Peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah

mengajukan kasasi demi kepentingan hukum tidak dibatasi dengan suatu jangka waktu tertentu.” 106 Selanjutnya tentang putusan kasasi demi kepentingan hukum dalam Pasal 261 ayat 1 KUHAP dinyatakan seperti berikut, “ Mengenai salinan putusan kasasi demi kepentingan hukum oleh Mahkamah Agung disampaikan kepada Jaksa Agung dan kepada Pengadilan Negeri yang bersangkutan dengan disertai berkas perkara”.

b. Peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap Herziening. Untuk memahami batasan mengenai upaya hukum peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap herziening dapat disimak redaksional Pasal 263 ayat 1 KUHAP yang menyatakan, “Terhadap putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.” Selanjutnya pandangan beberapa doktrina sebagaimana dikutip oleh H. Rusli Muhammad, diantaranya, menurut Soediryo, “peninjauan kembali adalah suatu upaya hukum yang dipakai untuk memperoleh penarikan kembali atau perubahan terhadap putusan hakim yang pada umumnya tidak dapat diganggu gugat lagi.” 107 106 Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op. Cit, hal: 231. 107 H. Rusli Muhammad, Op. Cit, hal: 285. Hadari Djenawi Tahir memberikan definisi peninjauan kembali, “Sebagai suatu upaya hukum yang mengatur tentang tata cara melakukan peninjauan kembali suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.” 108 Arti peninjauan kembali menurut M.H. Tirtaatmaja, “Herziening adalah suatu jalan untuk memperbaiki suatu keputusan yang telah menjadi tetap. Jadinya, tidak dapat diubah lagi dengan maksud memperbaiki suatu kealpaan hakim yang merugikan si terhukum.” 109 Jadi upaya hukum peninjauan kembali tersebut dimohonkan kepada Mahkamah Agung terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kecuali terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Dalam hal ini yang berhak mengajukan upaya hukum peninjauan kembali adalah: terpidana atau ahli warisnya sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat 1 KUHAP. Adapun alasan-alasan pengajuan upaya hukum peninjauan kembali secara yuridis normatif diatur dalam Pasal 263 ayat 2, butir a, b, c KUHAP dan Pasal 263 ayat 3 KUHAP, seperti berikut: Pasal 263 ayat 2 : a. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat bahwa jika keadaan itu diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan dari penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan; b. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar 108 Ibid, hal: 285-286. 109 Ibid, hal: 286. dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain; c. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Pasal 263 ayat 3 : Terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan. Berikut mengenai prosedur atau tata cara permintaan peninjauan kembali sebagaimana ditentukan dalam Pasal 264 ayat 1 sampai ayat 5 KUHAP, yaitu: 1 Permintaan peninjauan kembali oleh pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat 1 diajukan kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama dengan menyebutkan secara jelas alasannya. 2 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat 2 berlaku juga bagi permintaan peninjauan kembali. 3 Permintaan peninjauan kembali tidak dibatasi dengan suatu jangka waktu. 4 Dalam hal permohonan peninjauan kembali adalah terpidana yang kurang memahami hukum, panitera pada waktu menerima permintaan peninjauan kembali wajib menanyakan apakah alasan ia mengajukan permintaan tersebut dan untuk itu panitera membuatkan surat permintaan peninjauan kembali, 5 Ketua pengadilan segera mengirimkan surat permintaan peninjauan kembali beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung disertai suatu catatan penjelasan. Putusan Mahkamah Agung pada persidangan peninjauan kembali dapat berupa: a. Permintaan dinyatakan tidak dapat diterima, yakni karena tidak terdapat keadaan baru, tidak terdapat putusan yang saling bertentangan dan tidak terdapat kekeliruan dan kekhilafan dalam putusan Pasal 263 ayat 2 KUHAP b. Putusan yang membenarkan alasan pemohon, yakni, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa, putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum, putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum, putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan Pasal 266 ayat 2 huruf b KUHAP.

C. Jenis-Jenis Putusan Dalam Perkara Pidana