114
d. Masa pemerintahan Abdul Rahman Wahid
a. tanggal 17 Januari 2000 terbit keppres Nomor 6 tahun 2000 tentang Pencabutan Inpres 14 1967
b. tanggal 31 Maret 2000 setelah terbit Keppres tersebut, maka Mendagri mengikuti langkah serupa yaitu dengan menerbitkan
SE Mendagri untuk mencabut SE Nomor 47774054.
e. Masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri
a. terbit KepMendagri Nomor 383 tahun 2001 tentang hari-hari libur. Di dalamnya menyatakan bahwa Imlek merupakan hari
libur fakultatif; b. tanggal 9 April 2002 Keppres nomor 19 tahun 2002 tentang
Hari Libur Tahun Baru Imlek sebagai Hari Libur Nasional.
f. Masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
a. Dalam pidato sambutan perayaan Imlek 2005, SBY
mengatakan pada umat Kong Hu Cu agar tidak ragu dalam menjalankan ibadah sesuai keyakinan. SBY juga sepenuhnya
menyadari dan tidak menutup mata bahwa dalam prakteknya para birokrasi dan anggota kabinet masih melakukan praktek
diskriminasi. Suara Pembaharuan 14 Februari 2005;
b. Tanggal 9 Maret 2005 Dengar Pendapat Komisi VIII dengan
MATAKIN, yang intinya berisi: -
Mengakui eksistensi umat Kong Hu Cu; -
Bahwa tidak terpenuhinya hak-hak sipil etnis Tiong Hoa penganut Kong Hu Cu merupakan pelanggaran HAM;
- Menyadari bahwa adanya perbedaan pendapat tentang
agama Kong Hu Cu di lingkup masyarakat Indonesia; -
Merasa prihatin dengan diskriminasi yang terjadi berpuluh- puluh tahun terhadap etnis Tiong Hoa di lapangan.
c. SekNeg RI, Yusril Ihza Mahendra mengeluarkan surat nomor
398M.Sesneg605 yang ditujukan pada: -
Menteri Dalam Negeri; -
Menteri Hukum dan HAM; -
Menteri Pendidikan Nasional; -
Menteri Agama. Surat tersebut intinya berisi:
- sesuai dengan Pidato Presiden pada saat perayaan Imlek
nasional 2005, maka Presiden menghimbau pemerintah dari pusat ke daerah harus menjalankan kesetaraan dan
menegakkan keadilan;
115 -
agar sambutan Presiden dalam perayaan Imlek Naional tersebut, poin-poinnya dapat direalisasikan.
d. MATAKIN mengirim surat bernomor 212MatakinSUX1105
kepada ketua majelis Mahkamah Konstitusi dengan maksud menanyakan status PNPS nomor 1 tahun 1965 jo UU Nomor 5
tahun 1969. Ketua Mahkamah Konstitusi membalas surat tersebut dengan surat nomor 356Pan.MKXII2005. Dalam
surat tersebut ketua Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa PNPS nomor 1 tahun 1965 jo UU Nomor 5 tahun 1969 masih
berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Ketua Mahkamah Konstitusi juga memperbolehkan MATAKIN bila
bermaksud untuk mengajukan hak Uji Materiil terhadap produk undang-undang yang berlawanan dengan UUD 1945 dan
pancasila e.
Tanggal 24 januari 2006 Mendagri dan Menteri Agama menerbitkan surat nomor MA122006 ditujukan kepada
Departemen Dalam Negeri dan Departemen Pendidikan Nasional. Surat tersebut adalah penjelasan mengenai status
perkawinan menurut agama Kong Hu Cu dan Pendidikan Agama Kong Hu Cu. Poin-poin dalam surat tersebut adalah:
1. Bahwa perkawinan secara adat Tiong Hoa adalah sah
menurut pasal 2 1 UU nomor 1 tahun 1974 Pasal 21 Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; 2.
Pencatatan perkawinan tersebut dilakukan sesuai perundang-undangan yang ada;
3. Penyusunan kurikulum Agama Kong Hu Cu dalam
kurikulum pendidikan nasional, serta pemberian fasilitas untuk pengadaan guru pengajar.
f. tanggal 24 Februari 2006 terbit SE Mendagri nomor 470336SJ
tentang Pelayanan Administrasi Kependudukan Penganut Agama Kong Hu Cu
g. tanggal 7 Maret 2006 terbit SE Sekda Nomor
47022790112006 tentang Pelayanan Administrasi Kependudukan Penganut Kong Hu Cu. Surat ini diterbitkan
sebagai aturan pelaksanaan SE Mendagri Nomor 470336SJ, sehingga kasus-kasus Adminduk yang menyangkut penganut
Kong Hu Cu dapat segera dilaksanakan. Setelah diterbitkannya SE Mendagri dengan nomor 470336SJ, maka Kartu Tanda
Penduduk penganut Kong Hu Cu sudah tidak - lagi; h.
Tanggal 5 Oktober 2007 terbit PP nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. PP nomor 55
tahun 2007 ini menghendaki agar agama-agama yang dianut di Indonesia Islam, katholik, Protestan, Hindu, Budha, Kong Hu
Cu membuat kurikulum pendidikan agama. Dasar hukum PP
116 no 55 tahun 2007 ini adalah PNPS Nomor 1 tahun 1965 jo UU
no 5 tahun 1969. Demikianlah gambaran betapa rumitnya mencapai pengakuan sebagai
Warga Negara Indonesia WNI. Kebijakan pemerintah yang terkesan bermain- main dengan bola panas hukum, memang membuat etnis Tionghoa menyerahkan
pada kebijakan pemerintah. Namun, tidak sedikit dari mereka yang tetap berjuang dan berani “bernyanyi” dihadapan pemerintah memprotes politik diskriminasi di
Indonesia. Sebagian besar etnis Tionghoa merasa bersyukur Indonesia pernah memiliki Presiden seperti Gus Dur, karena di masa Gus Dur lah nasib etnis
Tionghoa diakui. Presiden penerusnya pun tidak berhenti dan berlomba-lomba menelurkan produk hukum yang intinya memberikan pengakuan serta ruang gerak
bagi etnis Tionghoa di Indonesia. Selama 40 tahun Indonesia menjadi sorotan dunia internasional, karena
dianggap sebagai negara yang tidak menunjukkan itikad untuk membangun masyarakat demokratis yang sesungguhnya, masyarakat yang menghargai semua
hak dasar manusia secara sama dan sederajat. Perpindahan tampuk kepemimpinan yang terjadi berkali-kali dinilai pihak asing, semakin hari semakin menunjukkan
kemunduran dalam pemenuhan hak-hak dasar setiap rakyatnya, dengan semakin seringnya terjadi pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia baik yang disengaja
oleh negara by commition maupun dalam bentuk pembiaran by ommiton kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat sendiri.
148
Hak-hak berserikat, mengemukakan pendapat, menikah, mendapat perlakuan yang sama di muka
148
M Subhi Azhari dalam Menelusuri Akar-akar Diskriminasi Agama Di Indonesia
117 hukum, memeluk dan mengekspresikan keyakinan dan agama serta berbagai hak
lainnya menjadi sesuatu yang sangat mahal bahkan dalam banyak kasus sangat berbahaya bagi sebagian orang. Sementara sebagian yang lain dengan leluasa
memakai kekuatan fisik atau menggunakan tangan kekuasaan membatasi, merusak, menghancurkan bahkan menghilangkan nyawa siapapun yang dianggap
berbeda dari kelompoknya. Etnis Cina adalah etnis yang paling sulit untuk mempertahankan jati diri
ditengah paksaan untuk melebur bila dibandingkan etnis lain seperti India atau Arab. Dalam kehidupan bernegara dan berbangsa di Indonesia, praktek
diskriminasi masih sangat kental menyatu dengan kebijakan politik pemerintah serta adat istiadat masyarakat Indonesia. Sisa-sisa kekuatan politik orde lama yang
terang-terangan melarang tumbuh kembangnya beberapa etnis ras di Indonesia, telah menyisakan luka psikologis yang kuat dalam sejarah kehidupan Bangsa
Indonesia. Walaupun pemerintah telah berupaya merehabilitasi kondisi yang ada, tetapi labelling stereotype tersebut terus saja berkembang.
118
2. KAJIAN KOMPARASI