan penalaran siswa. Akan tetapi, dalam pertanyaan yang ke-2 (Tulislah mana yang menarik dan tidak menarik dari cerita ter- sebut) terlihat masih sangat relatif bagi siswa. Dengan kerelatifan se- perti itu tentu siswa akan sulit membayangkan jawaban atau perintah yang harus dikerjakan.

K EBERADAAN ASTRA S DALAM UKU B JAR A AHASA B NDONESIA I EKOLAH S

ASAR D

Sebagai bagian dari pelajaran sastra, bahan ajar jenis sastra dra- ma akan lebih baik kalau bahan itu juga dilengkapi dengan deskripsi tentang naskah-naskah drama lain, khususnya naskah drama yang ada dalam sejarah sastra drama Indonesia. Hal ini dimaksudkan se- bagai upaya memberikan apresiasi yang lebih sempurna terhadap keberadaan jenis sastra drama bagi siswa di sekolah dasar.

T IRTO UWONDO S , DKK .