Uji Disolusi Tablet Klorpromazin HCl

(1)

UJI DISOLUSI TABLET KLORPROMAZIN HCL

TUGAS AKHIR OLEH:

ZAHRATUL AINI RAHMANIA NIM 112410036

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Uji Disolusi Tablet Klorpromazin HCl”. Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ahlimadya pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Ayahanda dan ibunda tercinta yang telah memberikan doa restu, kasih sayang dan motivasi hingga Tugas Akhir ini selesai.

2. Adik-adik penulis Aulia dan Zora, yang selalu memberikan semangat dan kasih sayang kepada penulis.

3. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

4. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. 5. Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt., selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dengan penuh perhatian hingga selesainya Tugas Akhir ini.


(3)

6. Ibu T.Ismanelly Hanum, S.Si., M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis selama melaksanakan pendidikan pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.

7. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.

8. Bapak Drs. I Gede Nyoman Suandi, M.M., Apt., selaku Kepala Balai Besar POM Medan.

9. Ibu Lambok Okta SR, M.Kes., Apt., selaku Manager Mutu di Balai Besar POM Medan, yang memberikan izin tempat pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan.

10.Ibu Azizah, S.Farm., Apt., selaku Penanggung jawab Laboratorium Narkotika,di Balai Besar POM Medan yang telah membantu penulis selama menjalani Praktek Kerja Lapangan.

11.Bapak dan Ibu seluruh staff di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan praktek kerja lapangan.

12.Sahabat-sahabat terbaik penulis Dian, Sakinah, Ola, Inda, Eka, Liza, Alfia, Uci, Dwi, Anggun, Irma, Aci, Syilvi, Yaya, Kiki dan Dini yang selalu memberi semangat dan menghibur penulis setiap saat.

13.Seluruh teman-teman seperjuangan “Analis Farmasi 2011” dan semua pihak tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan berjasa kepada penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari dalam tugas akhir ini masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran


(4)

dan kritik yang bersifat membangun yang pada akhirnya dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan berguna bagi kita semua. Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karuni-Nya untuk kita semua, Amin.

Medan, Mei 2014 Penulis,

Zahratul Aini Rahmania NIM 112410036


(5)

Uji Disolusi Tablet Klorpromazin HCl Abstrak

Klorpromazin HCl merupakan suatu neuroleptik golongan fenotiazin. Istilah neuroleptik sebagai sinonim antipsikotik. Klorpromazin HCl merupakan obat-obatan yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis tertentu tanpa mempengaruhi fungsi umum seperti berfikir dan berkelakuan normal. Obat ini dapat meredakan epilepsi dan agresi dan dapat pula menghilangkan atau mengurangi gangguan jiwa seperti impian dan pikiran khayali (halusinasi), menormalkan perilaku yang tidak normal, digunakan pada psikosis penyakit jiwa tanpa keinsafan sakit oleh pasien misalnya penyakit schizofrenia (gila) dan mania-depresif. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah tablet Klorpromazin HCl memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV.

Uji disolusi terhadap 6 buah tablet Klorpromazin HCl 100 mg dilakukan dengan metode keranjang pada media HCl 0,1 N dalam wadah masing-masing sebanyak 900 ml, suhu 37°�± 0,5° � dengan laju kecepatan pengadukan 50 rpm selam a 30 menit. Zat yang larut, ditetapkan kadarnya dengan metode spektrofotometri Ultraviolet.

Hasil uji disolusi terhadap 6 buah tablet Klorpromazin HCl yang dilakukan diperoleh kadar zat terlarut yaitu: 105,41%, 107,06%, 109,07%, 108,89%, 107,42%, 104,69%. Kadar tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia, dimana jumlah ke-6 tablet yang diuji pada tahap 1 (S1)

memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari ketentuan (Q + 5%) yakni (80% + 5% = 85%).


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Tablet ... 3

2.1.1 Pengertian Tablet .……… 3

2.1.2 Komponen Tablet ………... 4

2.1.3 Syarat-Syarat Tablet ……… 5

2.2 Antipsikosis …….. ... 7

2.3 Klorpromazin HCl ... 9

2.3.1 Struktur Klorpromazin HCl ... 9

2.3.2 Indikasi Klorpromazin HCl .. ... 10


(7)

2.3.4 Farmakokinetika ... 10

2.3.5 Efek Samping ... 10

2.4 Disolusi ... 11

2.4.1 Alat Uji Disolusi ... 11

2.4.2 Media Disolusi ... 13

2.4.3 Kriteria Sediaan Tablet yang Diuji dan Tidak Diuji Disolusi ... 13

2.4.4 Prosedur Pengujian Disolusi ... 14

2.4.5 Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi ... 14

2.4.6 Faktor yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif ... 16

2.5 Penetapan Kadar ... 17

BAB III METODE PERCOBAAN ... 19

3.1 Tempat Pengujian... 19

3.2 Alat ... 19

3.3 Bahan ... 19

3.4 Sampel ... 19

3.5 Prosedur . ... 20

3.5.1 Media Disolusi ... 20

3.5.2 Larutan Baku ... 20

3.5.3 Uji Disolusi ... 21

3.6 Interpretasi Hasil ... 21


(8)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Hasil ... 23

4.2 Pembahasan ... 23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 24

5.1 Kesimpulan ... 24

5.2 Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Tabel Penerimaan Hasil Uji Disolusi ... 15 Tabel 2. Data Hasil Uji Disolusi ... 23


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 ... 26 Lampiran 2 ... 28


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur Klorpromazin HCl ... 9 Gambar 2. Pengaduk Tipe 1 (Bentuk Keranjang) ... 28 Gambar 3. Pengaduk Tipe 2 (Bentuk Dayung) ... 29


(12)

Uji Disolusi Tablet Klorpromazin HCl Abstrak

Klorpromazin HCl merupakan suatu neuroleptik golongan fenotiazin. Istilah neuroleptik sebagai sinonim antipsikotik. Klorpromazin HCl merupakan obat-obatan yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis tertentu tanpa mempengaruhi fungsi umum seperti berfikir dan berkelakuan normal. Obat ini dapat meredakan epilepsi dan agresi dan dapat pula menghilangkan atau mengurangi gangguan jiwa seperti impian dan pikiran khayali (halusinasi), menormalkan perilaku yang tidak normal, digunakan pada psikosis penyakit jiwa tanpa keinsafan sakit oleh pasien misalnya penyakit schizofrenia (gila) dan mania-depresif. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah tablet Klorpromazin HCl memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV.

Uji disolusi terhadap 6 buah tablet Klorpromazin HCl 100 mg dilakukan dengan metode keranjang pada media HCl 0,1 N dalam wadah masing-masing sebanyak 900 ml, suhu 37°�± 0,5° � dengan laju kecepatan pengadukan 50 rpm selam a 30 menit. Zat yang larut, ditetapkan kadarnya dengan metode spektrofotometri Ultraviolet.

Hasil uji disolusi terhadap 6 buah tablet Klorpromazin HCl yang dilakukan diperoleh kadar zat terlarut yaitu: 105,41%, 107,06%, 109,07%, 108,89%, 107,42%, 104,69%. Kadar tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia, dimana jumlah ke-6 tablet yang diuji pada tahap 1 (S1)

memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari ketentuan (Q + 5%) yakni (80% + 5% = 85%).


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat merupakan zat aktif yang berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun sintesis dalam dosis atau kadar tertentu dapat digunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada manusia ataupun hewan. Namun zat aktif tersebut tidak dapat dipergunakan begitu saja sebagai obat, terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan. Oleh karena itu muncul sediaan pil, kapsul, tablet, sirup, supositoria, suspensi, salep, dan lain-lain (Admar, 2004).

Tablet adalah sediaan padat yang berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, dibuat dengan mengempa atau mencetak obat atau campuran obat dengan atau tanpa zat tambahan. Sediaan tablet mempunyai beberapa persyaratan antara lain uji disolusi yaitu untuk mengetahui seberapa banyak persentase zat aktif dalam obat, yang terlarut ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi (Anief, 1986).

Uji disolusi berguna dalam menjamin keseragaman satu batch, menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan, dan diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru (Ditjen POM, 1995).

Sebelum melakukan uji disolusi, metode analisis yang digunakan harus ditetapkan terlebih dahulu dan dikaji dengan seksama, antara lain komposisi media disolusi, jumlah media (dalam ml), waktu (dalam menit), kecepatan pengadukan (dalam rotasi per menit = rpm), prosedur penetapan konsentrasi dan


(14)

toleransi. Setelah pengambilan sampel uji disolusi, dilanjutkan dengan proses analisis penetapan kadar zat aktif dalam sampel (Siregar, 2010).

Faktor yang harus diperhatikan dalam uji disolusi yaitu ukuran dan bentuk yang akan mempengaruhi laju dan tingkat kelarutan, selain itu sifat media pelarutan juga akan mempengaruhi uji kelarutan. Beberapa kegunaan uji disolusi antara lain menjamin keseragaman satu bets, menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan dan diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru (Ditjen POM, 1995).

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Untuk mengetahui apakah tablet Korpromazin HCl memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV. 1.2.2 Manfaat

Uji disolusi bermanfaat untuk menambah wawasan penulis agar dapat mengetahui cara uji disolusi dan penetapan kadar zat terlarut dari tablet Klorpromazin HCl dan agar pembaca dapat mengetahui apakah sediaan tersebut layak untuk didistribusikan.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet

2.1.1 Pengertian Tablet

Tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan (Ditjen POM, 1995).

Komposisi utama dari tablet adalah zat berkhasiat yang terkandung di dalamnya, sedangkan bahan tambahan yang sering digunakan dalam pembuatan tablet yaitu bahan pengisi, bahan penghancur, bahan penyalut, bahan pengikat, bahan pemberi rasa dan bahan tambahan lainnya (Ansel, 1989).

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda-beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Umumnya tablet digunakan pada pemberian obat secara oral (Ansel, 1989).


(16)

2.1.2 Komponen Tablet

Untuk membuat tablet diperlukan bahan tambahan berupa: a. Bahan pengisi (diluent)

Bahan pengisi adalah suatu zat inert secara farmakologis yang ditambahkan ke dalam suatu formulasi sediaan tablet, bertujuan untuk penyesuaian bobot dan ukuran tablet sesuai dengan yang dipersyaratkan, untuk membantu kemudahan dalam pembuatan tablet, dan meningkatkan mutu sediaan tablet. Berikut ini beberapa zat pengisi yang sering digunakan: laktosa, laktosa anhidrat, laktosa semprot kering, fast flo lactose (FFL), starch 1500, dan mikrokristalin selulosa (Siregar, 2010).

b. Bahan pengikat (binder)

Bahan pengikat ditambahkan ke dalam formulasi tablet untuk menambah kohesivitas serbuk sehingga memberi ikatan yang penting untuk membentuk granul yang dibawah pengempaan akan membentuk suatu massa kohesif atau kompak yang disebut tablet. Beberapa jenis pengikat yang sering digunakan: pati 5-10%, pati pragelatinisasi 0,5%, starch 1500, gelatin 2-10%, sukrosa 50-75%, akasia 10-25%, polivinilpirolidon 3-15% (Siregar, 2010).

c. Bahan penghancur (disintegrator)

Bahan ini dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam saluran cerna. Zat-zat yang digunakan seperti: amilum kering, gelatin, agar-agar, natrium alginat. d. Bahan pelicin (lubricant)

Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan. Zat-zat yang digunakan seperti: talcum, magnesii stearat, asam stearat. Dalam pembuatan


(17)

tablet, zat berkhasiat dan bahan tambahan, kecuali bahan pelicin dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan dengan baik. Dengan dibuat granul akan terjadi free flowing, mengisi cetakan secara tetap dan dapat dihindari tablet menjadi capping (retak) (Anief, 1987).

2.1.3 Syarat-Syarat Tablet

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV dan sumber-sumber lainnya, tablet harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan

Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif merupakan bagian terbesar dari tablet dan cukup mewakili keseragaman kandungan. Keseragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari keseragaman kandungan jika zat aktif merupakan bagian terkecil dari tablet atau jika tablet bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet bersalut dan tablet mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50 % bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet (Syamsuni, 2007).

2. Uji kekerasan

Kekerasan tablet dan ketebalannya berhubungan dengan isi die dan gaya kompresi yang diberikan. Bila tekanan ditambahkan, maka kekerasan tablet meningkat sedangkan ketebalan tablet berkurang. Selain itu metode granulasi juga menentukan kekerasan tablet.


(18)

Umumnya kekuatan tablet berkisar 4 - 8 kg, bobot tersebut dianggap sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet yang memuaskan. Alat yang digunakan untuk uji ini adalah hardness tester, alat ini diharapkan dapat mengukur berat yang diperlukan untuk memecahkan tablet (Lachman, 1994).

3. Uji keregasan

Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet menjadi hancur. Untuk menguji keregasan tablet digunakan alat Roche friabilator. Sebelum tablet dimasukkan ke alat friabilator, tablet ditimbang terlebih dahulu. Kemudian tablet dimasukkan ke dalam alat, lalu alat dioperasikan selama empat menit atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang kembali dan dibandingkan dengan berat mula-mula. Selisih berat dihitung sebagai keregasan tablet. Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari 0,8% (Ansel, 1989).

4. Waktu hancur

Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan peroral, kecuali tablet yang harus dikunyah sebelum ditelan. Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang ditetapkan pada masing-masing monografi. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna.

Pada pengujian waktu hancur, tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali fragmen yang berasal


(19)

dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan keenam tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut (Syamsuni, 2007).

5. Disolusi

Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan efek terapi di dalam tubuh. Kecepatan absorbsi obat tergantung pada pemberian yang dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan frekuensi pemberian obat (Syamsuni, 2007).

6. Penetapan kadar zat aktif

Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar zat aktif yang terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan yang tertera pada etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera pada masing-masing monografi. Bila zat aktif obat tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak akan memberikan efek terapi dan juga tidak layak untuk dikonsumsi (Syamsuni, 2007).

2.2 Antipsikosis

Antipsikosis (major transquillizers) merupakan obat-obatan yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis tertentu tanpa mempengaruhi fungsi umum seperti berfikir dan berkelakuan normal. Obat ini dapat meredakan epilepsi dan agresi


(20)

dan dapat pula menghilangkan atau mengurangi gangguan jiwa seperti impian dan pikiran khayali (halusinasi), menormalkan perilaku yang tidak normal, digunakan pada psikosis penyakit jiwa tanpa keinsafan sakit oleh pasien misalnya penyakit schizofrenia (gila) dan mania-depresif (Tjay, 2007).

Antipsikosis digunakan untuk pengobatan psikosis akut maupun kronik. Ciri terpenting obat ini ialah: (1) Menenangkan penderita psikosis agresif, hiperaktif atau yang sedang mengalami jiwa labil. (2) Dosis besar tidak dapat menyebabkan koma atau anastesia artinya masih mudah dibangunkan. (3) Dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang menetap atau pulih kembali. (4) Tidak menimbulkan ketergantungan psikik dan fisik (Munaf, 1994).

Psikosis didefinisikan sebagai gangguan jiwa yang sangat merusak akal budi dan pengertian (insight), timbulnya pandangan yang tidak realistis atau bizar (aneh), memepengaruhi kepribadian dan mengurangi berfungsinya si penderita. Gejala psikotis mencakum waham (pikiran khayali), halusinasi dan gangguan berfikir formil (tak dapat berfikir riil), yang sering kali disebabkan oleh schizofrenia. Psikosis dapat diobati dengan antipsikotika (Tjay, 2007).


(21)

2.3 Klorpromazin HCl

2.3.1 Struktur Klorpromazin HCl Rumus struktur:

Gambar 1. Rumus struktur Klorpromazin HCl

Menurut Dirjen POM (1995), klorpromazin HCl memiliki informasi yaitu: Rumus Molekul : C17H19CIN2S

Nama Kimia : 2-klor-N-(dimetil-amiropropil)-fenotiazin Nama Umum : Klorpromazin HCl

Pemerian : Putih atau agak kream putih, tidak berbau. Warna menjadi gelap karna pengaruh cahaya.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan dalam kloroform, tidak larut dalam eter dan dalam benzena. Persyaratan : Pada sediaan tablet Klorpromazin HCl mengandung

Klorpromazin HCl, C17H19CIN2S, tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.


(22)

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan tahan cahaya. Indikasi : Sebagai antipsikosis

Sejak ditemuk annya klorpromazin, suatu neuroleptik golongan fenotiazin pada tahun 1950, pengobatan untuk psikosis terutama skizofrenia terus dikembangkan (Setiabudy, 2007).

2.3.2 Indikasi

Klorpromazin HCl digunakan untuk penderita psikosis hiperaktif, memeperlambat perkembangan skizofrenia dini, mengobati rasa takut, dan digunakan juga untuk mengobati mual, muntah secara sentral (Munaf, 1994). 2.3.3 Farmakodinamik

Efek farmakologi klorpromazin dan antipsikosis lainnya meliputi efek pada susunan saraf pusat, sistem otonom, dan sistem endokrin (Setiabudy, 2007). 2.3.3 Farmakokinetik

Kebanyakan antipsikosis diabsorpsi sempurna, sebagian diantaranya mengalami metabolisme lintas pertama. Kebanyakan antipsikosis larut dalam lemak dan terikat kuat dengan protein plasma, serta memiliki volume distribusi besar. Metabolit klorpromazin ditemukan di urin sampai beberapa minggu setelah pemberian obat terakhir (Setiabudy, 2007).

2.3.4 Efek Samping

Kemungkinan terjadinya gejala indiosinkrasi, berupa ikterus, dermatitis dan leukopenia.


(23)

2.4 Disolusi

Uji disolusi merupakan suatu prosedur pengendalian mutu tetap dalam praktik Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Uji disolusi merupakan suatu indikator sederhana dan tidak mahal untuk ketetapan fisik produk. Jika suatu bets sangat berbeda dari yang lain dalam karakteristik disolusinya, atau jika waktu disolusi bets produk menunjukkan kecenderungan tetap menaik atau menurun, hal tersebut diduga suatu peringatan pasti bahwa beberapa faktor dalam bahan baku, formulasi atau proses berada di luar kendali (Siregar, 2010).

Kecepatan disolusi obat merupakan tahap sebelum obat berada dalam darah. Apabila suatu sediaan padat berada dalam saluran cerna, bahan berkhasiat harus terlarut, sesudah itu barulah obat tersebut dapat melewati membran saluran cerna. Obat yang larut baik dalam air akan melarut cepat dan berdifusi secara pasif. Sebaliknya, obat yang kelarutannya kecil kecepatan disolusi tidak larut atau disintegrasi sediaan relatif karena pengaruhnya kecil terhadap disolusi zat aktif (Syukri, 2002).

2.4.1 Alat Uji Disolusi

Alat uji disolusi berfungsi melepaskan dan melarutkan zat aktif dari sediaannya. Pada dasarnya alat ini berfungsi mengekstraksi zat aktif dari sediaannya dalam satuan waktu di bawah antar permukaan cairan solid, suhu, dan komposisi media yang dibakukan (Siregar, 2010).

Pada prinsipnya, alat uji disolusi terdiri atas bejana dan tutup, yang berfungsi sebagai wadah yang mendisolusi zat aktif; pengaduk, motor pemutar


(24)

pengaduk; termometer; penangas air yang dilengkapi dengan thermostat (Siregar, 2010).

Menurut Ditjen POM (1995), ada dua tipe alat uji disolusi sesuai dengan yang tertera dalam masing-masing monografi:

a. Alat 1 (Tipe Keranjang)

Alat terdiri dari wadah bertutup yang terbuat dari kaca, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan wadah disolusi (keranjang) berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm−175 mm, diameter 98 mm−106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus dan tanpa goyangan. Sebuah tablet diletakkan dalam keranjang saringan kawat kecil yang diikatkan pada bagian bawah batang logam yang digerakkan oleh motor yang kecepatannya dapat diatur. Wadah dicelupkan sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37o ± 0,5oC selama pengujian dan menjaga agar gerakan air halus dan tetap. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan digunakan suatu penutup yang pas.

b. Alat 2 (Tipe Dayung)

Alat ini sama dengan alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang logam sebagai pengaduk. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi dengan jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dasar


(25)

wadah yang dipertahankan selama pengujian berlangsung. Sediaan obat dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan.

2.4.2 Media Disolusi

Menurut Agoes (2008), media disolusi yang biasa digunakan adalah: 1. Air Suling

Pelarut air digunakan untuk uji penetapan pelarutan beberapa tablet. Pengujian menggunakan cairan air memberikan hasil yang sangat berbeda dengan cairan fisiologik, terutama untuk senyawa ionik yang sangat dipengaruhi oleh pH. 2. Larutan Ionik

Larutan ionik banyak digunakan untuk menyesuaikan pH organ tubuh : a. Larutan asam (pH 1,2) dibuat dari asam klorida encer baik ditambah

atau tidak ditambah dengan larutan natrium atau kalium klorida, sehingga pH cairan mendekati komposisi cairan lambung.

b. Larutan dapar alkali (pH 7-8) paling sering digunakan untuk meniru pH usus dalam pengujian sediaan dengan aksi diperpanjang atau aksi terjaga setelah melewati cairan yang asam.

2.4.3 Kriteria Sediaan Tablet yang Diuji dan Tidak Diuji Disolusi

Menurut Farmakope Indonesia Ed. IV (FI. Ed. IV), suatu sediaan tablet diuji disolusinya jika dinyatakan dalam monografinya. Hal ini berarti prosedur dan persyaratan uji disolusi hanya berlaku untuk sediaan tablet yang tertera dalam monografi tersebut. Sediaan tablet yang tidak tertera dalam FI. Ed. IV tentu saja


(26)

dapat diuji disolusinya dengan prosedur dan persyaratan yang ditetapkan sendiri oleh pabriknya atau laboratorium pengendalian mutu pabrik tersebut (Siregar, 2010).

Tablet kunyah tidak diuji disolusinya sebab harus dikunyah sebelum ditelan. Untuk tablet salut enterik, digunakan cara pengujian untuk sediaan lepas lambat, kecuali dinyatakan lain (Siregar, 2010).

2.4.4 Prosedur Pengujian Disolusi

Pada tiap pengujian, dimasukkan sejumlah volume media disolusi (seperti yang tertera dalam masing-masing monografi) ke dalam wadah, pasang alat dan dibiarkan media disolusi mencapai temperatur 37oC. Satu tablet dicelupkan dalam keranjang atau dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah, kemudian pengaduk diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Pada interval waktu yang ditetapkan dari media diambil cuplikan pada daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar atau daun dari alat dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah untuk analisis penetapan kadar dari bagian obat yang terlarut. Tablet harus memenuhi syarat seperti yang terdapat dalam monografi untuk kecepatan disolusi (Ditjen POM, 1995).

2.4.5 Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Farmakope Indonesia Ed. IV menyatakan, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan tabel penerimaan (Siregar, 2010). Pengujian dilanjutkan sampai tiga tahap, Pada tahap 1 (S1), 6 tablet diuji. Bila pada tahap ini


(27)

tidak memenuhi syarat, maka akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap 2 (S2). Pada tahap ini 6 tablet tambahan diuji lagi. Bila tetap tidak memenuhi syarat,

maka pengujian dilanjutkan lagi ke tahap 3 (S3). Pada tahap ini 12 tablet tambahan

diuji lagi (Lachman, 1994).

Tabel 1. Tabel Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut, seperti yang tertera dalam masing-masing monografi, dinyatakan dalam persen dari jumlah yang tertera pada etiket. Angka 5% dan 15% adalah persen dari jumlah yang tertera pada etiket sehingga mempunyai arti yang sama dengan Q. Kecuali ditetapkan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan umum untuk penetapan satu titik tunggal ialah terdisolusi 75% dalam 45 menit dengan menggunakan Alat 1 pada 100 rpm atau Alat 2 pada 50 rpm (Siregar, 2010).

Tahap Jumlah Sediaan

yang diuji Kriteria Penerimaan

S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%

S2 6

Rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama

dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15%

S3 12

Rata-rata dari 24 unit (S1+S2+ S3 ) adalah

sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15% dan tidak satupun unit yang lebih kecil dari Q – 25%


(28)

2.4.6 Faktor yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif

Menurut Syukri (2002), faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari bentuk sediaan, antara lain:

a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat

Sifat-sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi laju disolusi meliputi : kelarutan zat aktif, bentuk kristal, kompleksasi serta ukuran partikel. Sifat fisikokimia lain seperti kekentalan dapat menimbulkan masalah disolusi. b. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan

Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan tambahan dan cara pengolahan. Pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi tergantung kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung didalamnya. Penggunaan bahan tambahan sebagai bahan pengisi, pengikat, penghancur dan pelicin dalam proses formulasi dapat menghambat atau mempercepat laju disolusi tergantung bahan tambahan yang digunakan. Cara pengolahan bahan baku, bahan tambahan dan prosedur yang dilakukan dalam formulasi sediaan padat peroral juga berpengaruh terhadap laju disolusi. Waktu pengadukan lama pada granulasi basah dapat menghasilkan granul-granul besar, keras dan padat sehingga pada proses pencetakan dihasilkan tablet dengan waktu hancur dan disolusi yang lama. Faktor formulasi yang mempengaruhi laju disolusi diantaranya: kecepatan disintegrasi, interaksi obat dengan eksipien (bahan tambahan) dan kekerasan.


(29)

Faktor ini dipengaruhi oleh lingkungan selama percobaan meliputi: kecepatan pengadukan, suhu medium, pH medium dan metode uji yang digunakan. Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan tebal lapisan difusi sehingga memperluas permukaan partikel yang kontak dengan pelarut. Suhu medium berpengaruh terhadap kelarutan zat aktif. Zat yang kelarutannya tidak tergantung pH, perubahan pH medium disolusi tidak akan mempengaruhi laju disolusi. Pemilihan kondisi pH pada percobaan in vitro penting karena kondisi pH akan berbeda pada lokasi obat disaluran cerna. Metode penentuan laju disolusi yang berbeda dapat menghasilkan laju disolusi sama atau berbeda, tergantung pada metode uji yang digunakan.

2.5 Penetapan Kadar

Setelah pengambilan sampel uji disolusi, dilanjutkan dengan proses analisis penetapan kadar zat aktif dalam sampel. Prosedur penetapan konsentrasi zat aktif dan sampel uji disolusi mencakup titrasi asam-basa, titrasi kompleksometri, titrasi iodometri, spektrofotometri, spektrofluorometri, dan kromatografi cair kinerja tinggi (Siregar, 2010). Dalam hal ini, metode yang dipilih dalam penetapan kadar sampel uji disolusi yaitu Spektrofotometri UV.

Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran berapa banyak radiasi yang diserap oleh sampel. Metode ini biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang didapatkan, tetapi


(30)

spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif (Dachriyanus, 2004).

Analisis spektrofotometri cukup teliti, cepat dan sangat cocok untuk digunakan pada kadar yang kecil. Senyawa yang dianalisis harus mempunyai gugus kromofor. Pengamatan spektrum bermanfaat, karena dapat membandingkan spektrum sebelum dan sesudah partisi (Sardjoko, 1993).


(31)

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Tempat Pengujian

Uji disolusi tablet Klorpromazin HCl 100 mg yang dilakukan di Laboratorium Narkotika, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPPOM) di Medan yang berada di Jalan Williem Iskandar Pasar V Barat No.2 Medan.

3.2 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah Dissolution Tester merk Hanson type SR-8 Plus, Spektrofotometri UV-Vis Shimadzu UV-1800 Series, Beaker Glass, Bola Karet, Labu Tentukur, Neraca Analitik, Pipet Tetes, Pipet Volume, Spatula dan Sonikasi.

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah Aquadest, HCl 0,1N, tablet Klorpromazin HCl.

3.4 Data Sampel

• Nama contoh : Tablet Klorpromazine HCl • No. Batch : L1119828

• No Reg : GKL8612504617BI • Pabrik : Kimia Farma


(32)

• Zat yang diuji : Klorpromazine HCl

• Komposisi : Klorpromazine HCl 100 mg

3.5 Prosedur 3.5.1 Media Disolusi

Pembuatan media disolusi, yaitu HCl 0,1 N adalah:

a. Diambil 50 ml larutan HCl (p), dimasukkan ke dalam labu tentukur 1000 ml berisi aquades secara perlahan.

b. Kemudian di encerkan lagi dengan aquades sebanyak 5000 ml (digunakan untuk media 6 tablet).

3.5.2 Pembuatan Larutan Baku

a. Ditimbang seksama sejumlah Klorpromazin HCl BPFI sebanyak 6,323 mg.

b. Dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml.

c. Dilarutkan dengan HCl 0,1 N yang telah disonikasi sampai garis tanda. d. Dipipet 1 ml ke dalam labu tentukur 100 ml, diencerkan dengan HCl 0,1 N

sampai garis tanda. Dikocok.

e. Dimasukkan larutan kedalam kuvet.

f. Diukur serapan larutan baku dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 254 nm, menggunakan HCl 0,1 N sebagai blanko.


(33)

3.5.3 Uji Disolusi

a. Disiapkan alat, pastikan alat siap pakai.

b. Dimasukkan 900 ml HCl 0.1 N ke dalam wadah (media disolusi), dipasang alat dengan pengaduk bentuk keranjang (alat 1).

c. Dimasukkan 6 kapsul Klorpromazine HCl 100 mg ke dalam masing-masing wadah secara serentak. Segera jalankan alat pada suhu 37°�±

0,5° � dengan laju kecepatan 50 rpm dan tunggu selama 30 menit.

d. Setelah 30 menit diambil masing-masing cuplikan 20 ml menggunakan spuit dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

e. Dipipet sebanyak 1 ml larutan dari erlenmeyer, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan diencerkan dengan larutan HCl 0,1 N sampai garis tanda. Dikocok.

f. Diukur serapan masing-masing larutan uji dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 254 nm.

3.6 Interpretasi Hasil

Perhitungan kadar zat terlarut tablet Klorpromazin HCl dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

• Rumus faktor kelarutan : Fk = V x Fu x Bb x Kb Fb x Ab x Ke

• Rumus : Q = Fk x Au


(34)

Ke = Kadar etiket Kb = Kemurnian baku Fp = Faktor pengenceran Fu = Faktor uji

V = Volume media Ab = Absorbansi baku Au = Absorbansi uji

3.7 Syarat Uji Disolusi

Dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q) dari jumlah yang tertera pada etiket.


(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan uji disolusi tablet Klorpromazin HCl 100 mg yang dilakukan maka diperoleh absorbansi dan toleransi sebagai berikut :

Tabel 2. Data Hasil Uji Disolusi

Larutan Uji Absorbansi Toleransi (Q) (%) 1 2 3 4 5 6 0,4145 0,4210 0,4289 0,4282 0,4224 0,4117 105,41 % 107.06 % 109,07 % 108,89 % 107,42 % 104,69 %

Cara perhitungan yang diperoleh dapat dilihat pada lampiran 1. 4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengujian uji disolusi pada tablet Klorpromazin HCl 100 mg yang dilakukan , diperoleh nilai toleransi absorbansi (Q) 6 tablet yaitu 105,41% , 107,06% , 109,07% , 108,89% , 107,42% , 104,69% . Kadar tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia, dimana jumlah ke-6 tablet yang diuji pada tahap 1 (S1) memenuhi kriteria penerimaan hasil uji

disolusi, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari (Q + 5%) yaitu (80% + 5%= 85%) dari jumlah yang tertera pada etiket (Dirjen POM ,1995).


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil uji disolusi yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tablet Klorpromazin HCl 100 mg telah memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV. Dimana persyaratan uji disolusi tiap unit sediaan tidak satu tablet pun mempunyai kadar kurang dari ketentuan (Q + 5%) yaitu (80% + 5%= 85%). Berarti hasil uji disolusi memenuhi persyaratan.

5.2 Saran

Sebelum melakukan pengujian, harus memahami metode serta prosedur berikut seperti penimbangan, pemipetan, pengukuran sampel agar tidak terjadi kesalahan pada saat melakukan uji disolusi. Ukuran partikel dan formulasi sediaan juga diperhitungkan dengan teliti, karena berpengaruh dengan kecepatan uji disolusi agar obat dapat diserap sempurna dalam tubuh.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Admar, J. (2004). Perihal Obat dengan Berbagai Bentuk Sediaannya. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Hal. 35.

Agoes, Goeswin. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: ITB Press. Hal. 195, 297.

Anief, Moh. (1987). Ilmu Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 61, 62.

Ansel, Howard C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Ke empat. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 244. Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.

Padang: Andalas University Press. Hal.1.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan. Hal. 4, 212, 213, 1084, 1085..

Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Edisi III. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Hal. 658, 661, 662.

Munaf, S. (1994). Catatan Kuliah Farmakologi Bagian II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 170-172.

Sardjoko. (1993). Rancangan Obat. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal.162.

Setiabudy, R. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Penerbit FKUI. Hal. 161-164.

Siregar, C.J.P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet. Dasar-Dasar Praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 84 – 86, 90, 96.

Syamsuni, A.H. (2007). Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 61.

Syukri, Yandi. (2002). Biofarmasetika. Edisi Pertama. Yogyakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 31, 32.

Tjay, T. H. dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi ke enam. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Hal. 448-450.


(38)

Lampiran 1.

Data Uji Disolusi dan Perhitungan Kadar

Data :

Nama contoh : Tablet Klorpromazine HCl No. Batch : L1119828

No Reg : GKL8612504617BI Pabrik : Kimia Farma Zat yang diuji : Klorpromazine HCl

Komposisi : Klorpromazine HCl 100 mg Media Disolusi : 900 ml HCl 0,1 N

Tipe Alat : Tipe 1 Keranjang Waktu : 30 menit

Kecepatan Rotasi : 50 rpm Panjang Gelombang : ± 254 nm

Persyaratan (Q) : Harus larut tidak kurang dari 80% dari jumlah yang tertera pada etiket

Bb (Bobot baku) = 6,323 mg Ke (Kadar etiket) = 100 mg Kb (Kemurnian baku) = 98,62 % Fp (Faktor pengenceran) = 1000 Fu (Faktor uji) = 25 ml V (Volume media) = 900 ml


(39)

Q = Fk x Au

Ab (Absorbansi baku) = 0,5517

Au (Absorbansi uji)

Au I = 0,4145 Au IV = 0,4282 Au II = 0,4210 Au V = 0,4224 Au III = 0,4289 Au VI = 0,4117

Perhitungan :

Rumus faktor kelarutan :

Fk = 900 x 25 � 6,323 x 98,62 % 0,5517 � 1000 � 100 = 254,31 %

Rumus :

Q1 = Fk x Au = 254,31 x 0,4145 = 105,41 % Q2 = Fk x Au = 254,31 x 0,4210 = 107.06 % Q3 = Fk x Au = 254,31 x 0,4289 = 109,07 % Q4 = Fk x Au = 254,31 x 0,4282 = 108,89 % Q5 = Fk x Au = 254,31 x 0,4224 = 107,42 % Q6 = Fk x Au = 254,31 x 0,4117 = 104,69 % Fk = V x Fu x Bb x Kb


(40)

Lampiran 2.

Gambar Alat Uji Disolusi


(41)

(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil uji disolusi yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tablet Klorpromazin HCl 100 mg telah memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV. Dimana persyaratan uji disolusi tiap unit sediaan tidak satu tablet pun mempunyai kadar kurang dari ketentuan (Q + 5%) yaitu (80% + 5%= 85%). Berarti hasil uji disolusi memenuhi persyaratan.

5.2 Saran

Sebelum melakukan pengujian, harus memahami metode serta prosedur berikut seperti penimbangan, pemipetan, pengukuran sampel agar tidak terjadi kesalahan pada saat melakukan uji disolusi. Ukuran partikel dan formulasi sediaan juga diperhitungkan dengan teliti, karena berpengaruh dengan kecepatan uji disolusi agar obat dapat diserap sempurna dalam tubuh.


(2)

Admar, J. (2004). Perihal Obat dengan Berbagai Bentuk Sediaannya. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Hal. 35.

Agoes, Goeswin. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: ITB Press. Hal. 195, 297.

Anief, Moh. (1987). Ilmu Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 61, 62.

Ansel, Howard C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Ke empat. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 244. Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.

Padang: Andalas University Press. Hal.1.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan. Hal. 4, 212, 213, 1084, 1085..

Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Edisi III. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Hal. 658, 661, 662.

Munaf, S. (1994). Catatan Kuliah Farmakologi Bagian II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 170-172.

Sardjoko. (1993). Rancangan Obat. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal.162.

Setiabudy, R. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Penerbit FKUI. Hal. 161-164.

Siregar, C.J.P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet. Dasar-Dasar Praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 84 – 86, 90, 96.

Syamsuni, A.H. (2007). Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 61.

Syukri, Yandi. (2002). Biofarmasetika. Edisi Pertama. Yogyakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 31, 32.

Tjay, T. H. dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi ke enam. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Hal. 448-450.


(3)

Lampiran 1.

Data Uji Disolusi dan Perhitungan Kadar

Data :

Nama contoh : Tablet Klorpromazine HCl No. Batch : L1119828

No Reg : GKL8612504617BI Pabrik : Kimia Farma Zat yang diuji : Klorpromazine HCl

Komposisi : Klorpromazine HCl 100 mg Media Disolusi : 900 ml HCl 0,1 N

Tipe Alat : Tipe 1 Keranjang Waktu : 30 menit

Kecepatan Rotasi : 50 rpm Panjang Gelombang : ± 254 nm

Persyaratan (Q) : Harus larut tidak kurang dari 80% dari jumlah yang tertera pada etiket

Bb (Bobot baku) = 6,323 mg Ke (Kadar etiket) = 100 mg Kb (Kemurnian baku) = 98,62 % Fp (Faktor pengenceran) = 1000 Fu (Faktor uji) = 25 ml


(4)

Q = Fk x Au Au (Absorbansi uji)

Au I = 0,4145 Au IV = 0,4282 Au II = 0,4210 Au V = 0,4224 Au III = 0,4289 Au VI = 0,4117

Perhitungan :

Rumus faktor kelarutan :

Fk = 900 x 25 � 6,323 x 98,62 %

0,5517 � 1000 � 100

= 254,31 % Rumus :

Q1 = Fk x Au = 254,31 x 0,4145 = 105,41 % Q2 = Fk x Au = 254,31 x 0,4210 = 107.06 % Q3 = Fk x Au = 254,31 x 0,4289 = 109,07 % Q4 = Fk x Au = 254,31 x 0,4282 = 108,89 % Q5 = Fk x Au = 254,31 x 0,4224 = 107,42 % Q6 = Fk x Au = 254,31 x 0,4117 = 104,69 % Fk = V x Fu x Bb x Kb


(5)

Lampiran 2.

Gambar Alat Uji Disolusi


(6)