Pola Pengambilan Keputusan Dalam Keluarga

13

2.2 Pola Pengambilan Keputusan Dalam Keluarga

Keputusan adalah sesuatu yang telah ditetapkan setelah dilakukan pertimbangan, dipikirkan atau telah disetujui. Keputusan dapat diartikan sebagai penentuan sebuah pilihan atau arah tindakan tetentu. Pemikiran mengenai pola pengambilan keputusan dalam keluarga sangat berguna untuk melihat bagaimana terjadinya struktur dalam keluarga, secara lebih dalam lagi dapat melihat siapa yang dianggap paling berhak untuk mengambil keputusan dalam keluarga atau atas dasar apa kekuasaannya penghasilan, pendidikan, usia dan sebagainya. Kekuasaan dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan keluarga itu, dalam hal ini dapat diketahui apakah kekuasaan antara suami istri sama atau tidak. Pola pengambilan keputusan decision making dalam suatu keluarga menggambarkan bagaimana struktur atau pola kekuasaan dalam keluarga tersebut. Menurut Scanzoni dan Scanzoni Sajogyo,1983 metode yang digunakan untuk mengukur kekusaan dalam perkawinankeluarga marital power atau family power adalah dengan mengetahui siapa yang mengambil keputusan terakhir tentang sejumlah persoalan dalam keluarga. Cromwell dan Olson Ihromi, 1990 mengemukakan 3 bidang yang berbeda untuk menganalisa konsep kekuasaan dalam keluarga family power, yaitu: 1. Sumberdasar kekuasaan bases of family power, 2. Proses kekuasaan dalam keluarga famili power processes 3. Hasil kekuasaan dalam keluarga family power outcomes 14 Dari ketiga bidang ini, yang termasuk ke dalam masalah pengambilan keputusan adalan bidang kedua dan ketiga, dalam arti pengambilan keputusan adalah perwujudan proses yang terjadi dalam keluarga dan merupakan hasil interaksi di antara para anggota keluarga untuk saling mempengaruhi bidang kedua, serta sekaligus juga menunjuk pada hasil atau akibat dari struktur kekuasaan dalam keluarga tersebut, seperti siapa yang membuatmengambil keputusan dalam keluarga bidang ketiga. Menurut Safilios-Rotschild untuk melihat struktur kekuasaan dalam keluarga dapat terlihat dari proses pengambilan keputusan, yaitu tentang siapa yang mengambil keputusan, bagaimana frekuensinya dan sebagainya. Berkaitan dengan perempuanistri sebagai pengambil keputusan, sampai saat ini masih terdapat anggapan bahwa perempuan tidak mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan di dalam maupun di luar keluarga. Norma yang pada umumnya diakui menyatakan bahwa yang paling menentukan dalam pengambilan keputusan adalah kaum laki-laki suami. Pada kenyataannya, terdapat berbagai variasi tentang soal pengambilan keputusan dalam keluarga. Adakalanya perempuanistri tidak diikutsertakan, namun adakalanya justru wanita yang menentukan dalam pengambilan keputusan. Banyak pula keputusan dalam keluarga dilakukan bersama-sama antara suami- istri. Berbagai faktor mempengaruhi peranan perempuanistri dalam persoalan pengambilan keputusan, antara lain seperti adanya pemikiran di masyarakat mengenai keterkaitannya dengan budaya yang ada. Sehingga membedakan dua sektor kegiatan dalam masyarakat, yaitu sektor publik dan sektor domestik. Sektor domestik adalah bidang untuk perempuanistri, yaitu lingkungan dirumah tangga 15 saja, sedangkan sektor publik adalah bidang untuk laki-lakisuami yaitu di luar lingkungan rumah tangga sebagai pencari nafkah untuk keluarga. Selain itu ada faktor-faktor lain yang dianggap mempengaruhi peranan perempuanistri dalam pengambilan keputusan Sajogyo, 1982, yaitu: 1. Proses sosialisasi, dalam proses sosialisasi individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola, nilai dan tingkah laku dalam masyarakat dimana ia hidup. Keluarga sebagai lingkungan sosial pertama memperkenalkan perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan mulai dari cara memperlakukan, cara bersikap, peran-peran yang diperkenalkan dan harus dilakukan sebagai anak laki-laki dan perempuan. Hal-hal yang seperti ini lah berpengaruh terhadap peranan anak laki-laki maupun perempuan dalam mengambil keputusan. 2. Pendidikan, dengan pendidikan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap cara berpikir yang lebih luas berdasarkan pengalaman dan wawasan yang mungkin tidak didapat dalam keluarga. 3. Latar belakang perkawinan, pengaruh latar belakang perkawinan terhadap pengambilan keputusan istri dalam keluarga adalah kesepakatan antara suami- istri untuk membentuk sebuah keluarga yang siap menerima satu sama lain, yang diawali dengan perkenalan dan kesamaan tujuan ke depan. 4. Kedudukan dalam masyarakat, kedudukan yang dimiliki perempuan dalam masyarakat secara tidak langsung akan terbawa dalam keluarga dan berpengaruh terhadap perannya dalam keluarga. Dalam perspektif proses orientasi, pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tiga elemen. Pertama; Konteks merupakan sumber yang nampak dan tidak 16 nampak, sikap, dan sejarah pasangan yang memiliki peranan dalam proses pengambilan keputusan keluarga. Kedua; Proses merupakan interaksi yang terjadi antara pasangan suami-istri dalam proses pengambilan keputusan keluarga. Ketiga; Hasil menggambarkan perilaku dari pasangan suami istri setelah proses pengambilan keputusan keluarga berakhir. Ketiga elemen ini saling berkaitan satu sama lain sehingga keputusan yang akan diambil dalam keluarga dapat diputuskan. Dengan demikian dapat diihat siapa yang berpengaruh dalam keluarga tersebut. Sajogyo 1983 mengklasifikasikan peran perempuan sebagai pengambil keputusan di dalam rumah tangga dalam empat aspek yaitu: Pertama, Keputusan di bidang produksi adalah keputusan terkait keterlibatan istri dalam sektor publik atau kegiatan yang menghasilkan nilai ekonomi materi, dalam hal ini dapat dilihat dari keputusan untuk bekerja dan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan gajipendapatan. Kedua, Keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan pokok keluarga, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan makan sehari-hari, perumahan pembelian dan perbaikan, pakaian, pendidikan anak-anak, kesehatan dan pembelian perabot dalam rumah tangga, biasanya dalam hal ini istri lebih mengetahui kebutuhan pokok dalam rumah tangga dibanding suami, sehingga istri akan mendapatkan kepercayaan dari suaminya dalam membuat keputusan untuk membelanjakan semua kebutuhan pokok yang dibutuhkan sehari-hari. Ketiga, Keputusan di bidang pembentukan keluarga seperti keputusan untuk menentukan sekolah anak, penentuan aturan dirumah, memberi bantuan kepada saudara baik dari pihak suami ataupun istri, dan memutuskan untuk berinvestasi. Keempat, 17 Keputusan di bidang kegiatan sosial yang berupa aktivitaskegiatan yang berasal dari instansi pemerintah, lembaga keagamaaan, adat dan acara-acara lainnya. Selain, melakukan pengklasifikasian terhadap bidang-bidang pengambilan keputusan yang ada dalam keluarga, Pudjiwati juga pernah melakukan penelitian tentang siapa yang mengambil keputusan dari masing-masing bidang tersebut yang dilakukan di Pedesaan Jawa Barat yang menjadi salah satu titik tolak dalam penelitian ini. Dimana hasil penelitiannya mengemukakan lima variasi tentang siapa yang menjadi pengambil keputusan dalam keluarga diantaranya, pengambilan keputusan hanya oleh istri, pengambilan keputusan hanya oleh suami, pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama dimana suami lebih dominan, pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama dimana istri lebih dominan, pengambilan keputusan seimbang setara antara istri dan suami. Menurut Scanzoni 1983 dalam Daulay, 2001 dalam pandangan modern baik suami dan istri sama-sama mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan keluarga, sehingga terjadi negosiasi dalam proses pengambilan keputusan, hal ini dikarenakan adanya perubahan pengaruh suami- istri dalam pengambilan keputusan keluarga dari pandangan tradisional ke pandangan modern. Dalam pandangan tradisional, suami memiliki pengaruh yang lebih besar dalam pengambilan keputusan keluarga. Sedangkan dalam pandangan modern suami dan istri sama-sama memiliki pengaruh yang sama dalam pengambilan keputusan keluarga. Hal ini terjadi karena adanya perubahan sosial-ekonomi dengan semakin banyaknya pasangan suami- istri yang berpendidikan dan sama- sama bekerja. 18 Menurut Hopper 1995 dalam Daulay, 2001 bertambahnya jumlah pekerja perempuan yang telah menikah dan berpendidikan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku pengambilan keputusan keuangan keluarga. Status pekerjaan seorang istri memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan keluarga karena istri memberikan kontribusi keuangan di dalam pembiayaan rumah tangga. Maka seorang istri memiliki pengaruh dalam proses dan hasil pengambilan keputusan keluarga. Maynard 1985 dalam Daulay, 2001:11 menghubungkan antara pengambilan keputusan pada keluarga dengan bidang finansial, ia mendapatkan hasil penelitian bahwa otoritas yang ada di dalam keluarga erat hubungannya dengan individu yang mendapatkan uang lebih banyak. Hal ini searah dengan hasil studi Burr Ahern dan Knowles 1977 dalam Daulay, 2001:11 bahwa manakala pendapatan istri meningkat sebanding dengan pendapatan suami, maka ada kecenderungan pengaruh istri juga meningkat. Burr dkk juga menemukan bahwa pendapatan merupakan predikator terbaik terhadap power. Dengan demikian hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh kuasa istri sebagian besar terletak pada kontribusi relatif perempuan pada pendapatan rumah tangga.

2.3 Teori Kekuasaan