Perbandingan Mutu Sediaan Simvastatin Tablet ECatalogue BPJS dan Non E-Catalogue BPJS

(1)

ii

PERBANDINGAN MUTU SEDIAAN SIMVASTATIN

TABLET

E-CATALOGUE

BPJS DAN NON

E-CATALOGUE

BPJS

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

YUNNICA SRI HAPSARI

1112102000054

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2016


(2)

iii

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Yunnica Sri Hapsari

NIM : 1112102000054

Tanda Tangan :


(3)

iv Nama : Yunnica Sri Hapsari

NIM : 1112102000054

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Perbandingan Mutu Sediaan Simvastatin Tablet E- Catalogue BPJS dan Non E-Catalogue BPJS

Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Yuni Anggraeni, M. Farm., Apt Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt.. NIP. 19831028 200901 2 008 NIP. 1946 022 719 740 31001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. NIP. 197404302005012003


(4)

v Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Yunnica Sri Hapsari

NIM : 1112102000054

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Perbandingan Mutu Sediaan Simvastatin Tablet E- Catalogue BPJS dan Non E-Catalogue BPJS

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Yuni Anggraeni, M. Farm., Apt ( ) Pembimbing II : Drs. Umar Mansur, M. Sc., Apt. ( ) Penguji I : Ofa Suzanti Betha, M. Si., Apt. ( ) Penguji II : Lina Elfita, M. Si., Apt. ( )

Ditetapkan di : Ciputat Tanggal : 19 Juli 2016


(5)

vi Program Studi : Farmasi

Judul : Perbandingan Mutu Sediaan Simvastatin Tablet E- Catalogue BPJS dan Non E-Catalogue BPJS

Simvastatin adalah agen anti-hiperlipidemia yang banyak digunakan di seluruh dunia untuk pengobatan hiperkolesterolemia. Berbagai merek sediaan simvastatin beredar di masyarakat, sehingga perlu dilakukan uji perbandingan mutu sediaan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas sediaan simvastatin tablet e-catalogue BPJS dan non e-catalogue BPJS. Dua obat e-catalogue BPJS dan dua obat non e-catalogue BPJS di uji kualitas fisik meliputi uji kekerasan dan uji waktu hancur, pengujian penetapan kadar dan uji keseragaman kandungan sesuai Farmakope Indonesia, serta uji profil disolusi menurut United States of Pharmacopeia XXXII (USP 32). Simvastatin yang terdisolusi diukur dengan spektrofotometer UV-vis. Hasil uji kualitas fisik yaknii uji kekerasan tablet dan uji waktu hancur tablet dari tablet e-catalogue BPJS dan tablet non catalogue BPJS telah memenuhi persyaratan. Hasil uji penetapan kadar untuk tablet e-catalogue BPJS sebesar 94,65% dan 87,90%, untuk tablet non e-e-catalogue BPJS sebesar 96,40% dan 94,73%, di mana terdapat satu merek tablet e-catalogue BPJS yang tidak memenuhi persyaratan. Hasil uji keseragaman kandungan untuk tablet e-catalogue BPJS dan tablet non e-catalogue BPJS telah memenuhi persyaratan. Hasil uji disolusi menunjukkan bahwa tablet e-catalogue BPJS dan non e-catalogue BPJS memenuhi rentang penerimaan persyaratan pelepasan metode disolusi tes satu yang tercantum dalam USP 32. Hasil analisa statistik data persentase kumulatif simvastatin yang terlepas dari simvastatin e-catalogue BPJS dan non e-catalogue BPJS menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna tetapi tidak memiliki arti karena semua sampel telah memenuhi persyaratan uji disolusi. Berdasarkan hasil parameter uji penetapan kadar, tablet simvastatin non e-catalogue BPJS memiliki mutu yang relatif lebih baik dibandingkan dengan tablet simvastatin e-catalogue BPJS.

Kata Kunci : tablet simvastatin e-catalogue BPJS, tablet non e-catalogue BPJS, evaluasi tablet, uji disolusi, spektrofotometri UV-vis


(6)

vii Program Study : Pharmacy

Title : Quality Comparison of Simvastatin Tablet BPJS E-Catalogue and Non BPJS E-Catalogue

Simvastatin is an anti-hyperlipidemic agents which are widely used worldwide for the treatment of hypercholesterolemia. Various brands of simvastatin widely revolve, then quality comparisons is important to do. This study aimed to compare the quality of simvastatin tablet dosage BPJS catalog and non BPJS catalog. Two drug of BPJS e-catalog and two drug of non BPJS e-e-catalog had physical tested include by hardness test quality and disintegration test. The assay and uniformity of content is accordance Pharmacopoeia of Indonesia and the profiles of dissolution by the United States of Pharmacopeia XXXII (USP 32). Simvasatatin were dissolved was measured by UV-vis spectrophotometer. The physical test result of e-catalogue BPJS and non BPJS e-catalog tablets have fulfilled the requirements of physical testing ranges acceptance by Pharmacopeia of Indonesia. The test results of the assay for tablet e-catalog BPJS is 94.65% and 87,90%, meanwhile for non e-catalog tablet BPJS amounted to 96.40% and 94,73%, where there is one of e-catalog BPJS tablet that unfulfilled the requirements of assay testing. The results of tablet content uniformity testing for e-catalog BPJS and non BPJS e-catalog tablet have fulfilled the requirements ranges acceptance by Pharmacopeia of Indonesia. The dissolution testing results shows that the tablet of BPJS e-catalog and non-e-catalog BPJS have fulfilled the requirements ranges acceptance tests of the dissolution methods listed in USP 32. The results of the statistical analysis of data cumulative released percentage of simvastatin e-catalog BPJS and non BPJS e-catalog shows that there are significant differences but does not have meaning because all of the samples have fulfilled the requirements of dissolution testing. Based on the results of the test parameters of the assay, simvastatin tablets non BPJS e-catalog has a relatively better quality compared with simvastatin tablets BPJS e-catalog.

Keywords : simvastatin tablets of BPJS e-catalog, simvastatin tablet of

non BPJS e-catalog, tablet evaluation, tablet dissolution testing, UV-vis spectrophotometry


(7)

viii

melimpahkan berbagai macam nikmat, karunia serta kasih sayang-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Perbandingan Mutu Sediaan Simvastatin Tablet e-catalogue BPJS dan Non e-catalogue BPJS”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program pendidikikan Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam proses perkuliahan hingga penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari adanya beberapa pihak yang memberikan kontribusi kepada penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Arief Sumantri, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. selaku ketua Program Studi Farmasi, Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt selaku sekertaris Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt. selaku pembimbing pertama dan Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. selaku pembimbing kedua, yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta memberikan ilmu terbaik yang dimiliki sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar yang telah memberikan ilmu pengetauan selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Ibunda Alm. Prapti, ayahanda Hadi Suryanto tersayang, dan keluarga tercinta

yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dukungan, do’a dan nasihat tak

terhingga yang tak akan pernah mampu penulis membalas semua itu, dan keponakan-keponakanku serta saudara-saudaraku yang memberikan do’a dan dukungan serta semangat kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.


(8)

ix

keseharian penulis di laboratorium selama penelitian.

8. Teman seperjuangan penelitian, Resha dan Zainab atas kebersamaan, bantuan serta motivasinya sejak awal penelitian hingga akhir penyelesaian skripsi ini. 9. Temanku Mita, Amelia, Dian Mutia, Dwi Haryati, Hasna dan ‘Afniah yang telah

setia menemaniku selama di bangku perkuliahan, serta telah memberikan dukungan, motivasi, hiburan dan masukan kepada penulis selama pengerjaan skripsi dan selama masa perkuliahan.

10.Teman-teman Farmasi 2012, terima kasih atas persaudaraan dan kebersamaan kita dari awal masuk sampai akhir ini, semoga silahturahmi kita biasa tetap terjaga. 11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang turut memberikan

bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi.

Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan, kritik dan saran pembaca diharapkan penulis untuk memperbaiki kemampuan penulis. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Ciputat, Juli 2016


(9)

x

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Yunnica Sri Hapsari NIM : 1112102000054 Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :

PERBANDINGAN MUTU SEDIAAN SIMVASTATIN TABLET E-CATALOGUE BPJS DAN NON E-CATALOGUE BPJS

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat Pada Tanggal : 19 Juli 2016

Yang menyatakan,


(10)

xi

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... xi

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1 Penggolongan Obat ... 5

2.2 Tablet ... 7

2.3 Monografi Simvastatin ... 10

2.3.1 Sifat Fisikokimia ... 10

2.3.2 Mekanisme Kerja ... 10

2.3.3 Efek Samping ... 11

2.4 Parameter Analisis Tablet ... 11

2.4.1 Keseragaman Bobot Tablet ... 11

2.4.2 Kekerasan Tablet ... 12

2.4.3 Kerapuhan Tablet ... 12

2.4.4 Waktu Hancur Tablet ... 13

2.4.5 Keseragaman Sediaan Tablet ... 13

2.4.6 Disolusi ... 14

2.5 Spektrofotometer UV-Vis ... 18

2.5.1 Teori Spektrofotometri ... 18

2.5.2 Komponen Spektrofotometri ... 19

2.5.3 Analisa Kualitatif ... 20

2.5.4 Analisa Kuantitatif ... 20


(11)

xii

3.3. Bahan ... 23

3.4 Prosedur Kerja ... 23

3.4.1 Pemilihan Sampel ... 23

3.4.2 Parameter Evaluasi Tablet ... 24

3.4.3 Penentuan Panjang Gelombang ... 24

3.4.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 25

3.4.5 Penetapan Kadar Tablet Simvastatin ... 25

3.4.6 Keseragaman Kandungan ... 26

3.4.7 Uji Laju Disolusi Tablet Simvastatin ... 26

3.4.8 Analisa Statistik ... 27

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Pengambilan sampel ... 28

4.2 Evaluasi Fisik Tablet ... 29

4.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum simvastatin ... 31

4.4 Penentuan Kurva Kalibrasi ... 32

4.5 Penetapan Kadar Tablet Simvastatin ... 33

4.6 Keseragaman Kandungan ... 35

4.7 Uji Disolusi Tablet Simvastatin ... 36

4.8 Analisa Statistik ... 42

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(12)

ii

Gambar Halaman 2.1 Struktur Simvastatin ... 10 2.2 Disolusi obat dari Ssuatu Padatan Matriks ... 13 4.1 Kurva Kalibrasi Standar Simvastatin dalam Metanol ... 32 4.2 Kurva Kalibrasi Standar Simvastatin dalam Dapar Fosfat pH 7,0 33 4.3 Profil Disolusi Simvastatin Empat Merek Obat ... 38


(13)

iii

Tabel Halaman

2.1 Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet ... 12

4.1 Hasil Uji Kekerasan Tablet... 29

4.2 Hasil Uji Waktu Hancur ... 30

4.3 Hasil Uji Penetapan Kadar Tablet Simvastatin ... 34

4.4 Hasil Uji Keseragaman Kandungan ... 35

4.5 Data Persentase Kumulatif Pelepasan Simvastatin ... 38

4.6 Hasil Analisis Kesesuaian Pelepasan Simvastatin pada Menit ke-45 dari Empat Merek ... 41

4.7 Persyaratan Pelepasan Obat Simvastatin Berdasarkan USP XXXII, Tahun 2010 ... 41


(14)

iv

Lampiran Halaman

1. Bagan Alur Penelitian ... 47

2. Alat ... 48

3. Sertifikat Analisis Standar Simvastatin ... 49

4. Hasil Uji Kekerasan Tablet... 50

5. Hasil Uji Waktu Hancur Tablet. ... 50

6. Panjang Gelombang Maksimum Simvastatin dalam Metanol ... 51

7. Panjang Gelombang Maksimum Simvastatin dalam Dapar fosfat .. 51

8. Kurva Kalibrasi Simvastatin dalam Metanol ... 52

9. Kurva Kalibrasi Simvastatin dalam Dapar Fosfat pH 7,0 ... 52

10. Data Kurva Kalibrasi Simvastatin dalam Metanol ... 53

11. Data Kurva Kalibrasi dalam Medium Dapar Fosfat pH 7,0 ... 53

12. Data Uji Penetapan Kadar Tablet Simvastatin ... 53

13. Peritungan Persen Kadar pada Uji Penetapan Kadar... 54

14. Data Uji Keseragaman Kandungan Tablet Simvastatin Generik A. 56 15. Data Uji Keseragaman Kandungan Tablet Simvastatin Generik B. 56 16. Data Uji Keseragaman Kandungan Tablet Simvastatin merek X ... 57

17. Data Uji Keseragaman Kandungan Tablet Simvastatin merek Y ... 57

18. Perhitungan Persen Kadar pada Uji Keseragaman Kandungan... 58

19. Data Persentase Kumulatif Pelepasan Simvastatin ... 60

20. Perihitungan % Jumlah Kumulatif Simvastatin yang Terlepas ... 61

21. Data hasil Analisa Statistik Uji Disolusi Tablet e-catalogue BPJS dan Non e-catalogue BPJS ... 62


(15)

1 1.1 Latar Belakang

Simvastatin adalah agen anti-hiperlipidemia yang banyak digunakan di seluruh dunia untuk pengobatan hiperkolesterolemia dan meminimalkan tingkat keparahan pada penyakit jantung kronis (Scandinavian Simvastatin Survival Study Group. 1994). Berdasarkan hasil laporan IMS (Institute for Healthcare Informatics) pada tahun 2010 tablet generik simvastatin menempati peringkat kedua untuk obat yang paling banyak diresepkan yakni sebanyak 94,1 juta resep di seluruh dunia (Daniel J. DeNoon, 2011). Tablet simvastatin dalam perdagangan dijumpai dengan nama dagang dan generik, dimana obat dengan nama generik harganya jauh lebih murah dibanding dengan obat dengan nama dagang. Sementara masyarakat cenderung menilai bahwa kualitas obat identik dengan harga yang lebih tinggi, obat yang lebih mahal mutunya lebih baik daripada obat yang lebih murah harganya (Depkes RI, 1989).

Parameter persyaratan mutu antara lain kualitas fisik sediaan dan kadar yang dikandung harus memenuhi persyaratan kadar yang tercantum dalam literatur yang berlaku seperti Farmakope Indonesia maupun literatur lain yang berlaku (Depkes RI, 1989). Sementara, obat yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, waktu hancur, keragaman bobot, dan penetapan kadar, belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi. Oleh karena itu, uji disolusi harus dilakukan pada setiap tablet. Disolusi menggambarkan efek obat terhadap tubuh, jika disolusi memenuhi syarat maka diharapkan obat akan memberikan khasiat pada tubuh (Syukri, 2002).

Menurut sistem klasifikasi BCS (Biopharmaceutical Classification System), simvastatin termasuk golongan obat kelas II yaitu obat yang rendah kelarutannya dalam air dan tinggi permeabilitasnya (Amidon GL, 1995). Untuk obat yang memiliki kelarutan rendah seperti simvastatin,


(16)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebaiknya dilakukan uji laju disolusi yang merupakan tahap penentu kualitas terhadap bioavailabilitasnya (Sulaiman, 2007). Disolusi merupakan langkah penentu kecepatan onset of action dan aktivitas terapetik, oleh sebab itu uji disolusi perlu dilakukan untuk memastikan kualitas sediaan tablet simvastatin.

Jaminan kualitas produk farmasi adalah sebuah cakupan konsep yang luas mengenai semua isu yang secara individual atau kolektif dapat mempengaruhi kualitas suatu produk. Dalam hal ini, uji disolusi in-vitro sangat penting untuk mengevaluasi variasi berbagai merek-merek obat guna memastikan kualitas dan khasiat dari produk sediaan. Hal ini sangat penting untuk memastikan produk yang aman dan efektif untuk pasien ketika berbagai merek yang berbeda beredar di masyarakat dengan zat aktif yang sama. Produk generik mungkin memiliki perubahan tertentu dalam bahan formulasi, bahan baku zat aktif, proses manufaktur, teknologi manufaktur, ukuran batch dan scale-up dari proses manufaktur, sehingga evaluasi kualitas sediaan dari berbagai merek tersebut perlu dilakukan (Bonûlio, R., dkk, 2011)

Saat ini pemerintah sedang melaksanakan penjaminan kesehatan bagi masyarakat menengah ke bawah sebagai bagian dari pengembangan jaminan secara menyeluruh. Sistem jaminan kesehatan akan mendorong perubahan-perubahan mendasar seperti penataan standarisasi pelayanan, standarisasi tarif, penataan formularium dan penggunaan obat rasional, yang berdampak pada kendali mutu dan kendali biaya.

Oleh sebab itu, pada penelitian ini akan dilakukan pengujian untuk membandingkan kualitas sediaan simvastatin tablet e-catalogue BPJS dibandingkan dengan sediaan simvastatin tablet non e-catalogue BPJS demi keamanan dan pengendalian mutu sesuai dengan standar yang dicantumkan menggunakan metode evaluasi kelayakan tablet yang baik menurut Farmakope Indonesia dan USP XXXII.


(17)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana mutu sediaan simvastatin tablet e-catalogue BPJS dan non e-catalogue BPJS menurut persyaratan kualitas fisik yang sesuai dengan Farmakope Indonesia, serta kadar dan profil disolusinya menurut USP XXXII?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas Simvastatin tablet e-catalogue BPJS dan non e-catalogue BPJS dengan menggunakan metode yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia dan USP XXXII.

1.4 Hipotesis Penelitian

Simvastatin tablet catalogue BPJS dan simvastatin tablet non e-catalogue BPJS memiliki kualitas fisik, kadar, dan profil disolusi yang sama.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kualitas simvastatin tablet e-catalogue BPJS dan non e-catalogue BPJS serta memberikan masukan kepada instansi terkait dan masyarakat mengenai mutu simvastatin tablet BPJS dan non BPJS.


(18)

4 2.1 Penggolongan Obat

Dalam pemasarannya, selain obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras terbatas dan psikotropika, dan obat narkotika. Obat juga dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian berdasarkan nama mereknya, antara lain adalah :

a. Obat Paten

b. Obat Generik Bermerek /Bernama dagang c. Obat Generik

Obat paten atau specialité adalah obat milik perusahaan tertentu dengan nama khas yang diberikan produsennya dan dilindungi hukum, yaitu merek terdaftar (proprietary name). Dalam pustaka lain, obat paten adalah obat yang memiliki hak paten (Jas, 2007; Depkes, 2010).

Menurut UU No. 14 Tahun 2001 paten adalah hak eksklusif yang diberikan Negara kepada investor kepada hasil invesinya dibidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan invesinya tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Invensi adalah ide Investor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik dibidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Investor adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. Masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi tersebut memiliki hak eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud. perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan pemilik paten.


(19)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ada dua jenis obat generik, yaitu obat generik bermerek dagang dan obat generik berlogo yang dipasarkan dengan merek kandungan zat aktifnya. Dalam obat generik bermerek, kandungan zat aktif itu diberi nama (merek).

a. Obat Paten

Obat paten adalah obat yang mempunyai hak paten dan diberikan kepada industri farmasi pada obat baru yang ditemukannya berdasarkan riset. Industri farmasi tersebut diberi hak paten untuk memproduksi dan memasarkannya, setelah melalui berbagai tahapan uji klinis sesuai aturan yang telah ditetapkan secara internasional. Obat yang telah diberi hak paten tersebut tidak boleh diproduksi dan dipasarkan dengan nama generik oleh industri farmasi lain tanpa izin pemilik hak paten selama masih dalam masa hak paten.

b. Obat Generik Bermerek atau Bernama Dagang

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 obat generik bermerek bernama dagang adalah obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan (Depkes, 2010).

Nama dagang ini sering disebut nama paten. Disebut obat paten karena pabrik penemu tersebut berhak atas paten penemuan obat tersebut dalam jangka waktu tertentu. Selama paten tersebut masih berlaku, obat ini tidak boleh diproduksi oleh pabrik lain, baik dengan nama dagang pabrik peniru ataupun dijual dengan nama generiknya. Obat nama dagang yang telah habis masa patennya dapat diproduksi dan dijual oleh pabrik lain dengan nama dagang berbeda yang biasanya disebut sebagai me-too product di beberapa negara barat disebut branded generic atau tetap dijual dengan nama generik (Chaerunisaa, et. al,, 2009)


(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dalam pustaka lain, terdapat istilah yang berbeda yaitu obat merek dagang (trademark). Obat merek dagang (trademark) adalah obat yang dibuat dengan mendapatkan lisensi dari pabrik lain yang obatnya telah dipatenkan (Jas, 2007).

Untuk obat generik me-too pertama harus memenuhi seluruh standar yang digunakan dalam identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurniannya. Bahkan untuk obat generik me-too terdapat persaratan bioavailabilitas dan bioekivalensi dengan obat paten yang telah habis masa edarnya (Nanang, 2010) c. Obat Generik

Berdasarkan peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat khasiat yang dikandungnya. Dalam pustaka lain, obat generik (generic name) adalah obat dengan nama umum tanpa melanggar hak paten obat bersangkutan (Jas, 2007).

Kebijakan obat generik adalah salah satu kebijakan untuk mengendalikan harga obat, di mana obat dipasarkan dengan nama bahan aktifnya.

Agar upaya pemanfaatan obat generik ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka kebijakan tersebut mencakup komponen-komponen berikut :

1. Produksi obat generik dengan Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB). Produksi dilakukan oleh produsen yang memenuhi syarat CPOB dan disesuaikan dengan kebutuhan akan obat generik dalam pelayanan kesehatan.


(21)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Pengendalian mutu obat generik secara ketat.

3. Distribusi dan penyediaan obat generik di unit-unit pelayanan kesehatan.

4. Peresapan berdasarkan atas nama generik, bukan nama dagang.

5. Penggantian (substitusi) dengan obat generik diusulkan diberlakukan di unit-unit pelayanan kesehatan.

6. Informasi dan komunikasi mengenai obat generik bagi dokter dan masyarakat luas secara berkesinambungan. 7. Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat generik secara

berkala

(Informatorium Obat Nasional Indonesia, 2000). 2.2 Tablet

Tablet adalah sediaan padat kompak yang dibuat secara cetak, dalam tabung bentuk pipih atau sirkuler, kedua permukaannya atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Anonim,1979).

Dengan kemajuan di bidang teknologi dan peningkatan pengetahuan serta adanya tuntutan untuk terus mengembangkan bentuk sediaan, tablet terus dikembangkan dari tablet standar menjadi berbagai jenis tablet yang lain yang menawarkan berbagai keunggulan dan keuntungan termasuk dalam hal peningkatan bioavailabilitas, format dosis tablet yang lebih efisien, serta kenyamanan dalam penggunaan (Saifullah, 2007).

Sediaan obat dalam bentuk tablet mempunyai keuntungan dibanding sediaan lain (Banker dan Anderson, 1986), yaitu:

a. Bentuk sediaan dengan ketepatan ukuran dan variabilitas kandungan yang paling rendah.

b. Ongkos pembuatan paling murah dan mudah diproduksi secara besar besaran.

c. Bentuk sediaan yang paling ringan dan kompak sehingga mudah dikemas dan mudah dibawa kemana mana.


(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta d. Tablet paling mudah ditelan.

e. Memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang baik.

Selain berbagai keuntungan, tablet juga memiliki berbagai kelemahan, diantaranya (Saifullah, 2007) :

a. Bahan aktif dengan dosis yang besar dan tidak kompresibel sulit dibuat tablet karena tablet yang dihasilkan akan besar sehingga tidak acceptable

b. Terdapat kendala dalam memformulasi zat aktif yang sulit terbasahi dan tidak larut, serta disolusinya rendah

c. Kesulitan menelan pada anak-anak, orang sakit parah dan pasien lanjut usia

d. Pasien yang menjalani radioterapi tidak dapat menelan tablet.

Pada umumuya sediaan tablet mengalami suatu rangkaian proses untuk mendukung onset kerjanya. Proses tersebut meliputi :

1. Disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat dari zat pembawa.

Setelah tablet diminum, tablet akan mengalami proses disintegrasi di dalam lambung menjadi granul-granul kecil yang terdiri dari zat aktif dan bahan tambahan. Granul-granul akan pecah, dan zat aktif akan terlepas dari bahan tambahan yang kemudian akan terlarut pada larutan cerna. Bahan tambahan yang digunakan pada formulasi tablet sangat mempengaruhi kinetika pelarutan obat.

Contoh bahan tambahan yang digunakan dalam sediaan tablet adalah :

i. Bahan pengisi yakni ditambahkan untuk mendapatkan berat yang diinginkan, bahan tambahan harus bersifat inert.

ii. Bahan pengikat yakni digunakan untuk mengikat komponen-komponen tablet untuk dijadikan garanul


(23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan ukuran yang sama dan bentuk speris setelah dipaksakan melewati ayakan.

iii. Bahan pengembang yakni digunakan untuk memecah tablet menjadi partikel kecil sehingga luas permukaan akan bertambah besar.

iv. Bahan pelicin yakni digunakan untuk meningkatkan daya alir granul-granul pada corong pengisi mencegah melekatnya massa pada punch dan die, mengurangi gesekan antara butir-butir granul dan mempermudah pengeluaran tablet dari die.

(Soekemi, 1987) 2. Pelarutan obat dalam media.

Obat akan dapat diabsorpsi bila dalam bentuk terlarut dalam media saluran cerna. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelarutan obat adalah derajat kehalusan obat dan bentuk kristal zat aktif. Semakin kecil ukuran partikel obat maka semakin luas permukaan yang dimiliki untuk berinterakski dengan media saluran cerna. Dengan demikian, akan mempercepat proses pelarutan obat.

Zat aktif yang berbentuk amorf lebih baik diabsorpsi daripada yang berbentuk kristal karena senyawa obat yang berbentuk amorf memiliki sifat lebih mudah larut dibandingkan bentuk kristal.


(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.3 Monografi Simvastatin

2.3.1 Sifat Fisikokimia Rumus Bangun

Gambar 2.1 Struktur Simvastatin (WikiBooks, 2008)

Rumus molekul : C25H38O

Sinonim : butanoic acid, 2,2-dimethyl-,1,2,3,7,8,8a- hexahydro-3,7dimethyl-8-[2-(tetrahydro-4- hydroxy-6-oxo-2H-pyran-2yl)-ethyl]-1- naphthalenylester,

Berat Molekul : 418,57

Pemeriaan : serbuk kristal berwaran putih sampai abu-abu, tidak higroskopis.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan sangat larut dalam kloroform, metanol dan etanol. 2.3.2 Mekanisme Kerja

Simvastatin merupakan senyawa yang diisolasi dari jamur Penicillium citrinum, senyawa ini memiliki struktur yang mirip dengan HMG-CoA reduktase. Simvastatin bekerja dengan cara menghambat HMG-CoA reduktase secara kompetitif pada proses sintesis kolesterol di hati. Simvastatin akan menghambat HMG-CoA reduktase mengubah asetil-CoA menjadi asam mevalonat (Witztum, 1996). Simvastatin jelas


(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menginduksi suatu peningkatan reseptor LDL dengan afinitas tinggi. Efek tersebut meningkatkan kecepatan ekstraksi LDL oleh hati, sehingga mengurangi simpanan LDL plasma (Katzung, 2002).

Simvastatin merupakan prodrug dalam bentuk lakton yang

harus dihidrolisis terlebih dulu menjadi bentuk aktifnya yaitu asam β -hidroksi di hati, lebih dari 95% hasil hidrolisisnya akan berikatan dengan protein plasma. Konsentrasi obat bebas di dalam sirkulasi sistemik sangat rendah yaitu kurang dari 5%, dan memiliki waktu paruh 2 jam. Sebagian besar obat akan dieksresi melalui hati.

Dosis awal pemberian obat adalah sebesar 5-10 mg/hari, dengan dosis maksimal 40 mg/hari. Pemberian obat dilakukan pada malam hari (Witztum, 1996).

2.3.3 Efek Samping

Efek samping dari pemakian Simvastatin adalah konstipasi, nausea, flatulen, diare, dispepsia, sakit perut, fatigue, nyeri dada dan angina, sstenia, miopathy, ruam kulit, rhabdomyolisis, hepatitis, angioneurotik edema terisolasi. Insiden terjadinya miopati cukup rendah (<1%). Akan tetapi, pada pada pasien dengan risiko tinggi terhadap gangguan otot, pemberian Simvastatin harus diperhatikan (Suyatna, 1995).

2.4 Parameter Analisis Tablet

Pemeriksaan kualitas tablet meliputi keseragaman bobot, kekerasan kerapuhan daya serap dan waktu hancur.

2.4.1 Keragaman Bobot Tablet

Tablet tidak bersalut harus memenuhi memenuhi syarat keseragaman bobot yang ditetapkan sebagai berikut: timbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing- masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom B. Jika tidak mencukupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet, tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan


(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan kolom B (Anonim, 1973).

Tabel 2.1 Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet (Anonim, 1995)

2.4.2 Kekerasan Tablet

Kekerasan merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan tablet selama pembungkusan dan pengangkutan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan, semakin besar tekanan yang diberikan saat pentabletan maka akan meningkatkan kekerasan tablet. Kekerasan tablet yang baik mempunyai kekerasan atara 4 - 8 kg (Parrott, 1971).

2.4.3 Kerapuhan Tablet

Kerapuhan tablet merupakan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik terutama goncangan dan pengikisan. Kerapuhan dinyatakan dalam persentase bobot yang hilang selama uji kerapuhan. Tablet yang baik mempunyai nilai kerapuhan tidak lebih dari 1% (Parrott, 1971). Kerapuhan tablet dapat dihitung dengan rumus % kerapuhan

Keterangan : f : Friabilitas a : berat tablet awal b : berat tablet akhir


(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.4.4 Waktu Hancur Tablet

Waktu hancur tablet adalah waktu yang diperlukan untuk hancurnya tablet dalam waktu yang sesuai sehingga tidak ada bagian yang tertinggal diatas kasa. Waktu hancur dipengaruhi oleh sifat fisik granul dengan kekerasan (Banker dan Anderson, 1994). Waktu yang diperlukan untuk hancurnya tablet untuk medium yang sesuai kecuali dinyatakan lain tidak lebih dari 15 menit (Anonim, 1995).

2.4.5 Keseragaman Sediaan Tablet

Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yairu keragaman bobot atau keragaman kandungan. Persyaratan keragaman bobot dapat diterapkan pada produk yang mengandung zat aktif berkisar 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari bobot satuan sediaan.

Keseragaman dari zat aktif lain, jika dalam jumlah lebih kecil, ditetapkan dengan persyaratan keseragaman kandungan. Untuk penetapan sediaan dipih tidak kurang dari 30 satuan (Ditjen POM, 1995)

Persyaratan keseragaman sediaan dipenuhi, jika jumlah zat aktif 10 satuan sediaan yang ditetapkan dari cara keragaman bobot atay dalam keseragaman kandungan terletak antara kisaran yang telah ditetapkan pada literatur dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif . Jika kondisi tidak dipenuhi pada uji 10 satuan, makan uji 20 satuan tambahan dilakukan. Persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari 1 satuan dari 30 satuan terletak di luar rentang 75% hingga 125% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatig 7,8%


(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.4.6 Disolusi

Disolusi atau pelarutan didefinisikan sebagai proses melarutnya suatu obat dari sediaan padat dalam medium tertentu (Wagner, 1971).

Gambar 2.2 Disolusi Obat dari Suatu Padatan Matriks (Martin, et al, 1993)

Selain itu disolusi juga dikatakan sebagai hilangnya kohesi suatu padatan karena aksi dari cairan yang menghasilkan suatu dispersi homogen bentuk ion (dispersi molekuler) sedangkan kecepatan pelarutan atau laju pelarutan adalah kecepatan melarutnya zat kimia atau senyawa obat ke dalam medium tertentu dari suatu padatan (Martin et. al,, 1993; Wagner, 1971). Proses disolusi obat dari suatu matrik ditunjukkan pada Gambar 2.2. Secara keseluruhan kecepatan disolusi dapat digambarkan oleh persamaan Noyes-Whitney :

dM/dt = (D S / h) (Cs - Cb) ... (2.1)

Keterangan :

dM/dt : Laju pelarutan obat pada waktu t

M : Jumlah massa terlarut (mg atau mmol) terhadap t waktu (detik)

D : Koefiesien laju disolusi (cm2/s) S : Luas permukaan partikel (cm2)

h : Ketebalan dari lapisan film cair (stagment layer) yang terbentuk

Cs : Konsentrasi obat (sama dengan kelarutan obat) dalam stagment layer)


(29)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang mirip dengan hukum difusi Fick (Shargel, et al, 2 005). Hukum difusi Fick secara matematik dinyatakan sebagai berikut:

dM/dt = DSCs / h ... (2.2)

Persamaan Noyes-Whitney memperlihatkan bahwa pelarutan dalam labu dapat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia obat, formulasi dan pelarut. Obat dalam tubuh, terutama dalam saluran cerna

dianggap mealrut dalam suatu lingkungan “aqueous”. Penetrasi obat melintasi dinding usus dipangaruhi oleh kemampuan obat berdifusi (D) dan partisi antar membran lipid. Suatu koefisien partisi yang mendukung (Kminyak/air) akan memindahkan absorpsi obat. Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi obat dari suatu bentuk sediaan oral padat meliputi (Shargel, Wu-Pong & Yu, 2005):

(1) Sifat fisika dan Kimia bahan obat aktif

Sifat-sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi laju disolusi meliputi : kelarutan zat aktif, bentuk kristal, kompleksasi serta ukuran partikel. Sifat fisikokimia lain seperti kekentalan dapat menimbulkan masalah disolusi. (2) Sifat bahan tambahan

Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan tambahan dan cara pengolahan. Pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi tergantung kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung didalamnya. Penggunaan bahan tambahan sebagai bahan pengisi, pengikat, penghancur dan pelicin dalam proses formulasi dapat menghambat atau mempercepat laju disolusi tergantung bahan tambahan yang digunakan. Cara pengolahan bahan baku, bahan tambahan dan prosedur yang dilakukan dalam formulasi sediaan padat peroral juga berpengaruh terhadap laju disolusi. Waktu pengadukan lama pada granulasi basah dapat menghasilkan granul-granul besar, keras dan padat sehingga pada proses


(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pencetakan dihasilkan tablet dengan waktu hancur dan disolusi yang lama. Faktor formulasi yang mempengaruhi laju disolusi diantaranya : kecepatan disintegrasi, interaksi obat dengan eksipien (bahan tambahan) dan kekerasan. (3) Metode fabrikasi

Dari studi biofarmasetik memberi fakta yang kuat bahwa metode fabrikasi dan formulasi dengan nyata mempengaruhi kualitas dan bioavailabilitas obat tersebut. Sifat ruah (curah) serbuk farmasetis termasuk ukuran partikel, kerapatan, aliran, wettability, dan luas permukaan. Beberapa sifat tersebut penting dari pandangan proses pabrikasi (manufaktur), misalnya kerapatan dan aliran, sedangkan sifat lainnya dapat berpengaruh kuat pada laju disolusi produk obat (ukuran partikel, wettability, dan luas permukaan).

USP-NF (United States Pharmacopeia) mengatur standar untuk uji disolusi dan pelepasan. Kecepatan disolusi obat merupakan tahap sebelum obat berada dalam darah. Apabila suatu sediaan padat berada dalam saluran cerna, bahan berkhasiat harus terlarut, sesudah itu barulah obat tersebut dapat melewati membran saluran cerna. Obat yang larut baik dalam air akan melarut cepat dan berdifusi secara pasif. Sebaliknya, obat yang kelarutannya kecil kecepatan disolusi tidak larut atau disintegrasi sediaan relatif karena pengaruhnya kecil terhadap disolusi zat aktif (Syukri, 2002).


(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dari jenis alat, ada dua tipe alat uji disolusi sesuai dengan yang tertera dalam masing-masing monografi:

a) Alat 1 (Tipe Keranjang).

Alat terdiri dari wadah bertutup yang terbuat dari kaca, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan wadah disolusi (keranjang) berbentuk silinder dengan dasar setengah

bola, tinggi 160 mm−175 mm, diameter 98 mm−106 mm dan

kapasitas nominal 1000 ml. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus dan tanpa goyangan. Sebuah tablet diletakkan dalam keranjang saringan kawat kecil yang diikatkan pada bagian bawah batang logam yang digerakkan oleh motor yang kecepatannya dapat diatur. Wadah dicelupkan sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada ± C selama pengujian dan menjaga agar gerakan air halus dan tetap. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan digunakan suatu penutup yang pas.

b) Alat 2 (Tipe Dayung).

Alat ini sama dengan alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang logam sebagai pengaduk. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi dengan jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dasar wadah yang dipertahankan selama pengujian berlangsung. Sediaan obat dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan (Ditjen POM, 1995).


(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.5 Spektrofotometer UV-Visible

2.5.1 Teori Spektrofotometri

Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi.

Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).

Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-800 nm (Dachriyanus, 2004).

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri ultraviolet yaitu:

1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Panjang gelombang yang digunakn untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang serapan maksimum dapat diperoleh dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku dengan konsentrasi tertentu. Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimum, yaitu :

a. Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannnya juga maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.


(33)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta b. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva

absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lamber-Beer akan terpenuhi

c. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal.

2. Pembuatan kurva kalibrasi

Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi kemudian asorbansi tiap konsentrasi di ukur lalu dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva kalibrasi yang lurus menandakan bahwa kriteria regresi linier terpenuhi.

3. Pembacaan absorbansi sampel

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5 %. Hal ini disebabkan karena pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal. (Rohman dan Sudjaji, 2007)

2.5.2 Komponen Spektrofotometri UV-Visible

Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang optimum, setiap komponen dari instrumen yang dipakai harus berfungsi dengan baik. Komponen-komponen spektrofotometri UV-Vis meliputi sumber sinar, monokromator, dan sistem optik.

a. Sebagai sumber sinar; lampu deuterium atau lampu hidrogen untuk pengukuran UV dan lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel.

b. Monokromator; digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang


(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dilewatkan pada sampel sebagai scan instrumen melewati spektrum.

c. Optik-optik; dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga sumber sinar melewati 2 kompartemen, dan sebagai mana dalam spektrofotometer berkas ganda (double beam), suatu larutan blanko dapat digunakan dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau spektrum sampel. Yang paling sering digunakan sebagai blanko dalam spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi (Rohman, 2007).

2.5.3 Analisa Kualitatif

Spektrofotometer UV-Vis digunakan terutama untuk analisa kuantitatif, tetapi dapat juga digunakan untuik analisa kualitatif. Untuk analisis kualitatif yang diamati adalah (Hardjono, 1985) :

a. Membandingkan λ (panjang gelombang) maksimum b. Membandingkan serapan ( A ) , daya serap ( a ) c. Membandingkan bentuk spektrum serapannya.

2.5.4 Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif spektrofotometri dapat dilakukan dengan dua metode yaitu:

1. Metode Regresi

Analisis kuantitatif dengan metode regresi yaitu dengan menggunakan persamaan garis regresi yang didasarkan pada harga serapan dan larutan standar yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan serapan linier, kemudian di plot menghasilkan suatu kurva yang disebut dengan kurva


(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kalibrasi. Konsentrasi suatu sampel dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut.

2. Metode Pendekatan

Analisis kuantitatif dengan cara ini dilakukan dengan membandingkan serapan standar yang konsentrasinya diketahui dengan serapan sampel.

Konsentrasi sampel dapat dihitung melalui rumus perbandingan

C = As. Cb/ Ab Keterangan:

As = Serapan sampel Ab = Serapan standar Cb = Konsentrasi standar C = Konsentrasi sampel (Holme, 1983).

2.5.5 Hukum Lambert-Beer

Hukum Lambert-Beer (Beer’s law) adalah hubungan linearitas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit (Dachriyanus, 2004). Menurut hukum Lambert, serapan (A) berbanding lurus dengan ketebalan lapisan (b) yang disinari :

A= k. b

Dengan bertambahnya ketebalan lapisan, serapan akan bertambah. Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya monokromatis dan larutan yang sangat encer, serapan (A) dan konsentrasi (c) adalah proporsional:

A= k. c

Jika konsentrasi bertambah, jumlah molekul yang dilalui berkas sinar akan bertambah, sehingga serapan juga bertambah.

Kedua persamaan ini digabungkan dalam hukum Lambert-Beer, maka diperoleh bahwa serapan berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan lapisan:


(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta A= k . c. B

Umumnya digunakan dua satuan c (konsenterasi zat yang menyerap) yang berlainan, yaitu gram per liter atau mol per liter. Nilai tetapan (K ) dalam hukum Lambert-Beer tergantung pada sistem konsentrasi mana yang digunakan. Bila c dalam gram perliter, tetapan tersebut disebut dengan absorptivitas (a) dan bila dalam mol per liter tetapan tersebut adalah absorbtivitas molar (∈ ). Jadi dalam sistem yang direkombinasikan, Hukum Lambert-Beer dapat mempunyai dua bentuk: A= a. b. c g/liter atau A= ∈. b. c mol/liter ... (2.3) Keterangan : A = Serapan (tanpa dimensi)

a = absorptivitas (g-1 cm-1) b = ketebalan sel (cm) C = konsentrasi (g.I-1) ∈ = absorptivitas (M-1 cm-1)

Penandaan lain untuk a adalah ekstingsi spesifik, koefisien ekstingsi, dan absorbsi spesifik, sedangkan ∈ adalah koefisien ekstingsi molar (Day and Underwood, 1999).

Jadi, dengan Hukum Lambert-Beer konsentrasi dapat dihitung dari ketebalan sel serapan. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan spesifik untuk setiap molekul pada panjang gelombang dan pelarut tertentu.

Menurut Roth dan Blaschke (1981), absorptivitas spesifik juga sering digunakan sebagai ganti absorptivitas. Harga ini memberikan serapan larutan 1% (b/v) dengan ketebalan sel 1 cm, sehingga diperoleh persamaan :

A = A| . b. C ... (2.4) Keterangan : A| = absorptivitas spesifik (ml g-1 cm-1)

b = ketebalan sel (cm)

C = konsentrasi senyawa terlarut (g/100 mL larutan)


(37)

23

3.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Labolatorium Formulasi Sediaan Padat dan Labolatorium Penelitian II Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu yang diperlukan untuk penelitian ini terhitung sejak bulan April 2016 hingga Mei 2016.

3.2 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat disolusi (Erweka), termometer (Erweka), pH-meter (Horiba), timbangan analitik (Kern), magnetic stirer (Nouvo stirer), micropipet (Bio Rad), spuit injeksi 10 mL (Terumo), syringe filter (Sartorius), seperangkat alat Spektrofotometer UV-Visible (Hitachi), Hardness tester (Erweka), dan alat-alat gelas skala labolatorium.

3.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Baku standar simvastatin (PT. Kimia Farma), tablet simvastatin e-catalogue BPJS yaitu tablet Simvastatin generik A dan simvastatin generik B, serta dua merk tablet Simvastatin non e-catalogue BPJS yaitu merek X dan merek Y, serta aquades, Sodium dihidrogen fosfat (Merck), sodium hidroksida (Merck), Sodium lauril sulfat (Merck) dan metanol (Merck).

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Pemilihan Sampel

Sampel obat yang diteliti adalah tablet standar simvastatin yang beredar di masyarakat sesuai dengan e-catalog BPJS. Kriteria pemilihan sampel berdasarkan tahun kedalwarsa yang sama dan berasal dari apotek yang sama. Dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah


(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Purposive Sampling. Dari setiap subpopulasi dipilih merek yang paling sering digunakan dan diresepkan (Sugiyono, 2007), kemudian diambil sebanyak 25% dari masing-masing subpopulasi (Balai POM, 2014)..

3.4.2 Parameter Evaluasi Tablet 3.4.2.1 Kekerasan Tablet

Diambil sampel obat yang akan diteliti masing-masing tablet sebanyak 10 tablet kemudian diuji kekerasannya menggunakan alat Hardness tester (Ditjen POM, 1995).

3.4.2.2 Uji Waktu Hancur

Diambil sampel obat yang akan diteliti masing-masing tablet sebanyak 6 tablet kemudian diuji waktu hancurnya menggunakan alat Disintegrasi Tester. Uji waktu hancur dilakukan dengan menghitung waktu hancur masing-masing 6 tablet dari masing-masing sampel dalam medium aquades sebanyak 900 mL dengan suhu ± 370 C selama 15 menit (Ditjen POM, 1995).

3.4.3 Penentuan Panjang Gelombang Simvastatin

Penentuan panjang gelombang maksimum simvastatin dilakukan dengan menggunakan membuat larutan induk 1000 μg/ml Simvastatin dengan melarutkan 100 mg sampel simvastatin dalam pelarut metanol sampai tanda batas labu ukur 100 mL (Asha Jyothi, dkk, 2013). Larutan ini selanjutnya disebut sebagai larutan induk.

Kemudian dari larutan induk ini, dibuat larutan 100 ppm dengan mengambil 10 mL dan diencerkan dengan pelarut metanol hingga 100 mL. Dari larutan 100 ppm lalu dibuat larutan 10 ppm dengan mengambil 1 mL diencerkan dengan pelarut metanol hingga 10 mL.

Larutan diamati absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 400-200 nm dan ditentukan panjang gelombang maksimumnya (Rupinder Kaur, dkk, 2013, telah diolah kembali).


(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.4.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Dari larutan induk 1000 µg/mL yang telah dibuat pada metode kerja sebelumnya pada poin 3.4.3 kemudian dibuat larutan simvastatin 100 µg/mL dengan memipet 1 mL dari larutan induk lalu diencerkan dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan dengan metanol hingga tanda batas. (Asha Jyothi, dkk, 2013),

Kurva kalibrasi dibuat dengan larutan simvastatin dengan seri konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 µg/ml yang dibuat dari larutan simvastatin 100 µg/mL kemudian diencerkan dengan metanol, yakni dari larutan induk 100 µg/mL simvastatin dipipet 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 ; 1,2 ml dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml lalu dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi 2,0; 4,0; 6,0; 8,0; 10 dan 12 µg/mL.

Masing-masing larutan diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 238,5 nm, kemudian dibuat kurva regresi linear antara kadar simvastatin dan serapannya sehingga diperoleh persamaan regresi linear y = a + bx (Mariyam, R, 2011, telah dioleh kembali).

3.4.5 Penetapan Kadar Tablet Simvastatin

Uji penetapan kadar tablet Simvastatin dilakukan menggunakan alat Spektrofotometer UV-Visible dengan pelarut metanol.

Ditimbang 20 tablet Simvastatin dari masing-masing keempat sampel dan hitung berat rata-ratanya. Tablet diserbukkan, ditimbang setara lebih kurang 100 mg simvastatin kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan dengan 100 mL pelarut metanol lalu kocok hingga terlarut. Kemudian larutan tersebut disaring sehingga diperoleh larutan simvastatin dengan konsentrasi 1000 µg/ml. Masing-masing larutan disaring dengan membran filter 0,45 µm. Dari filtrat hasil penyaringan diambil 1 mL, kemudian diencerkan dengan metanol hingga 100 mL. Larutan ini mengandung kurang lebih 10 µg/ml


(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Simvastatin (± 10 ppm). Serapan larutan diukur dengan Spektrofotometer UV-Visible dengan panjang gelombang 238,5 nm (K. Naga Raju, 2012).

Kemudian hasil serapan dihitung kadarnya dengan menggunakan persamaan regresi linear yang telah didapatkan pada pembuatan kurva kalibrasi. Tiap simvastatin tablet mengandung tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 % dari Jumlah Simvastatin anhidrat yang tertera pada etiket (USP XXXII, NF 27, 2010)

3.4.6 Keseragaman Kandungan

Sebanyak 10 tablet Simvastatin ditetapkan kadarnya satu per satu dengan menggunakan prosedur penetapan kadar.

Persyaratan keseragaman sediaan dipenuhi, jika jumlah zat aktif 10 satuan sediaan seperti yang ditetapkan dari cara keragaman bobot atau dalam keseragaman kandungan terletak antara 85,0 % hingga 115,0 % yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6% atau jika kedua kondisi tidak dipenuhi, uji 20 satuan tambahan dilakukan. Persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari 1 satuan dari 30 terletak di luar rentang 75% hingga 125% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif dari 7,8% (Ditjen POM, 1995).

3.4.7 Uji Laju Disolusi Tablet Simvastatin

Uji disolusi tablet Simvastatin dilakukan sesuai cara yang tercantum dalam The United States of Pharmacopeia XXXII (USP XXXII) berdasarkan uji 1, karena di dalam Farmakope Indonesia edisi IV belum tercantum prosedur uji disolusi tablet Simvastatin. Uji Disolusi tes 1 dilakukan menggunaan alat uji disolusi tipe 2 (tipe dayung) pada suhu 370 ± 0,50 C dengan kecepatan 50 rpm selama 60 menit. Uji disolusi dilakukan pada medium 900 mL larutan buffer fosfat pH 7,0.

Medium yang digunakan yaitu larutan Buffer dengan pH 7,0 yang telah disiapkan dengan 8,28 gram sodium dihydrogen fosfat dan ditambahkan 0,5 % w/v atau sekitar 30 gram natrium lauril sulfat dalam


(41)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6000 ml aquades dan pH diatur sampai 7,0 dengan 10% w/v NaOH (USP XXXII, NF 27, 2010)

Proses pengambilan cuplikan sampel dilakukan pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45, dan 60 sebanyak 10 ml dengan menggunakan spuit yang telah dikalibrasi sebelumnya. Setelah pencuplikan sampel dilakukan penggantian medium disolusi, yaitu degnan menambahkan 10 mL medium disolusi ke dalam wadah disolusi. Sampel yang telah dicuplik disaring dengan memasang membran filter berukuran 0,45 µm ke spuit, sebanyak ±1 ml sampel awal dibuang dan sisanya ditampung di dalam tabung reaksi yang bersih (Sakina, 2013).

Masing-masing cuplikan kemudian diukur serapannya dengan Spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 238,8 nm.

3.4.8 Analisis Statistik

Pengolahan data dilakukan secara statistik dengan menggunakan metode komparatif one way ANOVA dengan program SPSS 16. Analisis statistik dilakukan terhadap data presentase kadar simvastatin yang terdisolusi tiap waktu dari keempat sampel obat. Sebelum dilakukan uji komparatif one way ANOVA, data presentase kadar simvastatin yang terdisolusi tiap waktu dari keempat sampel obat dilakukan uji normalitas distribusi dengan uji Saphiro Wilk dan uji hohogenitas data antar kelompok dengan metode Levene’s Test. Data dikatakan terdistribusi normal dan hohmogen jika nilai sig > 0,05. Uji komparatif one way ANOVA dilakukan pada derajat kepercayaan 0,95 (p= 0,05). Dalam hal rancangan ini dapat diuji data presentase kadar simvastatin yang terdisolusi tiap antar sampel terdapat perbedaan bermakna bila dapat diketahui dengan melihat signifikansi (p). Bila nilai p yang dihasilkan <0,05, maka terdapat perbedaan yang bermakna antar data presentase kadar simvastatin yang terdisolusi tiap waktu antar keempat sampel obat.


(42)

28 4.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sediaan simvastatin tablet e-catalogue BPJS dan non e-catalogue BPJS. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling. Teknis Pengertian Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampel digunakan untuk penelitian kualitatif atau penelitian yang tidak melakukan generalisasi (Sugiyono, 2007). Dari setiap subpopulasi dipilih merek yang paling sering digunakan dan diresepkan, informasi ini didapatkan dengan melakukan survei di 20 Apotek yang ada di Jakarta Timur. Sampel yang diperoleh dari beberapa apotek dikarenakan ketersediaan jenis merek di setiap apotek dengan mengambil sebanyak 25% dari masing-masing subpopulasi (Balai POM, 2014). Dari tablet e-catalogue BPJS terdapat 5 merek, sehingga 25% dari subpopulasi tablet e-catalogue diambil 2 merek, sementara untuk tablet non e-catalogue BPJS terdapat 8 merek, sehingga 25% dari subpopulasi tablet non e-catalogue BPJS diambil 2 merek.

Pada uji ini memilih simvastatin tablet generik A serta tablet generik B sebagai tablet catalogue dan merek X serta merek Y sebagai obat non e-catalogue BPJS yang masing-masing terkandung zat aktif simvastatin 10 mg tiap tabletnya. Kriteria pemilihan sampel berdasarkan tempat pembelian dan tahun kedalwarsa yang sama, yaitu dari apotek Gadi Lamba di Jakarta Timur dan memiliki tahun kedaluarsa yang sama yaitu tahun 2018. Tempat dan tahun kedaluarsa yang sama dipilih untuk meminimalkan faktor kesalahan luar, seperti kondisi dan penyimpanan obat diharapkan setara karena berasal dari tempat penyimpanan yang sama meskipun dari pabrik yang berbeda.


(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.2 Evaluasi Fisik Tablet

4.2.1 Kekerasan Tablet

Uji kekerasan tablet bertujuan untuk memperoleh gambaran tetang ketahanan tablet melawan tekanan mekanik (guncangan), tekanan pada saat pengemasan, distribusi, dan penyimpanan. Dilakukan pengujian terhadap 10 tablet dari masing-masing sampel (Ditjen POM, 1995). Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah Hardness tester (ERWEKA) dengan unit kP (kilopound). Dan didapatkan hasil pada Tabel 4.1 yang telah di konversikan menjadi satuan kg dan data hasil uji kekerasan tablet terdapat pada Lampiran 4.

Tabel 4.1 Hasil Uji Kekerasan Tablet (Hardness Tester) Kekerasan (kg)

Tablet e-catalogue BPJS Non e-catalogue BPJS Generik A Generik B Merek X Merek Y

Rata-rata 6,18 ± 7,641 11,55 ± 9,606 8,01 ± 5,065 11,05 ± 13,71 Hasil yang didapatkan ialah dari masing-masing 10 tablet yang berasal dari empat merek obat memiliki variasi kekerasan yang berbeda-beda. Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan tablet selama pengemasan, pendistribusian dan pemakaian. Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan kompresi dan sifat bahan yang dikempa. Semakin besar tekanan yang diberikan saat penabletan akan meningkatkan kekerasan tablet (Parrot, 1971). Pada umumnya tablet yang keras memiliki waktu hancur yang lama atau lebih sukar hancur dan disolusi yang rendah, namun tidak selamanya demikian.


(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada umumnya tablet yang baik dinyatakan mempunyai kekerasan antara 4 - 8 kg (Parrot, 1971). Namun hal ini tidak mutlak, artinya kekerasan tablet dapat lebih kecil dari 4 atau lebih tinggi dari 8 kg. Kekerasan tablet kurang dari 4 kg masih dapat diterima dengan syarat kerapuhannya tidak melebihi batas yang diterapkan. Tetapi biasanya tablet yang tidak keras akan memiliki kerapuhan yang tinggi dan lebih sulit penanganannya pada saat pengemasan, dan transportasi. Kekerasan tablet lebih besar dari 10 kg masih dapat diterima, jika masih memenuhi persyaratan waktu hancur (disintegrasi) dan disolusi yang dipersyaratkan (Rhoihana, 2008).

4.2.2 Waktu Hancur

Uji waktu hancur dilakukan bertujuan untuk mengetetahui waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya tablet menjadi partikel-partikel penyusunnya bila kontak dengan cairan. Waktu hancur tablet juga menggambarkan cepat lambatnya tablet hancur dalam cairan pencernaan. Dilakukan pengujian terhadap masing-masing enam tablet dari masing-masing sampel, pada medium akuades suhu ± 370 C (Ditjen POM, 1995). Hasil yang diperoleh tertera pada tabel 4.2 dan data hasil uji waktu hancur terdapat pada Lampiran 5.

Tabel 4.2 Hasil Uji Waktu Hancur (Disintegration Tester)

Waktu (Detik)

Tablet

e-catalogue BPJS Non e-catalogue BPJS

Generik A Generik B Merek X Merek Y

Rerata 47,17 ± 8,99 322,50 ± 10,67 55,17 ± 2,64 60,33 ± 2,73

Berdasarkan hasil yang diperoleh semua tablet telah memenuhi syarat uji waktu hancur karena masing-masing 6 tablet dari keempat merek yang diuji waktu hancurnya kurang dari 15 menit sehinnga dianggap telah memenuhi persyaratan waktu hancur


(45)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tablet. Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan sejumlah tablet untuk hancur menjadi granul/partikel penyusunnya yang mampu melewati ayakan No.10 yang terdapat di bagian bawah alat uji. Alat yang digunakan adalah disintegration tester (ERWEKA), yang berbentuk keranjang, mempunyai 6 tube plastik yang terbuka di bagian atas, sementara di bagian bawah dilapisi dengan ayakan/screen No. 10 mesh.

Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur suatu sediaan tablet yaitu sifat fisik granul, kekerasan, porositas tablet, dan daya serap granul. Penambahan tekanan pada waktu pembuatan tablet menyebabkan penurunan porositas dan menaikkan kekerasan tablet. Dengan bertambahnya kekerasan tablet akan menghambat penetrasi cairan ke dalam pori-pori tablet sehingga memperpanjang waktu hancur tablet. Tablet simvastatin e-catalogue BPJS dan non e-catalogue BPJS yang telah diuji dalam penelitian ini telah memenuhi persyaratan untuk waktu hancur tablet, sedangkan untuk uji kekerasan terdapat beberapa tablet yang melebihi rentang persyaratan yang telah ditetapkan. Tablet yang tidak memenuhi persyaratan uji kekerasan masih dapat diterima apabila tablet tersebut memenuhi persyaratan uji waktu hancur dan uji disolusi (Yos Banne, et. al,, 2013)

4.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Simvastatin

Penentuan panjang gelombang maksimum simvastatin dilakukan dalam pelarut metanol. Pengukuran panjang gelombang dilakukan dengan cara scanning pada panjang gelombang 200-400 nm. Di antara rentang panjang gelombang tersebut dicari panjang gelombang dengan absorbansi yang paling hinggi.

Dari hasil pemindaian dari spektrofotometer Uv-Vis diperoleh panjang gelombang maksimum simvastatin yaitu 238,5 nm dalam metanol dapat dilihat pada Lampiran 6 dan panjang gelombang 238,8 nm dalam dapar fosfat dapat dilihat pada Lampiran 7.


(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta y = 0,06x + 0,0036

R² = 0,9998 R = 0,9999

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

0 2 4 6 8 10 12 14

Abso

rb

an

si

Konsentrasi (ppm)

Simvastatin pada pelarut metanol memiliki panjang gelombang 238 nm menurut USP XXXII tahun 2010. Berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh, panjang gelombang simvastatin mengalami pergeseran batokromik, yaitu pergeseran panjang gelombang ke arah lebih besar. Pergeseran panjang gelombang dapat terjadi karena adanya pengaruh dari pelarut dan pH pelarut, di mana pelarut sering memberikan pengaruh yang besar pada kualitas dan bentuk dari spektrum (Moffat, et. al, 2005)

4.4 Penentuan Kurva Kalibrasi

Kurva kalibrasi digunakan untuk penetapan kadar tablet simvastatin, yang kadarnya dapat dihitung melalui persamaan regresi liner. Kurva kalibrasi standar simvastatin dibuat menggunakan pelarut metanol yang kemudian diencerkan kembali menggunakan pelarut aquades. Dari pembuatan kurva kalibrasi simvastatin diperoleh persamaan regresi linier y = a + bx dan koefisien korelasi (r), di mana y menggambarkan absorbansi dan x menggambarkan konsentrasi. Persamaan regresi linier simvastatin adalah y = 0,06x + 0,0036 sedangkan data kurva kalibrasi yang lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 4.1


(47)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Persamaan regresi linier tersebut kemudian digunakan untuk menetapkan kadar simvastatin dalam sampel. Berdasarkan data menunjukkan bahwa kurva kalibrasi simvastatin tersebut memiliki koefisien korelasi (r) yang memenuhi syarat linearitas yaitu r ≥ 0,999 (Snyder, Kirkland dan Glajch, 1997).

Pada kurva kalibrasi uji disolusi didapatkan persamaan regresi linier y = 0,0555x + 0,0124 sedangkan data kurva kalibrasi yang lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Standar Simvastatin dalam Dapar Fosfat pH 7,0

Persamaan regresi linier tersebut kemudian digunakan untuk menetapkan kadar simvastatin dalam pengujian disolusi tablet. Berdasarkan data menunjukkan bahwa kurva kalibrasi simvastatin tersebut memiliki

koefisien korelasi (r) yang memenuhi syarat linearitas yaitu r ≥ 0,999

(Snyder, Kirkland dan Glajch, 1997).

4.5 Penetapan Kadar Tablet Simvastatin

Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui nilai kadar zat aktif yang terkandung di dalam suatu sediaan sesuai dengan yang tertera pada etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera pada masing-masing monografi (Syamsumi, 2007)

y = 0.0555x + 0.0124 R² = 0.9994

R = 0,9997

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

0 5 10 15 20

Abso

rb

an

si


(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penetapan kadar dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Visible (Hitachi) dalam pelarut metanol. Penetapan kadar simvastatin dapat dilakukan dengan spektrofotometri karena memiliki gugus kromofor yang berupa ikatan rangkap terkonjugasi dan gugus auksokrom. Penggunaan pelarut metanol karena simvastatin mudah larut dalam metanol, selain itu juga didukung oleh literatur USP (United States Pharmacopeia) XXXII tahun 2010 yang menggunakan metanol sebagai pelarut untuk penetapan kadar simvastatin. Hasil penetapan kadar obat tertera pada Tabel 4.3 dan data hasil uji penetapan kadar terdapat pada Lampiran 12.

Tabel 4.3 Hasil Uji Penetapan Kadar Tablet Simvastatin

Tablet

e-catalogue BPJS Non e-catalogue BPJS

Generik A Generik B Merek X Merek Y

Kadar (%)

95,06 87,23 96,90 95,40

94,23 88,56 95,90 94,06

Rerata (%) 94,65 87,90 96,40 94,73

SD (%) 0,589 0,942 0,707 0.942

RSD (%) 0,622 1,072 0,733 0,995

Berdasarkan hasil dari data yang tertera pada tabel terdapat satu merek yakni generik B yang tidak memenuhi persyaratan yaitu kurang dari rentang persyaratan untuk kadar simvastatin yang berkisar tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah simvastatin anhidrat yang tertera pada etiket (USP XXXII,NF 27, 2010). Sementara untuk ketiga merek lain yakni generik A, merek X dan merek Y telah memenuhi persyaratan.

Adapun kadar suatu obat dalam suatu sediaan farmasi mempengaruhi efek terapi yang diharapkan. Namun kadar yang tidak sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan pada suatu senyawa obat tertentu juga dapat berefek buruk, baik ditunjukkan dengan tidak adanya efek terapi yang diharapkan, sehingga bila terdapat kadar yang tidak


(49)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sesuai dengan persyaratan maka dapat mempengaruhi jumlah kumulatif kadar terdisolusinya dan juga berdampak pada khasiat maupun farmakokinetik obat tersebut.

4.6 Keseragaman Kandungan

Keseragaman sediaan merupakan salah satu uji yang dipersyaratkan untuk suatu sediaan yang mengandung satu zat aktif dan sediaan mengandung dua atau lebih zat aktif. Keseragaman dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode yaitu keragaman bobot atau keseragaman kandungan (Ditjen POM, 1995). Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa kandungan zat aktif pada sampel obat seragam. Pada penelitian ini, pengujian keseragaman sediaan yang dilakukan hanya keseragaman kandungan karena zat aktif yang terkadung dalam sediaan kurang dari 50 mg yaitu 10 mg. Sementara untuk keragaman bobot dilakukan apabila produk obat mengandung zat aktif berkisar 50 mg atau lebih (Ditjen POM, 1995).

Hasil uji keseragaman kandungan dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14, 15, 16, dan 17.

Tabel 4.4 Hasil Uji Keseragaman Kandungan

Tablet

Kandungan (%)

Simvastatin e-catalogue BPJS Simvastatin Non e-catalogue BPJS

Generik A Generik B Merek X Merek Y

Rerata (%) 93,31 91,78 101,75 94,38

SD (%) 4,276 3,463 2,280 2,512

RSD (%) 4,583 3,773 2,241 2,661

Berdasarkan hasil uji keseragaman kandungan yang dilakukan untuk keempat merek obat, masing-masing tablet telah memenuhi persyaratan yang dicantumkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV tahun 1995. Dari hasil tersebut terdapat perbedaan kadar simvastatin dalam masing-masing tablet yang diproduksi oleh pabrik yang berbeda disebabkan oleh proses homogenitas yang kurang sempurna antara zat aktif dan bahan tambahannya.


(50)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Berdasarkan hasil uji keseragaman kandungan untuk simvastatin persyaratan dipenuhi jika mengandung simvastatin tidak kurang dari 85,0% dan tidak lebih dari 115,0% dari kadar yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatifnya kurang dari sama dengan 6,0%. Dengan demikian semua merek uji telah memenuhi persyaratan keseragaman kandungan.

4.7 Uji Disolusi Tablet simvastatin

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan profil disolusi tablet simvastatin e-catalogue BPJS dan non e-catalogue BPJS sehingga dapat diketahui apakah profil disolusi sediaan tersebut memiliki persamaan dan telah sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh USP XXXII dan melalui profil disolusi juga dapat diketahui mekanisme pelepasannya. Uji disolusi in vitro merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui profil pelepasan obat yang dapat menggambarkan profil farmakokinetika obat dalam tubuh (Lachman, 1994), di mana laju pelepasan obat dalam cairan saluran cerna merupakan salah satu tahapan penentu (rate limiting step) absorpsi sistemik obat (Sutriyo, et. al,, 2005)

Uji disolusi dilakukan berdasarkan metode yang ditetapkan USP XXXII yaitu metode uji disolusi tes satu, yakni menggunakan alat disolusi tipe 2 (tipe dayung), sementara medium disolusi ialah cairan usus tiruan (dapar fosfat di adjust NaOH hingga pH 7,0) sebanyak 900 mL beserta surfaktan Natrium Lauril Sulfat yang bertujuan untuk membantu meningkatkan kelarutan simvastatin dengan menurunkan tegangan permukaan zat aktif sebab simvastatin termasuk dalam kategori BCS (Biopharmaceutical Classification Systems) kelas II, yaitu zat yang memiliki tingkat kelarutan rendah namun tingkat permeabilitas tinggi. Selain medium yang digunakan menggambarkan fisiologis saluran cerna, sifat medium disolusi juga merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam uji disolusi. Media yang digunakan tergantung sifat zat aktif obat dan lokasi di dalam saluran cerna di mana diperkirakan obat akan melarut.

Menurut literatur, semua obat golongan statin memiliki first pass extraction pada hati dan hampir seluruh dosis yang diabsorbsi akan


(51)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dieksresikan melalui empedu dan sisanya (5 - 20%) dieksresikan melalui urin (Katzung, 2009). Ileum atau usus penyerapan adalah bagian akhir dari usus kecil. Bagian ini memanjang dari jejunum, bagian tengah dari usus kecil, ke pangkal usus besar. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa). Ileum melakukan beberapa fungsi penting yaitu menyerap kembali garam empedu dan membantu mempertahankan tingkat garam empedu bagi pencernaan dan penyerapan lemak di usus kecil (Haris, 1995). Empedu berperan penting dalam pelarutan simvastatin, karena struktur kimia empedu memberikan dua fungsi berbeda yaitu salah satu ujung dari molekul empedu menarik air dan ujung lainnya menolak air. Hal ini memberikan empedu kemampuan untuk bertindak sebagai deterjen yang memecah lemak menjadi molekul yang lebih kecil sehingga mudah dicerna oleh enzim lipase (Champbell, 2004). Oleh sebab itu, penggunaan natrium lauril sulfat sebagai detergen dapat digunakan untuk menggambarkan fisiologis saluran cerna. Penggunaan natrium lauril sulfat juga merupakan rujukan oleh literatur USP XXXII.

Uji disolusi dilakukan selama 60 menit pada suhu 37 ± 0,5 0C, dan kecepatan pengadukan 50 rpm (USP XXXII, 2010). Pengambilan cuplikan sampel dilakukan pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45, dan 60 sebanyak 10 mL dan segera digantikan dengan medium disolusi baru yang sama sengan jumlah pencuplikan untuk menjaga agar volume disolusi tetap. Kemudian sampel diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum dan dihitung kadarnya dengan menggunakan persamaan regresi yang telah ditentukan sebelumnya. Uji disolusi dilakukan menggunakan enam tablet pada masing-masing sampel obat, kemudian didapatkan hasil profil disolusi berupa kurva pelepasan obat, dapat di lihat pada Gambar 4.3.


(52)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.3 Profil Disolusi Simvastatin Empat Merek Obat

Hasil presentase pelepasan kumulatif simvastatin dapat dilihat pada tabel dibawah ini dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 19.

Tabel 4.5 Data Persentase Kumulatif Pelepasan Simvastatin

Rata-rata kadar (%) simvastatin terdisolusi

Menit ke- e-catalogue BPJS Non e-catalogue BPJS

Generik A Generik B Merek X Merek Y

5 100,04 ± 5,32 22,55 ± 13,33 55,6 ± 5,19 57,36 ± 4,59

10 121,01 ± 3,78 72,50 ± 2,07 89,07 ± 2,89 90,12 ± 2,06 15 117,04 ± 4,94 88,58 ± 3,66 113,47 ± 2,90 101,42 ± 1,88 30 119,50 ± 5,06 102,66 ± 2,35 122,34 ± 2,73 116,88 ± 2,32 45 118,3 ± 2,68 96,28 ± 1,51 117,8 ± 3,63 113,25 ± 1,93 60 115,82 ± 2,67 89,99 ± 2,00 113,88 ± 2,52 106,55 ± 4,16

Keterangan : Nilai ± merupakan nilai SD dari masing-masing 6 tablet uji

Berdasarkan hasil kurva menunjukkan bahwa dari ke empat sampel menunjukan profil disolusi yang berbeda terutama untuk simvastatin e-catalogue BPJS, di mana laju disolusi simvastatin e-catalogue untuk merek generik B yang terlihat dari kurva kumulatif yang terdisolusi terlampau lebih rendah presentase


(1)

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 16. Data Uji Keseragaman Kandungan Tablet Simvastatin merek X

Tablet Bobot (mg) Absorbansi Konsentrasi

(ppm) Kadar (%)

1 140,3 0,621 102,90 102,90

2 136,0 0,601 99,560 99,560

3 139,3 0,618 102,40 102,40

4 137,3 0,592 98,060 98,060

5 137,6 0,619 102,56 102,56

6 137,2 0,610 101,06 101,06

7 138,4 0,596 98,730 98,730

8 137,0 0,626 103,70 103,70

9 137,9 0,627 103,90 103,90

10 138,9 0,631 104,50 104,50

Rata-rata (%) 101,75

SD (%) 2,280

RSD (%) 2,241

Lampiran 17. Data Uji Keseragaman Kandungan Tablet Simvastatin merek Y Tablet Bobot (mg) Absorbansi Konsentrasi

(ppm) Kadar (%)

1 256,1 0,572 9,473 94,73

2 254,9 0,593 9,823 98,23

3 252,5 0,550 9,106 91,06

4 258,1 0,559 9,256 92,56

5 257,0 0,552 9,140 91,40

6 256,8 0,560 9,273 92,73

7 258,1 0,565 9,356 93,56

8 258,3 0,580 9,606 96,06

9 254,0 0,579 9,590 95,90

10 256,0 0,589 9,756 97,56

Rata-rata (%) 94,38

SD (%) 2,512


(2)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 18. Perhitungan Persen Kadar pada Uji Keseragaman Kandungan

Perhitungan kadar uji keseragaman kandungan tablet (1) generik A

Hasil absorbansi yang diperoleh dari penetapan kadar adalah 0,610 dan persamaan regresi linier yang didapatkan dari kurva kalibrasi simvastatin dalam metanol-air adalah y = 0,06x + 0,0036

Kadar terbaca (μg/mL)

y = 0,06x + 0,0036 0,610 = 0,06x + 0,0036 x = 0,6064 / 0,06 x = 10,106 μg/mL

Kadar sebenarnya (kadar sebelum pengenceran) Kadar = kadar terbaca x faktor pengenceran

= 10,106 μg/mL x 100 Kadar = 1.010,6 μg/mL

Kadar dalam 10 mL

Kadar = Kadar sebenarnya x 100 mL = 1.010,6 μg/mL x 100 mL Kadar = 10,106 μg

Kadar = 10,106 mg

Kadar dalam satu tablet

Kadar =

=


(3)

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kadar simvastatin dalam tablet (%) Kadar =

=

= 101,03 %

Kadar simvastatin dalam tablet (%) Kadar =

=


(4)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 60

OBAT Kadar Simvastatin Terdisolusi (%) (%) SD RSD (%) Rentang Penerimaan Test 1 USP XXXII Menit Tablet 1 Tablet 2 Tablet 3 Tablet 4 Tablet 5 Tablet 6 Rata-rata

Simvastatin e-catalogue

BPJS (Generik B)

5 12,90 28,31 25,55 27,01 22,8 18,74 22,55 5,318 23,577 - 10 75,50 75,66 73,88 75,50 67,55 66,90 72,50 3,778 5,211 - 15 94,15 93,34 81,34 88,15 82,96 91,55 88,58 4,944 5,582 - 30 106,47 97,07 101,12 96,42 110,69 104,20 102,66 5,065 4,934 - 45 99,82 91,39 97,88 95,28 97,88 95,44 96,28 2,684 2,788 > 70 % 60 95,36 88,59 87,74 91,39 88,07 88,8 89,99 2,674 2,972 -

Simvastatin e-catalogue

BPJS (Generik A)

5 79,88 95,44 109,23 109,55 88,15 117,98 100,04 13,329 13,323 - 10 117,98 121,23 121,23 119,12 122,04 124,47 121,01 2,075 1,715 - 15 112,96 111,98 117,8 117,66 118,96 122,85 117,04 3,666 3,132 - 30 118,47 118,8 116,69 117,66 122,52 122,85 119,50 2,353 1,969 - 45 116,69 119,12 116,69 117,34 119,61 120,58 118,3 1,510 1,276 > 70% 60 115,39 116,20 111,98 115,88 118,63 116,85 115,82 2,000 1,727 -

Simvastatin Non e-catalogue BPJS merek X

5 47,44 55,55 62,52 61,23 55,71 51,66 55,6 5,190 9,319 -

10 84,74 87,98 91,07 86,36 91,71 92,52 89,07 2,891 3,246 - 15 108,09 112,47 113,9 117,8 114,58 113,93 113,47 2,901 2,556 - 30 125,61 118,8 125,44 120,58 123,82 119,77 122,34 2,731 2,233 - 45 119,44 113,28 124,15 116,04 119,28 114,58 117,8 3,630 3,081 > 70 % 60 115,71 110,04 117,34 115,55 112,8 111,82 113,88 2,525 2,217 -

Simvastatin Non e-catalogue BPJS merek Y

5 47,93 59,28 60,58 60,25 60,74 55,39 57,36 4,594 8,009 - 10 88,8 89,44 90,25 93,98 90,90 87,34 90,12 2,062 2,288 - 15 103,07 99,66 98,85 101,61 104,36 100,96 101,42 1,885 1,858 - 30 112,8 116,52 116,36 119,93 119,28 116,36 116,88 2,324 1,988 - 45 111,01 112,47 112,15 113,12 117,17 113,61 113,25 1,931 1,704 > 70% 60 105,98 106,96 106,15 99,17 113,44 107,61 106,55 4,157 3,901 -


(5)

61

UIN Syarif idayatulla Jakarta

Lampiran 20. Perhitungan % Jumlah Kumulatif Simvastatin yang Terlepas dari Tablet

Keterangan :

Xt = Jumlah Kumulatif Simvastatin yang terdisolusi pada waktu t

Xo = Jumlah Simvastatin yang tertera pada etiket (masing - masing merek 10 mg) C = Konsentrasi simvastatin yan terdisolusi pada waktu t

V1 = Volume medium disolusi (900 mL) V2 = Volume cairan yang disampling (10 mL) %KPA = % kumulatif pelepasan simvastatin

Contoh perhitungan % kumulatif simvastatin yang terlepas dari tablet (1) Generik B : Waktu

(menit) C (ppm)

Xt (mg) 5 1,434 (1,434 ppm x 900 ml) + (

1,2906

10 8,389 (8,389 ppm x 900 ml) + [ (

( 0 + 1,2906) ] = 7,5515

15

dst 10,461 (10,461 ppm x 900 ml) + [ (

( 0 + 1,2906 + 7,5515) ] = 9,424

% kumulatif pelepasan simvastatin pada menit ke- 5 :

% KPA =

=

% KPA = 12,90 %

X

t

= (V

1

. C) + (V

2

. ∑

o (n-1)

C)

% KPA =


(6)

UIN Syarif idayatulla Jakarta

Lampiran 21. Data Hasil Analisa Statistik Uji Disolusi tablet e-catalogue BPJS dan non e-catalogue BPJS

(a) Uji Normalitas Saphiro-Wilk

Tests of Normality

Simvastatin

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Terdisolusi Generik-B .295 3 . .919 3 .450

Generik-A .318 3 . .886 3 .342

Merek X .208 3 . .992 3 .829

Merek Y .289 3 . .927 3 .476

a. Lilliefors Significance Correction

(b) Uji Homogenitas Metode Levene’s Test

Test of Homogeneity of Variances

Terdisolusi

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.216 3 8 .365

(c) Uji Komparatif One Way ANOVA

ANOVA

Terdisolusi

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 4008.562 3 1336.187 1.998 .013 Within Groups 5349.445 8 668.681

Total 9358.008 11

(d) Uji Multiple Comparison One Way ANOVA

Multiple Comparisons

Terdisolusi LSD

(I) Simvastatin (J) Simvastatin

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Generik-B Generik-A -51.48667* 21.11367 .041 -100.1749 -2.7985

Merek X -24.86667 21.11367 .027 -73.5549 23.8215 Merek Y -21.75667 21.11367 .033 -70.4449 26.9315 Generik-A Generik-B 51.48667* 21.11367 .041 2.7985 100.1749 Merek X 26.62000 21.11367 .043 -22.0682 75.3082 Merek Y 29.73000 21.11367 .020 -18.9582 78.4182 Merek X Generik-B 24.86667 21.11367 .027 -23.8215 73.5549 Generik-A -26.62000 21.11367 .043 -75.3082 22.0682 Merek Y 3.11000 21.11367 .887 -45.5782 51.7982 Merek Y Generik-B 21.75667 21.11367 .033 -26.9315 70.4449 Generik-A -29.73000 21.11367 .020 -78.4182 18.9582 Merek X -3.11000 21.11367 .887 -51.7982 45.5782 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.