70 lain, termasuk Indonesia, Jawa khususnya, untuk
berdagang, sekaligus menyebarkan agama Islam. Clifford Geertz menyebut mereka sebagai varian
santri.
81
Etnis India-Indonesia pada saat pemerintahan kolonial Belanda juga mengalami penderitaan yang hampir sama seperti etnis Tionghoa, hanya saja
karena sebagian besar mereka merupakan etnis Khoja yang beragama Islam maka pribumi lebih bisa menerima mereka. Sampai saat ini tidak ada alasan mendasar
yang mampu menjelaskan mengapa etnis-etnis pendatang yang beragama Islam lebih bisa diterima dibandingkan dengan etnis pendatang dan beragama lain.
Akibat politik diskriminasi yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda, etnis khoja mulai menepi dan bermukim di daerah pinggiran. Tidak ada
pranala yang mampu menceritakan kisah etnis Khoja secara runtut mengingat jumlah mereka sangat sedikit dibanding etnis Tionghoa dan Arab.
5. ETNIS MELANESIA MASYARAKAT PAPUA
Selain ketiga ras tersebut di atas Indonesia, memiliki ras melanesia yang merupakan penduduk asli Papua. Mereka tergolong ras Negroid Melanesia
berkulit hitam dan berambut keriting. Etnik Papua terbagi lagi dalam sub-sub budaya, masing-masing yang bahasanya mencakup 253 bahasa suku. Dahulu
Pulau Papua adalah sebuah daerah koloni dari kerajaan Belanda, yang kemudian diserahkan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui transfer
administrasi dari kerajaan Belanda kepada Indonesia pada 1 Mei 1963, dan
81
Kompas dalam pekojan, wajah kotanya makin hilang, http:www.hamline.eduapakabarbasisdata199704270030.html
, diakses tanggal 30 Januari 2008
71 dipertegas lagi dalam sebuah jajak pendapat yang diprakarsai oleh PBB 1969 yang
oleh rakyat Papua dianggap tidak adil dan tidak demokratis.
82
Pulau Papua adalah pulau di timur Indonesia yang diberkati Tuhan dengan sumber daya alam yang melimpah. Lautannya dipenuhi oleh berbagai macam
spesies ikan, tanahnya subur dan kaya akan bahan mineral. Tercatat oleh ilmuwan serta ahli biologi internasional, bahwa keperawanan ekosistem pulau Papua telah
diakui sebagai “the lost paradise “. Namun dibalik itu, catatan sejarah diskriminasi rasial di Papua sudah tertoreh sejak lama bahkan sebelum Papua
masuk kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963. Pemerintah Belanda dan Jepang telah mempraktekan diskriminasi kepada
masyarakat Papua. Sebagai contohnya adalah Belanda membatasi orang Papua untuk mengenyam pendidikan. Belanda hanya memberikan kesempatan kepada
rakyat Papua yang orang tuanya memegang peranan penting atau yang membantu pemerintah kolonial Belanda. Setelah masuknya Papua kedalam NKRI,
diskriminasi rasial masih di praktekan hingga saat ini.
83
Menanggapi situasi yang terjadi di Papua, Rodolfo Stevenhagen, Pelapor Rapporteur Khusus PBB untuk Indigenous People, dalam laporannya di sidang
ke-61 tahun 2005 mengatakan, “Masyarakat adat Papua menderita karena diskriminasi yang meluas yang mencegah mereka, dalam hal tertentu, untuk
82
ICERD dalam
Laporan Alternatif Pelaksanaan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial ICERD Di Indonesia “Menguak Tabir Diskriminasi Rasial dan
Impunity di Indonesia”
83
ICERD dalam
Laporan Alternatif Pelaksanaan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial ICERD Di Indonesia “Menguak Tabir Diskriminasi Rasial dan
Impunity di Indonesia”
72 memperoleh akses ke dalam institusi-intitusi di masyarakat, yang memungkinkan
mereka untuk membuat keputusan sendiri, seperti dalam hal pendidikan, perawatan, kesehatan, kesamaan pendapatanpenghasilan, pandangan masyarakat
umum tentang perempuan, dan harga diri, walaupun sudah ada Dewan Adat Papua
dan Majelis Rakyat Papua.”
84
Semua pelanggaran hak asasi manusia melalui berbagai kebijakan sipil maupun militer merupakan jiwa traumatis rakyat Papua. Tumpukan penderitaan
itu, akhirnya menjadi tolok ukur kewarganegaraan rakyat Papua di Indonesia. Status kewarganegaraan pun menjadi suatu hal yang dianggap rakyat Papua
sebagai sesuatu yang tidak gratis, karena proses mereka menjadi warga negara Indonesia melalui berbagai macam pengalaman yang tidak mengenakkan.
Perasaan getir mereka yang merasa dipersulit untuk menjadi warga negara Indonesia, seolah-olah menguatkan posisi mereka yang memang berbeda ras dari
rata-rata masyarakat Indonesia. Apalagi melihat kenyataan sejak Papua dimasukkan ke dalam wilayah NKRI, sampai sekarang rakyat Papua gagal
menciptakan rasa satu bagsa dengan etnis Melayu. Kini rakyat Papua sangat setia memegang teguh nasionalismenya,
daripada mengakui Indonesia sebagai negaranya. Kegagalan ini mengingatkan kita kembali pada peristiwa Pepera 1969. Selama 47 tahun 1969-2005,
kewarganegaraan rakyat Papua di Republik Indonesia tidak pernah diakui karena hak dan kebebasannya ditekan dan diinjak-injak oleh sistem politik Indonesia.
84
ICERD dalam
Laporan Alternatif Pelaksanaan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial ICERD Di Indonesia “Menguak Tabir Diskriminasi Rasial dan
Impunity di Indonesia”
73 Dari kezaliman NKRI itu, memicu sentimen sejarah yang mendalam sebagai
sandaran nasionalisme ras Melanesia. Musuhnya, bukan lagi kolonialisme dan imperialisme Barat.
85
C. PENGERTIAN DISKRIMINASI DAN TINDAK PIDANA DISKRIMINASI