dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan keenam tablet tidak lebih dari 15 menit untuk
tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut Syamsuni, 2007.
5. Disolusi
Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan untuk
mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan efek terapi di dalam tubuh. Kecepatan absorbsi obat tergantung pada
pemberian yang dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan frekuensi pemberian obat Syamsuni, 2007.
6. Penetapan kadar zat aktif
Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar zat aktif yang terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan yang
tertera pada etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera pada masing-masing monografi. Bila zat aktif obat tidak memenuhi syarat
maka obat tersebut tidak akan memberikan efek terapi dan juga tidak layak untuk dikonsumsi Syamsuni, 2007.
2.2 Antipsikosis
Antipsikosis major transquillizers merupakan obat-obatan yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis tertentu tanpa mempengaruhi fungsi umum seperti
berfikir dan berkelakuan normal. Obat ini dapat meredakan epilepsi dan agresi
Universitas Sumatera Utara
dan dapat pula menghilangkan atau mengurangi gangguan jiwa seperti impian dan pikiran khayali halusinasi, menormalkan perilaku yang tidak normal, digunakan
pada psikosis penyakit jiwa tanpa keinsafan sakit oleh pasien misalnya penyakit schizofrenia gila dan mania-depresif Tjay, 2007.
Antipsikosis digunakan untuk pengobatan psikosis akut maupun kronik. Ciri terpenting obat ini ialah: 1 Menenangkan penderita psikosis agresif,
hiperaktif atau yang sedang mengalami jiwa labil. 2 Dosis besar tidak dapat menyebabkan koma atau anastesia artinya masih mudah dibangunkan. 3 Dapat
menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang menetap atau pulih kembali. 4 Tidak menimbulkan ketergantungan psikik dan fisik Munaf, 1994.
Psikosis didefinisikan sebagai gangguan jiwa yang sangat merusak akal budi dan pengertian insight, timbulnya pandangan yang tidak realistis atau bizar
aneh, memepengaruhi kepribadian dan mengurangi berfungsinya si penderita. Gejala psikotis mencakum waham pikiran khayali, halusinasi dan gangguan
berfikir formil tak dapat berfikir riil, yang sering kali disebabkan oleh
schizofrenia. Psikosis dapat diobati dengan antipsikotika Tjay, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Klorpromazin HCl
2.3.1 Struktur Klorpromazin HCl
Rumus struktur:
Gambar 1. Rumus struktur Klorpromazin HCl Menurut Dirjen POM 1995, klorpromazin HCl memiliki informasi yaitu:
Rumus Molekul : C17H19CIN2S
Nama Kimia : 2-klor-N-dimetil-amiropropil-fenotiazin
Nama Umum : Klorpromazin HCl
Pemerian : Putih atau agak kream putih, tidak berbau. Warna menjadi gelap karna pengaruh cahaya.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol
dan dalam kloroform, tidak larut dalam eter dan dalam benzena.
Persyaratan : Pada sediaan tablet Klorpromazin HCl mengandung
Klorpromazin HCl, C17H19CIN2S, tidak kurang dari 95,0 dan tidak lebih dari 105,0 dari jumlah yang
tertera pada etiket.
Universitas Sumatera Utara
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan tahan cahaya.
Indikasi : Sebagai antipsikosis
Sejak ditemuk annya klorpromazin, suatu neuroleptik golongan fenotiazin pada tahun 1950, pengobatan untuk psikosis terutama skizofrenia terus
dikembangkan Setiabudy, 2007.
2.3.2 Indikasi
Klorpromazin HCl digunakan untuk penderita psikosis hiperaktif, memeperlambat perkembangan skizofrenia dini, mengobati rasa takut, dan
digunakan juga untuk mengobati mual, muntah secara sentral Munaf, 1994.
2.3.3 Farmakodinamik
Efek farmakologi klorpromazin dan antipsikosis lainnya meliputi efek pada susunan saraf pusat, sistem otonom, dan sistem endokrin Setiabudy, 2007.
2.3.3 Farmakokinetik
Kebanyakan antipsikosis diabsorpsi sempurna, sebagian diantaranya mengalami metabolisme lintas pertama. Kebanyakan antipsikosis larut dalam
lemak dan terikat kuat dengan protein plasma, serta memiliki volume distribusi besar. Metabolit klorpromazin ditemukan di urin sampai beberapa minggu setelah
pemberian obat terakhir Setiabudy, 2007.
2.3.4 Efek Samping
Kemungkinan terjadinya gejala indiosinkrasi, berupa ikterus, dermatitis dan leukopenia.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Disolusi
Uji disolusi merupakan suatu prosedur pengendalian mutu tetap dalam praktik Cara Pembuatan Obat yang Baik CPOB. Uji disolusi merupakan suatu
indikator sederhana dan tidak mahal untuk ketetapan fisik produk. Jika suatu bets sangat berbeda dari yang lain dalam karakteristik disolusinya, atau jika waktu
disolusi bets produk menunjukkan kecenderungan tetap menaik atau menurun, hal tersebut diduga suatu peringatan pasti bahwa beberapa faktor dalam bahan baku,
formulasi atau proses berada di luar kendali Siregar, 2010. Kecepatan disolusi obat merupakan tahap sebelum obat berada dalam
darah. Apabila suatu sediaan padat berada dalam saluran cerna, bahan berkhasiat harus terlarut, sesudah itu barulah obat tersebut dapat melewati membran saluran
cerna. Obat yang larut baik dalam air akan melarut cepat dan berdifusi secara pasif. Sebaliknya, obat yang kelarutannya kecil kecepatan disolusi tidak larut atau
disintegrasi sediaan relatif karena pengaruhnya kecil terhadap disolusi zat aktif Syukri, 2002.
2.4.1 Alat Uji Disolusi
Alat uji disolusi berfungsi melepaskan dan melarutkan zat aktif dari sediaannya. Pada dasarnya alat ini berfungsi mengekstraksi zat aktif dari
sediaannya dalam satuan waktu di bawah antar permukaan cairan solid, suhu, dan komposisi media yang dibakukan Siregar, 2010.
Pada prinsipnya, alat uji disolusi terdiri atas bejana dan tutup, yang berfungsi sebagai wadah yang mendisolusi zat aktif; pengaduk, motor pemutar
Universitas Sumatera Utara
pengaduk; termometer; penangas air yang dilengkapi dengan thermostat Siregar, 2010.
Menurut Ditjen POM 1995, ada dua tipe alat uji disolusi sesuai dengan yang tertera dalam masing-masing monografi:
a. Alat 1 Tipe Keranjang
Alat terdiri dari wadah bertutup yang terbuat dari kaca, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan wadah disolusi keranjang
berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm −175 mm,
diameter 98 mm −106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml. Batang logam
berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus dan
tanpa goyangan. Sebuah tablet diletakkan dalam keranjang saringan kawat kecil yang diikatkan pada bagian bawah batang logam yang digerakkan
oleh motor yang kecepatannya dapat diatur. Wadah dicelupkan sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai sehingga dapat mempertahankan suhu
dalam wadah pada 37
o
± 0,5
o
C selama pengujian dan menjaga agar gerakan air halus dan tetap. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar,
untuk mencegah penguapan digunakan suatu penutup yang pas. b.
Alat 2 Tipe Dayung Alat ini sama dengan alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang
terdiri dari daun dan batang logam sebagai pengaduk. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi
spesifikasi dengan jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dasar
Universitas Sumatera Utara
wadah yang dipertahankan selama pengujian berlangsung. Sediaan obat dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah sebelum dayung mulai
berputar. Gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan.
2.4.2 Media Disolusi
Menurut Agoes 2008, media disolusi yang biasa digunakan adalah: 1. Air Suling
Pelarut air digunakan untuk uji penetapan pelarutan beberapa tablet. Pengujian menggunakan cairan air memberikan hasil yang sangat berbeda dengan
cairan fisiologik, terutama untuk senyawa ionik yang sangat dipengaruhi oleh pH. 2. Larutan Ionik
Larutan ionik banyak digunakan untuk menyesuaikan pH organ tubuh : a.
Larutan asam pH 1,2 dibuat dari asam klorida encer baik ditambah atau tidak ditambah dengan larutan natrium atau kalium klorida,
sehingga pH cairan mendekati komposisi cairan lambung. b.
Larutan dapar alkali pH 7-8 paling sering digunakan untuk meniru pH usus dalam pengujian sediaan dengan aksi diperpanjang atau aksi
terjaga setelah melewati cairan yang asam.
2.4.3 Kriteria Sediaan Tablet yang Diuji dan Tidak Diuji Disolusi
Menurut Farmakope Indonesia Ed. IV FI. Ed. IV, suatu sediaan tablet diuji disolusinya jika dinyatakan dalam monografinya. Hal ini berarti prosedur
dan persyaratan uji disolusi hanya berlaku untuk sediaan tablet yang tertera dalam monografi tersebut. Sediaan tablet yang tidak tertera dalam FI. Ed. IV tentu saja
Universitas Sumatera Utara
dapat diuji disolusinya dengan prosedur dan persyaratan yang ditetapkan sendiri oleh pabriknya atau laboratorium pengendalian mutu pabrik tersebut Siregar,
2010. Tablet kunyah tidak diuji disolusinya sebab harus dikunyah sebelum
ditelan. Untuk tablet salut enterik, digunakan cara pengujian untuk sediaan lepas lambat, kecuali dinyatakan lain Siregar, 2010.
2.4.4 Prosedur Pengujian Disolusi
Pada tiap pengujian, dimasukkan sejumlah volume media disolusi seperti yang tertera dalam masing-masing monografi ke dalam wadah, pasang alat dan
dibiarkan media disolusi mencapai temperatur 37
o
C. Satu tablet dicelupkan dalam keranjang atau dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah, kemudian pengaduk
diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Pada interval waktu yang ditetapkan dari media diambil cuplikan pada daerah pertengahan
antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar atau daun dari alat dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah untuk analisis
penetapan kadar dari bagian obat yang terlarut. Tablet harus memenuhi syarat seperti yang terdapat dalam monografi untuk kecepatan disolusi Ditjen POM,
1995.
2.4.5 Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi
Farmakope Indonesia Ed. IV menyatakan, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut
dari sediaan yang diuji sesuai dengan tabel penerimaan Siregar, 2010. Pengujian dilanjutkan sampai tiga tahap, Pada tahap 1 S
1
, 6 tablet diuji. Bila pada tahap ini
Universitas Sumatera Utara
tidak memenuhi syarat, maka akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap 2 S
2
. Pada tahap ini 6 tablet tambahan diuji lagi. Bila tetap tidak memenuhi syarat, maka pengujian dilanjutkan lagi ke tahap 3 S
3
. Pada tahap ini 12 tablet tambahan diuji lagi Lachman, 1994.
Tabel 1 . Tabel Penerimaan Hasil Uji Disolusi
Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut, seperti yang tertera dalam masing-masing monografi, dinyatakan dalam persen dari jumlah yang tertera pada
etiket. Angka 5 dan 15 adalah persen dari jumlah yang tertera pada etiket sehingga mempunyai arti yang sama dengan Q. Kecuali ditetapkan lain dalam
masing-masing monografi, persyaratan umum untuk penetapan satu titik tunggal ialah terdisolusi 75 dalam 45 menit dengan menggunakan Alat 1 pada 100 rpm
atau Alat 2 pada 50 rpm Siregar, 2010. Tahap
Jumlah Sediaan yang diuji
Kriteria Penerimaan S
1
6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5
S
2
6 Rata-rata dari 12 unit S
1
+ S
2
adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak
satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15
S
3
12 Rata-rata dari 24 unit S
1
+ S
2
+ S
3
adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak
lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15 dan tidak satupun unit yang
lebih kecil dari Q – 25
Universitas Sumatera Utara
2.4.6 Faktor yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif
Menurut Syukri 2002, faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari bentuk sediaan, antara lain:
a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat
Sifat-sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi laju disolusi meliputi : kelarutan zat aktif, bentuk kristal, kompleksasi serta ukuran partikel. Sifat
fisikokimia lain seperti kekentalan dapat menimbulkan masalah disolusi. b.
Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan tambahan dan
cara pengolahan. Pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi tergantung kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung didalamnya.
Penggunaan bahan tambahan sebagai bahan pengisi, pengikat, penghancur dan pelicin dalam proses formulasi dapat menghambat atau mempercepat
laju disolusi tergantung bahan tambahan yang digunakan. Cara pengolahan bahan baku, bahan tambahan dan prosedur yang dilakukan dalam
formulasi sediaan padat peroral juga berpengaruh terhadap laju disolusi. Waktu pengadukan lama pada granulasi basah dapat menghasilkan granul-
granul besar, keras dan padat sehingga pada proses pencetakan dihasilkan tablet dengan waktu hancur dan disolusi yang lama. Faktor formulasi yang
mempengaruhi laju disolusi diantaranya: kecepatan disintegrasi, interaksi obat dengan eksipien bahan tambahan dan kekerasan.
c. Faktor yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji
Universitas Sumatera Utara
Faktor ini dipengaruhi oleh lingkungan selama percobaan meliputi: kecepatan pengadukan, suhu medium, pH medium dan metode uji yang
digunakan. Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan tebal lapisan difusi sehingga memperluas permukaan partikel yang kontak
dengan pelarut. Suhu medium berpengaruh terhadap kelarutan zat aktif. Zat yang kelarutannya tidak tergantung pH, perubahan pH medium
disolusi tidak akan mempengaruhi laju disolusi. Pemilihan kondisi pH pada percobaan in vitro penting karena kondisi pH akan berbeda pada
lokasi obat disaluran cerna. Metode penentuan laju disolusi yang berbeda dapat menghasilkan laju disolusi sama atau berbeda, tergantung pada
metode uji yang digunakan.
2.5 Penetapan Kadar
Setelah pengambilan sampel uji disolusi, dilanjutkan dengan proses analisis penetapan kadar zat aktif dalam sampel. Prosedur penetapan konsentrasi
zat aktif dan sampel uji disolusi mencakup titrasi asam-basa, titrasi kompleksometri, titrasi iodometri, spektrofotometri, spektrofluorometri, dan
kromatografi cair kinerja tinggi Siregar, 2010. Dalam hal ini, metode yang dipilih dalam penetapan kadar sampel uji disolusi yaitu Spektrofotometri UV.
Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran berapa banyak radiasi yang diserap oleh sampel. Metode ini biasanya digunakan untuk molekul dan ion
anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang didapatkan, tetapi
Universitas Sumatera Utara
spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif Dachriyanus, 2004.
Analisis spektrofotometri cukup teliti, cepat dan sangat cocok untuk digunakan pada kadar yang kecil. Senyawa yang dianalisis harus mempunyai
gugus kromofor. Pengamatan spektrum bermanfaat, karena dapat membandingkan spektrum sebelum dan sesudah partisi Sardjoko, 1993.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PERCOBAAN
3.1 Tempat Pengujian