termasuk pada sila kelima Pancasila. Dimana keadilan sosial merupakan tujuan dari negara. Konstitusi negara adalah filosofis normatif.”
199
Oleh karena itu dalam relevansinya dengan upaya hukum kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap putusan bebas yang pada
hakikatnya adalah guna terciptanya keadilan bagi para pencari keadilan maka dalam upaya reformulasi terhadap Pasal 244 KUHAP tersebut,
pembentuk undang-undang pembentuk KUHAP hendaknya mengakomodir ide-ide keadilan yang memuat kandungan esensi nilai-nilai
Pancasila sehingga terciptanya keadilan sosial yang direfleksikan dalam wujud keadilan distributif maupun keadilan korektif terhadap putusan
pengadilan yang mengandung pembebasan sehingga baik terdakwa, Penuntut Umum maupun masyarakat luas dapat merasakan adanya
putusan yang mencerminkan prinsip dan nilai keadilan disamping tentunya terakumulasi juga adanya nilai kepastian dan kemanfaatan.
Bagaimanapun juga bahwa pembaharuan terhadap substansi hukum legal substance tersebut tidak akan ada artinya apabila tidak
didukung oleh komponen-komponen Sistem Peradilan Pidana lainnya atau dengan kata lain bahwa pembaharuan terhadap substansi hukum
hanya akan memberikan fungsi efektif terhadap proses penegakan hukum law enforcement apabila didukung oleh faktor-faktor lainnya di luar
sarana penal tadi yakni adanya dukungan dari lembaga-lembaga atau institusi-institusi termasuk juga fasilitas dan proses serta budaya hukum
199
M. Busyro Muqqodas, Keadilan Sosial Harus Terwujud di Semua Sektor, Komisi Yudisial,
Vol. IV. No. 1, Agustus 2009, hal: 15.
baik budaya hukum yang dianut oleh masyarakat maupun pejabatnya sehingga hukum akan dapat bekerja dengan baik sesuai dengan konteks
sosialnya dan perilaku-prilaku masyarakat tentunya diharapkan dapat disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan di dalam
aturan-aturan hukum tersebut. Terkait dengan faktor-faktor yang turut bepengaruh terhadap upaya
penegakan hukum law enforcement, Soerjono Soekanto menyatakan, “bahwa faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga
dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut.”
200
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pembaharuan terhadap substansi Hukum Acara Pidana, khususnya pembaharuan konsepsional
mengenai upaya hukum kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap putusan bebas vrijspraak hanya akan membawa perubahan secara
implemental dalam peningkatan efektifitas penegakan hukum, dalam hal ini yakni terwujudnya putusan pengadilan bernuansa keadilan yang dapat
diterima dan memberikan kepuasan bagi pencari keadilan maupun masyarakat luas yaitu apabila adanya keterpaduan dalam mekanisme
bekerjanya komponen sistem peradilan pidana baik menyangkut substansi, struktur maupun budaya hukumnya.
200
Soerjono Soekanto I, Loc, Cit.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah penulis sampaikan pada bab-bab sebelumnya dikaitkan dengan permasalahan yang ada dalam penulisan
ini maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan, sebagai berikut: 1.
Ide dasar pembentuk undang-undang sehingga tidak memperkenankan Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan upaya
hukum kasasi terhadap putusan bebas vrijspraak, adalah bahwa dalam hal ini pembentuk undang-undang pembentuk KUHAP
berorientasi pada “hak kebebasan” yang dimiliki oleh tiap orang yang merupakan Hak Asasi Manusia yang harus dilindungi,
dihormati, dipertahankan dan tidak boleh dikurangi ataupun dirampas oleh siapapun. Dalam konteks ini bahwa terhadap
putusan bebas vrijspraak tersebut tidak boleh dimohonkan upaya hukum kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Mahkamah
Agung oleh karena pembentuk undang-undang pembentuk KUHAP menerapkan ide-ide pemikiran yang menganggap bahwa
putusan bebas yang diberikan oleh pengadilan negeri kepada terdakwa, merupakan suatu hak yang diperoleh terdakwa dan tidak
boleh diganggu gugat. 2. Mengenai kebijakan aplikasi kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum
terhadap putusan bebas, bahwa dalam praktek peradilan pidana