Teori Kekuasaan TINJAUAN PUSTAKA

18 Menurut Hopper 1995 dalam Daulay, 2001 bertambahnya jumlah pekerja perempuan yang telah menikah dan berpendidikan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku pengambilan keputusan keuangan keluarga. Status pekerjaan seorang istri memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan keluarga karena istri memberikan kontribusi keuangan di dalam pembiayaan rumah tangga. Maka seorang istri memiliki pengaruh dalam proses dan hasil pengambilan keputusan keluarga. Maynard 1985 dalam Daulay, 2001:11 menghubungkan antara pengambilan keputusan pada keluarga dengan bidang finansial, ia mendapatkan hasil penelitian bahwa otoritas yang ada di dalam keluarga erat hubungannya dengan individu yang mendapatkan uang lebih banyak. Hal ini searah dengan hasil studi Burr Ahern dan Knowles 1977 dalam Daulay, 2001:11 bahwa manakala pendapatan istri meningkat sebanding dengan pendapatan suami, maka ada kecenderungan pengaruh istri juga meningkat. Burr dkk juga menemukan bahwa pendapatan merupakan predikator terbaik terhadap power. Dengan demikian hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh kuasa istri sebagian besar terletak pada kontribusi relatif perempuan pada pendapatan rumah tangga.

2.3 Teori Kekuasaan

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori kekuasaan Michael Foucault, yang berusaha menganalisis pola relasi suami istri dalam proses pengambilan keputusan dalam keluarga. Kekuasaan menurut Foucault dipandang sebagai relasi-relasi yang beragam dan tersebar seperti jaringan yang mempunyai ruang lingkup strategis. Kekuasaan bukan mekanisme dominasi sebagai bentuk 19 kekuasaan terhadap yang lain dalam relasi yang mendominasi dengan yang didominasi atau yang powerful dengan powerless. Dengan demikian, kekuasaan mesti dipaham sebagai bentuk relasi kekuatan yang imanen dalam ruang dimana kekuasaan itu beroperasi. Kekuasaan mesti dipahami sebagai sesuatu yang melanggengkan relasi kekuatan itu yang membentuk rantai atau sistem dari relasi itu atau justru yang mengisolasi mereka dari yang lain dari suatu relasi kekuatan. Mudhoffir, 2013. Oleh karena itu, kekuasaan merupakan strategi di mana relasi kekuatan adalah efeknya. Persoalan kekuasaan bukanlah persoalan pemilikan, dalam konteks siapa menguasai siapa atau siapa yangpowerfulsementara yang lain powerless. Kekuasaan itu tersebar, berada di mana-mana omnipresent, imanen terdapat dalam setiap relasi sosial. Meskipun begitu, kekuasaan tidaklah diberikan, ditukar ataupun dicari, melainkan dilaksanakan dan pelaksanaan ini hanya ada dalam tindakan. Mudhoffir, 2013. Kekuasaan merupakan suatu hubungan kekuatan dan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat, baik yang masih sederhana maupun yang sudah besar atau rumit susunannya. Hal ini bukan karena kekuasaan itu memiliki kemampuan mengkonsolidasikan segala sesuatu di bawah kondisi ketidaknampakannya, melainkan karena kekuasaan selalu diproduksi dalam setiap momen dan setiap relasi. Kekuasaan itu ada di mana-mana bukan karena ia merengkuh segala sesuatu melainkan karena ia datang dari manapun. Haryatmoko, 2002. Selain itu, Foucault juga menyatakan bahwa kekuasaan adalah pengetahuan dan sebaliknya pengetahuan adalah kekuasaan atau lebih jelasnya tidak ada pengetahuan tanpa kekuasaan dan tidak ada kekuasaan tanpa 20 pengetahuan. Dalam hal ini, kekuasaan dan pengetahuan merupakan dua sisi yang menyangkut proses yang sama. Bagi Foucault, pengetahuan tidak berasal dari salah satu subyek yang mengenal, melainkan dari relasi-relasi kuasa yang menandai subyek itu. Pengetahuan tidak ‘mencerminkan’ relasi-relasi kuasa; pengetahuan tidak merupakan pengungkapan samar-samar dari relasi-relasi kuasa tetapi pengetahuan berada di dalam relasi kuasa itu sendiri. Kuasa memproduksi pengetahuan dan bukan saja karena pengetahuan berguna bagi kuasa, tetapi lebih dari itu pengetahuan dan khususnya ilmu pengetahuan menyediakan kuasa. Haryatmoko, 2002. Foucault memusatkan perhatian pada bagaimana orang mengatur dirinya dan orang lain melalui kekuasaan. Dengan pengetahuan maka seseorang bisa membangun kekuasaan dengan menjadikan orang lain sebagai subyek dan mengaturnya dengan pengetahuan yang dimilikinya. Haryatmoko, 2002.

2.4 Pola Relasi Suami Istri Dalam Keluarga