BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat merupakan zat aktif yang berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun sintesis dalam dosis atau kadar tertentu dapat digunakan untuk preventif
profilaksis, rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada manusia ataupun hewan. Namun zat aktif tersebut tidak dapat dipergunakan
begitu saja sebagai obat, terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan. Oleh karena itu muncul sediaan pil, kapsul, tablet, sirup, supositoria, suspensi, salep,
dan lain-lain Admar, 2004. Tablet adalah sediaan padat yang berbentuk rata atau cembung rangkap,
umumnya bulat, dibuat dengan mengempa atau mencetak obat atau campuran obat dengan atau tanpa zat tambahan. Sediaan tablet mempunyai beberapa persyaratan
antara lain uji disolusi yaitu untuk mengetahui seberapa banyak persentase zat aktif dalam obat, yang terlarut ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek
terapi Anief, 1986. Uji disolusi berguna dalam menjamin keseragaman satu batch, menjamin
bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan, dan diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru Ditjen POM, 1995.
Sebelum melakukan uji disolusi, metode analisis yang digunakan harus ditetapkan terlebih dahulu dan dikaji dengan seksama, antara lain komposisi
media disolusi, jumlah media dalam ml, waktu dalam menit, kecepatan pengadukan dalam rotasi per menit = rpm, prosedur penetapan konsentrasi dan
Universitas Sumatera Utara
toleransi. Setelah pengambilan sampel uji disolusi, dilanjutkan dengan proses analisis penetapan kadar zat aktif dalam sampel Siregar, 2010.
Faktor yang harus diperhatikan dalam uji disolusi yaitu ukuran dan bentuk yang akan mempengaruhi laju dan tingkat kelarutan, selain itu sifat media
pelarutan juga akan mempengaruhi uji kelarutan. Beberapa kegunaan uji disolusi antara lain menjamin keseragaman satu bets, menjamin bahwa obat akan
memberikan efek terapi yang diinginkan dan diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru Ditjen POM, 1995.
1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan