Mengacu pada latar belakang di atas maka penulis akan melakukan penelitian untuk menganalisis pelaksanaan program Posbindu PTM dalam deteksi dini dan
pencegahan komplikasi DM di Puskesmas Glugur Darat tahun 2014.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pelaksanaan program Posbindu PTM dalam deteksi
dini dan pencegahan komplikasi DM di Puskesmas Glugur Darat tahun 2014?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan program Posbindu PTM dalam deteksi dini dan pencegahan komplikasi DM di Puskesmas Glugur Darat
tahun 2014.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah: 1.
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan mengenai penanggulangan diabetes melitus sehingga dapat meningkatkan
efektivitas dan efisiensi penanggulangan diabetes melitus di Kota Medan. 2.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi puskesmas dan kader Posbindu PTM mengenai pelaksanaan penanggulangan
diabetes melitus, sehingga dapat meningkatkan perannya dalam upaya preventif dan promotif.
Universitas Sumatera Utara
3. Sebagai bahan menambah ilmu pengetahuan serta wawasan secara nyata bagi
penulis. 4.
Menjadi wawasan baru bagi peneliti lain dalam penelitian mengenai deteksi dini dan pencegahan komplikasi diabetes melitus dengan program Posbindu PTM.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus Diabetes melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
cukup tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup. Menurut kriteria diagnostik PERKENI Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia 2006, seseorang dikatakan menderita diabetes melitus jika memiliki kadar
gula darah pada saat puasa 126 mgdl dan pada saat tes 200 mgdl. 2.1.1 Jenis Diabetes Melitus
Secara umum, diabetes melitus dibagi menjadi 3 macam, yaitu : 1.
Diabetes Melitus yang tergantung pada insulin DM Tipe-1 Diabetes tipe 1 disebabkan karena pankreas tidak dapat menghasilkan
cukup insulin. Hal ini bisa disebabkan oleh kelainan sistem imun tubuh yang menghancurkan sel yang menghasilkan insulin atau karena infeksi virus sehingga
hormone insulin dalam tubuh berkurang dan mengakibatkan timbunan gula pada aliran darah. Penderita penyakit diabetes tipe-1 sebagian besar terjadi pada orang
di bawah usia 30 tahun. Oleh karena itu, penyakit ini sering dijuluki diabetes anak-anak karena penderitanya lebih banyak terjadi pada anak-anak dan remaja.
Diabetes tipe 1 disebabkan pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin. Karena kekurangan insulin maka menyebabkan glukosa tetap ada di
dalam aliran darah dan tidak dapat digunakan sebagai energi. Beberapa penyebab pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin pada penderita diabetes tipe 1
adalah sebagai berikut: 9
Universitas Sumatera Utara
a. Keturunan atau genetika
Jika salah satu atau kedua orang tua dari seorang anak menderita diabetes, maka anak tersebut akan beresiko terkena diabetes.
b. Autoimunitas
Autoimunitas adalah tubuh mengalami alergi terhadap salah satu jaringan atau jenis selnya sendiri. Dalam kasus ini alergi yang ada dalam pankreas.
Oleh sebab itu, tubuh kehilangan kemampuan untuk membentuk insulin karena sistem kekebalan tubuh menghancurkan sel-sel yang memproduksi
insulin. c.
Virus atau zat kimia Virus atau zat kimia yang menyebabkan kerusakan pada pulau sel atau
kelompok sel dalam pankreas tempat insulin dibuat. Semakin banyak pulau sel yang rusak semakin besar kemungkinan seseorang menderita
diabetes. Oleh karena pankreas kesulitan menghasilkan insulin, maka insulin harus
ditambahkan setiap hari. Umumnya dengan cara suntik insulin. Insulin tidak dapat diberikan secara oral, karena insulin dapat hancur dalam lambung bila
dimasukkan melalui mulut. Cara lain adalah dengan memperbaiki fungsi kerja pankreas.Jika pankreas bisa kembali berfungsi dengan normal, maka pankreas
bisa memenuhi kebutuhan insulin yang dibutuhkan tubuh. 2.
Diabetes Melitus Tanpa Bergantung pada Insulin DiabetesTipe-2 Penyakit diabetes tipe -2 sering juga disebut non insulin dependent
diabetes melitus atau diabetes melitus tanpa bergantung pada insulin. Penyakit
Universitas Sumatera Utara
diabetes tipe-2 ini sering disebut sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula. Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes yang sebagian besar diderita.
Sekitar 90 hingga 95 penderita diabetes menderita diabetes tipe 2. Jenis diabetes ini paling sering diderita oleh orang dewasa yang berusia lebih dari 30
tahun dan cenderung semakin parah secara bertahap. Diabetes tipe 2 disebabkan karena pankreas tidak bisa memproduksi
insulin yang cukup. Kebanyak dari insulin yang diproduksi pankreas dihisap oleh sel-sel lemak akibat gaya hidup dan pola makan yang tidak baik. Karena pankreas
tidak dapat membuat cukup insulin untuk mengatasi kekurangan insulin sehingga kadar kadar gula dalam darah naik.
Beberapa penyebab utama diabetes tipe 2 : a.
Faktor Keturunan Apabila orang tua atau saudara sekandung yang mengalami penyakit ini,
maka resiko diabetes tipe 2 lebih tinggi. b.
Pola makan dan gaya hidup Pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat menjadi pemicu utama
pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara maksimal. Mengkonsumsi makanan cepat saji atau fast food yang menyajikan
makanan berlemak dan tidak sehat merupakan penyebab utama. Kurang olahraga dan istirahat yang tidak mencukupi juga berpengaruh terhadap
munculnya penyakit ini.
Universitas Sumatera Utara
c. Kadar kolesterol
Kadar kolesterol dalam darah yang tinggi akan menyerap insulin yang diproduksi oleh pankreas. Pada akhirnya, tubuh tidak dapat menyerap
insulin ini untuk merubahnya menjadi energi. d.
Obesitas Obesitas atau kelebihan berat badan disebabkan oleh timbunan lemak
yang tidak positif bagi tubuh. Seperti kolesterol, lemak juga akan menyerap produksi insulin pankreas secara habis-habisan sehingga tubuh
tidak kebagian insulin untuk diproduksi sebagai energi. Semua penyebab diabetes tipe 2 umumnya karena gaya hidup yang tidak
sehat. Hal ini membuat metabolisme dalam tubuh tidak berjalan sempurna, metabolismee tubuh yang tidak sempurna membuat insulin dalam tubuh tidak
dapat berfungsi dengan baik. Penanganan pada penderita diabetes tipe 2 adalah dengan memaksa fungsi kerja pankreas sehingga dapat menghasilkan insulin
lebih banyak. Jika pankreas dapat menghasilkan insulin yang dibutuhkan tubuh, maka kadar gula dalam darah akan menurun karena dapat diubah menjadi energi.
Dalam banyak kasus, penyakit ini dapat diobati dengan minum pil untuk merangsang pankreas agar menghasilkan lebih banyak insulin. Namun pankreas
bisa lelah menghasilkan insulin jika terus menerus dipaksa. Cara terbaik untuk mengatasi diabetes tipe 2 adalah dengan diet yang baik untuk mengurangi berat
badan dan kadar gula, disertai dengan gerak badan yang sesuai.
Universitas Sumatera Utara
3. Diabetes Melitus Gestasional Diabetes Kehamilan
Diabetes melitus gestasional melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, yang meniru DM Tipe-
2. Jenis diabetes ini terjadi selama kehamilan dan bisa juga meningkat atau lenyap. Meskipun kejadiannya sementara, namun diabetes jenis ini bisa merusak
kesehatan janin dan ibu. Gestasional Diabetes Melitus GDM terjadi sekitar 2-5 dari semua
kehamilan. Diabetes ini sifatnya sementara dan harus ditangani dengan baik, karena jika tidak, bisa menyebabkan masalah dalam kehamilan seperti
makrosomia, cacat janin, penyakit jantung sejak lahir, gangguan pada sistem saraf pusat, dan juga cacat otot. Bahkan ada dugaan bahwa hiperbillirubinemia juga
diakibatkan oleh binasanya sel darah merah akibat dari meningkatnya gula dalam darah. Bahkan dalam kasus yang parah hal ini bisa mengakibatkan kematian.
Karena itulah, hal ini harus mendapat pengawasan medis yang seksama selama kehamilan.
2.1.2 Gejala Diabetes Melitus
a. Gejala Khas
1. Poliuri Sering Buang Air Kecil
Sering buang air kecil dalam jumlah banyak terutama pada malam hari sehingga pengidap diabetes sering terbangun karena ingin kencing. Pada
kondisi ini, ginjal bekerja sangat aktif untuk menyingkirkan kelebihan glukosa dalam darah.
2. PolidipsiHaus Berlebihan
Universitas Sumatera Utara
Rasa haus berlebihan adalah respon tubuh untuk mengisi cairan yang hilang akibat sering buang air kecil. Tanda-tanda ini berjalan seiring sebagai
mekanisme tubuh untuk menurunkan kadar gula darah. 3.
Polifagi Rasa Lapar Berlebihan Rasa lapar berlebihan adalah tanda lain dari diabetes. Ini terjadi akibat
kadar gula yang tinggi namun tidak dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan dalam proses metabolisme. Ketika kadar gula darah tidak dapat
masuk ke dalam sel, tubuh berpikir belum mendapatkan asupan makanan sehingga mengirim sinyal lapar untuk mendapatkan glukosa lebih banyak agar
sel-sel dapat berfungsi Garnadi, 2012. b.
Gejala Tidak Khas Gejala tidak khas diabetes adalah keluhan yang memang tidak khas untuk
diabetes karena gejala-gejala tersebut bisa juga gejala dari penyakit atau kondisi selain diabetes. Namun, gejala tidak khas ini tidak boleh diabaikan.
1. Lemas dan tidak bertenaga
Terjadinya gangguan metabolisme energi. Munculnya rasa lemah, lelah atau tidak bertenaga Karena tubuh diabetes tidak dapat mengubah gula
menjadi energi meski kadar gula darahnya tinggi. Akibatnya, badan menjadi kurus karena cadangan lemak dan protein dibakar untuk dijadikan energy
Garnadi, 2012. 2.
Timbulnya penyakit infeksi Diabetesi sering mengeluhkan rasa gatal pada kulit karena jamur. Gatal
tersebut sulit sembuh meski sudah sering menggunakan obat anti jamur.
Universitas Sumatera Utara
Keluhan rasa gatal juga terjadi pada selangkangan dan bibir kemaluan wanita vagina. Kadar gula darah yang tinggi menyebabkan sistem sistem
pertahanan tubuh bekerja tidak optimal. Selain itu, agen infeksi juga tumbuh menjadi lebih subur karena kadar gula darah yang tinggi. Infeksi lain yang
sering terjadi pada diabetes antara lain: -Infeksi saluran kemih hingga menimbulkan radang ginjal pyelonephritis
-Radang paru termasuk infeksi TBC. -Infeksi gigi
-Infeksi ruang telinga luar otitis eksternal -Keputihan pada wanitaGarnadi, 2012.
3. Luka yang sulit sembuh
Infeksi, luka, dan memar yang tidak kunjung sembuh adalah tanda klasik diabetes. Hal ini terjadi karena pembuluh darah vena dan arteri rusak
akibat jumlah glukosa berlebih. Kondisi ini membuat darah sulit menjangkau daerah-daerah tubuh yang luka untuk memfasilitasi proses penyembuhan
Fauzi,2014. 4.
Kesemutan pada anggota gerak Kesemutan dan mati rasa di tangan dan kaki, bersama dengan rasa sakit
terbakar atau bengkak merupakan tanda-tanda bahwa saraf sedang dirusak oleh diabetes. Jika dibiarkan kondisi ini dapat menyebabkan neropati
kerusakan saraf permanen Fauzi, 2014.
Universitas Sumatera Utara
5. Kulit bermasalah
Kulit gatal dan kering bisa menjadi tanda diabetes. Contoh lain adalah acanthosis nigricans, yaitu penggelapan kulit di sekitar leher atau ketiak.
Orang yang memiliki kondisi ini sudah mengalami resistensi insulin meskipun gula darah mereka mungkin tidak tinggi Fauzi,2014.
6. Pandangan mata menjadi kabur
Pandangan mata diabetes menjadi berkurang atau pandangan menjadi kabur akibat adnaya gangguan pada lensa dan retina mataretinopati.
Sebagian pengidap diabetes sering kali mengganti-ganti kacamatanya karena ada keluhan pandangan kabur.
Diabetes dapat merusak pembuluh darah halus di retina amta. Retina adalah bagian mata yang berfungsi untuk menagkap cahaya. Karena itu,
kerusakan retina bisa mengancam terjadinya buta mata. Pada stadium dini, retinopati diabetic tidak menimbulkan keluhan. Adanya kejadian retinopati
diabetic dapat dideteksi dengan melakukan pemeriksaan funduskopi Garnadi, 2012.
7. Disfungsi seksual pada pria atau wanita
Gangguan fungsi seksual disfungsi seksual dapat terjadi baik pada pria maupun wanita penderita diabetes. Kejadian gangguang fungsi seksual
disfungsi seksual pada pria, seperti impotensi seolah-olah lebih sering terjadi daripada wanita. Padahal, kasus kejadian disfungsi pada wanita juga tinggi,
misalnya berupa frigiditas. Disfungsi seksual umumnya terjadi akibat
Universitas Sumatera Utara
kerusakan pembuluh darah dan sistem saraf pada organ seksual Garnadi, 2012.
2.1.3 Komplikasi Diabetes Melitus
a. Komplikasi akut
Keadaan yang termasuk dalam komplikasi akut DM adalah ketoasidosis diabetik KAD dan Status Hiperglikemi Hiperosmolar SHH. Pada dua
keadaan ini kadar glukosa darah sangat tinggi pada KAD 300-600 mgdL, pada SHH 600-1200 mgdL, dan pasien biasanya tidak sadarkan diri. Karena angka
kematiannya tinggi, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit untuk penanganan yang memadai.
Keadaan hipoglikemia juga termasuk dalam komplikasi akut DM, di mana terjadi penurunan kadar glukosa darah sampai 60 mgdL. Pasien DM
yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan mengalami keadaan hipoglikemia. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia misalnya pasien
meminum obat terlalu banyak paling sering golongan sulfonilurea atau menyuntik insulin terlalu banyak, atau pasien tidak makan setelah minum obat
atau menyuntik insulin. Gejala hipoglikemia antara lain banyak berkeringat, berdebar-debar,
gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan jika berat, dapat hilang kesadaran sampai koma. Jika pasien sadar, dapat segera diberikan minuman manis yang
mengandung glukosa. Jika keadaan pasien tidak membaik atau pasien tidak sadarkan diri harus segera dibawa ke rumah sakit untuk penanganan dan
pemantauan selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
b. Komplikasi kronik
Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan saraf. Pembuluh darah yang
dapat mengalami kerusakan dibagi menjadi dua jenis, yakni pembuluh darah besar dan kecil.
Yang termasuk dalam pembuluh darah besar antara lain: 1
Pembuluh darah jantung, yang jika rusak akan menyebabkan penyakit
jantung koroner dan serangan jantung mendadak
2 Pembuluh darah tepi, terutama pada tungkai, yang jika rusak akan
menyebabkan luka iskemik pada kaki
3 Pembuluh darah otak, yang jika rusak akan dapat menyebabkan stroke
Kerusakan pembuluh darah kecil mikroangiopati misalnya mengenai pembuluh darah retina dan dapat menyebabkan kebutaan. Selain itu, dapat
terjadi kerusakan pada pembuluh darah ginjal yang akan menyebabkan nefropati diabetikum. Saraf yang paling sering rusak adalah saraf perifer, yang
menyebabkan perasaan kebas atau baal pada ujung-ujung jari. Karena rasa kebas, terutama pada kakinya, maka pasien DM sering kali tidak menyadari
adanya luka pada kaki, sehingga meningkatkan risiko menjadi luka yang lebih dalam ulkus kaki dan perlunya melakukan tindakan amputasi. Selain kebas,
pasien mungkin juga mengalami kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, lebih terasa sakit di malam hari serta kelemahan pada tangan dan kaki. Pada pasien
yang mengalami kerusakan saraf perifer, maka harus diajarkan mengenai
Universitas Sumatera Utara
perawatan kaki yang memadai sehingga mengurangi risiko luka dan amputasi
Regina, 2012. 2.1.4 Upaya Pencegahan
Diabetes merupakan kondisi yang dapat berjalan hingga menimbulkan suatu komplikasi, jumlah pasien yang semakin meningkat, dan besarnya biaya perawatan
pasien penderita diabetes melitus yang terutama disebabkan oleh karena komplikasi, maka upaya yang paling baik adalah pencegahan. Upaya pencegahan pada penderita
diabetes melitus ada 3 tahap, yaitu : a.
Pencegahan Primer Pengertian pencegahan primer adalah mencegah orang normal dan
pengidap prediabetes agar tidak menjadi pengidap diabetes. Banyak masyarakat yang tidak sadar bahwa dirinya mengidap prediabetes. Prediabetes
dapat dicegah agar tidak menjadi diabetes dengan mengendalikan faktor risiko diabetes. Pencegahan dini terjadinya diabetes dapat dilakukan dengan
mencegah kelebihan bobot badan dan kegemukan obesitas, olahraga teratur, serta pengaturan pola makan yang baik. Untuk menghilangkan faktor resiko,
dilakukan pendekatan komunitas. Pencegahan primer terdiri dari : 1.
General Health Promotion Penyuluhan Kesehatan Secara Umum, yaitu dengan peningkatan gizi yang baik.
Contoh: Mengkonsusmsi makanan dengan kandungan karbohidrat yang berserat tinggi dan bukan olahan.
2. Spesifik Protection Perlindungan Kesehatan Spesifik.
Contoh: mengontrol BB
Universitas Sumatera Utara
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan atau menghambat timbulnya komplikasi dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak
awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Apabila seseorang telah mengidap penyakit diabetes,
maka tindakan pencegahannya adalah tindakan pencegahan sekunder. Yaitu berbagai upaya untuk mencegah timbulnya komplikasi diabetes.Upaya
tersebut meliputi lima pilar edukasi diabetes,mengatur pola makan, melakukan aktivitas fisik dan olahraga, obat hipoglikemik oral dan
pemantauan gula darah secara mandiri Garnadi, 2012. Pada pencegahan sekunder penyuluhan tentang perilaku terhadap sehat
seperti pada pencegahan primer harus dilaksanakan ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan,
disamping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi.
Ditujukan pada pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif, sehingga komplikasi dapat dicegah. Hal ini dapat dilakukan dengan
skrining, untuk menemukan penderita sedini mungkin terutama individu populasi. Kalaupun ada komplikasi masih reversiblekembali seperti semula.
Selain itu, penyuluhan kesehatan secara profesional dengan memberikan materi penyuluhan seperti : apakah itu DM, bagaimana penatalaksanaan DM,
obat-obatan untuk mengontrol glukosa darah, perencanaan makan, dan olah raga pun penting untuk dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
c. Pencegahan Tertier
Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya terdiri dari 3 tahap, antara lain :
1. Mencegah timbulnya komplikasi. 2. Mencegah berlanjutnya komplikasi untuk tidak terjadi kegagalan organ.
3. Mencegah terjadinya kecacatan oleh karena kegagalan organ atau jaringan.
Apabila pengidap diabetes sudah mengalami komplikasi diabetes, maka tindakan pencegahannya adalah mencegah kecacatan akibat berbagai
komplikasi diabetes. Pengidap diabetes tetap harus menjalani lima pilar pencegahan diabetes. Berbagai penyakit komplikasi, seperti penyakit jantung
koroner, retinopati diabetic, atau nefropati diabetic harus diterapi oleh dokter agar tidak berlanjut menjadi serangan jantung, kebutaan, atau kegagalan
fungsi jantung Garnadi, 2012.
2.1.5 Upaya Pengendalian DM
Diabetes melitus merupakan kondisi yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikendalikan melalui lima pilar kendali diabetes. Upaya pengendalian diabetes
akan membuat diabetes dapat hidup normal layaknya orang sehat yang lain. Upaya kendali diabetes melitus tipe 2 diibaratkan seperti mobil yang harus
sukses melewati jembatan.Jembatan tidak akan roboh jika disangga oleh lima pilartiang. Lima pilar tersebut, sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1 Edukasi Diabetes
Diabetesi harus selalu ingin tahu perihal diabetes melalui kegiatan membaca, mengikuti ceramah edukasi, seminar dan lain sebagainya.
2 Mengatur pola makan
Diabetesi harus mengatur pola makannya dengan prinsip 3 J yaitu tepat jadwal, tepat jenis, dan tepat jumlah makan.
3 Melakukan Aktivitas fisik
Diabetesi harus melakukan aktivitas fisik dan olahraga secara teratur. Dosis olahraga dapat diatur dengan pedoman FIT, yaitu frekuensi,
intensitas, dan time waktu. 4
Obat hipoglikemik oral dan mungkin juga suntikan insulin Diberikan jika upaya pengaturan makan dan olahraga tidak cukup
mengembalikan kadar darah diabetes. 5
Pemantauan gula darah secara mandiri. Pemeriksaan gula darah secara mandiri bermanfaat agar pengidap diabetes
mengetahui kadar gula darahnya sehingga bisa mengatur pola makan, aktivitas, dan dosis obat atau dosis hormone insulin yang harus diterapkan.
Upaya pengendalian bukan hanya mengonsumsi obat, namun perlu disertai dengan upaya pengendalian non farmakologi yaitu, mengatur pola makan, olahraga
dan cek gula darah mandiri.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5.1 Upaya Non Farmakologis
Terapi pengendalian bagi diabetes yang paling utama adalah upaya non- farmakologis meliputi pengaturan pola makan, pengaturan aktivitas fisik dan cek gula
darah mandiri. 1.
Pengatutran pola makan Bagi penderita diabetes , kecenderungan perubahan kadar gula yang
drastis akan terjadi pada saat sehabis makan. Sehabis makan maka kadar gula akan tinggi. Namun beberapa lama tidak mendapat asupan makanan maka
kadar gula darah akan rendah sekali. Prinsip pengaturan makan bagi diabetes adalah prinsip 3 J, yaitu
mengatur jumlah, jenis dan jadwal. Artinya, diabetes harus mengatur jumlah kebutuhan energi, mengatur jenis sumber energikarbohidrat, protein, dan
lemak dalam menu makanan dan mengatur jadwal makan. a.
Mengatur jumlah makanan Jumlah makanan yang dikonsumsi oleh diabetes harus diatur
sesuai dengan kebutuhan energi hariannya. Akumulasi kelebihan asupan energi dari makanan secara berangsur-angsur dapat menimbulkan
kegemukan. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan bagi diabetes. Begitu juga sebaliknya, akumulasi kekurangan asupan energi dari
makanan dapat menimbulkan penurunan bobot badan pada diabetesi. Besarnya kebutuhan asupan energi bagi diabetes dapat dihitung
setelah diketahui bobot badan ideal dan indeks masa tubuhnya. Pengukuran bobot badan ideal dapat menggunakan rumus bobot badan
Universitas Sumatera Utara
ideal menurut Broca. Bobot badan dan besarnya aktivitas dapat memengaruhi besarnya kebutuhan asupan energi. Kebutuhan energi akan
semakin kecil jika aktivitas fisiknya lebih rendah. Begitu juga sebaliknya, kebutuhan energi lebih besar jika kurus atau kebutuhan energi lebih besar
jika aktivitas kerja lebih berat. Jumlahporsi makanan yang dikonsumsi harus diatur agar mencapai bobot badan normal.
b. Memilih Jenis makanan
Jenis makanan menentukan kecepatan naik atau turunnya kadar gula darah. Kecepatan suatu makanan dalam menaikkan kadar gula darah
disebut juga indeks glikemik. Semakin cepat menaikkan kadar gula darah sehabis makan tersebut dikonsumsi, maka semakin tinggi indeks glikemik
makanan tersebut. Hindari makanan yang berindeks glikemik tinggi, seperti sumber
karbohidrat sederhana, gula, madu, sirup, roti, mie dan lain-lain. Makanan yang berindeks glikemik lebih rendah adalah makanan yang
kaya dengan serat, contohnya sayuran dan buah-buahan. c.
Mengatur jadwal makanan Jadwal makan bagi diabetes harus diatur agar kadar gula darah
terkendali tidak tinggi dan tidak rendah. Pengaturan jadwal makannnya adalah makan besar sebanyak tiga kalimakan pagi, makan siang, makan
malam dan disisipi dengan makan selingan atau camilan sebanyak tiga kali. Makanan selingan sebaiknya berupa buah-buahan dan bukan snack
yang kaya akan kalori.
Universitas Sumatera Utara
Usahakan makan tepat pada waktu. Apabila terlambat makan maka bisa terjadi hipoglikemia atau rendahnya kadar gula darah. Hipoglikemia
meliputi gejala, seperti pusing, mual, dan pingsan. Apabila hal ini terjadi maka dianjurkan segera minum air gula.
2.1.5.2 Upaya Farmakologis
Upaya pengendalian diabetes dengan obat-obatan termasuk ke dalam upaya farmakologis. Konsumsi obat diabetes tidak bisa menggantikan upaya pengaturan
makan dan olahraga. Meskipun sudah minum obat, tetapi diabetes harus melakukan upaya pengaturan makan dan olahraga.
Obat-obatan hipoglikemik oral bermacam-macam jenisnya. Ada yang berdasarkan cara kerja, lamanya reaksi obat, dan komposisinya. Berikut ini golongan
obat hipoglikemik oral berdasarkan cara kerjanya: 1
Obat golongan sulfonylurea dan golongan glinid. Keduanya bekerja dengan cara merangsang sel beta pankreas untuk
memproduksi hormone insulin. 2
Obat golongang biguanid dan tiazolidindion. Kedua golongan ini bekerja dengan cara meningkatkan kerja insulin dan
meningkatkan kepekaan reseptor insulin. 3
Obat golongan penghambat glukosidase alfa. Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat kerja enzim pencerna
karbohidrat menjadi gula di saluran pencernaan. 4
Obat golongan biguanid
Universitas Sumatera Utara
Obat golonga ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan gula dari glikogen cadangan gula di hati.
5 Obat golongan penghambat enzim DPP IV
Golongan obat ini bekerja dengan menurunkan kinerja hormone glukagon. Golongan obat hipoglikemik oral berdasarkan lama kerjanya efek dari obat:
1 Obat hipoglikemik oral efek singkat. Biasanya diminum sebanyak 2-3
kali sehari. 2
Obat hipoglikemik oral efek menengah. Biasanya diminum sebanyak 2 kali sehari.
3 Obat hipoglikemik oral efek panjang. Obat ini biasa diminum satu kali
sehari. Golongan ini akan meningkatkan kepatuhan, tetapi tidak dianjurkan untuk diabetes yang beresiko mengalami hipoglikemia.
Sediaan obat hipoglikemik oral berdasarkan komposisinya: 1
Obat tunggal adalah di dalam satu tablet hanya mengandung satu golongan obat.
2 Obat kombinasi atau di dalam satu tablet terdapat kombinasi dua
golongan obat.
2.1.5.3 Upaya dengan Injeksi Hormon
Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena kekurangan hormone insulin dan atau gangguan kerja hormone insulin. Terapi awal pengendalian kadar gula darah
diupayakan melalui pengaturan makanan, olahraga dan obat hipoglikemik oral OHO.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan obat hipoglikemik oral secara umum dapat dimulai dari obat tunggal dosis terendah hingga dosis tertinggi kombinasi dua atau tiga golongan obat
yang berbeda. Apabila pemberian obat hipoglikemik oral dosis maksimal belum mampu mencapai sasaran pengendalian gula darah, maka digunakan kombinasi obat
hipoglikemik oral dan injeksi insulin. Terapi yang paling banyak digunakan adalah kombinasi obat hipoglikemik
oral dan insulin basal insulin kerja panjang yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Pemberiannya dimulai dari dosis terendah. Apabila terapi tersebut
tidak berhasil, maka diberikan injeksi insulin saja, yaitu kombinasi insulin jangka panjang insulin basal dengan insulin jangka pendek atau insulin kerja cepat.
Diabetesi sebaiknya melakukan evaluasi terapi pengendalian gula darah secara mandiri menggunakan glukometer. Sehingga dosis obat dan hormone insulin
dapat diatur sesuai dengan kadar gula darah yang telah diketahui. Jadi, tidak semua pengidap diabetes melitus tipe 2 membutuhkan injeksi insulin. Berbeda dengan
pengidap diabetes tipe 1 yang mutlak memerlukan injeksi insulin.
2.2 Puskesmas 2.2.1 Pengertian
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan KabupatenKota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Unit pelaksana teknis yang dimaksud di atas adalah bahwa Puskesmas
berperan menyelengarakan sebagian dari teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak
Universitas Sumatera Utara
pembangunan kesehatan di Indonesia .Pembangunan kesehatan yang dimaksud
adalah penyelenggara upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal. Pengertian pembangunan kesehatan juga meliputi pembangunan yang berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan keluarga, serta pelayanan
kesehatan. Sementara yang dimaksud dengan wilayah kecamatan adalah batas wilayah kerja Puskesmas dalam melaksanakan tugas dan fungsi pembangunan
kesehatan.
2.2.2 Fungsi Puskesmas
a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya mengerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor, termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di
wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.
b. Puskesmas pemberdayaan masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan
dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk
sumber pembiayaan, serta ikut memantapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksana program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga
dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya budaya masyarakat setempat.
Universitas Sumatera Utara
c. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama.
Puskesmas bertanggung jawab melaksanakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab Puskesmas meliputi: a
Pelayanan kesehatan perorangan Adalah pelayanan yang bersifat pribadi dengan tujuan utama
menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan pencegahan penyakit. Pelayanan
kesehatan tersebut adalah rawat jalan dan untuk Puskesmas tertentu di tambah rawat inap.
b Pelayanan kesehatan masyarakat
Adalah bersifat umum dengan tujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi kesehatan, pemberantasan penyakit,
pemeliharaan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, kesehatan jiwa serta program kesehatan lainya.
2.2.3 Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggrakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di
Universitas Sumatera Utara
wilayah kerja Puskesmas agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010.
2.3 Program Posbindu PTM 2.3.1 Pengertian
Penyusunan program adalah upaya menyusun rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan. Program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Program
kesehatan diadakan sebagai realisasi dari rencana program kesehatan di bidang kesehatan yang akan memberikan dampak pada peningkatan derajat kesehatan suatu
masyarakat. Blum membedakan ruang lingkup penilaian program atas enam macam, yaitu: Pelaksanaan program, pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan, efektivitas
program dan efisiensi program. Penilaian Pelaksanaan program memiliki pertanyaan pokok yang akan dijawab pada penilaian tentang pelaksanaan program ialah apakah
program tersebut terlaksana atau tidak, bagaimana pelaksanaannya serta faktor-faktor penopang dan penghambat apakah yang ditemukan pada pelaksanaan
program.Azwar, 2010 Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan
deteksi dini dan pemantauan faktor resiko PTM utama yang dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan periodik. Faktor risiko penyakit tidak menular PTM meliputi
merokok, konumsi minuman beralkohol, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, obesitas, stress, hipertensi, hiperglikemi, hiperkolesterol serta menindaklanjuti
secara dini faktor risiko yang ditemukan melalui konseling kesehatan dan segera merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar.
Universitas Sumatera Utara
Kelompok PTM utama adalah diabetes melitus DM, kanker, penyakit jantung dan pembuluh darah PJPD, penyakit paru obstruktif kronis PPOK, dan
gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.
2.3.2 Tujuan
Meningkatkan peran serta masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia 15 tahun ke atas.
2.3.3 Sasaran Kegiatan
Sasaran utama adalah kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia 15 tahun ke atas.
2.3.4 Wadah Kegiatan
Posbindu PTM dapat dilaksanakan terintegrasi dengan upaya kesehatan bersumber masyarakat yang sudah ada, di tempat kerja atau klinik di perusahaan, di
lembaga pendidikan, tempat lain di mana masyarakat dalam jumlah tertentu berkumpulberaktivitas secara rutin, misalnya di mesjid, gereja klub olahraga,
pertemuan organisasi politik maupun kemasyarakatan. Pengintegrasian yang dimaksud adalah memadukan pelaksanaan Posbindu
PTM dengan kegiatan yang sudah dilakukan meliputi kesesuaian waktu dan tempat, serta memanfaatkan sarana dan tenaga yang ada.
2.3.5 Pelaku Kegiatan
Pelaksanaan Posbindu PTM dilakukan oleh kader kesehatan yang telah ada atau beberapa orang dari masing-masing kelompokorganisasilembaga tempat kerja
yang bersedia menyelenggarakan posbindu PTM, yang dilatih secara khusus, dibina atau difasilitasi untuk melakukan pemantauan faktor risiko PTM di masing-masing
Universitas Sumatera Utara
kelompok atau organisasinya. Kriteria kader posbindu antara lain, berpendidikan minimal SLTA, mau dan mampu melakukan kegiatan berkaitan dengan posbindu
PTM.
2.3.6 Bentuk Kegiatan
Posbindu PTM meliputi 10 sepuluh kegiatan: 1.
Kegiatan penggalian informasi faktor risiko dengan wawancara sederhana tentang riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta, aktifitas fisik, merokok,
kurang makan sayur dan buah, potensi terjadinya cedera dan kekerasan rumah tangga, serta informasi lainnya yang dibutuhkan untuk identifikasi masalah
kesehatan berkaitan dengan terjadinya PTM. Aktifitas ini dilakukan saat pertama kali kunjungan dan berkala sebulan sekali.
2. Kegiatan pengukuran berat badan, tinggi badan, Indeks Masa TubuhIMT,
lingkar perut, analisis lemak tubuh, dan tekanan darah sebaiknya diselenggarakan 1 bulan sekali. Analisa lemak tubuh hanya dapat dilakukan
pada usia 10 tahun ke atas. Untuk anak, pengukuran tekanan darah disesuaikan ukuran mansetnya dengan ukuran lengan atas.
3. Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1 tahun sekali
bagi yang sehat, sementara yang beresiko 3 bulan sekali dan penderita gangguan paru dianjurkan 1 bulan sekali. Pemeriksaan fungsi paru sederhana
sebaiknya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah terlatih. 4.
Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit diselenggarakan 3 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor risiko
PTM atau penyandang diabetes melitus paling sedikit 1 tahun sekali. Untuk
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan glukosa darah dilakukan oleh tenaga kesehatan dokterperawat bidananalis laboratorium dan lainnya.
5. Kegiatan pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida, bagi individu sehat
disarankan 5 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor risiko PTM 6 bulan sekali dan penderita dislipedemiagangguan lemak dalam darah minimal
3 bulan sekali. Untuk pemeriksaan gula darah dan kolesterol darah dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ada di lingkungan kelompok masyarakat tersebut.
6. Kegiatan pemeriksaan IVA Inspeksi Visual Asam Asetat dilakukan
sebaiknya minimal 5 tahun sekali bagi individu sehat, setelah hasil IVA positif, dilakukan tindakan pengobbatan krioterapi, diulangi setelah 6 bulan,
jika hasil IVA negatif dilakukan pemeriksaan ulang 5 tahun, namun bila hasil IVA positif dilakukan tindakan pengobatan krioterapi kembali. Pemeriksaan
IVA dilakukan oleh bidandokter yang telah terlatih dan tatalaksana lanjutan dilakukan oleh dokter terlatih di puskesmas.
7. Kegiatan pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfetamin urin bagi
kelompok pengemudi umum yang dilakukan oleh tenaga kesehatandokter, perawatbidananalis laboratorium dan lainnya
8. Kegiatan konseling dan penyuluhan, harus dilakukan setiap pelaksanaan
posbindu PTM. Hal ini penting dilakukan karena pemantauan faktor risiko kurang bermanfaat bila masyarakat tidak tahu cara mengendalikannya.
9. Kegiatan aktifitas fisik atau olahraga bersama, sebaiknya tidak hanya
dilakukan jika ada penyelenggaraan posbindu PTM namun perlu dilakukan rutin setiap minggu.
Universitas Sumatera Utara
10. Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya dengan
pemanfaatan sumber daya tersedia termasuk upaya respon cepat sederhana dalam penanganan pra rujukan.
2.3.7 Pengelompokan Tipe Posbindu
Berdasarkan jenis kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh posbindu PTM, maka dapat dibagi menjadi 2 kelompok tipe
posbindu, yaitu: a. Posbindu PTM dasar meliputi pelayanan deteksi dini faktor risiko
sederhana, yang dilakukan dengan wawancara terarah melalui penggunaan instrument untuk mengidentifikasi riwayat penyakit tidak
menular dalam keluarga dan yang telah diderita sebelumnya, perilaku beresiko, potensi terjadinya cedera dan kekerasan dalam rumah tangga,
pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar perut, Indeks Masa Tubuh IMT, alat analisa lemak tubuh, pengukuran tekanan darah,
pemeriksaan uji fungsi paru sederhana serta penyuluhan mengenai pemeriksaan payudara sendiri.
b. Posbindu PTM utama yang meliputi pelayanan posbindu PTM Dasar ditambah pemeriksaan gula darah, kolesterol total dan trigliserida,
pemeriksaan klinis payudara, pemeriksaan IVA Inspeksi Asam Asetat, pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfetamin urin
bagi kelompok pengemudi umum, dengan pelaksana tenaga kesehatan terlatih Dokter, bidan, perawat kesehatantenaga analis
laboratoriumlainnnya di desakelurahan, kelompok masyarakat,
Universitas Sumatera Utara
lembagainstitusi. Untuk penyelenggaraan posbindu PTM utama dapat dipadukan dengan pos Kesehatan Desa atau Kelurahan siaga aktif,
maupun di kelompok masyarakatlembagainstitusi yang tersedia tenaga kesehatan tersebut sesuai dengan kompetensinya.
2.3.8 Kemitraan
Dalam penyelenggaraan posbindu PTM tatanan desakelurahan perlu dilakukan kemitraan dengan forum desakelurahan Siaga, industry, dan klinik swasta
untuk mendukung implementasi dan pengembangan kegiatan. Kemitraan dengan forum desakelurahan siaga aktif, pos kesehatan
desakelurahan serta klinik swasta bermanfaat bagi posbindu PTM untuk komunikasi dan koordinasi dalam mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah.
Dukungan dapat berupa saranaprasarana lingkungan yang kondusif untuk menjalankan pola hidup sehat misalnya fasilitas olahraga atau sarana pejalan kaki
yang aman dan sehat. Melalui klinik desa siaga jika sudah ada dapat dikembangkan sistem rujukan dan dapat diperoleh bantuan teknis medis untuk pelayanan kesehatan.
Sebaliknya bagi forum desa siaga penyelenggaraan posbindu PTM merupakan akselerasi pencapaian desakelurahan siaga aktif.
Kemitraan dengan industri khususnya industri farmasi bermanfaat dalam pendanaan dan fasilitas alat. Misalnya pemberian alat glukometer, tensimeter, sangat
bermanfaat untuk pelaksanaan Posbindu PTM dengan standar lengkap. Sedangkan kemitraan dengan klinik swasta, bagi posbindu PTM bermanfaat untuk memperoleh
bantuan tenaga untuk pelayanan medis atau alat kesehatan lainnya. Bagi klinik
Universitas Sumatera Utara
swasta, kontribusinya dalam penyelenggaraan posbindu PTM dapat meningkatkan citra dan fungsi sosialnya.
2.4 Langkah-Langkah Penyelenggaraan Posbindu PTM 2.4.1 Persiapan
A. KabupatenKota berperan untuk melakukan inisiasi dengan berbagai
rangkaian kegiatan.
1. Langkah persiapan diawali dengan pengumpulan data dan informasi
besaran masalah PTM, sarana-prasarana pendukung dan sumber daya manusia. Hali ini dapat diambil dari data RS kabupatenkota,
puskesmas, profil kesehatan daerah, riskesdas atau hasil survey lainnya. Informasi tersebut dipergunakan oleh fasilitator sebagai bahan
advokasi untuk mendapatkan dukungan kebijakan maupun dukungan pendanaan sebagai dasar perencanaan kegiatan Posbindu PTM.
2. Selanjutnya dilakukan identifikasi kelompok potensial, baik ditingkat
kabupatenkota maupun lingkup puskesmas. Klompok potensial antara lain kelompokorganisasi masyarakat, tempat kerja, sekolah, koperasi,
klub olahraga, karang taruna dan kelompok lainnya. Kepada kelompok masyarakat potensial terpilih dilakukan sosialisasi tentang besarnya
maslah PTM, dampaknya bagi masyarakat dan dunia usaha, strategi pengendalian serta tujuan dan manfaat posbindu PTM. Hal ini
dilakukan sebagai advokasi agar diperoleh dukungan dan komitmen dalam menyelenggarakan posbindu PTM. Apabila jumlah kelompok
Universitas Sumatera Utara
potensial terlalu besar pertemuan sosialisasi dan acvokasi dapat dilakukan beberapa kali. Dari pertemuan sosialisasi tersebut
diharapkan telah teridentifikasi kelompok lembaga organisasi yang bersedia menyelenggarakan posbindu PTM.
3. Tindak lanjut yang dilakukan pengelola program di kabupatenkota
adalah melakukan pertemuan koordinasi dengan kelompok potensial yang bersedia menyelenggarakan posbindu PTM. Pertemuan ini
diharapkan mengahasilkan kesepakatan bersama berupa kegiatan penyelenggaraan posbindu PTM, yaitu:
a. Kesepakatan menyelenggarakan posbindu PTM.
b. Menetapkan kader dan pembagian peran, fungsinya sebagai tenaga
pelaksana posbindu PTM. c.
Menetapkan jadwal pelaksanaan posbindu PTM. d.
Merencanakan besaran dan sumber pembiayaan. e.
Melengkapi sarana dan prasarana. f.
Menetapkan tipe posbindu PTM sesuai kesepakatan dan kebutuhan.
g. Menetapkan mekanisme kerja antara kelompok potensial dengan
petugas kesehatan pembinanya. B.
Puskesmas berperan untuk; Dalam pelaksanaan posbindu, Puskesmas berperan untuk:
Universitas Sumatera Utara
1 Memberikan informasi dan sosialisasi tentang PTM termasuk DM,
upaya pengendalian serta manfaat bagi masyarakat, kepada pimpinan wilayah misalnya camat, kepala desalurah.
2 Mempersiapkan sarana dan tenaga di puskesmas dalam menerima
rujukan dari posbindu PTM. 3
Memastikan ketersediaan sarana, buku pencatatan hasil kegiatan dan lainnya untuk kegiatan posbindu PTM di kelompok potensial yang
telah bersedia menyelenggarkan posbindu PTM. 4
Mempersiapkan pelatihan tenaga pelaksana Posbindu PTM 5
Menyelenggarkan pelatihan bersama pengelola program di kabupatenkota
6 Mempersiapkan mekanisme pembinaan.
7 Mengidentifikasi kelompok potensial untuk menyelenggarkan
posbindu PTM serta kelompok yang mendukung terselenggaranya posbindu PTM, misalnya swastadunia usaha, PKK, LPM, koperasi
desa, yayasan kanker, yayasan Jantung Indonesia, organisasi profesi seperti PPNI, PPPKMI, PGRI, serta lembaga pendidikan misalnya
Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Psikologi, Fakultas Keperawatan dan lainnya.
2.4.2 Pelatihan PTM Tenaga PelaksanaKader Posbindu PTM
a. Tujuan
1. Memberikan pengetahuan tentang PTM, faktor risiko, dampak, dan
pengendalian PTM.
Universitas Sumatera Utara
2. Memberikan pengetahuan tentang posbindu PTM.
3. Memberikan kemampuan dan keterampilan dalam memantau faktor
risiko PTM. 4.
Memberikan keterampilan dalam melakukan konseling serta tindak lanjut lainnya.
b. Materi pelatihan kaderpelaksana Posbindu PTM
Gambar 2.1 Materi pelatihan kaderpelaksana Posbindu PTM
c. Peserta pelatihan : Jumlah peserta maksimal 30 orang agar pelatihan
berlangsung efektif.
d. Waktu pelaksanaan pelatihan : selama 3 hari atau disesuaikan dengan
kondisi setempat dengan modul yang telah dipersiapkan.
Universitas Sumatera Utara
e. Standar Sarana Posbindu PTM
Sarana dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarkan Posbindu PTM adalah sebagai berikut:
a Untuk standar minimal 5 set meja-kursi, pengukur tinggi badan,
timbangan berat badan, pita pengukur lingkar perut, dan tensi meter serta buku pintar kader tentang cara pengukuran tinggi
badan dan berat badan, pengukuran lingkar perut, alat ukur analisa lemak tubuh dan pengukuran tekanan darah dengan ukuran maset
dewasa dan anak, alat uji fungsi paru sederhana peakflowmeter dan media bantu edukasi.
b Sarana standar lengkap diperlukan alat ukur kadar gula darah, alat
ukur kadar kolesterol total dan trigliserida, alat ukur kadar pernafasan alkohol, tes amfetamin urin kit, dan IVA kit.
c Untuk kegiatan deteksi dini kanker leher rahim IVA dibutuhkan
ruangan khusus dan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah terlatih dan tersertifikasi.
d Untuk pelaksanaan pencatatan hasil pelaksanaan posbindu PTM
diperlukan kartu menuju sehat Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular KTMS FR-PTM dan buku pencatatan.
e Untuk mendukung kegiatan edukasi dan konseling diperlukan
media KIE Komunikasi, Informasi, dan Edukasi yang memadai, seperti serial buku pintar kader, lembar balik, leafleat, brosur,
model makanan Food Model dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Standar Sarana Posbindu PTM 2.4.3 Kegiatan KaderPelaksana Posbindu PTM
Setelah kader pelaksana dilatih langkah yang dilakukan: 1.
Melaporkan kepada pimpinan organisasi lembaga atau pimpinan wilayah. 2.
Mempersiapkan dan melengkapi saran yang dibutuhkan. 3.
Menyusun rencana kerja. 4.
Memberikan informasi kepada sasaran. 5.
Melaksanakan wawancara, pemeriksaan, pencatatan dan rujukan bila diperlukan setiap bulan.
6. Melaksanakan konseling.
7. Melaksanakan penyuluhan berkala.
8. Melaksanakan kegiatan aktifitas fisik bersama.
9. Membangun jejaring kerja.
10. Melakukan konsultasi dengan petugas bila diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Pelaksanaan Posbindu PTM 2.5.1 Waktu Penyelenggaraan
Posbindu PTM dapat diselenggarkan dalam sebulan sekali, bila diperlukan dapat lebih dari 1 kali dalam sebulan untuk kegiatan pengendalian faktor risiko PTM
lainnya, misalnya olahraga bersama, sarasehan dan lainnya. Hari dan waktu yang dipilih sesuai dengan kesepakatan serta dapat saja disesuaikan dengan situasi dan
kondisi setempat.
2.5.2 Tempat
Tempat pelaksanaan sebaiknya berada pada lokasi yang mudah dijangkau dan nyaman bagi peserta. Posbindu PTM dapat dilaksanakan pada salah satu rumah
warga, balai desa kelurahan, salah satu kios di pasar, salah satu ruang perkantoranklinik perusahaan, ruangan khusus di sekolah, salah satu ruangan di
dalam lingkungan tempat ibadah, atau tempat tertentu yang disediakan oleh masyarakat secara swadaya.
2.5.3 Pelaksanaan Kegiatan
Posbindu PTM dilaksanakan dengan 5 tahapan layanan yang disebut sistem 5 meja, namun dalam situasi kondisi tertentu dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan
kesepakatan bersama. Kegiatan tersebut berupa pelayanan deteksi dini dan tindak lanjut sederhana serta monitoring terhadap faktor risiko penyakit tidak menular,
termasuk rujukan ke puskesmas. Dalam pelaksanaannya pada setiap langkah secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut;
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Proses Kegiatan Posbindu PTM
Pembagian peran kader posbindu PTM idealnya sebagai berikut, namun sebaiknya setiap kader setiap kader memahami semua peranan tersebut,
pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan kesepakatan. Tabel 2.1 Pembagian Peran Kader
No. Peran
Kriteria dan Tugas
1 Koordinator
Ketua dari perkumpulan dan penanggung jawab kegiatan serta berkoordinasi terhadap Puskesmas
dan para Pembina terkait di wilayahnya.
2 Kader penggerak
Anggota perkumpulan yang aktif, berpengaruh dan komunikatif bertugas menggerakkan
masyarakat, sekaligus melakukan wawancara dalam penggalian informasi.
3 Kader Pemantau
Anggota perkumpulan yang aktif dan komunikatif bertugas melakukan pengukuran
faktor risiko PTM.
4 Kader
KonselorEdukator Anggota perkumpulan yang aktif, komunikatif
dan telah menjadi panutan dalam penerapan gaya hidup sehat, bertugas melakukan konseling,
edukasi, motivasi, serta menindaklanjuti rujukan dari puskesmas.
5 Kader Pencatat
Anggota perkumpulan yang aktif dan komunikatif bertugas melakukan pencatatan
hasil kegiatan posbindu PTM dan melaporkan kepada koordinator posbindu PTM.
Universitas Sumatera Utara
Peran para pihak 1.
Kader Posbindu PTM; Dari sejumlah kader yang telah dilatih ditetapkan koordinator dan
penanggung jawab untuk penggerak, pemantau, konseloredukator serta pencatat.
Tugas yang dilakukan oleh kader Pada H-1, tahap persiapan:
a. Mengadakan pertemuan kelompok untuk menentukan jadwal
kegiatan. b.
Menyiapkan tempat dan peralatan yang diperlukan. c.
Membuat dan menyebarkan pengumuman mengenai waktu pelaksanaan.
Pada hari H, tahap pelaksanaan a.
Melakukan pelayanan dengan sistem 5 meja atau modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama.
b. Aktifitas bersama seperti olahraga bersama, demo masak,
penyuluhan, konseling, sarasehan atau peningkatan keterampilan bagi para anggotanya termasuk rujukan ke puskesmasklinik
swastaRS. Pada H+1, Tahap Evaluasi
a. Menilai kehadiranpara anggotanya, kader dan undangan lainnya
b. Mengisi catatan pelaksanaan kegiatan.
c. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi.
Universitas Sumatera Utara
d. Mencatat hasil penyelesaian masalah.
e. Melakukan tindak lanjut berupa kunjungan ke rumah bila
diperlukan. f.
Melakukan konsultasi teknis dengan Pembina Posbindu PTM. 2.
Petugas Puskesmas Puskesmas memiliki tanggung jawab pembinaan posbindu PTM di
wilayah kerjanya sehingga kehadiran petugas puskesmas dalam kegiatan posbindu PTM sangat diperlukan dalam wujud peran:
a. Memberikan bimbingan teknis kepada para kader posbindu PTM
dalam penyelenggaraannya. b.
Memberikan materi kesehatan terkait dengan permasalahan faktor risiko PTM dalam penyuluhan maupun kegiatan lainnya.
c. Mengambil dan menganalisa hasil kegiatan posbindu PTM.
d. Menerima, menangani dan memberi umpan balik kasus rujukan
dari posbindu PTM. e.
Melakukan koordinasi dengan para pemangku kepentingan lain terkait.
3. Para Pemangku Kepentingan Para Pembina Terkait
a. Camat
Mengkoordinasikan hasil kegiatan dan tindak lanjut posbindu PTM di wilayah kerjanya selaku penanggung jawab wilayah
kecamatan serta melakukan pembinaan dalam mendukung kelestarian kegiatan posbindu PTM.
Universitas Sumatera Utara
b. Lurahkepala desa atau sebutan lainnya
Mengkoordinasikan hasil kegiatan dan tindak lanjut posbindu PTM di wilayah kerjanya selaku penanggung jawab wilayah
kecamatan serta melakukan pembinaan dalam mendukung kelestarian kegiatan posbindu PTM.
c. Para pimpinan kelompok lembagainstansiorganisasi
Mendukung dan berperan aktif dalam kegiatan posbindu PTM sesuai dengan minat dan misi kelompoklembagainstansi
organisasi tersebut. d.
Tokohpenggerak masyarakat Menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dan
mendukung dengan sumberdaya yang dimiliki terhadap penyelenggaraan posbindu PTM.
e. Dunia Usaha
Mendukung penyelenggaraan Posbindu PTM dalam bentuk sarana dan pembiayaan termasuk berperan aktif sebagai sukarelawan
sosial.
2.5.4 Pembiayaan
Dalam mendukung terselenggaranya posbindu PTM, diperlukan pembiayaan yang memadai baik dana mandiri dari perusahaan, kelompok masyarakatlembaga
atau dukungan dari pihak lain yang peduli terhadap persoalan penyakit tidak menular di wilayah masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
Puskesmas juga dapat memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang potensial. Pembiayaan ini untuk mendukung dan memfasilitasi posbindu PTM, salah
satunya melalui pemanfaatan Bantuan Operasional Kesehatan. Pembiayaan bersumberdaya masyarakat dapat melalui dana sehat atau
mekanisme pendanaan lainnya. Dana juga bisa didapat dari lembaga donor yang umumnya didapat dengan mengajukan proposalusulan kegiatan.
Pihak swasta dapat menyelenggarkan posbindu PTM di lingkungan kerja sendiri maupun dapat berperan serta dalam posbindu PTM di wilayah sekitarnya
dalam bentuk kemitraan melalui CSR Corporate Social ResponsibilityTanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Pemerintah daerah setempat berkewajiban melakukan pembinaan agar posbindu PTM tetap tumbuh dan berkembang melalui dukungan kebijakan termasuk
pembiayaan secara berkesinambungan. Dana yang terkumpul dari berbagai sumber dapat digunakan untuk mendukung kegiatan Posbindu PTM seperti:
a. Biaya operasional posbindu PTM.
b. Pengganti biaya perjalanan kader.
c. Biaya penyediaan bahan habis pakai.
d. Biaya pembelian bahan pemberian makanan tambahanPMT.
e. Biaya penyelenggaraan pertemuan.
f. Bantuan biaya rujukan bagi yang membutuhkan.
g. Bantuan biaya duka bila ada anggota yang mengalami kecelakaan atau
kematian.
Universitas Sumatera Utara
2.5.5 Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan hasil kegiatan posbindu PTM dilakukan oleh kader. Petugas Puskesmas mengambil data hasil kegiatan posbindu PTM yang digunakan untuk
pembinaan, dan melaporkan ke instansi terkait secara berjenjang. Untuk pencatatan digunakan:
1 Kartu Menuju Sehat KMS FR-PTM
Pada pelaksanaan pemantauan, kondisi faktor risiko PTM harus diketahui oleh yang diperiksa maupun yang memeriksa. Masing-masing
peserta harus mempunyai alat pantau individu berupa Kartu Menuju Sehat KMS FR-PTM. Untuk mencatat kondisi faktor risiko PTM.
Kartu ini disimpan oleh masing-masing peserta, dan harus selalu dibawa ketika berkunjung ke tempat pelaksanaan posbindu PTM. Tujuannya
agar setiap individu dapat melakukan mawas diri dan melakukan tindak lanjut, sesuai saran kaderpetugas. Sedangkan bagi petugas dapat
digunakan untuk melakukan tindakan dan memberi saran tidak lanjut yang diperlukan sesuai dengan kondisi peserta posbindu.
Format KMS FR-PTM mencakup nomor identitas, data demografi, waktu kunjungan, jenis faktor risiko PTM dan tindak lanjut.
Pada KMS FR-PTM ditambahkan keterangan golongan darah dan status penyandang PTM yang berguna sebagai informasi medis jika pemegang
kartu mengalami kondisi darurat di perjalanan. Hasil dari setiap jenis pengukuranpemeriksaan faktor risiko PTM pada setiap kunjungan
peserta ke posbindu dicatat pada KMS FR-PTM oleh masing-masing
Universitas Sumatera Utara
kader faktor risiko. Demikian pula tindak lanjut yang dilakukan oleh kader.
2 Buku pencatatan hasil kegiatan posbindu PTM
Buku pencatatn diperlukan untuk mencatat identitas dan keterangan lain mencakup nomor, No KTPkartu identitas lainnya,
nama, umur, dan jenis kelamin. Buku ini merupakan dokumenfile data pribadi peserta yang berguna untuk konfirmasi lebih lanjut jika suatu
saat diperlukan. Melalui buku ini, dapat diketahui karakteristik peserta secara umum. Buku pencatatan Faktor Risiko PTM diperlukan untuk
mencatat semua kondisi faktor risiko PTM dari setiap anggota peserta. Buku ini merupakan alat bantu mawas diri bagi koordinator dan seluruh
petugas posbindu dalam mengevaluasi kondisi faktor risiko PTM seluruh peserta.
Hasil pengukuranpemeriksaan faktor risiko yang masuk dalam kategori buruk diberi tanda warna yang menyolok. Melalui buku ini
kondisi kesehatan seluruh peserta dapat terpantau secara langsung, sehingga koordinator maupun petugas dapat mengetahui dan
mengingatnya serta memberikan motivasi lebih lanjut. Selain itu buku tersebut merupakan file data kesehatan peserta yang sangat berguna
untuk laporan secara khusus misalnya ketika diperlukan data kesehatan untuk kelompok usia lanjut atau data jumlah penderita PTM, dan juga
merupakan sumber data surveilans atau risetpenelitian secara khusus jika suatu saat diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
2.5.6 Tindak Lanjut Hasil Kegiatan
Tujuan dari penyelenggaraan posbindu PTM, yaitu agar faktor risiko PTM dapat dicegah dan dikendalikan lebih dini. Faktor risiko PTM yang telah
terpantau secara rutin dapat selalu terjaga pada kondisi normal atau tidak masuk dalam kategori buruk, namun jika sudah berada dalam kondisi buruk, faktor risiko
tersebut harus dikembalikan pada kondisi normal. Tidak semua cara pengendalian faktor risiko PTM, harus dilakukan dengan obat-obatan.
Pada tahap dini, kondisi faktor risiko PTM dapat dicegah dan dikendalikan melalui diet yang sehat, aktifitas fisik yang cukup dan gaya hidup
yang sehat seperti berhenti merokok, pengelolaan stress dan lain-lain. Melalui konselingedukator, pengetahuan dan keterampilan masyarakat untuk mencegah
dan mengendalikan faktor risiko PTM dapat ditingkatkan. Dengan proses pembelajaran di atas secar bertahap, maka setiap individu yang mempunyai faktor
risiko akan menerapkan gaya hidup yang lebih sehat secara mandiri.
Tabel 2.2 Frekuensi dan Jangka Waktu Pemantauan Faktor Risiko PTM Faktor Risiko
Orang sakit Faktor Risiko
Penderita PTM
Glukosa darah puasa 3 tahun sekali
1 tahun sekali 1 bulan sekali
Glukosa darah 2 jam 3 tahun sekali
1 tahun sekali 1 bulan sekali
Glukosa darah sewaktu 3 tahun sekali
1 tahun sekali 1 bulan sekali
Kolesterol darah total 5 tahun sekali
6 bulan sekali 3 bulan sekali
Trigliserida 5 tahun sekali
6 bulan sekali 3 bulan sekali
Tekanan darah 1 bulan sekali
1 bulan sekali 1 bulan sekali
Indeks Masa Tubuh IMT
1 bulan sekali 1 bulan sekali
1 bulan sekali Lingkar Perut
1 bulan sekali 1 bulan sekali
1 bulan sekali Arus Puncak Ekspirasi
1 bulan sekali 3 bulan sekali
1 bulan sekali IVA
1 tahun sekali
Universitas Sumatera Utara
Cedera dan Kekerasan dalam rumah tangga
6 bulan sekali 3 bulan sekali
3 bulan sekali Kadar Alkohol
Pernafasan dan tes amfetamin urin
1 tahun sekali 6 bulan sekali
1 bulan sekali
Keterangan: a.
Pada kunjungan pertama, semua faktor risiko peserta diperiksa. Untuk pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat IVA dilakukan pada perempuan
telah berhubungan seksualmenikah usia 35 tahunriwayat pernikahan1 kali dan dilakukan oleh bidan terlatih.
b. Pada kunjungan berikutnya bagi peserta yang tidak beresiko dan berisiko faktor
risiko PTM dilakukan pemantauan pada faktor risiko perilaku, BB, lingkar perut, IMT, Analisa Lemak tubuh, Tekanan darah setiap bulan.
c. Untuk peserta yang beresiko merokok dan gejala batuk dilakukan pemeriksaan
arus puncak respirasi setiap tiga bulan. d.
Untuk peserta yang mempunyai faktor risiko dislipidemia, pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida diperiksa setiap 6 bulan sekali.
e. Untuk peserta yang beresiko kegemukan, adanya riwayat keluarga dengan DM
kadar gula darah diperiksa setiap tahun. f.
Untuk penyandang PTM, semua faktor risiko dipantau setiap bulan serta pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida diperiksa setiap 3 bulan.
g. Pemantauan faktor risiko cedera dan tindak kekerasan dalam rumah tangga
dilakukan setiap bulan, sementara untuk pemeriksaan kadar alkohol pernafasan
Universitas Sumatera Utara
dan amfetamin urin bagi kelompok pengemudi umum dilakukan setiap bulan bagi yang bernilai positif dan 6 bulan sekali yang beresiko.
2.5.7 Rujukan Posbindu PTM
Apabila pada kunjungan berikutnya setelah 3 bulan kondisi faktor risiko tidak mengalami perubahan tetap pada kondisi buruk, atau sesuai dengan kriteria
rujukan, maka untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik harus dirujuk ke puskesmas atau klinik swasta sesuai dengan kebutuhan dan keinginan yang
bersangkutan. Meskipun telah mendapatkan pengobatan yang diperlukan, kasus yang telah dirujuk tetap dianjurkan untuk melakukan pemantauan faktor risiko PTM di
Posbindu PTM.
Gambar 2.4 Alur Tindak Lanjut dan Rujukan Hasil Deteksi Dini di Posbindu PTM
Pelaksanaan Posbindu PTM dimulai dengan layanan pendaftaran dilanjutkan dengan wawancara dan pengukuran faktor risiko PTM. Kader posbindu PTM akan
Universitas Sumatera Utara
melakukan konseling dan edukasi terhadap permasalahan kesehatan yang dijumpai pada peserta posbindu PTM termasuk melaksanakan sistem rujukan puskesmas bila
diperlukan sesuai dengan kriteria. Hasil pelaksanaan posbindu PTM tercatat secara tertib dan diberikan kepada petugas puskesmas atau unsur pembina lainnya yang
memerlukan sebagai bahan informasi.Kemenkes RI, 2013
2.6 Fokus Penelitian
Keberhasilan pelaksanaan program posbindu dalam mencegah diabetes melitus dapat diukur melalui indikator masukan input, prosesprocess dan luaran
output. Oleh karena itu fokus penelitian dapat disusun sebagai berikut:
Gambar 2.5 Fokus Penelitian
Berdasarkan gambar di atas, dapat dirumuskan definisi sebagai berikut: 1.
Masukan input adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam penatalaksanaan DM dengan posbindu agar dapat berjalan dengan baik,
meliputi : Tenaga Kesehatan; Pendanaan; Sarana, Prasarana dan Peralatan. a.
Tenaga adalah tenaga kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan pelaksanaan Posbindu dalam penatalaksanaan DM.
b. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan
untuk pelaksanaan Posbindu. Process:
Pelaksanaan Posbindu PTM
dalam mencegah DM
Output: Penderita DM
melakukan pencegahan dan
penemuan dini faktor risiko DM
Input: 1.Tenaga Kesehatan
2.Pendanaan 3.Sarana, Prasarana
dan Peralatan
Universitas Sumatera Utara
c. Sarana, prasarana dan peralatan termasuk di dalamnya yaitu: obat,
peralatan pemeriksaan, KMS FR-PTM, dan perlengkapan pemeriksaan yang mendukung.
2. Proses Process adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan sesuai dengan panduan Posbindu PTM dari Kemenkes RI, monitoring dan evaluasi program, serta tantangan dan strategi
yang dilakukan oleh Puskesmas Glugur Darat dalam melaksanakan Posbindu PTM di Puskesmas Glugur Darat.
3. Keluaranoutput adalah hasil dari suatu penatalaksanaan DM dengan
posbindu, diharapkan penderita DM melakukan pencegahan dan penemuan dini faktor risiko DM melalui Posbindu PTM.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian