Ahmad Kamil, M. Fauzan, Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi, Penerbit: Kencana

“Keputusan Menteri” untuk saat ini sudah tidak mendapat tempat lagi sebagai produk legislasi dalam Undang-undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam kondisi seperti ini adanya konflik norma tersebut cenderung menimbulkan ketidakharmonisan atau ketidaksinkrunan peraturan perundang- undangan. Dalam hubungannya dengan tindakan hakim hakim MA yang mengenyampingkan Pasal 244 KUHAP tersebut dengan melakukan penerobosan, memperbolehkan Jaksa Penuntut Umum untuk langsung kasasi terhadap putusan bebas vrijspraak, melahirkan adanya tindakan hukum berupa “contra legem”, bagi hakim contra legem berarti bertentangan dengan undang-undang. “ 161 Dalam menghubungkan tindakan contra legem dari hakim pada moment tertentu, kalangan doktrina, yakni, H. Ahmad Kamil, menyatakan: Ketentuan pasal dalam Undang-Undang sudah dipandang tidak mampu atau kurang menjamin terciptanya kepentingan perlindungan ketertiban umum tampak adanya keresahan dari pencari keadilan, timbul rasa ketidak adilan, ketidakpuasan terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, sehingga dipandang bobot yurisprudensi lebih potensial menegakkan kelayakan dan perlindungan kepentingan umum, dibanding dengan suatu ketentuan pasal undang-undang, dia hakim dibenarkan mempertahankan yurisprudensi. Berbarengan dengan itu, hakim langsung melakukan contra legem terhadap pasal-pasal yang bersangkutan. 162 Senada dengan pendapat di atas, Komariah Emong Sapardjaja berpendapat seperti berikut: 161 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Penerbit: Liberty, Yogyakarta, 2009, hal: 116. 162

H. Ahmad Kamil, M. Fauzan, Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi, Penerbit: Kencana

Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hal: 46-47. Tampak bahwa undang-undang tidak memuaskan penegak hukum dan pencari keadilan, terutama bagi hakim sebagai penegak hukum dan keadilan, tidak dapat menemukan keadilan hanya dalam undang-undang, tetapi akhirnya ia juga tidak dapat tidak menerapkan undang-undang. Karena itu, dalam putusan hakim sering ditemukan kaidah-kaidah baru seperti mengesampingkan suatu ketentuan peraturan perundang- undangan. Putusan yang demikian kalau telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, apalagi telah diikuti oleh putusan-putusan berikutnya, dapat disebut yurisprudensi. 163 Sehubungan dengan pernyataan doktrin di atas terkait dengan tindakan contra legem hakim bersinergi melahirkan yurisprudensi, lintasan peristiwa sejarah penegakan hukum di Indonesia tidak bisa dihilangkan atau dilupakan begitu saja, bahwa sebagai ilustrasi sejarah hukum yang menjustifikasi tindakan hukum yang dilakukan hakim seperti tersebut di atas sebagai komparasi sejarah penegakan hukum dapat direkonstruksi sebuah contoh, sebelum resmi berlaku KUHAP telah pernah terwujud yurisprudensi yang bersifat konstan bahwa terhadap putusan bebas yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama dapat diajukan banding dan kasasi apabila pembebasan itu sifatnya “tidak murni”. Semasa berlakunya HIR tersebut terhadap putusan bebas tidak dapat secara langsung dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung, tetapi harus melalui penggunaan upaya hukum banding terlebih dahulu. Yurisprudensi yang bersifat konstan tersebut yang pernah terwujud sebelum berlaku KUHAP dapat ditemukan dalam Putusan Mahkamah Agung tanggal 19 Oktober 1980, No: 122 KKr1979. Setelah berlakunya KUHAP mulai 31 Desember 1981 melalui Pasal 67 dan Pasal 244 163 Komariah Emong Sapardjadja, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum Pidana Indonesia Studi Kasus tentang Penerapan dan Perkembangannya dalam Yurisprudensi, Alumni, Bandung, 2002, hal: 97. KUHAP tertutup pintu untuk melakukan upaya hukum terhadap putusan bebas vrijspraak baik berupa banding maupun kasasi bagi Jaksa Penuntut Umum yang nota bene sebagai pejabat publik yang mewakili kepentingan umum atau kepentingan korban victim yang selalu mendambakan putusan yang memenuhi rasa keadilan. Fakta sejarah telah menyuratkan bahwa untuk mengatasi krisis ketidak adilan menurut persepsi publik akan ekses putusan bebas yang cenderung mempolakan situasi dan kondisi negatif bagi dunia peradilan khususnya dan penegakan hukum pada umumnya, dalam praktek peradilan pidana kita satu-satunya langkah yang diambil untuk memperkecil gejala negatif tersebut yakni melaksanakan yurisprudensi lama mengikuti jejak yurisprudensi yang berlaku pada zamannya HIR dengan tindakan Mahkamah Agung melakukan penerobosan terhadap ketentuan Pasal 244 KUHAP dengan landasan justifikasi yang secara definitif telah dipositifkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tanggal 10 Desember 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP butir 19.

B. 2. Kasus dan Analisis Terhadap Putusan Bebas Dalam Praktek Peradilan Pidana di Indonesia