Putusan Bebas Yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan Negeri terhadap Terdakwa

Indonesia dalam kurun waktu setahun, Januari hingga Desember 2009 menurut laporan Indonesian Corruption Watch ICW yang dirilis siaran Berita Pagi, Metro TV, 31 Desember 2009, diberitakan bahwa telah terjadi sebanyak 112 vonis bebas dalam kasus-kasus berskala besar dan kecil utamanya menyangkut tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat yang diindikasikan mengandung nuansa korupsi serta kasus-kasus di luar tindak pidana korupsi yang divonis bebas oleh pengadilan. 164 Dengan adanya vonis bebas vrijspraak oleh hakim, secara teoritikal normatif perlu untuk dikaji mengenai esensi substansial atas fakta kasus yang telah divonis bebas tersebut juga terhadap fakta-fakta yang ada dan terungkap dalam kasus putusan bebas yang dimohonkan upaya hukum kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Mahkamah Agung yakni menyangkut bebasnya terdakwa di pengadilan negeri. Berikut penulis sajikan kasus putusan bebas beserta kajian yuridisnya, diantaranya:

1. Putusan Bebas Yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan Negeri terhadap Terdakwa

Kasus Korupsi Dana YBD Yayasan Bali Dwipa Pengadilan Negeri Denpasar telah memutus bebas, terdakwa Ida Bagus Oka dengan nomor putusan 630PIDB2001PN.DPS tanggal 8 164 Siaran Berita Pagi, Metro TV, Sabtu, 31 Desember, 2009. April 2002 oleh majelis hakim yang terdiri dari I Wayan Padang Pujawan, I Wayan Sugiwa dan I Gde Damendra. Ida Bagus Oka bersama-sama dengan Dewan Pengurus Harian YBD yang diketuai Sugiri disangka melakukan tindak pidana korupsi, menyelewengkan dana sebesar Rp 2,3 miliar dari kas YBD yang seharusnya digunakan untuk mendukung kegiatan olah raga. Ida Bagus Oka ketika itu menjabat gubernur sekaligus Ketua KONI Bali dan pendiri sekaligus Ketua YBD, sementara Sugiri ketika itu adalah Bendahara KONI Pusat dan Kepala Dinas Pendapatan Bali. Kejadian itu berlangsung antara 1994-1996. Jaksa Urip Trigunawan mendakwa Ida Bagus Oka bekerja sama dengan Dewan Pengurus Harian YBD yang diketuai Sugiri telah melakukan tindak pidana korupsi. Disebutkan, Ida Bagus Oka telah ambil bagian dalam menggerogoti dana sebesar Rp 2,3 miliar pada YBD, milik KONI Bali. Menurut Jaksa, terdakwa telah mengkorup uang sebesar itu semasa yang bersangkutan menjadi Gubernur Bali untuk yang kedua kalinya, antara tahun 1993-1998. Ida Bagus Oka dikenai pasal berlapis dalam tindak pidana korupsi Pasal 1 1b jo Pasal 28 jo Pasal 34 c UU Anti Korupsi Nomor 3 Tahun 1971. Ida Bagus Oka juga dikenai Pasal 55 1 jo Pasal 64 KUHP. Terhadap skandal korupsi Rp 2,3 Miliar di Yayasan Bali Dwipa tersebut Pengadilan Negeri Denpasar melalui putusannya Nomor: 30PIDB2001PN. DPS tanggal 8 April 2002 membebaskan terdakwa Ida Bagus Oka dan menyatakan terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi seperti yang dituduhkan Penuntut Umum. Terhadap vonis bebas yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Denpasar kepada terdakwa Ida Bagus Oka, kejaksaan membentuk Majelis Eksaminasi yang beranggotakan: I Gusti Bagus Tirtayasa, I Wayan Sudirta, IDG Atmadja, Putu Sudarma Sumadi, Iskandar Sonhadji, I Nyoman Sindra, Putu Wirata Dwikora dan Agus Samijaya. Majelis Eksaminasi mempertimbangkan faktor-faktor yang bersifat umum dan dijadikan landasan untuk melakukan eksaminasi ini, salah satunya, yakni: Bahwa menurut pemantauan masyarakat dalam perjalanan bangsa ini selama pemerintahan Orde Baru maupun sesudahnya, citra lembaga penegak hukum umumnya maupun pengadilan khususnya, sudah sedemikian buruk, dimana kasus korupsi yang diadukan ke Kejaksaan sebagian besar tidak ditangani sampai tuntas, beberapa diantara yang ditangani dan disidik justru mendapat SP-3 Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau kalaupun ada yang dilimpahkan ke pengadilan, yang ironis adalah putusan-putusan bebas terhadap sebagian besar Terdakwa melalui proses persidangan yang ditengarai diwarnai rekayasa. Majelis Eksaminasi juga mempertimbangkan sejumlah faktor khusus, dalam kesimpulannya, salah satunya, yakni: Bahwa Putusan PN Denpasar Nomor: 30PIDB2001PN.DPS, tanggal 8 April 2002 dalam skandal korupsi Rp 2,3 milyar di Yayasan Bali Dwipa, dimana terdakwa Ida Bagus Oka dibebaskan dan dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi seperti yang dituduhkan Penuntut Umum merupakan putusan yang penuh kontroversi, nampak berbagai kejanggalan sejak pemeriksaan saksi-saksi di persidangan sampai Majelis Hakim menjatuhkan putusan. Seperti kita ketahui bahwa putusan bebas memang tidak pernah sepi dari atensi publik, terlebih lagi untuk kasus-kasus besar yang bersekala nasional. Demikian pula terhadap putusan Pengadilan Negeri Denpasar yang membebaskan mantan Gubernur Bali Ida Bagus Oka, sempat mengundang reaksi masyarakat Bali dengan berbagai kritik terhadap putusan bebas tersebut. Hakim yang memutus perkara hendaknya mampu menyelami hati nurani rakyat, tidak hanya menggunakan undang-undang sebagai dasar pertimbangan putusannya akan tetapi dalam hal ini sangat diharapkan juga adanya pertimbangan “rasa” sehingga putusan yang dihasilkan benar-benar memperhatikan dan mewujudkan rasa keadilan masyarakat, yakni putusan hakim yang mengandung nilai-nilai kebenaran yang hakiki. Dibebaskannya terdakwa yang telah didakwa melakukan tindak pidana korupsi ini menimbulkan kontroversi terutama di kalangan masyarakat Bali terlebih lagi terhadap kasus korupsi dalam Yayasan Bali Dwipa YBD ini telah dibentuk Majelis Eksaminasi yang merupakan tim khusus yang mendapat mandat untuk mempelajari kembali kasus tersebut kenapa sampai diputus bebas. Sebagaimana kita ketahui bahwa eksaminasi ini dilakukan terhadap kasus-kasus korupsi yang diduga kuat melanggar hukum namun divonis bebas. Aparat penegak hukum dalam konteks ini, yakni jaksa dan hakim hendaknya profesional di dalam menjalankan tugasnya dan benar-benar berpihak pada pencari keadilan demi tegaknya wibawa putusan yang dilahirkan oleh peradilan pidana dalam hal ini demi tegaknya wibawa esensi putusan bebas vrijspraak tersebut termasuk di dalamnya putusan bebas terhadap kasus-kasus korupsi dalam upaya mendukung langkah pemerintah untuk memberantas, memerangi korupsi di negara kita.

2. Putusan Bebas Yang Dimohonkan Upaya Hukum Kasasi Oleh Jaksa Penuntut Umum