Peran ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) Terhadap Kebijakan Liberalisasi Tenaga Kerja Indonesia (STUDI KASUS TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA)

(1)

PERAN ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

TERHADAP KEBIJAKAN LIBERALISASI TENAGA KERJA

INDONESIA

(STUDI KASUS TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh :

070906039

SISWANDRI.S

Dosen Pembimbing

: Drs. Heri Kusmanto, MA

Dosen Pembaca

: Drs. P. Anthonius Sitepu, Msi

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Nama : SISWANDRI.S

Nim : 070906039

Judul : Peran ASEAN Economic Community Terhadap Kebijakan Liberalisasi Tenaga Kerja Indionesia (Studi Kasus Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia)

ABSTRAK

Dalam rangka menjaga Stabilitas Politik dan keamanan regiona ASEAN, meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia, dan mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan serta meningkatkan standar hidup penduduk Negara Anggota ASEAN, seluruh Negara Anggota ASEAN sepakat untuk segera mewujudkan integrasi ekonomi yang lebih nyata dan meaningful yaitu ASEAN Economy Comminity (AEC).AEC adalah bentuk Integrasi Ekonomi ASEAN yang direncanakan akan tecapai pada KTT ASEAN ke-13 pada bulan Nopember 2007, di singapura, menyepakati AEC Blueprint, sebagai acuan seluruh Negara Anggota dalam mengimplementasikan komitmen AEC.

Pada tahun 2015, ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan berbasis tunggal dan tenaga berbasis produksi tunggal dimana arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas. Dengan terbentuknya pasar tunggal yang bebas


(3)

tersebut maka akan terbuka peluang bagi indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya di kawasan ASEAN.

Diawali pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-2 pda tanggal 15 Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia dengan disepakatinya visi ASEAN 2020, Para kepala Negara ASEAN menegaskan bahwa ASEAN akan mempercepat liberalisasi perdagangan di bidang jasa, dan meningkatkan pergerakan tenaga professional dan jasa lainnya secara bebas di kawasan ASEAN.


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Penulis memanjatkan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan juga ridha – Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul : Peran ASEAN Economic Community Terhadap Kebijakan Liberalisasi Tenaga Kerja Indionesia. Penulis berharap melalui skripsi ini, dapat member kontribusi kepada para pembaca, serta tambahan pengetahuan tentang bagaimana peran Peran Asean Economic Community terhadap kebijakan Liberalisasi tenaga kerja Indionesia, serta dapat menjadi salah satu referensi bagi akademisi ilmu politik di Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belumlah sempurna, karena itu penulis mengharapkan banyak masukan, saran dari pembaca agar nantinya dapat bermanfaat. Kiranya apa yang telah penulis kerjakan ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membaca. Tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang sempurna, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, Tuhan semesta alam. Terima kasih.

Medan, Mei 2012 Penulis


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Awal kata penulis panjatkan puji syukur sedalam – dalamnya atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan ridha – Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang Peran ASEAN Economic Community Terhadap Kebijakan Liberalisasi Tenaga Kerja Indionesia (Studi Kasus Tenaga Kerja Indonesia yang berada di Malaysia) sebagai persyaratan akhir untuk memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Dengan penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari banyak pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung yang membantu, sehingga skripsi ini bisa selesai. Kepada mereka penulis ucapkan terima kasih banyak, dan saya merasa tak mampu untuk membalas kebaikan dan keihklasan yang mereka berikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Yang pertama dan yang paling utama, penulis mengucapkan Alhamdulillah, segala puji dan syukur yang tak terkira kepada pemilik alam semesta, Allah SWT. Karena atas berkat dan rahmat – Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sungguh besar kasih sayang – Mu. Kemuliaan hanya milik Allah semata.

Kepada keluarga tercinta, anugerah yang telah dilimpahkan Allah pada penulis. Teruntuk H.Sudarno.K dan Hj.Rosmini.P, yang merupakan Bapak dan Mamak terhebat di seluruh dunia, yang tidak mempunyai waktu istirahat yang cukup untuk keluarga yang sangat dicintainya. Berjuta terima kasih tak akan pernah cukup membalas semua yang telah beliau berikan untuk kami. Beliau tak pernah berhenti menunjukkan bagaimana bekerja keras untuk keluarga yang sangat disayanginya. Akan selalu menjadi panutan bagi penulis. Kepada mama tersayang, untuk semua cinta kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Tak akan bisa ananda untuk membalas semua yang telah kalian berikan kepada ananda. Kalianlah motivasi terbesar dalam hidupku. Selalu akan jadi nomor satu. Tak bertepi kasih ananda.


(6)

Buat bang Purwo terima kasih atas motifasi-motifasi yang abang berikan walau terkadang komunikasi yang baik susah untuk kita ungkapkan, dan adek Tina, adek yang paling kecil dan satu-satunya adek yang paling cantik yang kami miliki, sebentar lagi juga pasti akan segera menyusul untuk menyelesaikan kuliah semoga sukses selalu ya, untuk Tante Nita yang terus berjuang seorang diri membesarkan anak-anaknya tanpa mengeluh yaitu ones, seli, dinda yang menjadi harapan terbesarnya juga dalam menjalankan hidup kedepan jangan kecewakan mamak ya nes, sel, dan dinda juga, tunjukan kepada dunia walau mamak seorang diri membesarkan dan mendidik kalian tapi beliau tak kenal lelah dan mamak pasti bangga punya anak-anak seperti kalian. Kepada Rachmad Panjaitan, terima kasih atas kritikan yang sering dilontarkan, diskusi, perhatian, memberi motivasi tapi lewat kritikan, itu sangat membantu penulis. Terima kasih juga buat abang-abang dan kawan- kawan Tehnik Elektro.

Buat teman, sahabat, teman diskusi, Desmar Ridho, terima kasih yang banyak atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis, juga untuk waktunya menemani penulis mengurus administrasi dan hal – hal lain. Terima kasih semuanya lah pokoknya. “Bukan maksud mendahului kawan” menjadi cambuk untuk ku dalam menyelesaikan kuliah ini. sekarang giliranku ya. Aku pasti bias . Juga buat Rahmad.P, Riski, Dino, Pipin, Desi, Xty, Arthur, Rahmad, Jenius, yang udah bantu seminar, dan semua teman – teman ilmu politik stambuk 2007 yang tak bisa disebutkan satu persatu namanya. Terima kasih.

Buat Alamanda Cathartica terima kasih atas motivasi dan dorongannya, keikhlasan dan kesabarannya yang telah menyediakan waktunya bercerita, bertukar pendapat, yang menambah semangat penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih atas dukungan dan doa, serta menjadi semangat penulis untuk jadi lebih baik lagi.

Kepada sahabat setia Khairul Putra, terima kasih banyak kawan, walau sebenarnya aku pun gak taunya apa kontribusi mu untuk ku dalam membuat skripsi ini, tapi kau udah menjadi sahabat setia dari mulai SMA sampai sekarang dan kedepannya. Selesaikan lah kuliahmu kawan masih banyak cita- cita yang harus kita capai.


(7)

Dari lubuk hati yang terdalam, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada yang terhormat :

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Prof DR. Badaruddin Rangkuti, M.Si.

2. Ketua Departemen Ilmu Politik, Dra. T. Irmayani, M.Si

3. Bapak Drs. Heri Kusmanto, MA, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu dan ilmunya dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas bantuannya, semoga Allah SWT menjaga bapak dan keluarga.

4. Bapak P. Anthonius Sitepu, Msi selaku dosen pembaca penulis, penulis mengucapkan terima kasih kepada beliau atas saran dan masukan untuk menyempurnakan penyelesaian skripsi ini.

5. Seluruh pegawai FISIP – USU, terkhusus terima kasih kepada bang Rusdi dan kak Ema yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian surat–surat yang perlu dilengkapi, maaf karena telah banyak merepotkan. 6. Dan buat seluruh pihak yang tak bisa disebutkan namanya satu persatu yang

telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih buat dukungan, doa, dan saran serta masukannya kepada penulis.

Dengan segala kerendahan hati, penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini belumlah sempurna. Oleh karena itu penulis dengan besar hati menerima saran dan kritik yang membangun agar nantinya skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang sempurna, kesempurnaan hanyalah milik Allah. Akhir kata,semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Mei 2012 Penulis

(Siswandri.S) 070906039


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... UCAPAN TERIMAKASIH ... DAFTAR ISI ...

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Rumusan Masalah ... 4

I.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 4

I.4.1 Tujuan Penelitian ... 4

I.4.2 Manfaat Penelitian ... 5

I.3 Pembatasan Masalah ... 5

I.5 Kerangka Teori ... 6

I.5.1 Kebijakan ... 6

I.5.1.1 Tahapan Proses Kebijakan ... 6

I.5.1.2 Pendekatan-Pendekatan Dalam Pengambilan Kebijakan .. 8

I.5.1.2.1 Pendekatan Kelompok ... 8

I.5.1.2.2 Pendekatan Elit ... 9

I.5.1.2.3 Pendekatan Kelembagaan ... 11

I.5.1.2.4 Pendekatan Rasionalitas ... 12

I.5.1.2.5 Pendekatan Pilihan Publik ... 13

I.5.1.2.6 Pendekatan Peran Serta Warga Negara ... 13

I.5.1.2.7 Pendekatan Pluralisme ... 14


(9)

I.5.3 Perjanjian Internasional ... 17

I.6 Metodelogi Penelitian ... 19

I.6.1 Jenis Penelitian ... 19

I.6.2 Teknik Pengumpulan Data... 20

I.6.3 Teknik Analisa Data ... 20

I.7 Sistematika Penulisan ... 21

BAB II ASEAN ECONOMIC COMMUNITY ... 23

II.1 Sejarah Singkat ASEAN Economic Community ... 23

II.2 Sejarah Singkat ASEAN Economic Community ... 33

II.3 Struktur Kelembagaan ASEAN Economic Community ... 23

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISA DATA ... 43

III.1 Liberalisasi Tenaga Kerja Dalam ASEAN Economic Community ... 43

III.2 Kebijakan Mengenai Tenaga Kerja Indonesia Di Malaysia Menuju ASEAN Economic Community 2014 ... 50

III.2.1 Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia ... 50

III.2.2 Kebijakan Malaysia Tentang Tenaga Kerja Luar Negeri ... 53

III.2.3 Permasalahan TKI Di Malaysia ... 56

III.2.4 Kebijakan Pemerintah Indonesia Terhadap TKI Di Malaysia ... 58

III.3 Analisis Kebijakan TKI Di Malaysia Menuju ASEAN Economic Community ... 72


(10)

BAB IV PENUTUP ... 76

IV.1 Kesimpulan ... 76

IV.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN ...


(11)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Nama : SISWANDRI.S

Nim : 070906039

Judul : Peran ASEAN Economic Community Terhadap Kebijakan Liberalisasi Tenaga Kerja Indionesia (Studi Kasus Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia)

ABSTRAK

Dalam rangka menjaga Stabilitas Politik dan keamanan regiona ASEAN, meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia, dan mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan serta meningkatkan standar hidup penduduk Negara Anggota ASEAN, seluruh Negara Anggota ASEAN sepakat untuk segera mewujudkan integrasi ekonomi yang lebih nyata dan meaningful yaitu ASEAN Economy Comminity (AEC).AEC adalah bentuk Integrasi Ekonomi ASEAN yang direncanakan akan tecapai pada KTT ASEAN ke-13 pada bulan Nopember 2007, di singapura, menyepakati AEC Blueprint, sebagai acuan seluruh Negara Anggota dalam mengimplementasikan komitmen AEC.

Pada tahun 2015, ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan berbasis tunggal dan tenaga berbasis produksi tunggal dimana arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas. Dengan terbentuknya pasar tunggal yang bebas


(12)

tersebut maka akan terbuka peluang bagi indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya di kawasan ASEAN.

Diawali pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-2 pda tanggal 15 Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia dengan disepakatinya visi ASEAN 2020, Para kepala Negara ASEAN menegaskan bahwa ASEAN akan mempercepat liberalisasi perdagangan di bidang jasa, dan meningkatkan pergerakan tenaga professional dan jasa lainnya secara bebas di kawasan ASEAN.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sejak dibentuknya ASEAN sebagai organisasi regional pada tahun 1967, negara-negara anggota telah meletakkan kerjasama ekonomi sebagai salah satu agenda utama yang perlu dikembangkan. Pada awalnya kerjasama ekonomi difokuskan pada program-program pemberian preferensi perdagangan (preferential trade), usaha patungan (joint ventures), dan skema saling melengkapi (complementation scheme) antar pemerintah negara-negara anggota maupun pihak swasta di kawasan ASEAN, seperti ASEAN Industrial Projects Plan (1976), Preferential Trading Arrangement (1977), ASEAN Industrial Complementation scheme (1981), ASEAN Industrial Joint-Ventures scheme (1983), dan Enhanced Preferential Trading arrangement (1987). Pada dekade 80-an dan 90-an, ketika negara-negara di berbagai belahan dunia mulai melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi, negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan saling membuka perekonomian mereka, guna menciptakan integrasi ekonomi kawasan1

1

Hapsari Indira, Liberalisasi di sektor jasa keuangan dan dampaknya terhadap negara-negara anggota ASEAN.

. KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 menyepakati pembentukan komunitas ASEAN yang salah satu pilarnya adalah ASEAN Economic community (AEC). AEC bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang ditandai dengan bebasnya aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan perpindahan barang modal secara lebih bebas.


(14)

Dalam cetak biru AEC telah disepakati jaminan kebebasan mobilitas bagi tenaga kerja terampil di kawasan ASEAN melalui serangkaian tahapan yang disepakati dalam ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) tahun 1995. Untuk memfasilitasi liberalisasi jasa dan mempermudah mobilisasi tenaga kerja profesional lintas negara di ASEAN, maka dipandang perlunya kesepakatan pengakuan tenaga profesional di bidang jasa yang diwujudkan dalam Nota Saling Pengakuan (Mutual Recognition Arrangements - MRA's). Sejauh ini Nota Saling Pengakuan sudah dilakukan untuk jasa arsitektur, jasa akuntansi, kualifikasi survei, praktisi medis tahun 2008, dan praktisi gigi tahun 2009. Liberalisasi jasa lainnya baik pada sektor maupun subsektor diharapkan dapat diberlakukan pada 2015.

Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai jumlah penduduk terbesar ke-3 di dunia setelah negara China dan India. Melimpahnya jumlah penduduk merupakan aset penting yang menguntungkan bagi pembangunan suatu bangsa. Penduduk berperan sebagai subjek pembangunan dan dengan jumlah penduduk yang besar berperan sebagai tenaga kerja yang akan melakukan pembangunan. Hal tersebut akan menjadi suatu masalah apabila jumlah penduduk yang besar tersebut tidak disesuaikan dengan jumlah lapangan kerja yang memadai. Sebagai akibat atas tingginya pertumbuhan angkatan kerja di satu sisi dan rendahnya pertumbuhan lapangan kerja di sisi lain akan menimbulkan tingginya tingkat pengangguran.

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Luar Negeri bukan hanya penting sebagai subyek yang melakukan segala kegiatan pembangunan, akan tetapi juga pentingkarena pendapatan yang mereka peroleh dari pekerjaan akan


(15)

memberikan pemasukan Negara dengan adanya devisa. Nantinya devisa tersebut akan digunakan sebagai modal peningkatan kesejahteraan TKI. Memperluas kesempatan kerja ke luar negeri akan memberikan peluang yang besar untuk perkembangan masyarakat serta mengurangi jumlah pengangguran. Banyak negara yang menjadi tujuan dari TKI , antara lain adalah negara-negara ASEAN. Kita ketahui bersama dari negara anggota ASEAN Malaysia adalah tujuan terbanyak dari TKI. Dalam hal penempatan tenaga kerja Indonesia di Malaysia merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan danpenghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia dan perlindungan hokum serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan nasional.

Pada fase pra penempatan tenaga kerja di Malaysia, sering dimanfaatkan calo tenaga kerja untuk maksud menguntungkan diri calo sendiri, yang sering mengakibatkan calon tenaga kerja yang akan bekerja di luar negeri menjadi korban dengan janji berbagai kemudahan untuk dapat bekerja diluar negeri, termasuk yang melanggar prosedur serta ketentuan pemerintah, akhirnya sering memunculkan kasus tenaga kerja Indonesia ilegal. Pada fase selama penempatan sangat sering persoalan tenaga kerja Indonesia yang berada di Malaysia, mengakibatkan permasalahan yang cukup memprihatinkan berbagai pihak.

Pemerintah indonesia kedepan harus siap dalam menghadapi kesepakatan AEC sebagai sebuah keharusan untuk melindungi TKI yang bekerja di luar negri. Liberalisasi tenaga kerja adalah sebuah keharusan dari pilihan pemerintah untuk berperan aktif dalam perekonomian dan kesepakatan ASEAN. Oleh karena itu,


(16)

Pemerintah harus mampu membuat kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada kepentingan internal negara yang mampu melindungi TKI di daerah ASEAN terlebih di Malaysia. Dari pemaparan diatas maka penulis tertarik untuk Dari paparkan diatas penulis tentang latar belakang penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih condong kearah ekonomi politik dan lebih mengarah lagi kearah kebijakan oleh karena itu penulis meneliti tentang, ”Peran ASEAN

Economic Community Terhadap Kebijakan Liberalisasi Tenaga Kerja

Indionesia (Studi Kasus : Tenaga Kerja Indonesia yang berada di Malaysia).”

I.2 Rumusan Masalah

Agar penelitian ini dapat dilaksanakan dengan terarah dan tepat sasaran, maka permasalahan harus dirumuskan dengan jelas. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ASEAN Economic Community mendorong adanya kebijakan liberalisasai tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia?

2. Bagaimanakah dampak ASEAN Economic Community terhadap pengaturan tenaga kerja Indonesia di Malaysia?

I.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian I.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam meneliti permasalahan ini adalah :


(17)

2. Untuk lebih memahami tentang Kebijakan ketenagakerjaan Indonesia . 3. Untuk lebih memahami tentang dampak liberalisasi tenaga kerja indonesia. 4. Menemukan dan menjelaskan perdagangan jasa tenaga kerja setelah

kesepakatan ASEAN Economic Community.

I.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui dampak Asean Free Trade Area memberi manfaat sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan mampu memberi pemahaman dan kemampuan berfikir secara akademis dan ilmiah dalam memandang kerjasama luar negeri Indonesia.

2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama masalah liberalisasi dan kebijakan luar negeri.

3. Sebagai literatur baru bagi kepustakaan ilmu politik FISIP USU.

4. Menambah pengetahuan dan kemapuan penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah.

I.4 Pembatasan Masalah

Penelitian membutuhkan pembatasan masalah dengan tujuan untuk dapat menghasilkan uraian yang sistematis dan tidak melebar. Maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Hal-hal yang diteliti adalah Kebijakan mengenai tenaga kerja Indonesia di Malaysia.


(18)

2. Proses pengaturan tenaga kerja Indonesia di Malaysia setelah munculnya kesepakatan ASEAN Economic Community.

3. Secara Fokus penulis akan meneliti tentang keberpihakan kebijakan liberalisasi tenaga kerja Indonesia dan keterkaitannya dengan kesepakatan indonesia dalam ASEAN Economic Community.

I.5 Kerangka Teori I.5.1 Kebijakan

I.5.1.1 Tahapan Proses Kebijakan

Proses pengambilan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, proses pengambilan kebijakan tersebut perlu dikelompokkan ke dalam beberapa tahapan. Hal ini akan memudahkan kita dalam memahami proses pengambilan kebijakan publik2

a. Tahap Penyusunan Agenda (Agenda Setting) .

Di sekitar lingkungan pemerintahan terdapat berbagai persoalan yang harus diselesaikan, namun masalah-masalah tersebut tidak langsung mendapatkan perhatian dari para pengambil kebijakan. Setiap masalah publik harus mendapatkan pengorganisasian agar masalah tersebut menjadi isu kebijakan yang akan dibahas para pembuat kebijakan. Setelah suatu masalah diorganisasikan dengan baik, selanjutnya isu tersebut diteruskan pada para pembuat kebijakan. Maka masalah itu kemungkinan akan mendapat perhatian dari para pejabat publik, untuk dicarikan penyelesaiannya. Pada tahapan inilah dibutuhkan peranan partai

2


(19)

pilitik, kelompok kepentingan, maupun masyarakat secara umum untuk mengangkat suatu permasalahan yang sedang dihadapi oleh masyarakat untuk menjadi isu kebijakan. Setelah berbagai isu kebijakan sampai di tangan para pembuat kebijakan, berbagai isu tersebut harus bersaing untuk mendapatkan perhatian yang lebih besar dari para pejabat publik. Hal ini dikarenakan banyaknya persoalan (isu kebijakan) yang sama-sama membutuhkan penyelesaian. Pada tahapan ini suatu masalah (isu kebijakan) mungkin tidak disentuh oleh para pengambil kebijakan, ada masalah yang pembahasannya ditunda untuk beberapa waktu, dan ada masalah yang langsung ditanggapi /dibahas oleh para pengambil kebijakan.

b. Tahap Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)

Masalah (isu kebijakan) yang telah masuk dalam agenda setting kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Sejumlah permasalahan itu dirumuskan melalui proses analisa yang cermat tentang pendefinisian masalah tersebut, alternatif cara penanggulangannya apa, dan bagaimana dampaknya. Pemecahan masalah tersebut, berasal dari berbagai alternatif kebijakan yang telah disediakan. Alternatif-alternatif kebijakan inilah yang nantinya akan dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah tersebut. Pada tahap ini, pembuat kebijakan akan berusaha semaksimal mungkin untuk memanifestasikan kepintingannya di dalam subsitansi kebijakan.

c. Tahap Penetapan Kebijakan (Policy Adoption)

Pada tahap ini para pengambil kebijakan akan mempertimbangkan berbagai alternatif kebijakan, bagaimana dampak (untung-rugi) suatu alternatif kebijakan, bagaimana cara menerapkan alternatif. Setelah melakukan penelahaan


(20)

yang sangat cermat, para pengambil kebijakan akan menetapkan salah satu alternatif kebijakan dari sejumlah alternatif yang ditawarkan para perumus kebijakan.

d. Tahap Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)

Pada tahap ini, suatu kebiajakan yang telah ditetapkan harus diimplemetasikan agar kebijakan itu tidak hanya sebagai catatan elit semata. Penerapan kebijakan ini membutuhkan keseriusan para pelaksana kebijakan (birokrat ) agar kebijakan tersebut dapat berfungsi secara optimal di dalam masyarakat. Di dalam tahapan ini biasanya terjadi perbedaan sikap dari para pelaksana kebijakan, ada yang mendukung dan ada pula yang menentang pelaksanaan kebijakan tersebut.

e. Tahap Evaluasi Kebijakan (Policy Evaluation)

Pada tahap ini, kebijakan yang telah diimplementasikan akan dievaluasi atau dihakimi (judged), untuk melihat sejauh mana suatu kebijakan yang telah ditetapkan dan diimplementasikan, mampu memberikan solusi pada masyarakat. Suatu kebijakan tersebut bisa dinyatakan berhasil apabila kebijakan tersebut mampu menjawab persoalan yang sedang dihadapi masyarakat. Sebaliknya, suatu kebijakan bisa saja dinyatakan gagal apabila penerapan suatu kebijakan justru mendatangkan persoalan yang baru yang lebih kompleks dari sebelumnya.

I.5.1.2 Pendekatan-Pendekatan dalam Pengambilan Kebijakan 1.5.1.2.1 Pendekatan Kelompok

Menurut James A. Anderson pendekatan kelompok secara garis besar menyatakan bahwa pembuatan kebijakan pada dasarnya marupakan hasil dari


(21)

perjuangan antar kelompok-kelompok dalam masyarakat3

Menurut Winarno, pendekatan kelompok mempunyai anggapan dasar bahwa interaksi, dan perjuangan antar kelompok merupakan kenyataan dari kehidupan politik

. Suatu kelompok merupakan kumpulan individu-individu yang diikat oleh tingkah laku dan kepentingan yang sama, mereka mempertaruhkan dan membela tujuan-tujuan dalam persaingan dengan kelompok lain.

4

Anderson menyatakan bahwa; The essential argument of elite theory was not the people or masses who determine public policy through their demands in actions; rather the public policy was decided by a rulling elite, and carried into . Individu-individu hanya akan memiliki arti penting jika ia merupakan partisan dalam atau menjdi wakil kelompok-kelompok. Hanya melalui kelompoklah individu-individu berusaha mendapatkan pilihan-pilihan politik yang mereka inginkan.

Kebijakan publik pada suatu waktu merupakan equilibrium yang dicapai dalam perjuangan kelompok. Equilibrium ini ditentukan oleh pengaruh relatif dari kelompok kepentingan yang diharapkan akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam proses pembuatan kebijakan publik. Besar kecilnya pengaruh kelompok-kelompok tersebut ditentukan oleh jumlah kekayaan, kekuatan organiosasi, kepemimpinan, akses terhadap para pembuat kebijakan, dan kohesi dalam kelompok.

1.5.1.2.2 Pendekatan Elit

3

James A. Anderson, Public Policy-Making, New York: Holt Rine Hart and Winstone, 1984. 4


(22)

effect by public official and agencies5

Dye dan Harmon memberikan suatu ringkasan pemikiran tentang pandangan elit . “Pandangan (argument) utama dari teori elit bahwa kebijakan publik bukanlah ditentukan oleh masyarakat atau massa, tetapi ia lebih ditentukan oleh elit politik yang sedang memerintah yang dilaksanakan oleh pejabat-pejabat dan badan-badan pemerintah yang ada dibawahnya”. Pendekatan ini berasumsi bahwa kebijakan publik dapat dipandang sebagai nilai-nilai dan pilihan-pilihan dari elit yang memerintah.

6 • Masyarakat terbagi dalam suatu kelompok kecil yang mempunyai kekuasaan,

dan kelompok besar yang tidak mempunyai kekuasaan. Hanya sekelompok kecil saja orang mengalokasikan nilai-nilai untuk masyarakat, sementara masyarakat (publik) tidak dapat memutuskan (membuat) kebijakan.

.

• Kelompok kecil masyarakat yang memerintah itu bukan tipe massa yang diperintah (governed). Para elit biasanya berasal dari lapisan masyarakat yang ekonominya sudah makmur.

• Perpindahan dari kedudukan non elit ke elit sangat pelan dan berkesinambungan untuk memelihara stabilitas dan menghindari revolusi. Hanya kalangan yang non elit yang telah menerima konsensus elit yang mendasar yang dapat diterima dalam lingkungan yang memerintah.

• Elit memberikan konsensus pada nilai-nilai dasar sistem sosial pemeliharaan sistem.

• Kebijakan publik tidak merefleksikan tuntutan-tuntutan massa, tetapi nilai-nilai elitlah yang berlaku.

5

Anderson, op. cit., hal. 12. 6


(23)

• Para elit secara relatif memperoleh pengaruh langsung yang kecil dari massa yang apatis, sebaliknya para elit memberikan pengaruh yang besar terhadap masyarakat (massa).

Pendekatan elit lebih memusatkan perhatian pada peranan kepemimpinan dalam pembentukan krbijakan-kebijakan publik. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa dalam suatu sistem politik, hanya sekelompok kecil orang yang memerintah masyarakat umum; para elit politiklah yang mempengaruhi masyarakat umum, dan massa yang mempengauhi elit. Lebih lanjut Robert Dahl menyatakan bahwa orang harus mengidentifikasi kelompok yang mengendalikan dibandingkan dengan ukuran mayoritas yang bukan merupakan artefak dari peraturan-peraturan demokratik, suatu mayoritas individu-individu yang mempunyai pilihan-pilihan tentang masalah-masalah politik pokok7

Anderson mengemukakan bahwa; The study of government institution is one of the oldest concern of political science. Political life generally revolves around governmental institution such as legislature, executive, courts, and political parties; public policy, more over, is initially authoritatively determined and implemented by governmental institution

.

1.5.1.2.3 Pendekatan Kelembagaan

8

7

Robert Dahl, Critique of the Rulling Elite Model, American Science Review, LII, 1958. 8

Anderson, op., cit., hal. 17.

.“Kajian ilmu politik mempfokuskan studi pada lembaga-lembaga pemerintahan. Kegiatan-kegiatan politik secara umum berpusat di sekitar lembaga-lembaga pemerintahan tertentu seperti badan legislatif, eksekutif, dan badan peradilan, dan partai-partai politik


(24)

dan biasanya kebijakan publik secara otoritatif dibuat dan diimplementasikan oleh lembaga-lembaga pemerintahan”.

Hubungan antara kebijakan publik dengan lembaga-lembaga pemerintah dilihat sebagai suatu hubungan yang sangat erat9

Menurut Parson, pendekatan rasionalitas dalam proses pembuatan kebijakan publik bertumpu pada dua hal, yaitu rasionalitas ekonomis, dan rasionalitas birokratis

. Suatu kebijakan tidak akan menjadi kebijakan publik sebelum kebijakan itu ditetapkan dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemerintahan.

1.5.1.2.4 Pendekatan Rasionalitas

10

. Rasionalitas ekonomis berpijak pada pandangan bahwa pada dasarnya manusia itu adalah mahluk ekonomis (homo economicus). Oleh karenanya, kebijakan publik sebagai instrument negara yang akan hidup di lapangan dalam pembuatannya harus memiliki dasar yang kuat atas rasionalitas ekonomis ini. Dengan kata lain, pembuatan kebijakan publik harus didahului oleh pembacaan yang mendalam atas perhitungan dampak-dampak ekonomis bila kebijakan itu diterapkan.

Rasionalitas birokratis adalah pendekatan yang bertumpu pada efisiensi dan efektivitas kinerja birokrasi seperti yang dikemukakan oleh Max Weber. Oleh karenanya, pembuatan kebijakan publik haruslah mengacu pada pertimbangan rasionalitas birokratis. Artinya, pembuatan kebijakan publik harus mengacu pada kaidah-kaidah ideal birikrasi.

9

Winarno, op., cit., hal. 42. 10

Wayne Parson, Public Policy, Pengantar Teori dan Praktek Analisis Kebijakan, Jakarta: Kencana, 2005.


(25)

1.5.1.2.5 Pendekatan Pilihan Publik

Pendekatan pilihan publik (public choice) merupakan suatu pendekatan dalam pengambilan kebijakan yang berpijak pada pandangan (pendekatan) kekuasaan. Pendekatan kekuasaan memberikan indikasi adanya kecenderungan birokrasi menjadi pelayan bagi dirinya sendiri, bukan menjadi pelayan masyarakat (baca : publik). Hal ini sebagaimana dikemukakan Gordon Tullock dalam penelitiannya terhadap departemen Negara di Amerika Serikat11

Menurut Winarno, pendekatan peran serta warga negara dalam proses kebijakan publik berpijak pada pemikiran demokrasi klasik Jhon Locke dan Jhon Stuart Mill yang menekankan pengaruh yang baik dari warga Negara dalam perkembangan kebijakan publik

. Tullock menyaksikan betapa pemerintah yang ada di Amerika Serikat bekerja untuk kepentingan sendiri. Hal ini diperparah oleh posisi partai-partai politik yang menjadikan janji-janji politiknya hanya sebagai instrument pemenangan pemilu semata, sehingga saat pemerintahan terbentuk, birokrasinya hanya menjadi pelayan bagi dirinya sendiri, dan partai politiknya. Para politisi kemudian melakukan kontrol, namun hanya pada alokasi dana pembangunan yang selalu hanya menjadi bingkai pertarungan politik. Oleh karena itu, Tullock menganggap pandangan-pandangan seperti privatisasi, kompetisi, dan liberalisasi, barada dalam lembaga pemerintahan.

1.5.1.2.6 Pendekatan Peran Serta Warga Negara

12

11

Gordon Tullock, The Politic of Bureaucracy, Washington DC: Public Affairs Press, 1965, dalam Parson, op., cit., hal. 280.

12

Winarno, op., cit., hal. 21.

. Melalui keikutsertaannya dalam masalah-masalah sosial, warga negara akan memperoleh pengetahuan dan pemahaman


(26)

tentang masalah-masalah yang sedang dihadapi masyarakat, mengembangkan rasa tanggung jawab yang penuh, dan menjangkau perspektif mereka di luar batas-batas kehidupan pribadi.

Pendekatan peran serta warga negara didasarkan pada harapan yang tinggi tentang kualitas warga Negara dan keinginan mereka untuk terlibat dalam kehidupan publik. Pendekatan ini membutuhkan warga negara yang memiliki struktur-struktur kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai dan fungsi-fungsi demokrasi. Setiap warga negara memiliki kebebasan yang cukup untuk berperan serta dalam masalah-masalah politik (publik), mempunyai sikap kritis yang sehat dan harga diri yang cukup dan yang lebih penting adalah perasaan mampu dari warga negara. Di atas segalanya warga negara harus tertarik dalam politik dan terlibat di dalamnya secara bermakna13

Sebagai suatu pendekatan dalam ilmu poltik, pendekatan pluralisme dikembangkan dengan berpijak pada pendekatan institusionalisme dan pendekatan behavioralisme. Pendekatan pluralisme menekankan peran partai sebagai mata rantai yang menghubungkan rakyat dengan pemerintah, dan melahirkan hubungan yang dinamis di antara keduanya. Keharmonisan hubungan antara rakyat dan pemerintah terwujud dalam keterlibatan politik dalam jumlah atau dalam

. Bebearapa penelitian terdahulu tentang pendekatan ini mengungkapkan bahwa para pembuat kebijakan lebih responsif terhadap warga negara yang berpartisipasi ketimbang warga negara yang tidak partisipastif.

1.5.1.2.7 Pendekatan Pluralisme

13

Louis W. King, An Introduction to Public Policy, Engelwood Cliffs: Prentice Hall, 1986, dalam Winarno, op., cit., hal. 45.


(27)

efektivitas yang pada akhirnya akan membawa perubahan yang cukup besar dalam proses pembuatan kebijakan publik. Pluralisme menekankan segi yang aktif, pengetahuan politik yang cukup dan adaptif melalui sarana peran serta umum pada berbagai tingkatan politik dan dalam keragaman lembaga-lembaga politik.

Penggabungan antara pendekatan kelembagaan dan pendekatan tingkah laku telah melahirkan tinjauan tentang proses yang terjadi di dalam struktur. Pendekatan ini kurang memperhatikan bagaimana badan-badan pemerintah, badan pembuat kebijakan, badan pekerja (aparat pemerintah biasa) bekerja, ketimbang bagaimana kekuasaan dibagi di antara berbagai macam kelompok, baik swasta maupun pemerintah. Kelompok-kelompok tersebut bisa saja berupa kelompok kepentingan etnis seperti persatuan suku, agama, dan lain-lain. Dari sudut pandang pluralisme menurut David E. Apter, politik merupakan proses interaksi warga negara untuk mempengaruhi arah maupun substansi kebijakan publik14

14

David E. Apter, Pengantar Analisa Kebijakan Politik, Jakarta: CV. Rajawali Press, 1988. . Pendekatan ini melahirkan dua pokok yang menjadi perhatian kaum pluralis itu sendiri. Yang pertama adalah non-partisan yakni warga negara yang tidak berperan aktif, yang diasingkan atau mengasingkan diri dari proses politik, yang kedua, boleh dikatakan sebagai paradoks pluralis, yang berkenaan dengan peran serta yang berlimpah. Tingkat partisipasi yang tinggi dari masyarakat bisa mengakibatkan para pembuat kebijakan tidak bisa berbuat banyak, karena pertentangan kebijakan yang hendak dibuat, dengan isu-isu kebijakan yang ditawarkan kelompok-kelompok masyarakat.


(28)

Semakin banyak masyarakat yang berperan serta dalam politik dan semakin beragamnya pola dan cara berperan serta, maka semakin tajam pula persaingan antar kelompok. Jika tidak ditemukan cara mengkoordinasi dan mengontrol, atau cara mengarahkan persaingan yang demikian, maka sistem politik akan kelebihan beban, yang nantinya akan menyebabkan ambruknya sistem tersebut. Maka peran serta masyarakatpun menjadi tidak berarti.

Dalam analisisnya, kaum pluralis memanfaatkan dan mengembangkan dua pokok pemikiran institusional, yaitu “ kontrol legislatif terhadap eksekutif”, dan kedaulatan rakyat. Artinya, bagaimana kekuasaan negara dikendalikan oleh rakyat, dan bagaimana rakyat diwakili sebagai warga negara. Merujuk pada prinsip ini, kaum pluralis beranggapan bahwa, karena berbagai pelayanan dan kegiatan pemerintah dibiayai oleh warga negara, maka adalah hak warga negara untuk ikut serta dalam mengelola pemerintahan.

I.5.2 Liberalisasi

Ilham Nyak menyebut liberalisasi sebagai penggunaan mekanisme harga yang lebih intensif sehingga dapat mengurangi bias dari anti ekspor dari rezim, perdagangan. Disebutkan pula bahwa liberalisasi menunjukkan kecendrungan makin berkurangnya intervensi pasar sehingga liberalisasi dapat menggambarkan situasi semakin terbukanya pasar domestic untuk produk-produk luar negeri. Percepatan perkembangan liberalisasi pasar terjadi karena dukungan revolusi di bidang teknologi, telekomunikasi dan transportasi yang mengatasi kendala ruang dan waktu.15

15

Gatoet S. handono, dkk, Liberalisasi perdagangan, sisis teori, dampak empiris dan perspektif


(29)

Menurut pendapat sebahagian pakar, perdagangan antar Negara sebaiknya dibiarkan secara bebas dengan pengenaan seminimum mungkun pengenaan hambatan tariff dan hambatan lainnya. Hal ini didasari dengan argumentasi bahwa perdagangan yang lebih bebas akan lebih menguntungkan kedua Negara pelaku dan bagi dunia, serta meningkatkam kesejahteraan yang lebih besar dari pada tidak ada perdagangan. Kemudian, selain meningkatkan distribusi kesejahteraan antar Negara liberalisasi perdagangan, juga akan meningkatkan kuantitas perdagangan dunia serta efisiensi perdagangan.

Pada kondisi semakin kuatnya tekanan untuk meliberalisasikan pasar, efektifitas pemberlakuan kendala atau hambatan tersebut dalam perdagangan akan menentukan derajat keterbukaan pasar. Keterbukaan semakin tinggi bila pemerintah menurunkan tariff (bea masuk) produk ysng diperdagangkan dan menghilangkan hambatan-hambatan non-tarif. Hal sebaliknya terjadi bila pemerintah cenderung menaikkan tariff dan meningkatkan hambatan non-tarif.16

http://www.google.co.id/search?q=+pengertian+liberalisasi+perdagangan&btnG, diakses tanggal 02 Desember 2011

16

Ibid., Gatoet S

I.5.3 Perjanjian Internasional

Perjanjian Internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi internasional. Sebuah perjanjian multilateral dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian bilateral dibuat antara dua negara. Sedangkan, perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh lebih dari dua negara.


(30)

Adapun tahap-tahap dalam membuat sebuah perjanjian internasional adalah :

1. Penunjukan para Negosiator, Kuasa Penuh dan Surat-surat Kepercayaan. Suatu negara memutuskan untuk memulai negosiasi-negosiasi dengan negara atau negara-negara lain untuk pembuatan perjanjian tertentu, maka langkah pertama yang dilakukan adalah mengangkat wakil-wakil untuk melakukan negosiasi-negasiasi.

Dalam prakteknya wakil suatu negara diberi kewenangan dengan instrumen yang sangat resmi yang diberikan oleh kepala negara atau menteri luar negeri yang memperlihatkan kewenangan dalam berbagai hal. Instrumen ini disebut Kuasa Penuh (Full Power) atau Pleins Pou'voir.

2. Negosiasi dan Adopsi

Negosiasi-negosiasi mengenai suatu perjanjian yang dilakukan baik melalui pembicaraan dalam hal perjanjian bilateral maupun melalui Konferensi Diplomatik, prosedur ini lebih lazim jika suatu perjanjian multilateral akan diadopsi. Dalam kedua hal tersebut para delegasi tetap memelihara hubungan dengan pemerintahnya, mereka boleh mengadakan konsultasi dengan pemerintah-pemerintahnya serta, dipandang perlu, meminta instruksi-instruksi baru.

3. Penandatanganan dan Pertukaran Instrumen-instrumen

Apabila rancangan akhir perjanjian telah disepakati, maka instrumen tersebut siap untuk dilakukan penandatanganan. Naskah itu dapat diumumkan untuk jangka waktu tertentu sebelum penandatanganan. Tindakan penandatanganan biasanya lebih merupakan hal formalitas, juga dalam kasus perjanjian-perjanjian bilateral. Mengenai konvensi-konvensi multilateral, penandatanganan umumnya dilakukan pada waktu sidang penutupan resmi (sance de cloutur) pada saat mana setiap delegasi menghampiri sebuah meja dan membubuhkan tanda tangan atas nama kepala negara atau kepala pemerintahan yang mengangkat mereka

4. Ratifikasi

Tahap selanjutnya adalah para delegasi yang menandatangani perjanjian itu, menyerahkan kembali naskah kepada pemerintah-pemerintah mereka untuk persetujuan, apabila tindak lanjut konfirmasi demikian secara tegas atau implisit


(31)

disyaratkan. Secara teori, ratifikasi adalah persetujuan oleh kepala negara atau kepala pemerintahan dari negara penandatangan yang dibubuhkan pada perjanjian itu wakil-wakil yang berkuasa penuh yang telah diangkat sebagaimana mestinya. Namun dalam praktek modern ratifikasi lebih penting daripada hanya konfirmasi saja, yang dianggap merupakan pernyataan resmi oleh suatu negara tentang persetujuannya untuk terikat oleh traktat.

5. Mulai Berlakunya Perjanjian

Mulai berlakunya perjanjian bergantung atas ketentuan-ketentuan perjanjian itu atas apa yang disepakati negara-negara peserta perjanjian (Konvensi Wina Pasal 24 ayat 1). Banyak perjanjian-perjanjian yang berlaku sejak tanggal penandatanganannya, tetapi apabila diperlukan ratifikasi, penerimaan atau persetujuan, maka kaidah umum hukum internasional adalah bahwa perjanjian yang bersangkutan mulai berlaku hanya setelah pertukaran atau penyimpanan ratifikasi, penerimaan atau persetujuan oleh semua negara penandatangan. Saat ini perjanjian-perjanjian multilateral biasanya menentukan mulai berlakunya tergantung pada sejumlah ratifikasi dan persetujuan untuk terikat yang diisyaratkan -biasanya mulai dari enam sampai tiga puluh lima.

I.6 Metodelogi Penelitian

Penelitian ini adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan melakukan metode-metode ilmiah.17

Dalam rangka penyusunan dan penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis. Menurut Masri Singiribuan artinya penelitian dilakukan dengan cara mengembangkan konsep dan menghimpun data-data serta fakta-fakta

I.6.1 Jenis Penelitian

17

Surisno Hadi. Metodologi Research, Andi Ofset, Yogyakarta, Jilid I Cetakan keXXI, 1989, hal. 4


(32)

yang ada kemudian melakukan analisa terhadap data-data dan fakta-fakta tersebut.18

Penelitian deskriptif juga merupakan sebuah proses pemecahan suatu masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau menerangkan keadaan sebuah objek ataupun subjek penelitian seseorang, lembaga maupun masyarakat pada saat sekarang dengan berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya.19

Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa kualitatif. Dimana lebih menekankan analisisnya pada sebuah proses pengambilan kesimpulan secara deduktif dan juga induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan logika ilmiah.

I.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik yang digunakan untuk memperoleh data-data dan fakta-fakta dalam rangka pembahasan masalah dalam skripsi ini adalah dengan mengumpulkan data sekunder, yaitu dokumen-dokumen berupa artikel-artikel dari koran maupun internet mengenai fokus penelitian serta buku-buku atau literatur yang dapat membantu analisis data.

I.6.3 Teknik Analisa Data

20

18

Masri Singaribuan dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survey, Edisi Revisi, Jakarta:LP3ES,1989. hal.4

19

Hadari Nawawi. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1987. hal. 63.

20


(33)

Dalam penelitian kualitatif, data yang terlampir perlu dianalisis dan dimaknai dengan cermat untuk kepentingan interpretasi data sekaligus dalam upaya menarik kesimpulan. Analisis data dilakukan secara terus menerus semenjak data awal dikumpulkan sampai penelitian berakhir. Penafsiran data dan menarik kesimpulan dilakukan dengan mengacu kepada rujukan konsep dan teoritis kepustakaan sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.21

21

Hadari Nawawi, Op. Cit., hal. 30.

Disamping menggunakan metode penelitian kulalitatif, penulis juga melakukan penelitian melalui kajian pustaka yaitu dengan mengumpulkan data-data yang bersumber dari buku-buku, koran dan lainnya yang dapat membangun tulisan yang bersifat ilmiah.

I.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan dan pengantar dari keseluruhan skripsi. Disini, akan dijelaskan dan diuraikan tentang latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori penelitian, metodologi penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ASEAN ECONOMIC COMMUNITY

Bab ini membahas tentang awal kerjasama ASEAN dan lahirnya ASEAN Economic Community serta perkembangan kekinian.


(34)

BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

Dalam bab ini, akan dimuat data-data mengenai ASEAN Economic Community, menganalisis apa sebenarnya Dampak kebijakan liberalisasi tenaga kerja Indonesia dengan menggunakan teori yang telah dibahas di bab sebelumnya.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini adalah bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisikan kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian dan temuan-temuan dalam penyusunan skripsi.


(35)

BAB II

ASEAN Economic Community (AEC)

II.1 Sejarah Singkat ASEAN Economic Community (AEC)

Sejak dibentuknya ASEAN sebagai organisasi regional pada tahun 1967, negara-negara anggota telah meletakkan kerjasama ekonomi sebagai salah satu agenda utama yang perlu dikembangkan. Pada awalnya kerjasama ekonomi difokuskan pada program-program pemberian preferensi perdagangan (preferential trade), usaha patungan (joint ventures), dan skema saling melengkapi (complementation scheme) antar pemerintah negara-negara anggota maupun pihak swasta di kawasan ASEAN, seperti ASEAN Industrial Projects Plan (1976), Preferential Trading Arrangement (1977), ASEAN Industrial Complementation scheme (1981), ASEAN Industrial Joint-Ventures scheme (1983), dan Enhanced Preferential Trading arrangement (1987). Pada dekade 80-an dan 90-an, ketika negara-negara di berbagai belahan dunia mulai melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi, negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan saling membuka perekonomian mereka, guna menciptakan integrasi ekonomi kawasan.

Pada KTT ke-5 ASEAN di Singapura tahun 1992 telah ditandatangani Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation sekaligus menandai dicanangkannya ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tanggal 1 Januari 1993 dengan Common Effective Preferential Tariff (CEPT) sebagai mekanisme utama. Pendirian AFTA memberikan impikasi dalam bentuk pengurangan dan eliminasi tarif, penghapusan hambatan-hambatan non-tarif, dan


(36)

perbaikan terhadap kebijakan-kebijakan fasilitasi perdagangan. Dalam perkembangannya, AFTA tidak hanya difokuskan pada liberalisasi perdagangan barang, tetapi juga perdagangan jasa dan investasi.22

22

Dian Triansyah Djani, MA, “ASEAN Selayang Pandang”, Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN, Jakarta, 2008., hal., 32.

KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 menyepakati pembentukan komunitas ASEAN yang salah satu pilarnya adalah Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC). AEC bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang ditandai dengan bebasnya aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan perpindahan barang modal secara lebih bebas. KTT juga menetapkan sektor-sektor prioritas yang akan diintegrasikan, yaitu: produk-produk pertanian, otomotif, elektronik, perikanan, produk-produk turunan dari karet, tekstil dan pakaian, produk-produk turunan dari kayu, transportasi udara, e-ASEAN (ITC), kesehatan, dan pariwisata. Dalam perkembangannya, pada tahun 2006 jasa logistik dijadikan sektor prioritas yang ke-12.

KTT ke-10 ASEAN di Vientiene tahun 2004 antara lain menyepakati Vientiane Action Program (VAP) yang merupakan panduan untuk mendukung implementasi pencapaian AEC di tahun 2020. ASEAN Economic Ministers Meeting (AEM) di Kuala Lumpur bulan Agustus 2006 menyetujui untuk membuat suatu cetak biru (blueprint) untuk menindaklanjuti pembentukan AEC dengan mengindentifikasi sifat-sifat dan elemen-elemen AEC pada tahun 2015 yang konsisten dengan Bali Concord II dan dengan target-target dan timelines yang jelas serta pre-agreed flexibility untuk mengakomodir kepentingan negara-negara anggota ASEAN.


(37)

KTT ke-12 ASEAN di Cebu bulan Januari 2007 telah menyepakati ”Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015”. Dalam konteks tersebut, para Menteri Ekonomi ASEAN telah menginstruksikan Sekretariat ASEAN untuk menyusun ”Cetak Biru ASEAN Economic Community (AEC)”. Cetak Biru AEC tersebut berisi rencana kerja strategis dalam jangka pendek, menengah dan panjang hingga tahun 2015 menuju terbentuknya integrasi ekonomi ASEAN, yaitu23

1. Menuju single market dan production base (arus perdagangan bebas untuk sektor barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal);

:

2. Menuju penciptaaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi (regional competition policy, IPRs action plan, infrastructure development, ICT, energy cooperation, taxation, dan pengembangan UKM);

3. Menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata (region of equitable economic development) melalui pengembangan UKM dan program-program Initiative for ASEAN Integration (IAI); dan

4. Menuju integrasi penuh pada ekonomi global (pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi eksternal serta mendorong keikutsertaan dalam global supply network).

Pelaksanaan rencana kerja strategis tersebut dijabarkan lebih lanjut melalui priority actions yang pencapaiannya dievaluasi dan dimonitor dengan menggunakan score card. Disamping itu, diperlukan dukungan berupa kemauan politik, koordinasi dan mobilisasi sumber daya, pengaturan pelaksanaan,

23


(38)

peningkatan kemampuan (capacity building) dan penguatan institusi, serta peningkatan konsultasi antara pemerintah dan sektor swasta. Pelaksanaan rencana kerja strategis tersebut juga akan didukung dengan program pengembangan sumber daya manusia dan kegiatan penelitian serta pengembangan di masing-masing negara.

Pada KTT ASEAN Ke-13 di Singapura, bulan Nopember 2007, telah disepakati Blueprint for the ASEAN Economic Community (AEC Blueprint) yang akan digunakan sebagai peta kebijakan (roadmap) guna mentransformasikan ASEAN menjadi suatu pasar tunggal dan basis produksi, kawasan yang kompetitif dan terintegrasi dengan ekonomi global. AEC Blueprint juga akan mendukung ASEAN menjadi kawasan yang berdaya saing tinggi dengan tingkat pembangunan ekonomi yang merata serta kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi yang makin berkurang. Sebagai upaya untuk memfasilitasi perdagangan di tingkat nasional dan ASEAN sebagaimana tertuang dalam AEC Blueprint 2015, Indonesia telah melakukan peluncuran National Single Window (NSW) dalam kerangka ASEAN Single Window (ASW) pada tanggal 17 Desember 2007. Menurut rencana ASW akan diimplementasikan pada tahun 2009.

Pada tahun 2003, para pemimpin ASEAN sepakat bahwa Masyarakat ASEAN harus terbentuk pada tahun 2020. Pada tahun 2007, para pemimpin menegaskan komitmen kuat mereka untuk mewujudkan Masyarakat ASEAN dan mempercepat target waktunya menjadi tahun 2015. Masyarakat ASEAN terdiri dari tiga pilar yang terkait satu dengan yang lain: Masyarakat Politik Keamanan ASEAN, Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Masyarakat Sosial Budaya ASEAN.


(39)

Dengan demikian, para pemimpin sepakat untuk mentransformasi ASEAN menjadi suatu kawasan yang ditandai oleh pergerakan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan arus modal yang lebih bebas. Selanjutnya Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN disusun dan disahkan pada tahun 2007. Cetak Biru MEA berfungsi sebagai rencana induk yang koheren yang mengarahkan pembentukan MEA. Cetak Biru tersebut mengidentifikasikan karakteristik dan elemen MEA dengan target dan batas waktu yang jelas untuk pelaksanaan berbagai tindakan serta fleksibilitas yang disepakati untuk mengakomodasi kepentingan seluruh negara anggota ASEAN. Dengan mempertimbangkan pentingnya perdaganganeksternal bagi ASEAN dan kebutuhan Masyarakat ASEANsecara keseluruhan untuk tetap berpandangan terbuka, MEAmemiliki karakteristik utama sebagai berikut: (a) pasar tunggaldan basis produksi; (b) kawasan ekonomi yang berdaya saingtinggi; (c) kawasan pengembangan ekonomi yang merata; dan(d) kawasan yang secara penuh terintegrasi ke dalamperekonomian global.

Dalam kerjasama ASEAN di bidang ekonomi, pada awalnya kerjasama difokuskan dengan pemberian prefensi perdagangan (Predential trade), usaha patungan (Joint Venture) dan skema saling melengkapi (Complementation scheme) antar pemerintah negara-negara anggota maupun pihak swasta di kawasan ASEAN, seperti Industrial Project Plan (1976), Prefential Trading Area (1977), ASEAN Industrial Complement Scheme (1981), ASEAN Joint Venture Scheme (1981) dan Enhanched Prefential Trading Arengement (1987). Pada dekade 80-an dan 90-an, ketika antar negara di berbagai belahan dunia melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi, negaranegara


(40)

ASEAN menyadari bahwa cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan saling membuka perekonomian mereka, guna menciptakan integrasi ekonomi kawasan. Pada KTT ke-5 di Singapura tahun 1992 telah ditandatangani Framewok Agreement Enchanching ASEAN Economic Cooperation sekaligus menandai dicanangkannya ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tanggal 1 Januari 1993 dengan Common Efective Prefential Tariff (CEPT) sebagai mekanisme utama. Pendirian AFTA memberikan implementasi dalam bentuk pengurangan dan eliminasi tarif, penghapusan hambatan-hambatan non-tarif, dan perbaikan terhadap kebijakan-kebijakan fasilitas pedagangan. Dalam perkembangannya, AFTA tidak hanya difokuskan pada liberalisasi perdagangan barang, tetapi juga perdagangan, jasa dan investasi. Sejalan dengan perkembangan konstelasi global, ASEAN pun mengalami pengembangan pesat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Seperti yang telah dikemukakan di atas, pada awal berdirnya, ASEAN mencurahkan perhatiannya untuk membangun rasa saling percaya (confidence Bulding Measure), itikad baik dan mengembangkan kebiasaan secara terbuka dan dinamis diantara sesama angotanya. Menjelang usianya yang ke-40, ASEAN telah mencapai tingkat koefisitas dan memiliki rasa saling percaya yang cukup tinggi dantara para anggotanya serta mulai menyentuh kerjasama di bidang-bidang yang dianggap sensitif. Perkembangan ASEAN yang pesat tersebut tidak terlepas dari pengaruh lingkungan baik di dalam maupun luar kawasan yang turut membentuk dan memperkaya pola-pola kerjasama diantara negara anggota ASEAN. Pengalaman kawasan Asia Tenggara semasa krisis keuangan dan ekonomi Tahun 1997-1998 memicu kesadaran ASEAN mengenai pentingnya peningkatan dan perluasan kejasama intra kawasan.


(41)

Perkembangan ASEAN memasuki babak baru dengan diadopsinya Visi ASEAN 2020 di Kuala Lumpur tahun 1997 yang mencita-citakan ASEAN sebagai Komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil, sejahtera, saling perduli, diikat bersama dalam kemitraan yang dinamis di tahun 2020. Selanjutnya ASEAN juga mengadopsi Bali Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang menyetujui pembentukan Komunitas ASEAN. Pembentukan Komunitas ASEAN ini merupakan bagian dari upaya ASEAN untuk lebih mempererat integrasi ASEAN. Selain itu juga merupakan upaya evolutif ASEAN untuk menyesuaikan cara pandang agar dapat lebih terbuka dalam membahas permasalahan domestik yang berdampak pada kawasan tanpa meninggalkan prinsp-prinsip utama ASEAN, yaitu: saling menghormati (Mutual Respect), tidak mencampuri urusan dalam negeri (Non-Interfence), konsensus, diaog dan konsultasi. Komunitas ASEAN terdiri dari tiga pilar yang termasuk di dalamnya kerjasama di bidang ekonomi, yaitu: Komonitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Comunity/ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Sosio-Cultural Community/ASCC).

Pencapaian Komunitas ASEAN semakin kuat dengan ditandatanganinya ”Cebu Declaration on the Estabilishment of an ASEAN Community by 2015” oleh para pemumpin ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu Filiphina, 13 Januari 2007. Dengan ditandatanganinya deklarasi ini, para pemimpin ASEAN menyepakati percepatan pembentukan Komunitas ASEAN/ASEAN Community dari tahun 2020 menjadi 2015.


(42)

Lalu komimen tersebut, khususnya di bidang ekonomi, dilanjutkan dengan penandatanganan ASEAN Charter/Piagam ASEAN beserta cetak biru AEC 2015 pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura, pada tanggal 20 November 2007. Penandatanganan Piagam ASEAN beserta cetak birunya AEC adalah merupakan babak baru dalam kerjasama ASEAN di bidang ekonomi diusianya yang kempat puluh tahun.

Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa AEC adalah merupakan salah satu dari tiga pilar utama dalam ASEAN Community 2015, yang ingin membentuk integrasi ekonomi di kawasan ASEAN Tenggara. AEC memiliki lima plar utama, yakni:

1. Aliran bebas barang (free flow of goods), 2. Aliran bebas jasa (free flow of sevice),

3. Aliran bebas investasi (free flof of investment),

4. Aliran bebas tenaga kerja terampil (free flow of skilled labour), dan 5. Aliran bebas modal ( free flow of capital)

Secara umum AEC memiliki 12 sektor prioritas, yakni: produk-produk berbasis pertanian, otomotif, elektronik, perikanan, poduk berbasis karet, tekstil dan pakaian, produk berbasis kayu, perjalanan udara, e-ASEAN, kesehatan, pariwisata, dan logistik. Inilah sector-sektor yang paling diminati, anggota ASEAN, dan menjadi ajang mereka untuk bersaing satu sama lain. Gagasannya adalah jika sektor-sektor ini diliberalisasikan secara penuh, sektor-sektor ini akan berintegrasi (menyatu) anggota ASEAN akan mengembangkan keunggulan sektor-sektor ini dengan menarik investasi dan perdagangan di dalam ASEAN (contohnya dengan saling melakukan outsourching) serta membantu


(43)

mengembangkan produk-poduk buatan ASEAN. Selain itu dilakukan pengembangan terhadap sektor prioritas pangan, pertanian dan kehutanan.

Gambar II.1 AEC dalam piagam ASEAN

Sumbe

Secara umum AEC memiliki 12 sektor prioritas, yakni: produk-produk berbasis pertanian, otomotif, elektronik, perikanan, poduk berbasis karet, tekstil dan pakaian, produk berbasis kayu, perjalanan udara, e-ASEAN, kesehatan, pariwisata, dan logistik. Inilah sector-sektor yang paling diminati, anggota ASEAN, dan menjadi ajang mereka untuk bersaing satu sama lain. Gagasannya

ASEAN

ASEAN Economic Community Jadwal

t t i

Cetak biru Pasar tunggal dan basis produksi Petumbuhan ekonomi yang merata Kawasan ekonomi yang berdaya saing Integrasi ke perekonomian global • Pengemban gan UKM • inisiatif integrasi • Kebijakan Ekonomi yang berdaya saing • Perlindungan konsumen-intelectual proverty rights • Pengembanga n infrastruktur

• Perpajakan

E-Commerce

Melalui aliran bebas di: • Barang • Jasa • Investasi • TK terampil • 12 sektor

prioritas • Pengemban gan sector makanan • Pendekatan koeheren hubungan ekonomi eksternal. • Partisipasi di global supply

Penelitian Pengembangan SDM Political will dan implementasi Kerangka institusi regional (Sekretariat,


(44)

adalah jika sektor-sektor ini diliberalisasikan secara penuh, sektor-sektor ini akan berintegrasi (menyatu) anggota ASEAN akan mengembangkan keunggulan sektor-sektor ini dengan menarik investasi dan perdagangan di dalam ASEAN (contohnya dengan saling melakukan outsourching) serta membantu mengembangkan produk-poduk buatan ASEAN. Selain itu dilakukan pengembangan terhadap sektor prioritas pangan, pertanian dan kehutanan.

II.2 ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint

Pada pertemuan ke-39 ASEAN Economic Ministers (AEM) tahun 2007, disepakati mengenai naskah ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint beserta Strategic Schedule-nya, yang mencakup inisiatif-inisiatif baru serta roadmap yang jelas untuk mencapai pembentukan ASEAN Economic Community tahun 2015.24

ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint tersebut kemudian disahkan pada Rangkaian Pertemuan KTT ASEAN ke-13. AEC Blueprint

Berkaitan dengan disepakatinya draft AEC Blueprint, pada pertemuan ke-39 AEM juga disepakati mengenai Roadmap for ASEAN integration of the Logistics Services Sector sebagai priotitas ke-12 untuk integrasi ASEAN dan menandatangani “Protocol to Amend Article 3 of the ASEAN Framework (Amandment) Agreement for the Integration of the Priority Sectors”. Dengan demikian, ke-12 Priority sectors dimaksud adalah agro-based products, air-travel, automotivr, e-ASEAN, electronics, fisheries, healthcare, rubber-based products, textiles & apparels, tourism, wood-based products, logistics services.

24

Kerjasama Ekonomi


(45)

bertujuan untuk menjadikan kawasan ASEAN lebih stabil, sejahtera dan sangat kompetitif, memungkinkan bebasnya lalu lintas barang, jasa, investasi dan aliran modal. Selain itu, juga akan diupayakan kesetaraan pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan serta kesenjangan sosial ekonomi pada tahun 2015.

AEC Blueprint merupakan suatu master plan bagi ASEAN untuk membentuk Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dengan mengidentifikasi langkah-langkah integrasi ekonomi yang akan ditempuh melalui implementasi berbagai komitmen yang rinci, dengan sasaran dan jangka waktu yang jelas.

Terkait dengan AEC Blueprint, ASEAN juga telah mengembangkan mekanisme Scorecard untuk mencatat implementasi dan komitmen-komitmen negara anggota sebagaimana yang telah disepakati di dalam AEC Blueprint. Scorecard dimaksud akan memberikan gambaran komprehensif bagaimana kemajuan ASEAN untuk mengimplementasikan AEC pada tahun 2015. Dalam kaitan ini negara-negara ASEAN telah menyepakati bahwa AEC Scorecard yang diusulkan akan dilaporkan pada KTT ke-14 ASEAN, Desember 2008 di Thailand.

Berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan “AEC awareness Year 2008”, para pertemuan ke-40 AEM, para Menteri Ekonomi ASEAN mengesahkan AEC Communication Plan dan menekankan pentingnya untuk melibatkan berbagai stakeholders dalam proses komunikasi, yaitu Badan-badan sektoral ASEAN, sektor swasta, otoritas di tingkat lokal dan nasional di negara-negara ASEAN, kalangan akademi serta tokoh-tokoh masyarakat.


(46)

Terkait dengan implmentasi AEC Bluepint, pada tahun 2007-2008, Ditjen Kerjasama ASEAN telah melakukan sosialisasi AEC Blueprint bersamaan dengan sosialisasi ASEAN Charter, baik di tingkat pusat, khususnya kepada asosiasi-asosiasi bisnis maupun di daerah-daerah di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian. Sosialisasi dilakukan dalam bentuk seminar, workshop, lokakarya maupun Kuliah Umum, wawancara di media massa cetak dan elektronik lokal di pusat dan daerah. Salah satu sasaran yang ingin dicapai adalah untuk memicu kesiapan masyarakat serta menimbulkan mengenai “public awareness” mengenai ASEAN.

II.3 Struktur Kelembagaan ASEAN Economic Community

Dalam melaksanakan proses intergrasi ekonomi ASEAN menuju AEC 2015, sesuai dengan Piagam ASEAN, dibentuk struktur kelembagan ASEAN yang terdiri dari ASEAN Summit, ASEAN Coordinating Council, ASEAN Community Council, ASEAN Economic Ministers, ASEAN Free Trade Area Council, ASEAN Investment Area Council, Senior Economic Officials Meeting, dan Coordinating Committee.25

25

Outline Book, Menuju ASEAN Economic Commonity 2015, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, www.ditjenkpi.depdag.go.id., hal. 11

Langkah awal kesiapan ASEAN dalam menjalankan integrasi ekonominya setelah diberlakukannya Piagam ASEAN (ASEAN Charter) adalah dengan ditetapkannya Wakil Sekretaris Jenderal ASEAN bidang ASEAN Economic Community/AEC dengan tugas mengawasi implementasi AEC Blueprint, memantau dan menfasilitasi proses kesiapan kawasan menghadapi perekonomian global, serta mendukung pelaksanaan inisiatif lainnya dalam rangka integrasi ekonomi ASEAN.


(47)

ASEAN Summit.

a) Merupakan badan pengambil kebijakan tertinggi ASEAN

ASEAN Summit merupakan pertemuan tingkat Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN, yang berlangsung 2 (dua) kali dalam setahun dan diselenggarakan secara bergilir berdasarkan alfabet di Negara yang sedang menjabat sebagai Ketua ASEAN. Secara rinci dijelaskan dalam Piagam ASEANPasal 7 bahwa ASEAN Summit adalah:

b) Membahas, memberikan arah kebijakan dan mengambil keptusan atas isu-isuutama yang menyangkut realisasi tujuan-tujuan ASEAN, hal-hal pokok yangmenjadi kepentingan Negara-Negara Anggota dan segala isu yang dirujukkepadanya oleh ASEAN Coordinating Council (Dewan Koordinasi ASEAN),ASEAN Community Council (Dewan Komunitas ASEAN) dan ASEAN SectoralMinisterial Bodies (Badan Kementerian Sektoral ASEAN).

c) Menginstruksikan para Menteri yang relevan di tiap-tiap Dewan Terkait untukmenyelenggarakan pertemuan-pertemuan antar-Menteri yang bersifat ad hoc,dan membahas isu-isu penting ASEAN yang bersifat lintas Dewan Komunitas.Aturan pelaksanaan pertemuan dimaksud diadopsi oleh Dewan KoordinasiASEAN, dalam hal di Indonesia, koordinasikan oleh Departemen Luar Negeridengan mengundang departemen terkait dibidang masing-masing.

d) Menangani situasi darurat yang berdampak pada ASEAN dengan mengambiltindakan yang tepat

e) Memutuskan hal-hal yang dirujuk kepadanya berdasarkan Bab VII dan VIII diPiagam ASEAN


(48)

f) Mengesahkan pembentukan dan pembubaran Badan-badan Kementerian Sektoral dan lembaga-lembaga ASEAN

g) Mengangkat Sekretaris Jenderal ASEAN, dengan pangkat dan status setingkatMenteri, yang akan bertugas atas kepercayaan dan persetujuan para Kepala Negara/Pemerintahan berdasarkan rekomendasi pertemuan para Menteri LuarNegeri ASEAN.

ASEAN Coordinating Council (ACC).

a) menyiapkan pertemuan ASEAN Summit;

ASEAN Coordinating Council adalah dewan yang dibentuk untuk mengkoordinasikan seluruh pertemuan tingkat Menteri ASEAN yang membawahi ketiga ASEAN Community Council yaitu ASEAN Political Security Community Council, ASEAN Economic Community Council, dan ASEAN Socio-cultural Community Council. ACC melakukan pertemuan sekurang-kurangnya dua kali setahun sebelum ASEAN Summit berlangsung. Berdasarkan amanat Piagam ASEAN Pasal 8 tugas dan fungsi ASEAN Coordinating Council adalah untuk:

b) mengkoordinasikan pelaksanaan perjanjian dan keputusan ASEAN Summit;

c) berkoodinasi dengan ASEANCommunity Council untuk meningkatkan keterpaduan kebijakan, efisiensi dan kerjasama antar mereka;

d) mengkoordinasikan laporan ASEAN Community Council kepada ASEANSummit;

e) mempertimbangkan laporan tahunan Sekretaris Jenderal ASEAN mengenai hasilkerja ASEAN;


(49)

f) mempertimbangkan laporan Sekretaris Jenderal ASEAN mengenai fungsi-fungsidan kegiatan Sekretariat ASEAN serta badan relevan lainnya;

g) menyetujui pengangkatan dan pengakhiran para Deputi Sekretaris JenderalASEAN berdasarkan rekomendasi Sekretaris Jenderal; dan

h) menjalankan tugas lain yang diatur dalam Piagam ASEAN atau fungsi lain yangditetapkan oleh ASEAN Summit.

ASEAN Economic Community Council (AEC Council). ASEAN Economic Community Council merupakan Dewan yang mengkoordinasikan semua economicsectoral ministers seperti bidang perdagangan, keuangan, pertanian dan kehutanan, energi, perhubungan, pariwisata dan telekomunikasi dan lain-lain. Pertemuan AEC Council berlangsung sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam setahun yang dirangkaikan dengan pertemuan ASEAN Summit.Wakil Indonesia untuk pertemuan AEC Council adalah Menteri Koordinator BidangPerekonomian dengan Menteri Perdagangan sebagai alternate. AEC Councilbertugas untuk melaporkan kemajuan di bidang kerjasama ekonomi kepada KepalaPemerintahan/ Negara ASEAN.

ASEAN Economic Ministers (AEM). ASEAN Economic Ministers (AEM) merupakan dewan Menteri yang mengkoordinasikan negosiasi dan proses implementasi integrasi ekonomi. Para AEM melakukan pertemuan AEM, AEM Retreat, dan dalam rangkaian ASEAN Summit. AEM menyampaikan laporannya kepada AEC Council, dan selanjutnya AEC Council melaporkan semua hasil-hasil implementasi ASEAN Blueprint kepada ASEAN Summit. Di bawah koordinasi AEM, terdapat AFTA Council dan AIA Council, masing-masing dewan Menteri yang membidangi bidang barang dan investasi. AEM dalam setiap pertemuannya


(50)

menerima laporan serta membahas isu-isu yang masih pending di tingkat SEOM. AEM selanjutnya menyampaikan laporan secara komprehensif implementasi ASEAN Blueprint kepada AEC Council pada pertemuan ASEAN Summit. Menteri

Ekonomi yang mewakili Indonesia dalam AEM adalah Menteri Perdagangan.

ASEAN Free Trade Area Council (AFTA Council). AFTA Council adalah dewan menteri ASEAN yang pada umumnya diwakili oleh Menteri Ekonomi masing-masing Negara Anggota bertanggungjawab atas proses negosiasi dan implementasi komitmen di bidang perdagangan barang ASEAN. AFTA Council melakukan pertemuan tahunan para Menteri Ekonomi ASEAN dalam rangkaian pertemuan sebelum AEM. Dalam pertemuannya, AFTA Council pada umumnya menerima laporan dari Coordinating Committee on the Implementation on the CEPT Scheme for AFTA (CCCA) dan membahas isu-isu yang masih pending di tingkat SEOM. Koordinator AFTA Council untuk Indonesia adalah Menteri Perdagangan.

ASEAN Investment Area Council (AIA Council). AIA Council adalah dewan menteri ASEAN yang bertanggungjawab atas proses negosiasi dan implementasi komitmen di bidang investasi ASEAN. Pada umumnya, AIA Council mengadakan pertemuan tahunan dalam rangkaian dengan pertemuan AEM. AIA Council menerima laporan dari pertemuan Coordinating Committee on Investment (CCI) dan membahas isu-isu yang masih pending di tingkat SEOM. Koordinator Indonesia untuk AIA Council adalah Kepala BKPM yang didampingi oleh Menteri Perdagangan pada setiap pertemuan.


(51)

Senior Economic Official Meeting (SEOM).

Coodinating Commitees / Working Groups. Coordinating Committee / Working Groups merupakan pertemuan teknis setingkat pejabat Eselon 2 atau Pejabat Eselon 3 di instansi terkait masing-masing Negara Anggota ASEAN. Pertemuan ini diadakan 4 (empat) kali dalam setahun, dimana hasil pertemuannya akan dilaporkan kepada SEOM untuk diteruskan kepada AEM, AEC Council, ASEAN Coordinating Council dan ASEAN Summit. Saat ini, ada 22 (dua puluh dua) Coordinating Committee/Working Groups di bidang ekonomi yaitu

SEOM merupakan pertemuan ASEAN di tingkat pejabat Eselon 1 yang menangani bidang ekonomi. Pertemuan diadakan 4 (empat) kali dalam setahun, SEOM 1, 2, 3, dan 4. Dalam 2 (dua) pertemuan SEOM (1 dan 3), pertemuan fokus pada isu intra ASEAN sedangkan pada 2 (dua) pertemuan SEOM lainnya (2 dan 4), ASEAN mengundang Negara Mitra Dialog yaitu China, Jepang, Korea, India, Australia & New Zealand untuk melakukan konsultasi dengan SEOM ASEAN. SEOM dalam pertemuannya menerima laporan hasil pertemuan dari dan membahas isu yang masih pending di tingkat Coordinating Committee/ Working Group. Selain SEOM, ASEAN membentuk task force tingkat pejabat Eselon 1, High Level Task Force (HLTF). HLTF dalam pertemuannya membahas isu-isu penting yang masih pending dan memerlukan pertimbangan khusus untuk dilaporkan ke tingkat Menteri. Pertemuan HLTF biasanya hanya dihadiri oleh SEOM+1.

26

26

Ibid.,hal. 15

:

1. ACCCQ : ASEAN Consultative Committee on Standards and Quality


(52)

2. ACCCP : ASEAN Coordinating Protection Committee On Consumer

3. AEGC : ASEAN Experts Group on Competition 4. AFDM : Finance Ministers and Deputies Meeting 5. AHSOM : ASEAN Heads of Statistical Office Meeting 6. ASOMM : ASEAN Senior Official Meeting on Minerals 7. ASOF : ASEAN Senior Officials on Forestry

8. CCC : Coordinating Committee on Customs

9. CCCA : Coordinating Committee on the Implementation on the CEPT Scheme for AFTA

10. CCI : Coordinating Committee on Investment 11. CCS : Coordinating Committee on Services

12. COST : ASEAN Committee on Science and Technology 13. DG of Customs : ASEAN Directors General of Customs Meeting 14. IAI Task Force : Initiative for ASEAN Integration Task Force 15. NTOs : National Tourism Organizations

16. SLOM : Senior Labour Officials Meeting 17. SMEWG : ASEAN SME Working Group

18. SOM AMAF : Senior Official Meeting-ASEAN Ministries on Agriculture and Forestry

19. SOME : Senior Officials Meeting on Energy 20. STOM : Senior Transport Officials Meeting

21. TELSOM : Telecommunications and IT Senior Officials Meeting 22. WGIPC : Working Group on Intellectual Property Cooperation


(53)

BAB III

PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

III.1 Liberalisasi Tenaga Kerja Dalam ASEAN Economic Community

Pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) 2015 adalah sebuah kerjasama liberalisasi di bidang perekonomian dari Negara-negara ASEAN yang bertujuan untuk mencapai pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing, pertumbuhan ekonomi yang merata, dan terintegrasi dengan perekonomian global. Dalam upayanya untuk membentuk pasar tunggal dan basis produksi,, kerjasama ini memiliki lima sector utama, yakni: aliran bebas barang atau free flow of goods, aliran bebas jasa atau free flow of service, aliran bebas investasi atau free flow of investment, aliran bebas tenaga kerja atau free flow of skilled labour, dan aliran bebas modal atau free flow of capital.27

Liberalisasi perdagangan barang dan jasa ASEAN akan menjamin kelancaran arus barang dan pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN karena hambatan tariff dan non tarif yang berarti sudah tidak ada lagi. Kondisi pasar yang sudah bebas di kawasan dengan sendirinya akan mendorong pihak produsen dan pelaku usaha lainnya untuk memproduksi dan mendistribusikan barang berkualitas secara efisien sehingga mampu bersaing dengan produk-produk dari negara lain. Di sisi lain, para konsumen juga mempunyai alternatif pilihan yang beragam yang dapat dipih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, dari yang paling murah sampai yang paling mahal.

27

Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag-RI), “Menuju ASEAN Economic Community 2015”,(Kemendag-RI, Jakarta, 2009).


(54)

Indonesia sebagai salah satu negara besar yang juga memiliki tingkat integrasi tinggi disektor elektronik dan keunggulan komparatif pada sektor berbasis sumber daya alam, berpeluang besar untuk mengembangkan industri di sektor-sektor tersebut di dalam negeri.

Disamping itu, masih adanya faktor perbedaan tingkat upah diantara negara ASEAN, kedekatan budaya dan letak geografis wilayah negara-negara anggota akan memberikan peluang dalam meningkatkan mobiltas tenaga kerja intra kawasan. Kondisi ini diperkuat dengan adanya kenyataan banyaknya penduduk usia muda yang pada umumnya masih tertarik dan bersemangat untuk mendapatkan kesempatan baru yang tidak diperoleh sebelumnya. Secara makro kemudahan bergerak bagi para pekerja diharapkan juga akan berdampak pada pengangguran. Kemudahan pergerakan atau perpindahan pekerja yang menjadi tujuan AEC 2015 pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan atau memberikan devisa bagi pertumbuhan ekonomi Negara anggota ASEAN. Relatif tingginya tingkat pengangguran di beberapa negara ASEAN, secara perlahan akan berkurang karena bagi mereka yang tidak dapat mengisi lowongan kerja di dalam negaranya akan segera mengisi tempat-tempat yang menyediakan kesempatan kerja di negara lain sesuai dengan ketrampilan dan keahliannya yang dimiliki. Dengan demikian akan terjadi proses kesinambungan di pasar tenaga kerja ASEAN.28

Bagi Indonesia semakin terintegrasinya ekonomi di kawasan dan kemudahan bagi pergerakan dan perpindahan tenaga kerja, akan menambah peluang kerja secara lebih luas. Hal ini diharapkan dapat mengurangi tingkat

28

Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia (BPPKKemenlu-RI), “AEC Blueprint: Tindaklanjut dan Kesiapan Indonesia menuju implemetasi AEC 2015”,


(55)

pengangguran yang masih tinggi, mengentaskan kemiskinan serta peningkatan pendapatan masyarakat melalui penerimaan devisa di tengah ketatnya persaingan usaha dalam suasana perekonomian yang semakin terintegrasi.29

Dalam perkembangannya, arus bebas tenaga kerja sebenarnya juga bisa masuk dalam kerangka perjanjian kerjasama. Kerjasama tersebut diarahkan untuk memfasilitasi pergerakan tenaga kerja yang didasarkan pada suatu kontrak/perjanjian untuk mendukung kegiatan perdagangan dan investasi di sektor jasa. Salah satu upaya untuk mendukung hal tersebut adalah dengan disusunnya Mutual Recognition Arrangement (MRA). MRA dapat diartikan sebagai kesepakatan yang diakui bersama oleh seluruh negara ASEAN untuk saling mengakui atau menerima beberapa atau semua aspek hasil penilaian seperti hasil tes atau berupa sertifikat. Adapun tujuan dari pembentukan MRA imi adalah

Terwujud AEC pada tahun 2015, maka dipastikan akan terbuka kesempatan kerja seluas-luasnya bagi warga negara ASEAN. Para warga negara dapat keluar dan masuk dari satu negara ke negara lain mendapatkan pekerjaan tanpa adanya hambatan di negara yang dituju. Pembahasan tenaga kerja dalam AEC Blueprint tersebut dibatasi pada pengaturan khusus tenaga kerja terampil (skilled labour) dan tidak terdapat pembahasan mengenai tenaga kerja tidak terampil (unskilled labour). Walaupun definisi skilled labor tidak terdapat secara jelas pada AEC Blueprint, namun secara umun skilled labor dapat diartikan sebagai pekerja yang mempunyai ketrampilan atau keahlian khusus, pengetahuan, atau kemampuan di bidangnya,yang bisa berasal dari lulusan perguruan tinggi, akademisi atau sekolah teknik ataupun dari pengalaman kerja.

29


(56)

untuk menciptakan prosedur dan mekanisme akreditasi untuk mendapatkan kesamaan/kesetaraan serta mengakui perbedaan antar negara untuk pendidikan, pelatihan, pengalaman dan persyaratan lisensi untuk para professional yang ingin berpraktek.

Hingga tahun 2009, terdapat beberapa MRA yang telah disepakati oleh ASEAN yaitu MRA untuk jasa-jasa engineering, nursing, architectural, surveying qualification, tenaga medis (dokter umum dan dokter gigi), jasa-jasa akutansi dimana semua MRA ini ditanda tangani oleh para Menteri Ekonomi ASEAN (untuk Indonesia, Meneteri Perdagangan) pada waktu yang berbeda-beda yaitu : 1. ASEAN MRA on Engineering Services, tanggal 9 December 2005 di Kuala

Lumpur;

2. ASEAN MRA on Nursing Services, tanggal 8 Des 2006 di Cebu, Filipina; 3. ASEAN MRA on Architectural Services, 19 November 2007 di Singapura; 4. ASEAN Framework Arrangement for the Mutual Recognition of Surveying

Qualifications, tanggal 19 November 2007 di Singapura, ASEAN MRA on Medical Practitioners, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand

5. ASEAN MRA on Dental Practitioners, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand

6. ASEAN MRA Framework on Accountancy Services, tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand,

7. ASEAN Sectoral MRA for Good Manufacturing Practice (GMP) Inspection of Manufacturers of Medicinal Products, tanggal 10 April 2009 di Pattaya, Thailand.


(57)

Aliran bebas tenaga kerja merupakan salah satu elemen utama dalam mewujudkan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, sehingga kawasan ASEAN dapat membentuk jaringan produksi regional sebagai bagian dari rantai pasokan dunia. Aliran Free flow of skilled labour berarti dihapusnya hambatan dalam mobilitas tenaga kerja antarnegara, sehingga akan membuka kesempatan pada para pekerja dari sesama negara ASEAN untuk mencari pekerjaan yang dianggap paling sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Dalam Blueprint AEC 2015 skilled labour didefinisikan sebagai berikut: 1) Pekerja yang mempunyai keterampilan khusus, pengetahuan, atau kemampuan di bidang pekerjaannya; 2) Lulusan Universitas, akademi, sekolah teknik, atau keahlian yang diperoleh melalui pekerjaan sehari-hari.

Adapun langkah-langkah terkait dengan mobilitas faktor produksi tenaga kerja dalam Blueprint AEC 2015 secara garis besar adalah sebagai berikut: (1) Pengaturan mobilitas atau fasilitas masuk bagi tenaga kerja sesuai dengan peraturan yang biasa digunakan oleh negara penerima. ASEAN akan memfasilitasi penerbitan visa dan kartu pekerja bagi tenaga profesional ASEAN dan tenaga kerja terampil; (2) Untuk memudahkan arus bebas jasa-jasa pada 2015, ASEAN melakukan upaya harmonisasi dan standardisasi melalui: (a) Kerja sama diantara anggota ASEAN University Network (AUN) untuk meningkatkan mobilitas pelajar dan staf jajarannya; (b) Penyusunan indeks core competencies (sesuai dengan keahlian dan kualifikasi) untuk pekerjaan dan trainers skills di sektor jasa prioritas (2009) dan sektor jasa lainnya (2010-2015); (c) Memperkuat riset dalam rangka meningkatkan keterampilan, penempatan kerja, dan pengembangan jejaring informasi pasar tenaga kerja.


(1)

BAB IV PENUTUP IV.1 Kesimpulan

ASEAN Economic Community merupakan sebuah kesepakatan kerjasama dibidang ekonomi berupa perdagangan bebas antara negara–negara anggota ASEAN. Dengan adanya kesepakatan tersebut, maka pasar negara–negara yang tergabung didalamnya terbuka lebar dan barang-barang dari negara lain yang tergabung dalam kesepakatan tersebut dapat keluar masuk beredar dipasar negara lain.

AEC adalah bentuk integrasi ekonomi regional yang direncanakan untuk dicapai pada tahun 2015. Dengan pencapaian tersebut maka ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan basis produksi dimana terjadi arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran modal yang lebih bebas. Adanya aliran komoditi dan faktor produksi tersebut diharapkan membawa ASEAN menjadi kawasan yang makmur dan kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang merata, serta menurunnya tingkat kemiskinan dan perbedaan sosial-ekonomi di kawasan ASEAN. Namun untuk mencapai AEC 2015 diperlukan kerja keras baik di internal masing - masing Negara Anggota maupun di tingkat kawasan dalam melaksanakan komitmen bersama. Keterlibatan semua pihak di seluruh Negara Anggota ASEAN mutlak diperlukan agar upaya mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang kompetitif bagi kegiatan investasi dan perdagangann bebas dapat memberikan manfaat bagi seluruh Negara ASEAN.


(2)

Liberalisme berpandangan bahwa perdagangan antar Negara sebaiknya dibiarkan secara bebas dengan pengenaan seminimum mungkun pengenaan hambatan tariff dan hambatan lainnya. Hal ini didasari dengan argumentasi bahwa perdagangan yang lebih bebas akan lebih menguntungkan kedua Negara pelaku dan bagi dunia, serta meningkatkam kesejahteraan yang lebih besar dari pada tidak ada perdagangan. Kemudian, selain meningkatkan distribusi kesejahteraan antar Negara liberalisasi perdagangan, juga akan meningkatkan kuantitas perdagangan dunia serta efisiensi perdagangan.

Oleh sebab itu, jelas terlihat bahwa adanya AEC adalah liberalisasi ekonomi kawasan Asia Tenggara. Hal ini ditempuh untuk menciptakan efisiensi ekonomi dan kesejahteraan yang lebih besar dengan ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan perdagangan internasional, bukan melalui proteksi perdagangan. Dengan perdagangan bebas, maka sebuah negara dituntut untuk aktif dalam kegiatan perdagangan dan bersaing dengan produksi luar negeri.

AEC juga mengisaratkan adanya arus bebas tenaga kerja trampil. Arus bebas tenaga kerja terampil yang dimaksud adalah 1) Pekerja yang mempunyai keterampilan khusus, pengetahuan, atau kemampuan di bidang pekerjaannya; 2) Lulusan Universitas, akademi, sekolah teknik, atau keahlian yang diperoleh melalui pekerjaan sehari-hari. Ini merupakan tantangan bagi pemerintah Indonesia karena banyaknya warga Negara Indonesia yang menjadi menjadi tenaga kerja di Negara-negara ASEAN, terutama di Malaysia yang memiliki jumlah terbanyak TKI. Permasalahan TKI di Malaysia sangat komleks. Adanya TKI illegal, tidak dibayarnya gaji, kurangnya tenaga trampil dan lainya. Pemerintah haruslah


(3)

mengabil kebijakan yang cepat dan Efektif dalam penyelesaiaan masalah yang ada.

Untuk melindungi TKI di Malaysia dalam era Liberalisasi ekonomi kawasan ASEAN ini, Pemerintah Indonesia melakukan langkah-langkah, penghentian pengiriman TKI ke Malaysia sampai terjadinya kesepemahaman tentang mekanisme dan peraturan yang melindungi TKI disana. Karena dalam AEC mengisaratkat adanya sebuah perjanjian atau kesepakatan yang harus dipatuhi oleh Negara-negara ASEAN yaitu Mutual Recognition Arrangement (MRA). MRA ini diharapkan mampu menjadi pelindung bagi TKi di Malaysia kedepannya. Pemerintah Indonesia Melalui Menteri tenaga kerja dan trasmigrasi melakukan penandatangan perjajian kerjasama mengenai TKI dengan pemerintah Malaysia.

Dari penjelasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa :

• Liberalisasi ekonomi kawasan Asia Tenggara yang tertuang dalam ASEAN Econumic Communty juga mencakup pada liberalisasi tenaga kerja.

• Liberalisasi tenaga kerja mendorong adanya kebijakan Pemerintah yang melindungi tenaga kerjanya.

• Kebijakan pemerintah Indonesia dalam hal perlindungan tenaga kerja di Malaysia adalah dengan melakukan penghentian pengiriman tenaga kerja, serta melakukan perundingan kerjasama pengiriman TKI, juga melakukan pengetatan terhadap pendirian biro tenaga kerja.


(4)

IV.2 Saran

Permasalah TKI Indonesia di Malaysia memang sangat komleks namun tetap ada solusi terhadap masalah tersebut jika pemerintah mau menanganinya dengan serius. Adapun saran saya sebagai penulis adalah :

• Liberalisasi merupakan dominasi penuh terhadap mekanisme pasar namun pemerintah juga harus mampu melakukan perlindungan terhadap prosesnya, oleh karena itu perlu ditingkatkan kinerja kedutaan besar Indonesia dimalaysia untuk melindungi masyarakatnya disana. Perlu adalanya sebuah lembaga khusus dibawah naungan kedutaan yang mampu mengawasi TKI disana. Serta perlu dipermudahnya TKI untuk memperpanjang passport dan Izin-izin lainya. • Liberalisasi juga mengarah pada terciptanya sebuah kompetisi dalam

persaingan Pasar. Oleh sebab itu, maka perlu adanya pendidikan khusus yang dilakukan untuk TKI yang akan dipekerjakan di Malaysia agar memiliki keterampilan yang baik sehingga mampu bersaing dengan pada pencari kerja dari Negara lainya.

• Selama ini keberangkatan para TKI didononasi oleh biro tenaga kerja swasta yang sangat banyak di Indonesia. Saran saya, perlu adanya keberangkatan satu pintu oleh lembaga yang telah ditetap kan oleh pemerintah. Hal ini dilakukan agar meminimalisir keberangkatan illegal.


(5)

DAFTAR ISI

BUKU :

Bungin., Burham. Metode Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

Deliarnov, Mencakup berbagai teori dan konsep yang komperhensip Ekonomi politik, Jakarta, Erlangga, 2006

Hadi., Surisno. Metodologi Research, Andi Ofset, Yogyakarta, Jilid I Cetakan keXXI, 1989.

Jemadu., Aleksius, Politik Global Dalam Teori Dan Praktek, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2008.

Gie., Kwik Kian, Analisa Ekonomi Politik Indonesia, Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama, 1995.

Gie., Kwik Kian, Ekonomi Indonesia dalam krisis dan transisi Politik, Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama, 1999.

Nawawi., Hadari. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1987.

Rachbini., Prof. Dr. Didik J., Ekonomi Politik pradigma dan teori pilihan public, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2002.

Rudi., T.may, Administrasi & Organisasi Internasional, Edisi kedua, Cetakan kesatu, Refika Aditama, 2002.

Singaribuan., Masri dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survey, Edisi Revisi, Jakarta:LP3ES,1989.


(6)

31 Desember 2011.

Gatoet S. handono, dkk, Liberalisasi perdagangan, sisis teori, dampak empiris dan perspektif ketahanan pangan, diakses dari http://www.google.co.id/search?q=+pengertian+liberalisasi+perdagangan &btnG, diakses tanggal 02 Desember 2011.