Penderitaan Wanita dalam Kumpulan Cerpen Catatan Hati Seorang Istri Karya Asma Nadia: Analisis Psikologi Sastra

(1)

PERAN ISTRI YANG BEKERJA DI SEKTOR FORMAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DI DALAM KELUARGA

(Studi Deskriptif di Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur, Kota Medan)

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Emilia Simangunsong 110901049

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

i ABSTRAK

Beberapa tahun terakhir ini angkatan kerja di Indonesia semakin membuka peluang bagi tenaga kerja perempuan untuk terlibat didalamnya, terlihat dari angka yang terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini berpengaruh terhadap keluarga karena semakin banyak istri yang terlibat di sektor publik. Keterlibatan istri dalam sektor publik mengakibatkan peran istri dalam keluarga mengalami perubahan, terutama dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga yang dulunya identik dengan peran seorang suami dikarenakan suami sebagai pencari nafkah dalam keluarga.

Penelitian ini ingin melihat bagaimana peran istri yang bekerja di sektor formal dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga dan bagaimana pola relasi yang terjalin antara suami dan istri dalam pengambilan keputusan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara serta studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah keluarga patriakhat di Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur, Kota Medan yang istrinya bekerja di sektor formal dengan latar belakang pendidikan formal mulai Sekolah Menengah Atas sampai dengan Perguruan Tinggi dan yang menjadi informan adalah istri yang bekerja di sektor formal, mempunyai anak, dan juga suami yang bekerja, dan suami dari istri yang bekerja di sektor formal dan juga mempunyai pekerjaan. Interpretasi data dilakukan dengan pengolahan dari catatan maupun hasil wawancara setiap kali turun ke lapangan.

Hasil penelitian ini adalahpengambilan keputusan dalam keluarga yang dibagi atas; bidang produksi sepenuhnya diputuskan istri, pengambilan keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan pokok yang diambil secara bersama dimana istri yang dominan, sama halnya dengan bidang pembentukan keluarga yang diputuskan secara bersama dimana istri yang dominan, dan pengambilan keputusan dalam kegiatan sosial yang diambil sepenuhnya oleh istri. Pola relasi yang terjalin dalam pengambilan keputusan adalah adalah senior-junior partner dan equal patner yang kedua pola relasi ini sudah melibatkan istri untuk berperan dalam pengambilan keputusan, bahkan memiliki kekuatan yang sama dengan suami. Pola relasi suami-istri dalam proses pengambilan keputusan di dalam keluarga didasarkan kepada hubungan yang saling memberi kesempatan satu sama lain (seimbang) untuk mengambil keputusan yang dipengaruhi oleh nilai dan norma yang masih dijadikan pegangan keluarga, kebiasaan yang terus menerus dilakukan dan pengetahuan akan informasi yang berhubungan dengan keputusan yang diambil. Dalam pola relasi tersebut terjalin relasi kekuasaan yang beragam dan tersebar dalam setiap interaksi yang dilakukan suami-istri.

Kata Kunci: peran istri bekerja dalam keluarga, pengambilan keputusan, pola relasi suami istri.


(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas izin dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Peran Istri yang Bekerja di Sektor Formal dalam Pengambilan Keputusan di dalam Keluarga”. Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua saya A. Simangunsong dan T. Pangaribuan atas kasih sayang, doa dan motivasi yang selalu diberikan kepada saya dalam menyelesaikan perkuliahan hingga menyelesaikan penyusunan skripsi ini dan juga kepada kakak dan adik saya, Marsaulina Simangunsong, Deliana Simangunsong, dan Hisar Mangatas Simangunsong yang selalu memberi dukungan baik secara materi maupun moril.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Selama penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, nasehat, kritikan, serta motivasi, dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh wakil dekan. 2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Linda Elida, M.si selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, memberikan masukan serta saran dalam penulisan skripsi ini.


(4)

iii

4. Ibu Ria Manurung, M.Si, sebagai penguji seminar proposal serta penguji pada ujian sidang meja hijau penulis yang telah memberikan masukan-masukan dan pengarahan dalam penulisan skripsi.

5. Dr.Sismudjito, M.si selaku dosen wali penulis yang telah membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga mengarahkan penulis dalam menentukan judul skripsi.

6. Segenap dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

7. Keluarga di Medan, Tulang G. Pangaribuan dan Nantulang E. Sinaga yang selalu memberi semangat dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 8. Para informan untuk waktunya dan partisipasinya dalam penelitian skripsi

ini.

9. Sahabat dan kawan seperjuangan penulis saat menghadapi masa-masa sulit dalam perkuliahan dan penyemangat selama masa perkuliahan, terkhusus untuk Sara Margareth Purba, Andriani Saputri Ambarita, Angela C.Y Manihuruk, dan Silvia Maria Goretti Purba.

10. Semua teman-teman mahasiswa/I Sosiologi stambuk 2011 atas semua kebersamaan dan juga pengalaman-pengalaman selama masa perkuliahan, terutama kepada Erawati Siagian, Elisabet Rumahorbo, Wawan Simbolon, Handy Rio Sihombing, Hendrikson Siahaan, Jhon Sardo Saragih, Carlina Panjaitan, Kathy Sabrina, Fransisca, Devi Sihotang, Elsa Elonika, Vera Novalina, Ismi Andari, Siti Khadijah, Joan Naibaho, Repita Simamora, Defasari Simbolon, Maiusna, Rama Dona, dan semua kawan-kawan sosiologi 2011 yang tidak bisa penulis sebut satu per satu.


(5)

iv

11. Keluarga besar IMASI (Ikatan Mahasiswa Sosiologi) FISIP USU, Abang/Kakak Senior dan Adik-adik Junior.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha secara maksimal, namun penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, kesalahan, keterbatasan, baik dari sistem penulisan, materi, ataupun penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi dan perbaikan penulisan skripsi ini.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat untuk kajian sosiologi khususnya sosiologi keluarga dan dapat menjadi sumbangan dalam ilmu pengetahuan.

Medan, 20 September 2015 Penulis

Emilia Simangunsong 110901049


(6)

v DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Tabel. ... v

Daftar Gambar ... vii

Daftar Matriks ... viii

Daftar lampiran ... ix

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah. ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Defenisi Konsep ... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Peran Istri Yang Bekerja Dalam Keluarga ... 9

2.2. Pola Pengambilan Keputusan Dalam Keluarga ... 10

2.3. Teori Kekuasaan ... 15

2.4. Pola Hubungan Dalam Keluarga ... 16

2.5. Penelitian Relevan ... 20

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 24

3.2. Lokasi Penelitian ... 24

3.3. Unit Analisis dan Informan ... 25

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 25


(7)

vi

3.6. Jadwal Kegiatan ... 27 3.7. Keterbatasan Penelitian ... 28 BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi lokasi penelitian ... 29 4.2 Profil Informan dan Temuan Data ... 39 4.3 Interpretasi Data ... 47

4.3.1 Peran Istri Yang Bekerja Dalam

Keluarga... ... 46 4.3.2 Pola Pengambilan Keputusan Dalam

Keluarga... ... 64 4.3.3 Pola Hubungan Dalam Keluarga ... 67

BAB V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 74 5.2. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

vii

DAFTAR MATRIKS

Halaman

Matriks 4.1 Aktivitas I Suami Dan Istri Dalam Keluarga ...53

Matriks 4.2 Aktivitas Ii Suami Dan Istri Dalam Keluarga ...54

Matriks 4.3 Aktivitas Iii Suami Dan Istri Dalam Keluarga ...55

Matriks 4.4 Pengambilan Keputusan Di Dalam Keluarga ...56


(9)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 33


(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

1 Transkrip Wawancara 2 Interview Guide


(11)

i ABSTRAK

Beberapa tahun terakhir ini angkatan kerja di Indonesia semakin membuka peluang bagi tenaga kerja perempuan untuk terlibat didalamnya, terlihat dari angka yang terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini berpengaruh terhadap keluarga karena semakin banyak istri yang terlibat di sektor publik. Keterlibatan istri dalam sektor publik mengakibatkan peran istri dalam keluarga mengalami perubahan, terutama dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga yang dulunya identik dengan peran seorang suami dikarenakan suami sebagai pencari nafkah dalam keluarga.

Penelitian ini ingin melihat bagaimana peran istri yang bekerja di sektor formal dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga dan bagaimana pola relasi yang terjalin antara suami dan istri dalam pengambilan keputusan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara serta studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah keluarga patriakhat di Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur, Kota Medan yang istrinya bekerja di sektor formal dengan latar belakang pendidikan formal mulai Sekolah Menengah Atas sampai dengan Perguruan Tinggi dan yang menjadi informan adalah istri yang bekerja di sektor formal, mempunyai anak, dan juga suami yang bekerja, dan suami dari istri yang bekerja di sektor formal dan juga mempunyai pekerjaan. Interpretasi data dilakukan dengan pengolahan dari catatan maupun hasil wawancara setiap kali turun ke lapangan.

Hasil penelitian ini adalahpengambilan keputusan dalam keluarga yang dibagi atas; bidang produksi sepenuhnya diputuskan istri, pengambilan keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan pokok yang diambil secara bersama dimana istri yang dominan, sama halnya dengan bidang pembentukan keluarga yang diputuskan secara bersama dimana istri yang dominan, dan pengambilan keputusan dalam kegiatan sosial yang diambil sepenuhnya oleh istri. Pola relasi yang terjalin dalam pengambilan keputusan adalah adalah senior-junior partner dan equal patner yang kedua pola relasi ini sudah melibatkan istri untuk berperan dalam pengambilan keputusan, bahkan memiliki kekuatan yang sama dengan suami. Pola relasi suami-istri dalam proses pengambilan keputusan di dalam keluarga didasarkan kepada hubungan yang saling memberi kesempatan satu sama lain (seimbang) untuk mengambil keputusan yang dipengaruhi oleh nilai dan norma yang masih dijadikan pegangan keluarga, kebiasaan yang terus menerus dilakukan dan pengetahuan akan informasi yang berhubungan dengan keputusan yang diambil. Dalam pola relasi tersebut terjalin relasi kekuasaan yang beragam dan tersebar dalam setiap interaksi yang dilakukan suami-istri.

Kata Kunci: peran istri bekerja dalam keluarga, pengambilan keputusan, pola relasi suami istri.


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beberapa tahun terakhir ini, angkatan kerja di Indonesia mulai membuka peluang bagi tenaga kerja perempuan untuk terlibat di dalamnya, terlihat dari angka yang terus meningkat setiap tahunnya dimana jumlah perempuan yang bekerja di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 48.44 juta, meningkat dari tahun sebelumnya 47,24 juta dan pada tahun 2009 46,68 juta orang. (Data Badan Pusat Statistik, 2014). Meskipun masih terdapat perbedaan angka antara laki-laki dan perempuan dalam partisipasi angkatan kerja dimana angkatan kerja laki-laki mencapai sebesar 85% dan perempuan sebesar 53,5% pada Februari 2014. (www. bps. go. id).

Peningkatan perempuan dalam sektor publik tidak terlepas dari pergeseran nilai dan norma yang ada di masyarakat yang mengangap bahwa perempuan itu tepatnya di sektor domestik mengurus segala hal yang berkaitan rumah, suami dan anak-anak dan laki-laki yang berada di sektor publik untuk mencari nafkah buat keluarga. Kondisi yang terjadi juga menyebabkan terjadinya ketergantungan perempuan terhadap laki-laki mengingat laki-laki yang menghasilkan atau terlibat dalam kegiatan produksi. Bila dilihat dari sejarahnya ketergantungan perempuan itu bermula dari ketergantungan bahan makanan yang pada waktu itu harus dicari laki-laki. Keadaan ini kemudian memperkokoh struktur laki-laki dalam keuarga sehingga persepsi individu berkembang luas dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat bahwa laki-laki itu adalah aktif dan bebas bekerja di sektor publik


(13)

2

sebagai pencari nafkah dan anggapan masyarakat yang berkembang justru mengisyaratkan bahwa perempuan sebagai makhluk yang tergantung pada laki-laki.

Nilai yang ada di masyarakat akhirnya berkembang dan dilanggengkan oleh budaya patriakhat, dimana budaya patriakhat menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki atau suami lebih tinggi daripada perempuan atau istri. Patriakhat didasarkan pada sebuah relasi kuasa yang hierarkis, sehingga peran masing-masing anggota keluarga ditentukan oleh struktur kekuasaan laki-laki atau suami, suami sebagai kepala keluarga yang secara hierarkis lebih tinggi memiliki otoritas/kewenangan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga. Pembedaan peran dan posisi antara suami dan istri dalam keluarga dan masyarakat ini diturunkan secara kultural pada setiap generasi. Dalam hal ini, kekuasaan suami terhadap istri selain dipengaruhi oleh nilai, norma, dan budaya juga dipengaruhi oleh ketergantungan ekonomi dalam keluarga.

Pergeseran nilai dan norma dalam masyarakat juga menyebabkan anggapan masyarakat yang dulunya menganggap perempuan tidak perlu sekolah dan memiliki pendidikan tinggi kini berangsur-angsur berubah mengingat saat ini perempuan sudah banyak yang bersekolah dan berkesempatan untuk mengecam pendidikan di perguruan tinggi. Pendidikan yang dimiliki perempuan menjadi salah satu faktor yang menyebabkannya untuk terlibat dalam sektor publik, dengan demikian perempuan memiliki tingkat penawaran terhadap tenaga kerja dan hal ini berkaitan dengan imbalan yang nantinya akan mereka terima dan berpengaruh terhadap berkurangnya ketergantungan terhadap suami sebagai pencari nafkah. Menurut Boseterup (1970) pendidikan akan memperbaiki status,


(14)

3

kemampuan dan keahlian seseorang. Hal ini meningkatkan kemampuan bersaing, dan meningkatkan permintaan terhadap jasanya di pasar tenaga kerja. Faktor lainnya yang menyebabkan perempuan untuk terlibat di sektor publik adalah tuntutan ekonomi keluarga yang besar dan mendesak yang tidak dapat teratasi atau terpenuhi dengan penghasilan suami sebagai pencari nafkah. Selain itu adalah kebutuhan sosial untuk bersosialisasi dengan sesama.

Pada umumnya perempuan yang terlibat dalam sektor publik berada di perkotaan mengingat lapangan pekerjaan di perkotaan lebih beragam dan berbasis kepada industri dan jasa. Salah satunya adalah kota medan yang merupakan kota terbesar ketiga di indonesia. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa, di Kota Medan sendiri dapat ditemukan perempuan dalam hal ini istri yang bekerja pada suatu perusahaan negeri maupun swasta di suatu kantor.

Secara tidak langsung, ketika perempuan yang terlibat di sektor publik/bekerja menikah dan menjadi istri dalam keluarga maka perannya sebagai istri dan ibu yang lekat dengan urusan rumah, suami dan anak-anak mulai berubah, dimana pekerjaan itu sudah tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab istri dan mulai dibantu suami untuk mengerjakannya dan bagi sebagian keluarga lainnya mereka mulai melibatkan perempuan lain yaitu pembantu untuk mengurus pekerjaan rumah. Meskipun ketika istri terlibat dalam sektor publik mereka tidak sepenuhnya meninggalkan sektor domestik dengan segala urusannya.

Demikian juga, dengan anggapan masyarakat yang menggangap bahwa peran suami sebagai pencari nafkah yang menyebabkan kedudukannya sebagai pengambil keputusan penuh dalam keluarga mulai mengalami perubahan, mengingat istri dalam keluarga juga memiliki sumbangan ekonomi terhadap


(15)

4

keluarga. Sehingga istri mulai terlibat dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga. Dalam hal ini pengambilan keputusan adalah suatu proses interaksi yang dilakukan suami dan istri terkait bagaimana keputusan diambil dan sampai kepada siapa yang memutuskan.

Perubahan dalam keluarga yang mana suami-istri terlibat dalam sektor publik juga dialami keluarga yang berada di Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur, Kota Medan. Data sekunder menunjukkan bahwa suami-istri di Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur bekerja di sektor Formal (terbagi atas PNS 501 orang, ABRI 74 orang, Pegawai Swasta 6.115 orang, Non Formal (Wiraswasta) 5.701 orang dan dan Jasa 1.200 orang. (Data Monografi Kelurahan Juni 2014).

Berdasarkan hasil penelitian, secara umum pasangan suami-istri di kelurahan ini sama-sama memiliki pekerjaan sebelum menikah dan memutuskan untuk tetap terlibat dalam pekerjaan meskipun sudah menikah dan memiliki anak terutama bagi istri. Meskipun istri bekerja di sektor publik, sebagian keluarga dalam hal ini istri masih tetap mengurus urusan terkait sektor domestik seperti membereskan rumah, memasak, dan mengurus anak. Mereka biasanya melakukan semua tugas ini sebelum melakukan aktivitas disektor publik yang terkadang dibantu oleh suami dan anak-anak, tetapi ada sebagian keluarga yang melibatkan orang lain (pembantu) seperti mencuci, membereskan rumah, mengantar jemput sekolah anak-anak, dan lain-lain. Selain bekerja, para istri juga terlibat dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan seperti arisan, pesta, kegiatan rohani, dan lainnya.


(16)

5

Dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga seperti pengambilan keputusan di bidang produksi seperti penggunaan gaji dan terlibat di sektor publik diputuskan oleh istri sendiri, hal yang sama juga terjadi dalam bidang kegiatan sosial yaitu terkait dengan keikutsertaan istri dalam berbagai kegiatan di luar rumah yang diputuskan oleh istri sendiri tanpa ada pengaruh suami di dalamnya, sedangkan dalam bidang pengeluaran pokok yang terdiri dari makan, perumahan, pendidikan, kesehatan keluarga, dan kebersihan rumah, serta bidang pembentukan keluarga yang terdiri dari kebutuhan anak termasuk di dalamnya pendidikan anak, pembelian barang-barang mewah, dan pemberian bantuan kepada keluarga luas yang dilakukan secara bersama antara suami dan istri, meskipun yang menjadi dominan dalam hal itu adalah istri.

Pola relasi yang terjalin antara suami dan istri dalam keluarga tradisional, dimana suami sebagai kepala keluarga dan pemimpin sedangkan istri sebagai pengasuh dan pemelihara mulai berubah menjadi patnern yang saling mendukung. (Khairuddin, 1997). Apabila dikaitkan dengan perspektif kekuasaan Michael Foucault dapat dikatakan bahwa dalam pola relasi antara suami dan istri dalam keluarga terjalin hubungan kekuasaan, dimana kekuasaan itu sifatnya menyebar dan meresap dalam seluruh jalinan relasi. Kekuasaan itu bekerja pada individu, beroperasi melalui seluruh struktur tindakan yang menekankan dan mendorong tindakan lain melalui rangsangan, larangan, dan tanpa paksaan. Dengan keterlibatan istri di sektor publik menjadi hal yang patut untuk diperhitungkan, karena dengan keterlibatan tersebut ada sebuah kontribusi yang dapat diberikan istri dalam keluarga selain dalam mengurus urusan domestik juga ekonomi yang mana hal ini mempengaruhi timbulnya kuasa sendiri bagi istri. Selain itu, menurut


(17)

6

Foucault kekuasaan terjadi akibat langsung adanya pemisahan, ketidaksamaan dan ketidakseimbangan atau diskriminasi. Dalam keluarga diketahui bahwa sebelum terjadi perubahan dalam pola relasi antara suami dan istri ada terjadi ketidakseimbangan menyangkut peran masing-masing dalam keluarga.

Perempuan yang mandiri secara ekonomi atau memiliki penghasilan sendiri akan menjadi otonom, bebas mengeluarkan pendapat, dan memberikan kritik. Hal ini sesuai dengan pendapat Wolf (1997) yang menyatakan bahwa dengan bekerja akan mendorong istri untuk mengurangi ketergantungan terhadap suami, sehingga perempuan yang memiliki penghasilan sendiri atau memiliki uang akan menjadi otonom dan bebas untuk mengeluarkan opini.

Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk melihat apakah istri yang bekerja terutama di sektor formal yang pada dasarnya memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi, dan mandiri secara finansial berperan dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga atau malah tidak memiliki peran sama sekali. Maka peneliti memilih melakukan penelitian terkait di Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur, Kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dijelaskan dalam latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peran istri dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga dengan keterlibatannya bekerja di sektor formal”.


(18)

7 1.3 Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peran istri yang bekerja di sektor formal dalam pengambilan keputusan dalam keluarga di Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur, Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan sesuatu yang diharapkan ketika sebuah penelitian telah selesai. Adapun yang menjadi manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi dalam pengembangan ilmu khususnya sosiologi gender dan sosiologi keluarga. Selain itu, dapat menjadi sumber dan masukan bagi pembacanya guna memahami peran istri yang bekerja di sektor formal dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga.

1.4.2 Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti dalam membuat karya ilmiah, dan dapat menjadi bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

1.5 Defenisi Konsep

Konsep merupakan variabel-variabel dimana dapat ditentukan ada hubungan empiris. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kerangka


(19)

8

konseptual adalah rangkaian pengertian logis yang dapat dipakai untuk menentukan jalan pemikiran dalam penelitian untuk memperoleh pemahaman yang tepat. Dengan kata lain, konsep adalah istilah yang mewakili atau menyatakan suatu pengertian tertentu.

Adapun konsep-konsep dalam penelitian ini adalah:

a. Peran Istri Bekerja Dalam Keluarga

Peran istri bekerja dalam keluarga adalah keikutsertaan atau partisipasi istri dalam menjalankan perannya di dalam keluarga. Peran yang ada dibagi atas tiga yaitu peran sebagai pekerja, istri dan ibu. Peran tersebut terangkum dalam peran produktif yaitu peran yang berkaitan dengan kegiatan yang menghasilkan ekonomi atau uang yaitu dengan bekerja di sektor publik seperti guru, pegawai, karyawan, dan sejenisnya. Kedua, peran reproduktif yaitu peran yang berkaitan dengan keberlangsungan keluarga dan berkaitan dengan sektor domestik seperti menjaga dan memelihara kebersihan rumah, memutuskan untuk memiliki anak, dan yang ketiga adalah peran sosial kemasyarakatan yaitu peran di lingkungan kerja dan sekitarnya, seperti ikut berbagai aktivitas di luar rumah seperti arisan, dharma wanita, kegiatan kerohanian, perkumpulan marga dan sejenisnya.

b. Pekerjaan Sektor Formal

Pekerjaan sektor formal terdiri dari tenaga profesional, teknisi dan sejenisnya, tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan, tenaga tata usaha dan sejenisnya.


(20)

9

Pekerjaan sektor formal adalah pekerjaan yang didasarkan atas kontrak kerja yang jelas dan pengupahan diberikan secara tetap atau kurang lebih permanen. Seperti mandor, pegawai, petugas administrasi, guru, petugas tata usaha, karyawan, dan sejenisnya. Secara umum pekerjaan ini diperoleh oleh orang yang memiliki latar belakang pendidikan formal mulai sekolah menengah ke atas sampai dengan perguruan tinggi.

c. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan adalah suatu proses interaksi yang dilakukan suami dan istri dalam memutuskan suatu kebijakan/putusan di dalam keluarga yang dilihat dari bagaimana keputusan tersebut diambil dan sampai kepada siapa yang memutuskan. Pengambilan keputusan dalam keluarga yakni:

1. Keputusan di bidang produksi seperti kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan menghasilkan uang secara langsung, seperti dalam keputusan istri untuk bekerja, penentuan waktu bekerja, penggunaan/pengelola gaji atau penghasilan;

2. Keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan pokok yaitu keputusan terkait dengan hal-hal yang sifatnya pengeluaran oleh masing-masing anggota keluarga, seperti pengeluaran untuk konsumsi sehari-hari, perumahan (pembelian dan perbaikan), pakaian, kesehatan, pendidikan dan perabot rumah tangga;

3. Keputusan di bidang pembentukan keluarga segala kegiatan yang mendukung keberlangsungan keluarga dan masing-masing anggota keluarga, seperti penentuan jumlah anak serta penggunaan alat kontraseptif, pembuatan peraturan dalam keluarga, sosialisasi anak-anak, penentuan tempat tinggal, pembagian tugas-tugas rumah, pendidikan anak dalam hal ini jenis pendidikan dan tempat pendidikan, dan pemberian bantuan kepada keluarga luas.

4. Keputusan di bidang kegiatan sosial seperti keikutsertaan dalam kegiatan di lingkungan masyarakat, keagamaan, dan tempat kerja, serta acara-acara


(21)

10

yang dilakukan di rumah seperti arisan, perkumpulan marga, pembiayaan untuk acara dirumah, menghadiri berbagai acara dan kumpul-kumpul/ hangout sama teman-teman.

d. Keluarga Patrilineal

Keluarga patrilineal adalah keluarga yang garis keturunannya diambil dari ayah. Dalam keluarga ini ayah berperan sebagai kepala keluarga dan memiliki kemampuan yang dominan dalam keluarga.

e. Keluarga Menengah Atas

Keluarga menengah atas yaitu keluarga yang anggota keluarganya (bapak, ibu, dan anak-anak) memiliki pengeluaran sebesar Rp. 120.000-Rp. 240.000/hari atau Rp. 3.600.000-Rp. 7.200.000/bulan.


(22)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran Istri Yang Bekerja Dalam Keluarga

Peranan atau peran adalah pola perilaku yang dikaitkan dengan status atau kedudukan. Setiap manusia yang menjadi warga suatu masyarakat senantiasa mempunyai status atau kedudukan dan peranan. Peranan ini dapat diibaratkan dengan peran yang ada dalam suatu sandiwara yang para pemainnya mendapatkan tugas untuk memainkan sebagian atau seluruh bagian cerita yang menjadi tema sandiwara tersebut (Soekanto, 1982).

Perempuan yang telah menikah mempunyai peran dalam keluarga inti sebagai istri, sebagai pengurus rumah tangga dan sebagai pencari nafkah. Pada umumnya dirasakan sebagai tugas utama dari seorang perempuan yang terkait dalam gambaran perkawinan umumnya. Dalam tiga peran tersebut, perempuan memberikan diri sepenuhnya demi kesejahteraan bagi keluarganya.

Dalam keluarga peran istri terbagi atas tiga yakni; Pertama, peran produktif yaitu peran yang berkaitan dengan kegiatan yang menghasilkan ekonomi atau uang yaitu dengan bekerja di sektor publik seperti guru, pegawai, karyawan, dan sejenisnya. Kedua, peran reproduktif yaitu peran yang berkaitan dengan keberlangsungan keluarga dan berkaitan dengan sektor domestik seperti menjaga dan memelihara kebersihan rumah, memutuskan untuk memiliki anak, dan yang ketiga adalah peran sosial kemasyarakatan yaitu peran di lingkungan kerja dan sekitarnya, seperti ikut berbagai aktivitas di luar rumah seperti arisan, dharma wanita, kegiatan kerohanian, perkumpulan marga dan sejenisnya.


(23)

12

Dari segi peran, pembagian peran perempuan dapat dibagi atas:

Peran tradisi, peran yang menempatkan perempuan dalam fungsi reproduksi (mengurus rumah tangga, melahirkan dan mengurus anak, serta mengayomi suami). Hidupnya 100% untuk keluarga. Pembagian kerja sangat jelas, yaitu perempuan di rumah dan lelaki di luar rumah.

Peran transisi, mempolakan peran tradisi lebih utama dari peran yang lain. Pembagian tugas mengikuti aspirasi gender, tetapi eksistensi mempertahankan keharmonisan dan urusan rumah tangga tetap tanggung jawab perempuan.

Dwiperan, memposisikan perempuan dalam kehidupan dua dunia, peran domestik-publik sama penting. Dukungan moral suami pemicu ketegaran atau sebaliknya pemicu keresahan atau bahkan menimbulkan konflik terbuka atau terpendam.

Peran Egalitarian, menyita waktu dan perhatian perempuan untuk kegiatan di luar. Dukungan moral dan tingkat kepedulian lelaki sangat hakiki untuk menghindari konflik kepentingan pemilahan dan pendistribusian peranan. Jika tidak, yang terjadi adalah masing-masing akan saling berargumentasi untuk mencari pembenaran atau menumbuhkan ketidaknyamanan suasana kehidupan keluarga.

Peran Kontemporer, adalah dampak pilihan perempuan untuk mandiri dalam kesendirian. Jumlahnya belum banyak, tetapi benturan demi benturan dari dominasi pria yang belum terlalu peduli pada kepentingan perempuan mungkin akan meningkatkan populasinya.


(24)

13

2.2 Pola Pengambilan Keputusan Dalam Keluarga

Keputusan adalah sesuatu yang telah ditetapkan setelah dilakukan pertimbangan, dipikirkan atau telah disetujui. Keputusan dapat diartikan sebagai penentuan sebuah pilihan atau arah tindakan tetentu. Pemikiran mengenai pola pengambilan keputusan dalam keluarga sangat berguna untuk melihat bagaimana terjadinya struktur dalam keluarga, secara lebih dalam lagi dapat melihat siapa yang dianggap paling berhak untuk mengambil keputusan dalam keluarga atau atas dasar apa kekuasaannya (penghasilan, pendidikan, usia dan sebagainya). Kekuasaan dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan keluarga itu, dalam hal ini dapat diketahui apakah kekuasaan antara suami istri sama atau tidak.

Pola pengambilan keputusan (decision making) dalam suatu keluarga menggambarkan bagaimana struktur atau pola kekuasaan dalam keluarga tersebut. Menurut Scanzoni dan Scanzoni (Sajogyo,1983) metode yang digunakan untuk mengukur kekusaan dalam perkawinan/keluarga (marital power atau family power) adalah dengan mengetahui siapa yang mengambil keputusan terakhir tentang sejumlah persoalan dalam keluarga.

Cromwell dan Olson (Ihromi, 1990) mengemukakan 3 bidang yang berbeda untuk menganalisa konsep kekuasaan dalam keluarga (family power), yaitu:

1. Sumber/dasar kekuasaan (bases of family power),

2. Proses kekuasaan dalam keluarga (famili power processes) 3. Hasil kekuasaan dalam keluarga (family power outcomes)


(25)

14

Dari ketiga bidang ini, yang termasuk ke dalam masalah pengambilan keputusan adalan bidang kedua dan ketiga, dalam arti pengambilan keputusan adalah perwujudan proses yang terjadi dalam keluarga dan merupakan hasil interaksi di antara para anggota keluarga untuk saling mempengaruhi (bidang kedua), serta sekaligus juga menunjuk pada hasil atau akibat dari struktur kekuasaan dalam keluarga tersebut, seperti siapa yang membuat/mengambil keputusan dalam keluarga (bidang ketiga). Menurut Safilios-Rotschild untuk melihat struktur kekuasaan dalam keluarga dapat terlihat dari proses pengambilan keputusan, yaitu tentang siapa yang mengambil keputusan, bagaimana frekuensinya dan sebagainya.

Berkaitan dengan perempuan/istri sebagai pengambil keputusan, sampai saat ini masih terdapat anggapan bahwa perempuan tidak mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan di dalam maupun di luar keluarga. Norma yang pada umumnya diakui menyatakan bahwa yang paling menentukan dalam pengambilan keputusan adalah kaum laki-laki /suami.

Pada kenyataannya, terdapat berbagai variasi tentang soal pengambilan keputusan dalam keluarga. Adakalanya perempuan/istri tidak diikutsertakan, namun adakalanya justru wanita yang menentukan dalam pengambilan keputusan. Banyak pula keputusan dalam keluarga dilakukan bersama-sama antara suami-istri. Berbagai faktor mempengaruhi peranan perempuan/istri dalam persoalan pengambilan keputusan, antara lain seperti adanya pemikiran di masyarakat mengenai keterkaitannya dengan budaya yang ada. Sehingga membedakan dua sektor kegiatan dalam masyarakat, yaitu sektor publik dan sektor domestik. Sektor domestik adalah bidang untuk perempuan/istri, yaitu lingkungan dirumah tangga


(26)

15

saja, sedangkan sektor publik adalah bidang untuk laki-laki/suami yaitu di luar lingkungan rumah tangga sebagai pencari nafkah untuk keluarga.

Selain itu ada faktor-faktor lain yang dianggap mempengaruhi peranan perempuan/istri dalam pengambilan keputusan (Sajogyo, 1982), yaitu:

1. Proses sosialisasi, dalam proses sosialisasi individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola, nilai dan tingkah laku dalam masyarakat dimana ia hidup. Keluarga sebagai lingkungan sosial pertama memperkenalkan perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan mulai dari cara memperlakukan, cara bersikap, peran-peran yang diperkenalkan dan harus dilakukan sebagai anak laki-laki dan perempuan. Hal-hal yang seperti ini lah berpengaruh terhadap peranan anak laki-laki maupun perempuan dalam mengambil keputusan.

2. Pendidikan, dengan pendidikan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap cara berpikir yang lebih luas berdasarkan pengalaman dan wawasan yang mungkin tidak didapat dalam keluarga.

3. Latar belakang perkawinan, pengaruh latar belakang perkawinan terhadap pengambilan keputusan istri dalam keluarga adalah kesepakatan antara suami-istri untuk membentuk sebuah keluarga yang siap menerima satu sama lain, yang diawali dengan perkenalan dan kesamaan tujuan ke depan.

4. Kedudukan dalam masyarakat, kedudukan yang dimiliki perempuan dalam masyarakat secara tidak langsung akan terbawa dalam keluarga dan berpengaruh terhadap perannya dalam keluarga.

Dalam perspektif proses orientasi, pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tiga elemen. Pertama; Konteks merupakan sumber yang nampak dan tidak


(27)

16

nampak, sikap, dan sejarah pasangan yang memiliki peranan dalam proses pengambilan keputusan keluarga. Kedua; Proses merupakan interaksi yang terjadi antara pasangan suami-istri dalam proses pengambilan keputusan keluarga. Ketiga; Hasil menggambarkan perilaku dari pasangan suami istri setelah proses pengambilan keputusan keluarga berakhir. Ketiga elemen ini saling berkaitan satu sama lain sehingga keputusan yang akan diambil dalam keluarga dapat diputuskan. Dengan demikian dapat diihat siapa yang berpengaruh dalam keluarga tersebut.

Sajogyo (1983) mengklasifikasikan peran perempuan sebagai pengambil keputusan di dalam rumah tangga dalam empat aspek yaitu: Pertama, Keputusan di bidang produksi adalah keputusan terkait keterlibatan istri dalam sektor publik atau kegiatan yang menghasilkan nilai ekonomi (materi), dalam hal ini dapat dilihat dari keputusan untuk bekerja dan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan gaji/pendapatan. Kedua, Keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan pokok keluarga, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan makan sehari-hari, perumahan (pembelian dan perbaikan), pakaian, pendidikan anak-anak, kesehatan dan pembelian perabot dalam rumah tangga, biasanya dalam hal ini istri lebih mengetahui kebutuhan pokok dalam rumah tangga dibanding suami, sehingga istri akan mendapatkan kepercayaan dari suaminya dalam membuat keputusan untuk membelanjakan semua kebutuhan pokok yang dibutuhkan sehari-hari. Ketiga, Keputusan di bidang pembentukan keluarga seperti keputusan untuk menentukan sekolah anak, penentuan aturan dirumah, memberi bantuan kepada saudara baik dari pihak suami ataupun istri, dan memutuskan untuk berinvestasi. Keempat,


(28)

17

Keputusan di bidang kegiatan sosial yang berupa aktivitas/kegiatan yang berasal dari instansi pemerintah, lembaga keagamaaan, adat dan acara-acara lainnya.

Selain, melakukan pengklasifikasian terhadap bidang-bidang pengambilan keputusan yang ada dalam keluarga, Pudjiwati juga pernah melakukan penelitian tentang siapa yang mengambil keputusan dari masing-masing bidang tersebut yang dilakukan di Pedesaan Jawa Barat yang menjadi salah satu titik tolak dalam penelitian ini. Dimana hasil penelitiannya mengemukakan lima variasi tentang siapa yang menjadi pengambil keputusan dalam keluarga diantaranya, pengambilan keputusan hanya oleh istri, pengambilan keputusan hanya oleh suami, pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama dimana suami lebih dominan, pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama dimana istri lebih dominan, pengambilan keputusan seimbang (setara) antara istri dan suami.

Menurut Scanzoni (1983 dalam Daulay, 2001) dalam pandangan modern baik suami dan istri sama-sama mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan keluarga, sehingga terjadi negosiasi dalam proses pengambilan keputusan, hal ini dikarenakan adanya perubahan pengaruh suami- istri dalam pengambilan keputusan keluarga dari pandangan tradisional ke pandangan modern. Dalam pandangan tradisional, suami memiliki pengaruh yang lebih besar dalam pengambilan keputusan keluarga. Sedangkan dalam pandangan modern suami dan istri sama-sama memiliki pengaruh yang sama dalam pengambilan keputusan keluarga. Hal ini terjadi karena adanya perubahan sosial-ekonomi dengan semakin banyaknya pasangan suami- istri yang berpendidikan dan sama-sama bekerja.


(29)

18

Menurut Hopper (1995 dalam Daulay, 2001) bertambahnya jumlah pekerja perempuan yang telah menikah dan berpendidikan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku pengambilan keputusan keuangan keluarga. Status pekerjaan seorang istri memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan keluarga karena istri memberikan kontribusi keuangan di dalam pembiayaan rumah tangga. Maka seorang istri memiliki pengaruh dalam proses dan hasil pengambilan keputusan keluarga. Maynard (1985 dalam Daulay, 2001:11) menghubungkan antara pengambilan keputusan pada keluarga dengan bidang finansial, ia mendapatkan hasil penelitian bahwa otoritas yang ada di dalam keluarga erat hubungannya dengan individu yang mendapatkan uang lebih banyak. Hal ini searah dengan hasil studi Burr Ahern dan Knowles (1977 dalam Daulay, 2001:11) bahwa manakala pendapatan istri meningkat sebanding dengan pendapatan suami, maka ada kecenderungan pengaruh istri juga meningkat. Burr dkk juga menemukan bahwa pendapatan merupakan predikator terbaik terhadap power. Dengan demikian hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh (kuasa) istri sebagian besar terletak pada kontribusi relatif perempuan pada pendapatan rumah tangga.

2.3 Teori Kekuasaan

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori kekuasaan Michael Foucault, yang berusaha menganalisis pola relasi suami istri dalam proses pengambilan keputusan dalam keluarga. Kekuasaan menurut Foucault dipandang sebagai relasi-relasi yang beragam dan tersebar seperti jaringan yang mempunyai ruang lingkup strategis. Kekuasaan bukan mekanisme dominasi sebagai bentuk


(30)

19

kekuasaan terhadap yang lain dalam relasi yang mendominasi dengan yang didominasi atau yang powerful dengan powerless. Dengan demikian, kekuasaan mesti dipaham sebagai bentuk relasi kekuatan yang imanen dalam ruang dimana kekuasaan itu beroperasi. Kekuasaan mesti dipahami sebagai sesuatu yang melanggengkan relasi kekuatan itu yang membentuk rantai atau sistem dari relasi itu atau justru yang mengisolasi mereka dari yang lain dari suatu relasi kekuatan. (Mudhoffir, 2013).

Oleh karena itu, kekuasaan merupakan strategi di mana relasi kekuatan adalah efeknya. Persoalan kekuasaan bukanlah persoalan pemilikan, dalam konteks siapa menguasai siapa atau siapa yangpowerfulsementara yang lain powerless. Kekuasaan itu tersebar, berada di mana-mana (omnipresent), imanen terdapat dalam setiap relasi sosial. Meskipun begitu, kekuasaan tidaklah diberikan, ditukar ataupun dicari, melainkan dilaksanakan dan pelaksanaan ini hanya ada dalam tindakan. (Mudhoffir, 2013).

Kekuasaan merupakan suatu hubungan kekuatan dan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat, baik yang masih sederhana maupun yang sudah besar atau rumit susunannya. Hal ini bukan karena kekuasaan itu memiliki kemampuan mengkonsolidasikan segala sesuatu di bawah kondisi ketidaknampakannya, melainkan karena kekuasaan selalu diproduksi dalam setiap momen dan setiap relasi. Kekuasaan itu ada di mana-mana bukan karena ia merengkuh segala sesuatu melainkan karena ia datang dari manapun. (Haryatmoko, 2002).

Selain itu, Foucault juga menyatakan bahwa kekuasaan adalah pengetahuan dan sebaliknya pengetahuan adalah kekuasaan atau lebih jelasnya tidak ada pengetahuan tanpa kekuasaan dan tidak ada kekuasaan tanpa


(31)

20

pengetahuan. Dalam hal ini, kekuasaan dan pengetahuan merupakan dua sisi yang menyangkut proses yang sama. Bagi Foucault, pengetahuan tidak berasal dari salah satu subyek yang mengenal, melainkan dari relasi-relasi kuasa yang menandai subyek itu. Pengetahuan tidak ‘mencerminkan’ relasi-relasi kuasa; pengetahuan tidak merupakan pengungkapan samar-samar dari relasi-relasi kuasa tetapi pengetahuan berada di dalam relasi kuasa itu sendiri. Kuasa memproduksi pengetahuan dan bukan saja karena pengetahuan berguna bagi kuasa, tetapi lebih dari itu pengetahuan dan khususnya ilmu pengetahuan menyediakan kuasa. (Haryatmoko, 2002).

Foucault memusatkan perhatian pada bagaimana orang mengatur dirinya dan orang lain melalui kekuasaan. Dengan pengetahuan maka seseorang bisa membangun kekuasaan dengan menjadikan orang lain sebagai subyek dan mengaturnya dengan pengetahuan yang dimilikinya. (Haryatmoko, 2002).

2.4 Pola Relasi Suami Istri Dalam Keluarga

Menurut Scanzoni dan Scanzoni (1981 dalam Ratih, 2008) relasi suami-istri dapat dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu Owner Property, Head Complement, SeniorJunior Partner, dan Equal Partner.

Pertama, relasi owner property dimana istri adalah milik suami sama seperti uang dan barang berharga lainnya. Tugas suami adalah mencari nafkah dan tugas istri adalah menyediakan makanan untuk suami dan anak-anak dan menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga yang lain karena suami telah bekerja untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya. Dalam hubungan seperti ini berlaku norma, dimana tugas istri adalah untuk membahagiakan suami dan memenuhi


(32)

21

semua keinginan dan kebutuhan rumah tangga suami, istri harus menurut pada suami dalam segala hal, istri harus melahirkan anak-anak yang akan membawa nama suami, dan istri harus mendidik anak-anaknya sehingga anak-anaknya bisa membawa nama baik suami.

Pada relasi ini, istri dianggap bukan sebagai pribadi melainkan sebagai perpanjangan suaminya saja. Ia hanya merupakan kepentingan, kebutuhan, ambisi, dan cita-cita dari suami. Suami adalah bos dan istri harus tunduk padanya. Bila terjadi ketidaksepakatan, istri harus tunduk pada suami. Dengan demikian akan tercipta kestabilan dalam rumah tangga. Tugas utama istri pada pola seperti ini adalah untuk mengurus keluarga. Karena istri tergantung pada suami dalam hal pencarian nafkah, maka suami dianggap lebih mempunyai kuasa (wewenang). Kekuasaan suami dapat dikuatkan dengan adanya norma bahwa istri harus tunduk dan tergantung pada suami secara ekonomis.

Demikian juga dengan status sosial, status sosial istri mengikuti status sosial suami. Istri mendapat dukungan dan pengakuan dari orang lain karena ia telah menjalankan tugasnya dengan baik. Istri juga bertugas untuk memberikan kepuasan seksual kepada suami. Bila suami ingin melakukan hubungan seksual, istri harus menurut meskipun ia tidak menginginkannya. Suami bisa menceraikan istri dengan alasan bahwa istrinya tidak bisa memberikan kepuasan seksual. Bila istri ingin mengunjungi kerabat atau tetangga, tetapi suami menginginkan ia ada di rumah, istri harus menurut keinginan suami hanya karena normanya seperti itu. Istri tidak boleh memiliki kepentingan pribadi dan kehidupan pribadi istri menjadi hak suami begitu ia menikah, sehingga seakan-akan istri tidak punya hak atas dirinya sendiri.


(33)

22

Kedua, relasi head-complement dimana istri dilihat sebagai pelengkap suami. Suami diharapkan untuk memenuhi kebutuhan istri akan cinta dan kasih sayang, kepuasan seksual, dukungan emosi, teman, pengertian dan komunikasi yang terbuka. Suami dan istri memutuskan untuk mengatur kehidupan bersama secara bersama-sama. Tugas suami masih tetap mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, dan tugas istri masih tetap mengatur rumah tangga dan mendidik anak-anak. Tetapi suami dan istri kini bisa merencanakan kegiatan bersama untuk mengisi waktu luang. Suami juga mulai membantu istri di saat dibutuhkan, misalnya mencuci piring atau menidurkan anak, bila suami mempunyai waktu luang. Tugas istri yang utama adalah mengatur rumah tangga dan memberikan dukungan pada suami sehingga suami bisa mencapai maju dalam pekerjaannya. Suami mempunyai seseorang yang melengkapi dirinya. Norma dalam perkawinan masih sama seperti dalam ownerproperty, kecuali dalam hal ketaatan.

Dalam relasi ini, suami bisa menyuruh istrinya untuk mengerjakan sesuatu, dan istri harus melakukannya. Tetapi dalam hubungan head-complementsuami akan berkata, “Silakan kerjakan.” Sebaliknya, istri juga berhak untuk bertanya, “Mengapa” atau “Saya rasa itu tidak perlu.” Di sini suami tidak memaksakan keinginannya. Tetapi keputusan terakhir tetap ada di tangan suami, dengan mempertimbangkan keinginan istri sebagai pelengkapnya. Dalam kondisi tertentu, istri bisa bekerja dengan izin suami. Di segi ekspresif, ada perubahan nilai di mana suami dan istri menjadi pacar dan teman. Mereka diharapkan untuk saling memenuhi kebutuhan, tidak hanya semata-mata dalam hal penghasilan, melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, kebutuhan seksual dan anak-anak. Mereka juga diharapkan untuk bisa menikmati kehadiran pasangannya sebagai


(34)

23

pribadi, menemukan kesenangan dari kehadiran itu, saling percaya, dan berbagai masalah, pergi dan melakukan kegiatan bersama-sama.

Dalam relasi ini secara sosial istri menjadi atribut sosial suami yang penting. Istri harus mencerminkan posisi dan martabat suaminya, baik dalam tingkah laku sosial maupun dalam penampilan fisik material. Misalnya, seorang istri pejabat harus juga menjadi panutan bagi para istri anak buah suaminya. Istri juga harus selalu menampilkan diri seperti pakaian, rambut, sepatu, dan perhiasan lainnya sesuai dengan status suami. Dalam hubungan ini, kedudukan istri sangat tergantung pada posisi suami atau ayah sebagai kepala keluarga. Bila posisi suami meningkat, posisi istri pun ikut meningkat. Bila suami dipindah tugaskan, istri dan anak-anak pun ikut serta. Pada pola perkawinan seperti ini, ada dukungan dari istri untuk mendorong suksesnya suami. Usaha istri tersebut biasanya tidak terlihat dan kurang dihargai daripada pekerjaan yang mendapat upah.

Ketiga, relasi senior-junior partner dimana posisi istri tidak lebih sebagai pelengkap suami, tetapi sudah menjadi teman. Perubahan ini terjadi karena istri juga memberikan sumbangan secara ekonomis meskipun pencari nafkah utama tetap suami. Dengan penghasilan yang didapat, istri tidak lagi sepenuhnya tergantung pada suami untuk hidup. Kini istri memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan. Tetapi suami masih memiliki kekuasaan yang lebih besar dari istri karena posisinya sebagai pencari nafkah utama. Artinya, penghasilan istri tidak boleh lebih besar dari suami. Dengan begitu suami juga menentukan status sosial istri dan anak-anaknya. Ini berarti, istri yang berasal dari status sosial yang lebih tinggi, akan turun status sosialnya karena status sosialnya kini mengikuti status sosial suami. Istri bisa melanjutkan sekolah asal sekolah atau


(35)

24

karier suami didahulukan. Istri juga bisa merintis karirnya sendiri setelah karir suami sukses. Dalam pola hubungan seperti ini istri harus mengorbankan kariernya demi karir suaminya. Di kalangan beberapa instansi pemerintah, suami harus menjalani tugas di daerah sebelum bisa dipromosikan ke pangkat yang lebih tinggi. Demi karir suami inilah, seringkali istri rela berkorban.

Keempat, relasi equal partner dalam hal ini tidak ada posisi yang lebih tinggi atau rendah di antara suami-istri. Istri mendapat hak dan kewajibannya yang sama untuk mengembangkan diri sepenuhnya dan melakukan tugas-tugas rumah tangga. Pekerjaan suami sama pentingnya dengan pekerjaan istri. Dengan demikian istri bisa pencari nafkah utama, artinya penghasilan istri bisa lebih tinggi dari suaminya. Dalam hubungan ini, alasan bekerja bagi wanita berbeda dengan alasan yang dikemukakan dalam pola hubungan sebelumnya. Alasan untuk bekerja biasanya menjadi “sekolah untuk kerja” atau “supaya mandiri secara penuh.” Dalam pola hubungan ini, norma yang dianut adalah baik istri atau suami mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang, baik di bidang pekerjaan maupun secara ekspresif. Segala keputusan yang diambil di antara suami istri, saling mempertimbangkan kebutuhan dan kepuasaan masing-masing. Istri mendapat dukungan dan pengakuan dari orang lain karena kemampuannya sendiri dan tidak dikaitkan dengan suami. Dalam pola hubungan seperti ini, perkembangan individu sebagai pribadi sangat diperhatikan. (http://si.uns.ac.id/profil/uploadpublikasi/Essay/195707071981031006ravik)


(36)

25 2.5 Penelitian Yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan yakni penelitian dari Nurfitri Ana Sari dan Hesti Aswandari (2008) dengan judul Peran Wanita Dalam Pengambilan Keputusan Dalam Keluarga (Studi Tentang Wanita Bekerja Pada Sekretariat Daerah Provinsi Riau). Penelitian ini mengangkat permasalahan bagaimana pembagian peran dan pengambilan keputusan dalam keluarga wanita bekerja dan bagaimana hubungan antara karakteristik sosial sosial budaya dengan pembagian peran dan pengambilan keputusan dalam keluarga wanita bekerja di Sekretariat Daerah Provinsi Riau. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data dengan wawancara berstruktur dan wawancara tidak berstruktur, dokumentasi dan angket. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa peran wanita bekerja dalam keluarga masih dominan terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan mengurus anak dan keluarga. Namun peran dalam keluarga yang berkaitan dengan pekerjaan domestik seperti membersihkan rumah, mencuci dan menyetrika pakaian, memasak makan siang lebih didominasi oleh pembantu rumah tangga.

Pengambilan keputusan keluarga masih didominasi oleh istri terutama dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan anak dan kebutuhan rumah tangga. Sedangkan keputusan yang berkaitan dengan pembelian barang bernilai tinggi seperti rumah, kendaraan dan membeli barang-barang bernilai tinggi seperti emas dan perhiasan keputusan ditetapkan berdasarkan hasil diskusi antara suami dan istri. Begitu juga dalam memilih tempat berlibur dan memilih waktu untuk mengambil cuti dan menabung serta berinvestasi.


(37)

26

Pengambilan keputusan yang sifatnya jangka panjang, para wanita bekerja ini memilih membicarakannya terlebih dahulu dengan suami sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan berdua, sementara untuk hal-hal yang sifatnya rutin dan untuk kebutuhan anak dan rumah tangga keputusan sepenuhnya diserahkan kepada istri. (http:// jom.unri.ac.id/index.php/jomfisip/viewfile/2281)

Penelitian kedua yang relevan yaitu penelitian dari Nourma Ulva Devi (2013) dengan judul Pengambilan Keputusan Dalam Rumah Tangga Pedagang Perempuan Pasar Merjosari (Studi Kasus Pada Pola Pengambilan Keputusan Rumah Tangga Pedagang Perempuan Pasar Merjosari, Kecamatan Lowakwaru, Kota Malang). Penelitian ini mengangkat permasalahan bagaimana pola hubungan pengambilan keputusan dan bagaimana implikasi dari pola hubungan pengambilan keputusan dalam rumah tangga pedagang perempuan di Pasar Merjosari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan teknik pengumpulan data adalah wawancara, pengamatan (observasi), dan dokumentasi yang diperoleh di lapangan.

Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa adanya pola hubungan pengambilan keputusan dalam rumah tangga pedagang perempuan di Pasar Merjosari, merujuk pada suatu mekanisme struktur sebagai suatu proses teknik aktivitas yang di dalamnya terdiri dari seperangkat aturan-aturan serta sumber daya yang mengikat dan mempengaruhi dalam menghasilkan pengambilan keputusan. Pola hubungan pengambilan keputusan yang melibatkan istri dalam keluarga yang menentukan beberapa keputusan pemenuhan kebutuhan meliputi konsumsi rumah tangga, keputusan pada kebutuhan produksi, serta keputusan


(38)

27

pengasuhan terhadap anak. Kepemilikan atas struktur dominasi atas sumberdaya ekonomi serta politik yang dimiliki oleh istri yang akhirnya mampu mempengaruhi setiap pengambilan keputusan dalam rumah tangganya yakni istri ikut menentukan dan mengatur beberapa kebutuhan konsumsi rumah tangga meliputi pemenuhan kebutuhan tersier (kebutuhan barang-barang mewah), keputusan pada kebutuhan produksi serta keputusan pengasuhan terhadap anak.

Implikasi dari terbentuknya pola hubungan pengambilan keputusan dalam rumah tangga pedagang perempuan di Pasar Merjosari adalah berupa konsekuensi ketika istri mampu menyeimbangkan peran dan posisinya terhadap suami sebagai kepala rumah tangga pada saat pengambilan keputusan. Keputusan-keputusan istri untuk ikut andil dalam pengambilan keputusan tentunya dilandasi oleh tindakan-tindakan atas dasar kesadaran praktis yakni agar setiap kebutuhan rumah tangganya dapat terpenuhi dengan baik oleh pihak istri tanpa harus mempertanyakan lagi. Kemudian secara tidak langsung istri dalam pemgambilan keputusan juga dipengaruhi oleh kesadaran diskursif dengan alasan-alasan agar setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kebutuhan rumah tangga dapat tercipta keteraturan dan terkontrol di dalam memenuhi setiap kebutuhan anggota keluarganya. (https://www.academia.edu/5637626/JURNAL_NOURMA)

Penelitian relevan yang ketiga adalah penelitian Ratih Anggun Anggraini (2012) yang berjudul Pola Relasi Istri Terkait Dengan Pembagian Kerja Dan Pengambilan Keputusan (Studi Kasus Terhadap Tiga Keluarga Dalam Perubahan Peran Di Keluarga). Penelitian dilakukan untuk melihat bagaimana pola relasi suami istri terutama dalam aspek pembagian kerja dan pengambilan keputusan setelah terjadinya perubahan peran dalam keluarga. Penelitian ini menggunakan


(39)

28

pendekatan kualitatif dengan penelitian studi kasus. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dan observasi.

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa pada pola relasi suami istri dilihat dari aspek pengambilan keputusan berdasarkan hasil temuan data adalah senior-junior partner dan equal partner. Pada pola relasi senior-junior partner, meskipun dalam saat tertentu istri dapat mengambil keputusan namun jika terkait dengan prinsip keluarga maka suami pada akhirnya mengambil keputusan tersebut. Hal ini juga karena ada pengaruh norma agama islam, yang menyebutkan bahwa suami adalah pemimpin keluarga. Namun istri sebagai junior partner tetap memiliki suara yang penting dalam perkembangan terhadap keputusan yang akan diambil oleh suami sebagai senior partner. Sedangkan dalam pola relasi equal partner, norma agama tidak selalu memengaruhi keluarga. Suara yang dimiliki suami-istri adalah setara, hasil pengambilan keputusan tergantung pada situasi atau keadaan yang berlangsung saat itu. Dalam penelitian ini yang terjadi dalam pola relasi suami istri ini adalah pola relasi yang tidak murni karena terdapat kombinasi aturan pola relasi tradisional pada pembagian kerja dan pola relasi modern pada pengambilan keputusan. (http://lib.ui.ac.id)


(40)

29 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan permasalahan, kejadian, atau peristiwa sebagaimana adanya sesuai dengan fakta di lapangan. Penelitian deskriptif umumnya bersifat apa adanya artinya, penelitian ini akan menceritakan fenomena apa sebenarnya yang ada dalam kehidupan masyarakat tersebut tanpa ada manipulasi data. Penelitian ini sifatnya hanya sekedar mengungkap fakta. Hasil penelitian lebih ditekankan pada pemberian gambaran secara objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diselidiki. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti akan memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam mengenai peran istri yang bekerja di sektor formal dalam pengambilan keputusan dalam keluarga.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur, Kota Medan. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena merupakan salah satu kelurahan di kota yang masyarakatnya tidak terlepas dari pengaruh perubahan sosial budaya dan ekonomi yang melibatkan peran suami dan istri di sektor publik. Selain itu, peneliti juga memahami keadaan lokasi penelitian tersebut sehingga memudahkan peneliti mendapatkan data penelitian.


(41)

30 3.3 Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Salah satu ciri atau karakteristik dari penelitian sosial adalah menggunakan apa yang disebut dengan “unit of analysis”. Ada dua unit analisis yang lazim digunakan pada kebanyakan penelitian sosial yaitu individu maupun kelompok sosial didalam masyarakat. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah adalah keluarga patriakhat di Kelurahan Pulo Brayan Darat I Kecamatan Medan Timur, Kota Medan yang istrinya bekerja di sektor formal dengan latar belakang pendidikan formal mulai Sekolah Menengah Atas sampai dengan Perguruan Tinggi.

3.3.2 Informan

Informan merupakan subjek yang memahami permasalahan penelitian sebagai pelaku maupun orang yang memahami permasalahan penelitian (Bungin, 2007:76).Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah:

1. Istri yang bekerja di sektor formal, mempunyai anak, dan juga suami yang bekerja.

2. Suami dari istri yang bekerja di sektor formal dan juga mempunyai pekerjaan.


(42)

31 3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

2.4.1 Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah peneliti melakukan kegiatan langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

Adapun teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara: 1. Observasi Langsung

Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Observasi adalah kemampuan seorang untuk menggunakan panca indera mata serta dibantu dengan panca indera lainnya. (Bungin 2007: 115). Dalam penelitian ini, peneliti mengamati bagaimana keseharian hidup informan yaitu istri yang bekerja di sektor formal dalam kehidupan kesehariannya dalam keluarga.

2. Wawancara Mendalam

Metode pengumpulan data dengan wawancara yang dilakukan berkali-kali dan membutuhkan waktu yang cukup lama bersama informan di lokasi penelitian (Bungin, 2007:108). Pada penelitian ini, wawancara dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada informaan secara spesifik dengan panduan interview guide. Wawancara dengan interview guide dilakukan dengan melakukan tanya jawab oleh peneliti dengan informan mengikuti pedoman pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu sebelun dilaksanakan (Nawawi, 2006: 101). Data yang diperoleh dari wawancara mendalam yaitu berupa pengetahuan dan


(43)

32

informasi informan mengenai peran dan keterlibatannya dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga. Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara terhadap informan yaitu masyarakat yang berstatus sebagai istri yang bekerja di sektor formal dan suami dari istri yang bekerja di sektor formal.

2.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data atau informasi yang diperoleh secara tidak langsung dari lapangan penelitian, melainkan melalui studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah data yang didapat dari buku-buku, tulisan ilmiah, laporan penelitian yang berkaitan dengan topik penelitian yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti.

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan. Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi akurat yang diperoleh dari lapangan (Moleong, 2006:151). Dalam penelitian kualitatif, peneliti dapat mengumpulkan banyak data baik dari hasil wawancara, observasi maupun dari dokumentasi. Data tersebut semua umumnya masih dalam bentuk catatan lapangan. Oleh karena itu perlu diseleksi dan dibuat kategori-kategori. Data yang telah diperoleh dari studi kepustakaan juga terlebih dahulu dievaluasi dan data dikelompokkan menjadi satuan yang dapat dikelola. Sedangkan hasil obsevasi dinarasikan sebagai pelengkap data penelitian. Akhir dari semua proses ini adalah


(44)

33

penggambaran atau penuturan dalam bentuk kalimat-kalimat tentang apa yang telah diteliti sebagai dasar dalam pengambilan kesimpulan-kesimpulan (Faisal, 2007:257).

3.6 Jadwal Kegiatan

No. Jenis kegiatan Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Revisi proposal penelitian √

2. Acc proposal & seminar proposal

3. Membuat interview guide

4. Acc turun lapangan

5. Pengurusan surat penelitian

6. Observasi dan wawancara mendalam 7. Penyusunan laporan akhir penelitian

8. Bimbingan skripsi

9. Revisi laporan akhir penelitian

10. Acc meja hijau

3.7 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan penelitian ilmiah. Selain itu terkait dengan instrumen wawancara mendalam. Kendala lain adalah keterbatasan waktu saat melakukan wawancara dengan informan, karena informan memiliki kesibukan masing-masing. Karena informan yang diteliti adalah istri dan juga suami yang bekerja, yang kesibukannya di luar dari pagi sampai sore, dan malam hari sibuk mengerjakan pekerjaan rumah dan juga waktu istirahat mereka.

Selain permasalahan teknis penelitian dan kendala di lapangan, peneliti juga menyadari keterbatasan peneliti dalam hal kemampuan pengalaman melakukan penelitian ilmiah serta referensi buku atau jurnal mengenai sosiologi


(45)

34

keluarga yang dikuasai oleh peneliti. Walaupun demikian peneliti berusaha melakukan semaksimal mungkin agar data dan tujuan yang diinginkan tercapai.


(46)

35 BAB IV

TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km2) atau 3.6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan kota/kabupaten lainnya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang/pintu masuk kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan saat ini. Kota medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. (Profil Kota Medan, 2004).

Kota menjadi tempat berlangsungnya modernisasi atau perubahan masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Kota menawarkan berbagai daya tarik seperti daya tarik ekonomi, daya tarik sosial, daya tarik pendidikan dan daya tarik budaya yang mendorong masyarakat desa untuk melakukan urbanisasi. Namun daya tarik yang kota berikan tidak serta merta didapat dengan mudah, masyarakat harus terlebih dahulu berusaha untuk bekerja keras dengan lapangan kerja yang beragam baik di sektor formal maupun informal, merubah pola pikir dan cara pandang agar dapat menikmati gaya hidup masyarakat kota dengan berbagai fasilitas yang kota berikan seperti tempat hiburan, rekreasi, dan lain-lain.


(47)

36

Kota medan memiliki 21 Kecamatan dan 158 Kelurahan, salah satunya Kelurahan Pulo Brayan Darat I yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Medan Timur, dimana sebagian besar lokasi di keluarahan ini dimanfaatkan sebagai daerah pemukiman atau perumahan masyarakat.

4.2 Letak Geografis, Iklim, dan Batas wilayah

Kelurahan Pulo Brayan Darat I, terletak pada 2 meter di atas permukaan laut (mdpl). Keadaan iklim di Kelurahan Pulo Brayan Darat I yaitu curah hujan berkisar pada 160 mm/thn dan suhu udara rata-ratanya berkisar pada 21-33oC. Jaraknya 6 kilometer ke ibukota Kecamatan, 10 kilometer ke ibukota, dan 15 kilometer ke ibukota Provinsi.

Kelurahan Pulo Brayan Darat I memiliki luas wilayah 82,5 Ha yang terdiri dari 14 (empat belas lingkungan) yang wilayahnya terdiri dari pemukiman masyarakat, perkantoran, bangunan umum, dan sebagainya. Penggunaan lahan paling banyak digunakan sebagai pemukiman/ perumahan dengan luas lahan 69.5 Ha, mengingat kelurahan ini merupakan salah satu daerah pemukiman/perumahan di kota Medan. Sisanya dari lahan tersebut digunakan sebagai perkantoran, industri, bengunan umum, pertokoan, dan sebagainya.

Adapun batas wilayah Kelurahan Pulo Brayan Darat I adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Glugur Darat II, Kecamatan

Medan Timur.

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Glugur Darat I/Kelurahan Tegal Rejo, Kecamatan Medan Perjuangan.


(48)

37

4. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Indra Kasih, Kecamatan Medan Barat.

4.3 Keadaan Demografi

Kelurahan Pulo Brayan Darat I dengan luas wilayah 82,5 Ha didiami penduduk sebanyak 20.297 jiwa, terdiri dari 10.130 jiwa laki-laki dan 10.167 jiwa perempuan yang tersebar di XI lingkungan.

4.3.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk di Kelurahan P Brayan Darat I terdiri dari beragam jenis mulai dari PNS (501), ABRI (74), Pegawai swasta (6.115), Wiraswasta(5.701), Pertukangan(1.580), dan Jasa (1200).

4.4 Profil Informan dan Temuan Data

Profil informan merupakan biodata sumber pemberi informasi yang mendukung pemenuhan data penelitian. Pentingnya informan bertujuan untuk memfokuskan masalah penelitian karena dengan adanya informan maka membantu penggambaran masalah di lokasi penelitian. Adapun informan yang menjadi pilihan peneliti yaitu:

1. Istri yang bekerja di sektor formal, mempunyai anak, dan juga suami yang bekerja.

2. Suami dari istri yang bekerja di sektor formal dan juga mempunyai pekerjaan.

Dari kedua kriteria informan tersebut, peneliti berharap dapat memperoleh informasi yang akurat mengenai keterlibatan istri yang bekerja dalam


(49)

38

pengambilan keputusan di dalam keluarga. Untuk lebih jelasnya maka peneliti akan mendeskripsikan informan sebagai berikut:

Informan Pertama

Nama : Dra. Berniati Nadeak Umur : 46 Tahun

Etnis/suku : Batak Toba Agama : Kristen Protestan Tingkat pendidikan : S1

Pekerjaan : PNS (Guru agama di SMA/SMK) Lama bekerja : 15 Tahun

Jam kerja : 08.00-17.00 Pendapatan : 4 juta-an

Ibu Berniati Nadeak adalah seorang guru yang mengajar bidang study agama di SMA/SMK. Beliau saat ini berusia 46 tahun dan sudah bekerja selama kurang lebih 15 tahun dengan pendapatan berkisar Rp. 4.000.000,00 sampai Rp. 5.000.000,00 per bulan. Ibu Berniati memiliki seorang anak perempuan yang saat ini berusia 16 tahun dan sedang menduduki bangku Sekolah Menengah Atas. Suami Ibu Berniati juga adalah seorang PNS di bagian keuangan yang sudah bekerja selama 25 tahun dengan pendapatan berkisar Rp. 4.000.000. Beliau bernama Efendi Lumban Gaol yang sudah berusia 49 tahun. Selain menjadi seorang staf keuangan di salah satu departemen, beliau juga merupakan sintua/ penatua agama di salah satu gereja di Kota Medan. Dengan peran Bapak sebagai penatua gereja secara tidak langsung membuat keterlibatan Ibu Berniati dalam


(50)

39

kegiatan agama juga meningkat seperti dalam acara-acara kebaktian, hari-hari besar/perayaan keagamaan, dan lain-lain.

Dengan pendidikan akhir S1 yang dimiliki Ibu Berniati membuat beliau tetap memilih bekerja sebagai guru, meskipun beliau sudah memiliki anak dan keluarga. Keputusan beliau untuk tetap bekerja juga tidak dipengaruhi oleh suami. Hal ini dikarenakan dengan bekerja ibu Berniati bisa memenuhi kebutuhan pribadi dan membantu memenuhi kebutuhan keluarga.

Dengan peran yang dimiliki Ibu Berniati sebagai guru, istri dan ibu membuat keterlibatan ibu Berniati di rumah dapat dikatakan sedikit mengingat jam kerja beliau dari pukul 08.00- 17.00. Dalam menjalankan perannya sebagai istri dan ibu dalam keluarga, terutama dalam mengurus domestik seperti membersihkan rumah, mencuci, memasak, dan lain-lain, biasanya ibu Berniati dibantu oleh suami dan anaknya. Namun sebelumnya Ibu Berniati memakainya jasa tukang cuci, tetapi karena mereka sering kehilangan barang di rumah membuat saat ini mereka tidak memakai jasa itu lagi dan melaksanakan pekerjaan domestik tanpa bantuan orang lain. Peran yang dimilikinya membuat Ibu Berniati harus pandai memaksimalkan waktu yang dimiliki untuk menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga. Dengan kondisi seperti ini yang sudah kurang lebih 15 tahun dijalaninya membuat Ibu Berniati sudah terbiasa.

Dalam pengambilan keputusan dalam keluarga ibu Berniati terlibat aktif seperti dalam pengambilan keputusan dalam bidang produksi, pembentukan keluarga, dan sosial kemasyarakatan yang semua diputuskan beliau meskipun mendiskusikan kepada suami tetapi keputusan akhir tetap ditangan beliau.


(51)

40 Informan Kedua

Nama : Dra. Ratna Silalahi Umur : 51 Tahun

Etnis/suku : Batak Toba Agama : Kristen Protestan Tingkat pendidikan : S1

Pekerjaan : PNS (Guru Ekonomi SMA) Lama bekerja : 24 Tahun

Jam kerja : 08.00-15.00/11.00-17.00 (5 hari kerja) Pendapatan : 4 juta-an

Ibu Ratna adalah ibu dari seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 13 tahun dan sedang duduk dibangku SMP. Usia Ibu Ratna saat ini 51 tahun dengan pekerjaan sebagai guru ekonomi di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Deli Serdang, dan memiliki penghasilan sekitar 4 jutaan.

Keluarga Ibu Ratna saat ini tidak mempunyai pembantu; semua kegiatan dalam rumah tangga dikerjakan anggota keluarga. Kegiatan rutin dalam keluarga, seperti memasak, membereskan rumah tidak dilakukan oleh ibu Ratna dibantu suami dan anaknya. Karena pembantu yang sebelumnya mengerjakan pekerjaan rumahnya sudah menikah dan tidak bekerja lagi. Dengan jam kerjanya 08.00-15.00 atau 11.00-17.00, biasanya Ibu Ratna mengerjakan pekerjaan rumah yang sempat dia kerjakan saja, mengingat dalam keluarganya tidak ada pembagian yang jelas dalam mengerjakan pekerjaan rumah dalam artian siapa yang memiliki waktu dia yang mengerjakan sama. Begitu juga dalam mengantar sekolah dan


(52)

41

mengajari anaknya, Ibu Ratna bergantian dengan suami disesuaikan dengan jam kerja mereka.

Dalam menjalankan perannya sebagai istri, ibu, dan pekerja, Ibu Ratna menjalaninya dengan senang hati dan rasa semangat, mengingat menjadi guru adalah pilihan dan cita-citanya dari sejak kecil dulu. Selain bisa membantu perekonomian keluarga, Ibu Ratna merasa dengan pekerjaannya ia dapat mengapresiakan diri, lebih banyak bersosialisasi dengan orang sehingga tidak merasa bosan di rumah terus menjalani hari-hari.

Dalam kesehariannya Ibu Ratna juga aktif dalam kegiatan-kegiatan di luar seperti keagaamaan dan marga, mengingat beliau adalah istri seorang penatua gereja (sintua) dan ketua dari perkumpulan marga, terutama dalam perayaan-perayaaan biasanya Ibu Ratna terlibat dalam kepengurusan. Ibu ratna juga sering memanfaatkan waktu luang dengan jalan-jalan bersama anak dan teman-temannya. Ia memiliki kebebasan dalam menjalani aktivitas di luar rumah baik itu untuk bekerja maupun memanfaatkan waktu luang.

Dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga Ibu Ratna melakukan bersama-sama/ berbagi dengan suami, misalnya: dalam pengambilan keputusan di bidang produksi Ibu Ratna dan suami saling diskusi tetapi pada akhirnya Ibu Ratna yang memutuskan seperti dalam mengelola pendapatan/gaji, mengurus dan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak, serta keterlibatan dalam kegiatan di luar, yang semua itu didiskusikan oleh Ibu Ratna dengan suami tetapi tetap yang memutuskan adalah Ibu Ratna, dalam pengambilan keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan pokok secara keseluruhan diambil/diputuskan oleh Ibu Ratna sendiri tanpa ada diskusi atau campur tangan dari suami mengingat


(53)

42

suami Ibu Ratna mempercayakan hal tersebut kepadanya, mulai dari pengeluaran untuk makan, kebutuhan sehari-hari, dan kebutuhan anak-anak.

Begitu juga dalam pengambilan keputusan di bidang pembentukan keluarga dan pengambilan keputusan di bidang kegiatan sosial selalu ada diskusi antara Ibu Ratna dan suami sehingga masing-masing memiliki keterlibatan untuk memutuskan misalnya seperti dalam memberikan bantuan dan pembelian barang-barang mewah biasanya diputuskan oleh Ibu Ratna mengingat Ibu Ratna yang memegang uang, tetapi dalam memilih sekolah dan fasilitas pendidikan anak biasanya diputuskan oleh suaminya dikarenakan beliau yang lebih mengetahui lebih banyak informasi dan kemampuan anaknya, mengingat suami beliau lah yang bertanggung jawab dalam membantu anak berdikusi pekerjaan rumah (PR). Demikian juga dalam mengikuti berbagai kegiatan seperti arisan, kegiatan STM, dan keterlibatan dalam berbagai kepengurusan organisasi dimana Ibu Ratna dan suaminya saling berdiskusi dan keputusan ada di kedua belah pihak.

Informan Ketiga

Nama : Yenni Juita Nababan Umur : 31 Tahun

Etnis/suku : Batak Toba Agama : Kristen Protestan Tingkat Pendidikan : S1 Komunikasi

Pekerjaan : PNS di Dinas Perhubungan Serdang Bedagai Lama bekerja : 4 tahun, sebelumnya di swasta selama 2 tahun Jam kerja : 08.00-16.00


(54)

43 Pendapatan : 3 juta-an

Ibu Yenni adalah seorang ibu yang masih muda. Diusianya masih 31 tahun ia telah mempunyai dua orang anak laki-laki yang masing-masing berusia 4 dan 2 tahun. Saat ini ibu Yenni masih berencana untuk memiliki anak lagi mengingat beliau belum memiliki anak perempuan dan menurutnya alangkah baiknya kalau dalam keluarga itu ada anak laki-laki dan perempuan.

Ibu Yenni bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Dinas Perhubungan Deli Serdang dan sudah bekerja selama 6 tahun yang sebelumnya bekerja sebagai karyawan swasta selama 2 tahun. Suami Ibu Yenni juga adalah seorang pegawai di salah satu perusahaan swasta. Ibu Yenni tinggal bersama suami, anak-anak, ibu mertua, dan seorang anak gadis bernama Putri yang sudah sekitar 3 tahun tinggal di rumahnya, Putri membantu Ibu Yenni untuk menjaga anak-anaknya terkadang dibantu mertuanya dan mengerjakan pekerjaan rumah ketika Ibu Yenni bekerja.

Dalam pembagian kerja di keluarga Ibu Yenni masih bertanggungjawab sepenuhnya dalam pekerjaan domestik tanpa ada bantuan dari suami meskipun sesekali dibantu anak gadis (Putri) yang tinggal dirumahnya.

Dengan pekerjaannya sebagai pegawai negeri Ibu Yenni bekerja dari pukul 08.00-16.00, setiap hari Senin sampai hari Jumat sedangkan suaminya bekerja dari hari Senin sampai hari Sabtu dengan jam kerja sampai pukul 17.00. Ibu Yenni selalu diantar oleh suaminya untuk bekerja. Setelah memiliki anak Ibu Yenni hanya disibukkan oleh urusan kerjaan dan keluarga, meskipun sebelum memiliki anak Ibu Yenni masih sering kumpul-kumpul dan jalan-jalan sama teman-temannya tetapi setelah memiliki anak dan mengingat suaminya juga mengharuskannya untuk pulang tepat waktu.


(55)

44

Dalam pengambilan keputusan di bidang produksi dan pengeluaran kebutuhan pokok diputuskan oleh Ibu Yenni, karena menurutnya istri yang seharusnya mengurusi hal-hal tersebut karena itu pekerjaan perempuan, sedangkan suami cukup sekedar mengetahui. Untuk pengambilan keputusan di bidang pembentukan keluarga dan bidang kegiatan sosial dalam keluarga ibu Yenni diputuskan oleh suaminya dengan diskusi terlebih dahulu.

Informan Keempat

Nama : Ramli Ritonga Umur : 55 Tahun Etnis/suku : Batak Toba Agama : Kristen Protestan Tingkat pendidikan : D2

Pekerjaan : Teknisi operasional PT.Angkasa Pura II Lama Bekerja : 31 Tahun

Jam kerja : 08.00-20.00/20.00-08.00 Pendapatan : 5 juta-an

Bapak Ramli Ritonga adalah suami dari istri yang bekerja sebagai seorang guru, saat ini ia berusia 55 tahun dan bekerja di Teknisi Operasional di Angkasa Pura. Pekerjaan ini sudah dijalani selama 31 tahun. Dalam kesehariannya, Bapak Ramli setelah pulang kerja biasanya hanya di rumah saja beristirahat, sekaligus membantu anak dan istrinya dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Dalam keluarganya tidak ada pembagian kerja yang sexist mengingat beliau ikut dalam mengerjakan pekerjaan domestik seperti menyapu, mengepel, menggosok, dan


(56)

45

lain-lain. Pekerjaan ini beliau lakukan ketika ia memiliki waktu apakah itu sebelum bekerja atau pun bekerja.

Pada pengambilan keputusan di keluarga terjalin hubungan yang seimbang antara Bapak Ramli dengan istrinya, dimana Bapak Ramli terlibat pengambilan keputusan di bidang pembentukan keluarga, sedangkan istrinya terlibat pengambilan di bidang produksi, pengeluaran kebutuhan pokok, dan kegiatan sosial.

Informan Kelima

Nama : Helmi Situmeang Umur : 50 tahun

Etnis/suku : Batak Toba Agama : Kristen Protestan Tingkat Pendidikan : S1

Pekerjaan : PNS (Guru Agama di SMA) Lama bekerja : 24Tahun

Jam kerja : 08.00-13.30 (5 hari dalam seminggu) Pendapatan : 4 juta-an

Ibu Helmi adalah seorang ibu dari dua orang anak perempuan yang saat ini sudah berusia masing-masing 17 dan 19, dimana kedua anaknya sedang duduk dibangku SMA dan Perguruan tinggi di Kota Medan. Ibu Helmi bekerja sebagai guru agama di salah satu Sekolah Menegah Tingkat Atas yang sudah ia jalani selama 24 tahun sedangkan suaminya Bapak Saragih bekerja sebagai pedagang.


(57)

46

Dalam mengerjakan pekerjaan domestik di keluarga Ibu Helmi dilakukan secara bersama dengan suami dan anak-anak, tanpa ada pembagian kerja yang jelas. Menurut penuturannya, secara umum pekerjaan rumah dan dapur itu ditangani olehnya selaku istri, tapi ada kalanya dibantu suami ketika ia membutuhkan.

Dalam pengambilan keputusan di keluarga Ibu Helmi melakukan diskusi dengan suaminya meskipun dalam penentuan akhir Ibu Helmi yang terlibat atau mendominasi seperti dalam bidang produksi, pengeluaran kebutuhan pokok, dan pembentukan keluarga dan kegiatan sosial.

Informan Keenam

Nama : Suyanto Umur : 42 Tahun Etnis/suku : Jawa

Agama : Islam

Tingkat Pendidikan : SMA Pekerjaan : Pedagang Lama bekerja : 22 Tahun Jam kerja : Pagi- Siang Pendapatan : 3 juta-an

Bapak Suyanto merupakan seorang pedagang batik, sprei yang berasal dari solo, merantau ke kota medan sejak 22 tahun silam. Pak Suyanto memiliki istri yang bernama Sunarti yang bekerja sebagai pegawai swasta dan seorang anak


(58)

47

perempuan yang berusia 17 tahun dan sedang duduk dibangku SMA. Dalam kesehariaannya Pak Suyanto mulai pergi berjualan mulai pukul 09.00 sampai sore.

Di keluargaPak Suyanto, pekerjaan domestik seperti memasak, mencuci, beresin rumah dilakukan secara bersama-bersama dengan anak dan istri. Berdasarkan penuturan Bapak Suyanto meskipun istrinya bekerja tetapi beliau tidak meninggalkan urusan rumah/keluarga dan menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga sehingga sampai saat ini tidak ada masalah bagi Pak Suyanto ketika istrinya bekerja. Selain bekerja, istrinya juga ikut kegiatan sosial seperti kegiatan pengajian yang dilakukan sekali seminggu dan kegiatan olahraga yang dilakukan dua kali dalam seminggu dan juga berbagai kegiatan lainnya seperti kumpul-kumpul sama teman-teman. Dengan peran yang dimiliki oleh istrinya Pak Suyanto tidak merasa keberatan selama kegiatan tersebut positif dan meminta izin terlebih dahulu.

Dalam pengambilan keputusan di keluarganya Pak Suyanto melakukan secara bersama dengan istrinya termasuk pengambilan keputusan dalam bidang produksi, bidang pengeluaran kebutuhan pokok, bidang pembentukan keluarga, dan bidang kegiatan sosial. Meskipun dalam pengambilan keputusan untuk bidang-bidang tertentu ada yang diputuskan oleh istrinya sendiri tanpa harus melakukan diskusi dengannya.

Informan Ketujuh

Nama : Lastri Umur : 54 Tahun Etnis/suku : Melayu


(59)

48

Agama : Islam

Tingkat Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Pegawai swasta Lama bekerja : 25 Tahun Jam kerja : 08-00-16.00 Pendapatan : 3 juta-an

Ibu Lastri seorang ibu yang memiliki anak 3 orang, 2 laki-laki dan 1 perempuan. Ibu Lastri bekerja sebagai seorang pegawai sama dengan suaminya yang juga seorang pegawai di Telkom. Ibu Lastri merupakan Suku Melayu yang asalnya dari Medan tepatnya daerah Pancing, sedangkan suaminya perpaduan Suku Aceh dan Jawa yang asalnya dari Aceh.

Dalam mengerjakan pekerjaan domestik Ibu Lastri melibatkan 2 orang pembantu, yang mana hal ini sudah berlangsung sejak Ibu Lastri menikah. Mengingat Ibu Lastri dan suami memiliki pekerjaan dan kesibukan sehingga tidak memiliki waktu untuk mengurus/mengerjakan pekerjaan rumah dan didukung oleh keuangan keluarga yang menurutnya cukup untuk membayar pembantu.

Peran yang dijalani Ibu Lastri sebagai istri dan pekerja tidak membatasi Ibu Lastri untuk mengikuti kegiatan pengajian, senam, dan jalan atau kumpul bersama teman-teman, hal ini juga dikarenakan suaminya selalu mendukung dan memberi izin, mengingat suami ibu lastri juga memiliki kegiatan yang sama dengannya.

Dalam pengambilan keputusan di keluarga, terkadang dilakukan Ibu Lastri sendiri tanpa diskusi atau memberi tahu terlebih dahulu, terutama hal-hal yang menurut Ibu Lastri nantinya akan menjadi masalah ketika dikasih tahu kepada


(60)

49

suaminya, dalam urusan anak, kebutuhan sehari-hari diputuskan Ibu Lastri sendiri sedangkan seperti investasi dan pembelian barang-barang yang mahal baru ibu Lastri melibatkan suaminya.

Informan Kedelapan

Nama : Esra Tetty Simatupang Umur : 44 Tahun

Etnis/suku : Batak Toba Agama : Kristen Protestan Tingkat Pendidikan : D3

Pekerjaan : Asuransi Lama bekerja : 12 Tahun

Jam kerja : 10 jam dalam sehari Pendapatan : 4 juta-an

Ibu Esra adalah seorang istri yang berusia 44 tahun dengan 4 orang anak laki-laki yang masih bersekolah di tingkat SD, SMP, dan SMA. Ibu Esra bekerja sebagai pegawai asuransi begitu juga dengan suaminya yang bekerja sebagai pegawai. Pekerjaan yang dimiliki Ibu Esra dan suami membuat mereka hanya memiliki waktu berkumpul bersama dengan anak-anak hanya pada malam hari.

Dalam mengerjakan pekerjaan domestik Ibu Esra dibantu oleh keempat orang anaknya, beliau melakukan pembagian dimana anak pertama menyapu dan mengepel, anak kedua cuci piring dan memberesi kamar, anak ketiga nyapu halaman dan anak keempat nyiram bunga & tanaman sedangkan suaminya tidak


(1)

97

keputusan terkait dengan kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan menghasilkan uang secara langsung. Seperti dalam keputusan istri untuk bekerja, penentuan waktu bekerja, penggunaan/pengelola gaji atau penghasilan.

1. Apakah Bapak/Ibu saling mempengaruhi satu sama lain dalam pemilihan pekerjaan dan waktu bekerja?

2. Apakah Bapak /Ibu mengetahui jam kerja masing-masing?

3. Bagaimana cara Bapak/Ibu menggunakan penghasilan masing-masing?

4. Apa yang membuat Ibu memutuskan untuk bekerja?

II. Pengambilan keputusan dalam keluarga di bidang pengeluaran kebutuhan pokok, yaitu proses interaksi antara suami dan istri dalam membuat keputusan terkait dengan hal-hal yang sifatnya pengeluaran oleh masing-masing anggota keluarga. Seperti, kebutuhan makanan , perumahan dalam hal pembelian dan perbaikan, pembelian kebutuhan masing-masing anggota keluarga, biaya pendidikan, pembelian peralatan rumahtangga, dan perawatan kesehatan?

1. Siapa yang mengatur pengeluaran kebutuhan sehari-hari dirumah, seperti makan, kebutuhan dapur, tagihan-tagihan, acara-acara pesta, kebutuhan sekolah anak?

2. Bagaimana cara Bapak/Ibu menentukan uang saku anak?

3. Ketika anak minta dibelikan sesuatu (hp, game, dll) biasanya anak meminta kepada siapa, dan siapa yang memberi permintaan anak tersebut?

4. Apakah Bapak/Ibu saling mengetahui pengeluaran kebutuhan keluarga?

- Jika ya, bagaimana caranya?

5. Siapakah yang lebih dominan dalam pemilihan lokasi rumah, bentuk rumah, cat rumah, dsb?


(2)

98

7. Bagaimana interaksi Bapak/Ibu ketika melakukan pembelian barang-barang mewah seperti mobil/rumah/tanah?

III. Pengambilan keputusan dalam keluarga di bidang pembentukan keluarga, yaitu proses interaksi antara suami dan istri dalam membuat keputusan terkait dengan segala kegiatan yang mendukung keberlangsungan keluarga dan masing-masing anggota keluarga. Seperti penentuan jumlah anak serta penggunaan alat kontraseptif, pembuatan peraturan dalam keluarga, sosialisasi anak-anak, penentuan tempat tinggal, pembagian tugas-tugas rumah, pendidikan anak dalam hal ini jenis pendidikan dan tempat pendidikan, dan pemberian bantuan kepada keluarga luas.

1. Bagimana cara/ interaksi Bapak/Ibu dalam menentukan jumlah anak?

2. Apakah jenis kelamin anak mempengaruhi Bapak/Ibu untuk memiliki anak lagi?

3. Menurut Bapak/Ibu apakah ada perbedaan ketika harus memiliki anak laki-laki/perempuan.

4. Apakah Ibu menggunakan alat kontrasepsi? - Jika ya, mengapa ibu menggunakannya?

- Apakah dalam penggunaan alat kontrasepsi merupakan inisiatif ibu sendiri atau suami?

5. Siapakah yang lebih cenderung atau dominan dalam mengurus dan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak mulai dari masa balita, anak-anak, remaja, hingga dewasa?

6. Berapa lama waktu yang Bapak/Ibu habiskan di rumah dan luangkan bersama anak-anak?

7. Siapakah yang biasanya mengajak anak-anak bermain atau jalan-jalan?

8. Bagaimana cara Bapak/Ibu menanamkan nilai-nilai/mendidik anak-anak dalam keluarga, dan siapa biasanya melakukan hal ini?


(3)

99

9. Ketika anak Bapak/Ibu minta izin untuk mengikuti kegiatan di luar, kepada siapakah anak Bapak/Ibu meminta izin, dan siapa yang memberikan izin?

10. Siapa yang berpengaruh dalam pemilihan sekolah anak?

11. Bagaimana cara Bapak/Ibu membagi tugas/pekerjaan rumah (mencuci, masak, membersihkan rumah, menjemput dan mengantar anak)?

12. Aturan apa saja yang Bapak/Ibu buat di rumah?

13. Apakah Bapak/Ibu sering mengalami perbedaan pendapat?

14. Ketika ingin memberi bantuan kepada keluarga, siapa yang memutuskan hal ini?

IV. Pengambilan keputusan dalam keluarga di bidang kegiatan sosial, yaitu proses interaksi antara suami dan istri dalam membuat keputusan terkait kegiatan kemasyarakatan, keagamaan, dan segala kegiatan di luar rumah. Seperti arisan, perkumpulan marga, pembiayaan untuk acara dirumah, menghadiri berbagai acara dan kumpul-kumpul/ hangout sama teman-teman.

1. Kegiatan apa saja yang Bapak/Ibu ikuti di luar?

2. Apakah keikutsertaan dalam kegiatan yang di ikuti dipengaruhi dan diketahui oleh suami/istri?

3. Apakah Bapak/Ibu saling mempengaruhi dalam memilih perkumpulan marga, arisan yang keluarga anda miliki sekarang? 4. Siapa yang menentukan pembiayaan ketika ada acara di rumah? 5. Apakah Bapak/Ibu selalu memberi izin kepada suami/istri ketika

bepergian/ keluar rumah?

6. Apakah kegiatan Bapak/Ibu dalam keseharian diketahui oleh istri/suami?

7. Ketika ada undangan acara, siapakah yang memutuskan untuk menghadiri acara tersebut.


(4)

100

Lampiran 3

Dokumentasi Lapangan


(5)

101

Gambar 2. Ibu Yenni Nababan beserta anaknya. Gambar 3. Bapak Suyanto beserta istri dan

anaknya.


(6)

102