Analisis Data Analisis Yuridis Terhadap Penggunaan Kata Dan Bahasa Dalam Akta Notaris

49

5. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan primer, sekunder maupun tersier, untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula. Analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Artinya penelitian ini akan berupaya untuk memaparkan sekaligus melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada dengan kalimat yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan jawaban yang jelas dan benar. 52 52 Soerjono Soekanto, Op. cit, hal. 69. Universitas Sumatera Utara 50

BAB II PENERAPAN KETENTUAN PENGGUNAAN KATA DAN BAHASA

DALAM SUATU AKTA NOTARIS PADA PRAKTEK NOTARIS

A. Pengertian Akta dan Akta Otentik

Bukti tulisan dalam perkara perdata adalah merupakan bukti yang utama, karena dalam lalu lintas keperdataan sering kali orang dengan sengaja menyediakan suatu bukti yang dapat dipakai kalau timbul suatu perselisihan, dan bukti tadi lajimnya atau biasanya berupa tulisan. 53 Menurut Pasal 1867 KUH Perdata juga disebutkan bahwa pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan‐tulisan di bawah tangan, dari bukti berupa tulisan tersebut ada bagian yang sangat berharga untuk dilakukan pembuktian, yaitu pembuktian tentang akta. Suatu akta adalah berupa tulisan yang memang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani secukupnya. Dengan demikian, maka unsur penting untuk suatu akta ialah kesengajaaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatangan tulisan itu. Syarat penandatangan akta tersebut dapat dilihat dari Pasal 1874 KUHPerdata dan Pasal 1 Ordonansi Nomor 29 Tahun 1867 yang memuat ketentuan‐ketentuan tentang 53 Darwan Prinst, Strategi Menyusun Dan Menangani Gugatan Perdata, CV.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal. 157 38 Universitas Sumatera Utara 51 pembuktian dari tulisan‐tulisan dibawah tangan yang dibuat oleh orang‐orang Indonesia atau yang dipersamakan dengan mereka. Tulisan-tulisan otentik berupa akta otentik, yang dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undang- undang, dibuat dihadapan pejabat-pejabat pegawai umum yang diberi wewenang dan di tempat dimana akta tersebut dibuat. 54 Secara etimologi menurut S. J. Fachema Andreae, kata “akta” berasal dari bahasa latin “acta” yang berarti “geschrift” atau surat. 55 Menurut R. Subekti dan R. Tjitro Sudibio, kata akta berasal dari kata “acta” yang merupakan bentuk jamak dari kata “actum”, yang berasal dari bahasa latin yang berarti perbuatan-perbuatan. 56 A. Pitlo, yang dikutip Suharjono mengemukakan bahwa akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang lain, untuk keperluan siapa surat itu dibuat. 57 Menurut Sudikno Mertokusumo, akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. 58 Dari beberapa pengertian mengenai akta oleh para ahli hukum, maka untuk dapat dikatakan sebagai akta, suatu surat harus memenuhi syarat-syarat : 54 Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 55 Suharjono, “Varia Peradilan Tahun XI Nomor 123”, Sekilas Tinjauan Akta Menurut Hukum Desember 1995 hal 128. 56 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kamus Hukum, dalam Didi Santoso, Op.Cit, hal 38. 57 Suharjono, Op. Cit., hal. 43. 58 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal. 110. Universitas Sumatera Utara 52 a. Surat tersebut harus ditandatangani, hal ini untuk membedakan akta yang satu dengan akta yang lain atau dari akta yang dibuat oleh orang lain. Jadi tanda tangan berfungsi untuk memberikan ciri atau mengindividualisir sebuah akta ; b. Surat harus memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atau peristiwa, yaitu pada akta harus berisi suatu keterangan yang dapat menjadi bukti yang diperlukan ; c. Surat tersebut sengaja dibuat sebagai alat bukti, maksudnya dimana di dalam surat tersebut dimaksudkan untuk pembuktian suatu peristiwa hukum yang dapat menimbulkan hak atau perikatan. 59 Apabila dilihat dari penerapannya dalam masyarakat terdapat dua macam akta yaitu akta otentik dan akta di bawah tangan, yang menjadi dasar hukumnya adalah Pasal 1867 KUHPerdata yaitu pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan. 60 Kewenangan utama dari notaris adalah untuk membuat akta otentik, untuk dapat suatu akta memiliki otentisitasnya sebagai akta otentik maka harus memenuhi ketentuan sebagai akta otentik yang diatur dalam Pasal 1868 KUH Perdata, yaitu : a. Akta itu harus dibuat oleh door atau di hadapan tenberstaan seorang pejabat umum, yang berarti akta-akta notaris yang isinya mengenai perbuatan, perjanjian dan ketetapan harus menjadikan notaris sebagai pejabat umum; b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, maka dalam hal suatu akta dibuat tetapi tidak memenuhi syarat ini maka akta tersebut kehilangan otentisitasnya dan hanya mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan apabila akta tersebut ditanda-tangani oleh para penghadap comparanten; c. Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta tersebut dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut, sebab seorang notaris hanya dapat melakukan atau menjalankan jabatannya di dalam daerah hukum yang telah 59 Suharjono, Op. Cit., hal. 129-130. 60 R. Rubekti dan R. Tjitrosidibio. KItab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek .Pradnya Paramita, Jakarta, 2001. hal. 463. Universitas Sumatera Utara 53 ditentukan baginya. Jika notaris membuat akta yang berada di luar daerah hukum jabatannya maka akta yang dibuatnya menjadi tidak sah. Notaris mempunyai 4 empat kewenangan sehubungan dengan pembuatan akta, yaitu : a. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuatnya. Tidak setiap pejabat umum dapat membuat akta akan tetapi seorang pejabat umum hanya dapat membuat akta tertentu yang ditugaskan atau dikecualikan kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan; b. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan siapa akta tersebut dibuat. Seorang notaris tidak berwenang untuk membuat akta yang ditujukan kepada notaris sendiri, istrinyasuaminya, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah danatau ke atas tanpa batas, serta garis keturunan ke samping derajat ke tiga, serta menjadi pihak untuk untuk diri sendiri maupun dalam suatu kedudukan ataupun perantaraan kuasa, hal tersebut untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan; c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat. Bagi setiap notaris ditentukan daerah hukumnya daerah jabatannya dan hanya di dalam daerah yang ditentukan notaris berwenang untuk membuat akta otentik sedangkan akta yang dibuat di luar daerah jabatannya maka aktanya menjadi tidak sah ; d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuat akta itu. Sebab notaris tidak berwenang untuk membuat akta apabila notaris masih cuti atau telah dipecat dari jabatannya serta sebelum melaksanakan sumpah jabatan notaris tidak berwenang untuk membuat akta. 61 Jika salah satu dari keempat syarat tersebut di atas ada yang tidak terpenuhi maka aktanya tidak otentik dan hanya berlaku sebagai akta di bawah tangan apabila 61 Didi Santoso, Tanggung Notaris dalam Pembuatan Akta yang Memuat Dua Perbuatan Hukum, Tesis, Magister Kenotariatan, Undip, Semarang, 200, hal 42-43. Universitas Sumatera Utara 54 akta tersebut ditandatangani oleh para penghadap. Ada beberapa perbedaan dari akta otentik dengan akta di bawah tangan, yaitu : a. Akta otentik mempunyai tanggal yang pasti sebagaimana akta yang dibuat oleh notaris sedangkan untuk akta di bawah tangan mengenai tanggal tidak selalu demikian; b. Grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan pengadilan, sedangkan akta di bawah tangan tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial; c. Kemungkinan hilangnya akta di bawah tangan lebih besar daripada akta otentik. 62 Selain perbedaan yang telah diuraikan di atas, akta otentik dan akta di bawah tangan juga ada perbedaan dalam kekuatan pembuktiannya. Kalau akta otentik mempunyai tiga kekuatan pembuktian yang tidak dimiliki oleh akta di bawah tangan, yaitu : a. Kekuatan pembuktian lahiriah uitwendige bewijskracht. Kekuatan pembuktian lahiriah Yaitu kemampuan dari akta itu sendiri untuk membuktikan bahwa akta tersebut adalah akta otentik, dimana kata-kata dalam akta tersebut berasal dari pejabat umum notaris. b. Kekuatan pembuktian formal formele bewijskracht. Kekuatan pembuktian formal, yaitu dimana notaris menyatakan di dalam aktanya mengenai kebenaran dari isi akta tersebut sebagai hal yang dilakukan dan disaksikan sendiri oleh notaris dalam menjalankan jabatannya. c. Kekuatan pembuktian material materiele bewijskracht. Kekuatan pembuktian material, yaitu tidak hanya kenyataan bahwa adanya dinyatakan sesuatu yang dibuktikan oleh akta tersebut, akan tetapi juga mengenai isi dari akta dianggap dibuktikan sebagai kebenaran terhadap setiap orang. 63 Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian formal formele bewijskracht , karena akta otentik membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan meliputi apa yang dilihat, didengar dan dilakukan sendiri oleh notaris. 62 Ibid., hal 54. 63 Ibid., hal 54. Universitas Sumatera Utara 55 Sebagai pejabat umum didalam menjalankan jabatannya. Untuk akta yang dibuat di bawah tangan, kekuatan pembuktiannya hanya meliputi kenyataan bahwa keterangan itu diberikan, apabila tandatangan diakui oleh yang menandatangani. Kekuatan pembuktian formal menjamin kebenaran kepastian tanggal akta, kebenaran tandatangan dalam akta, identitas orang-orang yang hadir comparaten dan tempat di mana kata itu dibuat. Sedang kekuatan pembuktian material materiele bewijkracht sepanjang diakui benar oleh para pihak, mengenai apa yang tercantum dalam akta. Akta-akta yang dibuat oleh notaris terbagi menjadi dua golongan, yaitu sebagaimana telah disebutkan sebelumnya yaitu 1 Akta yang dibuat oleh door notaris atau yang dinamakan akta relaas atau akta pejabat ambtelijke akten, dan 2 Akta yang dibuat di hadapan ten overstaan notaris atau yang dinamai akta partij partij akten. Perbedaan kedua bentuk akta di atas dapat dilihat dari bentuk akta-aktanya, akta partij dibuat di hadapan notaris ada keharusan tanda tangan dari penghadap sedangkan hal tersebut tidak merupakan suatu keharusan pada akta relaas dibuat oleh notaris. Pembedaan kedua bentuk akta tersebut berpengaruh dalam kaitannya dengan pemberian pembuktian sebaliknya terhadap isi akta. Untuk akta relaas hanya dapat digugat jika akta tersebut palsu, sedangkan pada akta partij dapat digugat mengenai isi dari akta tersebut tanpa menuduh kalau aktanya palsu. Universitas Sumatera Utara 56 Kekuatan suatu surat bukti terletak dalam aktanya yang asli. Apabila akta yang asli tersebut masih ada, maka salinan-salinannya dan petikan-petikannya hanya dapat dipercaya sepanjang isinya serupa dengan bunyinya dengan isi dari surat asli dan setiap waktu surat tersebut dapat dituntut untuk ditunjukan aslinya Pasal 301 Rechtsreghment buiten gewesteren Rbg, Pasal 1888 KUHPerdata, selanjutnya salinan-salinan mempunyai kekuatan bukti jika akta aslinya sudah tidak ada, dengan ketentuan : a. Grosse-grosse dan salinan-salinan pertama mengandung kekuatan bukti yang setaraf dengan akta asli, begitu juga dengan salinan-salinan yang dikeluarkan oleh hakim ; b. Salinan-salinan yang tanpa perantaraan hakim atau di luar persetujuan pihak- pihak yang bersangkutan, setelah grosse-grosse serta salinan-salinan pertama dikeluarkan, lalu oleh notaris dibuat sesuai dengan minuta akta yang dibuat dihadapannya atau oleh salah satu notaris penggantinya atau oleh pejabat-pejabat pemerintah yang dalam jabatan mereka menyimpan minuta-minuta tersebut berhak mengeluarkan salinan-salinan dan diterima hakim sebagai bukti penuh jika yang asli telah hilang. c. Apabila salinan-salinan yang dibuat sesuai dengan minuta aslinya, oleh notaris tidak dibuat di hadapan para pihak atau notaris penggantinya maupun pejabat yang berwenang, maka salinan tersebut hanya sebagai permulaan bukti dengan surat; 64 Salinan-salinan otentik dari salinan otentik atau dari akta-akta di bawah tangan dalam keadaan tertentu mengandung permulaan pembuktian sebagai surat Pasal 302 Rbg. Kewenangan membuat grosse-grosse dan salinan-salinan dari akta otentik ini juga merupakan bagian dari kewenangan notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UUJN. 64 Suharjono, Op. Cit., hal. 136. Universitas Sumatera Utara 57 Adapun akta yang dibuat oleh notaris menyangkut berbagai bidang, salah satunya seperti di bidang perikatan, dimana salah satu macam akta yang dapat dibuat oleh notaris adalah akta pengakuan hutang. Menurut Soetarno Soedja bahwa pengakuan hutang adalah suatu pernyataan sepihak yang ditandatangani yang berisikan pengakuan hutang sejumlah uang dan dengan syarat-syarat yang dibuat menurut keinginan akta tersebut harus bermaterai. 65 Akta pengakuan hutang merupakan suatu akta yang dibuat dalam bentuk notariil, dimana akta tersebut hanya memuat pengakuan hutang seseorang, berikut dengan jumlah hutang, suku bunga, jangka waktu, tempat pembayaran, hal-hal yang dapat menyebabkan hutang dapat ditagih atau dibayar seketika opeisbaarheid, jaminan dan tidak disertai dengan persyaratan-persyaratan lain terlebih apabila persyaratan tersebut berbentuk perjanjian. Selanjutnya mengenai Grosse Akta dapat pula dijelaskan bahwa Grosse Akta salah satu salinan akta untuk pengakuan utang dengan kepala akta “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang mempunyai kekuatan eksekutorial. 66 Salinan atau turunan dari akta pengakuan hutang disebut juga sebagai grosse akta pengakuan hutang. Notaris dapat memberikan grosse akta pengakuan hutang kepada pihak yang berkepentingan 65 Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Grosse Akta Dalam Pembuktian dan Eksekusi, Cet. 1., Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal. 51. 66 Pasal 1 angka 11 Undang-undang UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Universitas Sumatera Utara 58 langsung pada akta, ahli waris, atau orang-orang yang memperoleh hak kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Menurut Kamus Hukum karangan H. Van Der Tas, grosse adalah suatu salinan rapih dalam huruf-huruf besar dari minuta suatu akta atau putusan, sekarang suatu salinan dalam bentuk eksekutorial. 67 Menurut Achmad Ichsan, grosse adalah salinan dari suatu vonis pengadilan atau akta otentik akta notaris yang mempunyai kekuatan eksekutorial, di mana pada kepala akta ada kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. 68 Empat syarat agar grosse akta mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu : a. Grosse akta tersebut harus berkepala “Demi Ketuhanan Yang Maha Esa”; b. Di bawah grosse akta harus dicantumkan kata-kata “Diberikan sebagai grosse pertama”; c. Dicantumkan pula nama orang yang meminta diberikan grosse akta; d. Dicantumkan pula tanggal pemberian grosse akta. 69 Jika dilihat dari rumusan Pasal 224 Herziene Inland Reglement HIR, ada dua macam grosse akta yang mempunyai kekuatan eksekutorial yaitu : a. Grosse akta pengakuan hutang; b. Grosse akta hipotik. Tercermin dari badan peradilan Indonesia dalam makalah-makalah para hakim agung dan putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung berpendirian, bahwa masing-masing grosse akta tersebut murni berdiri sendiri serta masing-masing mempunyai dan melekat kekuatan eksekusi sehingga kedua bentuk grosse akta 67 Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang Op. Cit, hal. 39. 68 Ibid ., hal 40. 69 Ibid., hal 43. Universitas Sumatera Utara 59 tersebut tidak boleh dicampur aduk atau saling bertindih dalam satu objek yang sama dalam waktu yang bersamaan. 70 Grosse akta pengakuan hutang dinyatakan dalam Surat Mahkamah Agung tertanggal 16 April 1985 dan 18 Maret 1946, yang ditujukan kepada para pengacara di Jakarta dan kepada Bank Nasional Indonesia BNI 1946, menjelaskan bahwa surat hutang yang dimaksud dalam Pasal 224 HIR adalah surat akta otentik yang berisi suatu pengakuan hutang dengan perumusan semata-mata suatu kewajiban untuk membayar atau melunaskan sejumlah uang tertentu pada waktu tertentu. 71 Berdasarkan Surat Tata Usaha Perdata tertanggal 1 April 1986 mengenai pertanyaan dari Lembaga Konsultasi dan Pelayanan Hukum Perhimpunan Bank- Bank Nasional Swasta tentang fatwa grosse akta, Surat Mahkamah Agung Nomor KMA237IX1988 tertanggal 13 September 1988 kepada Direksi Bank Indonesia perihal eksekusi grosse akta pengakuan hutang, Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1310KPedt1985 tanggal 30 Juli 1986 dan Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 4 Maret 1987. Akta pengakuan hutang tersebut tidak boleh dicampuri dengan perbuatan hukum lain, seperti selain memuat pengakuan hutang juga memuat suatu pemberian hak tanggungan terhadap suatu perjanjian pokok perjanjian kredit dalam waktu dan saat yang bersamaan, atau memuat syarat-syarat perjanjian atau bahkan memuat persetujuan pemberi kuasa. 70 Harpendi Harahap, “Varia Peradilan Tahun XV Nomor 179”, Grosse Akta Suatu Masalah Hukum Dari Ikatan Kongres Notaris Indonesia Ke XVII, Agustus 2000, hal 133. 71 Ibid., hal 135. Universitas Sumatera Utara 60 Penggunaan kuasa mutlak untuk mengalihkan hak atas tanah dilarang berdasarkan instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah, yang ditetapkan tanggal 6 Maret 1982, yaitu : a. Kuasa mutlak yang didalamnya mengandung unsur yang tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa. b. Kuasa mutlak yang pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah adalah kuasa mutlak yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang haknya. 72 Kuasa untuk menjual yang termuat dalam akta pengakuan hutang tersebut termasuk ke dalam surat kuasa mutlak yang penggunaannya dilarang berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 selain itu pemberi suatu kuasa kepada pihak lain harus dilakukan oleh orang yang berhak sehingga kuasa untuk menjual tersebut menjadi batal demi hukum. Suatu grosse akta pengakuan hutang dan akta hipotik jika dicampuradukan dan diterapkan bersamaan maka ada akibat hukumnya, yaitu : a. Grosse akta mengandung cacat yuridis; b. Grosse aktanya menjadi tidak sah atas alasan akta yang demikian tidak memberikan kepastian hukum dan dianggap bertentangan dengan syarat formil dan materil baik berdasarkan Pasal 224 HIR maupun berdasarkan yurisprudensi; c. Tidak adanya kepastian hukum grosse akta mana yang diikatkan dengan persetujuan kredit yang bersangkutan; d. Dengan sendirinya, mengakibatkan grosse akta yang demikian kehilangan “Eksekutorial Kracht” dan menjadi grosse akta yang “Non Eksekutabel”. 73 72 Instruksi Menteri Dalam Negeri Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Pemindahan Hak Atas Tanah , Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982, Diktum Kedua. 73 Harpendi Harahap Op. Cit., Hal 140 Universitas Sumatera Utara 61 Pemenuhan pembayaran harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan biasa ke pengadilan. Grosse akta pengakuan hutang maupun grosse akta hipotik, keduanya dipersamakan dengan putusan hakim dan dalam menjalankannya jika tidak dengan jalan damai maka berlaku dengan perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri Pasal 224 HIR juncto Pasal 258 Rbg juncto Pasal 440 Reglement Verklaring Rv. Walaupun grosse akta mempunyai kekuatan sama dengan putusan hakim pengadilan, namun hal tersebut tidak serupa dengan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, sehingga adanya bantahan terhadap eksekusinya dapat tunduk kepada putusan hakim putusan Hoge Raad Belanda tanggal 28 September 1988. Pengadilan berwenang untuk melakukan penilaian terhadap grosse akta hanya sepanjang mengenai syarat formal, selebihnya diminta pengadilan untuk mentaati dan melaksanakan eksekusinya. Syarat formal dari grosse akta dapat membuat suatu permohonan eksekusi dibatalkan atau ditolak eksekusinya, yang menjadi syarat formal antara lain a Menilai benar atau tidaknya bentuk grosse akta, b Menilai sifat assesoir grosse akta, c Menilai dokumen grosse akta dan d Menilai pasti atau tidaknya jumlah hutang. 74

B. Ruang Lingkup Kewenangan, Tugas dan Kode Etik Notaris

Menurut Herlien Budiono, dalam lalu lintas hubungan-hubungan hukum privat, Notaris menikmati kewenangan eksklusif untuk membuat akta-akta otentik. 74 Ibid ., hal 135. Universitas Sumatera Utara 62 Terhadap akta otentik tersebut diberikan kekuatan bukti yang kuat dalam perkara- perkara perdata, sehingga notaris yang berwenang membuat akta-akta otentik menempati kedudukan sangat penting dalam kehidupan hukum. Dalam banyak hal Notaris berkedudukan sebagai penasehat terpercaya dari orang-orang yang memerlukan bantuan hukum, dan bagi klien dapat berperan sebagai penunjuk arah. 75 Fungsi dan peran Notaris akan semakin luas dan berkembang, sebab kelancaran dan kepastian hukum bagi para pihak, tidak terlepas dari pelayanan dan produk hukum yang dihasilkan oleh Notaris. Sebagian kewenangan yang diberikan pemerintah kepada notaris tentu disertai harapan agar pelayanan jasa yang diberikan notaris benar-benar memiliki nilai dan bobot yang dapat diandalkan. Perkembangan jabatan notaris di dalam masyarakat modern tidaklah mungkin diwujudkan sekedar selaku notaris yang apatis, namun harus menjalankan fungsi aktif dengan dilatarbelakangi kehendak agar para pihak melaksanakan dan memenuhi kontrak sebagaimana sejak semula dimaksudkan dan disepakati oleh para pihak. Van Mourik menyatakan bahwa “fungsi seorang notaris dalam masyarakat modern tidaklah mungkin seperti yang tidak pernah terwujudkan, yakni sekedar penulis pasif yang tidak memiliki kehendak sendiri dan dalam kedudukan demikian membiarkan terjadinya pemerkosaan hukum serta ketidakadilan”. 76 Pengembangan praktik notariat dalam kehidupan di Indonesia sudah selayaknya mengembangkan diri dan melakukan pendalaman, khususnya berkenaan dengan hukum dan sekaligus 75 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia , Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal.257. 76 Van Mourik M.J.A, dalam Herlien Budiono, Ibid, hal.261 Universitas Sumatera Utara 63 ditujukan dalam upaya mencegah timbulnya sengketa di antara para pihak yang terkait. 77 Notaris sangat berperan dalam persentuhan antara perundang-undangan dan dunia hukum, sosial, dan ekonomi praktikal. Notaris sebagai pejabat umum openbaar ambtenaar bertanggungjawab untuk membuat surat keterangan tertulis yang dimaksudkan sebagai bukti dari perbuatan-perbuatan hukum. 78 Sejalan dengan pendapat tersebut Pasal 1 angka 1 UUJN menguraikan pengertian mengenai notaris, yaitu sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UUJN, antara lain sebagai berikut : 1. Membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan danatau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. 2. Notaris berwenang pula : a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawahtangan dengan mendaftar dalam buku khusus ; b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus ; c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopy dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. Membuat akta risalah lelang. 77 Ibid, hal.261-262 78 Ibid, hal.256 Universitas Sumatera Utara 64 3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang- undangan. 79 Selanjutnya Pasal 1 angka 7 UUJN menguraikan definisi dari akta Notaris sebagaimana akta otentik yang dibuat olehdi hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN. Pengertian tersebut membawa konsekuensi bagi setiap Notaris dalam pembuatan akta agar memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam UUJN. Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata, suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Pengertian tersebut sekaligus merupakan syarat-syarat suatu akta dapat disebut sebagai akta yang otentik. Merujuk kepada pengertian Notaris dalam Pasal 1 angka 7 UUJN dan syarat suatu akta otentik berdasarkan Pasal 1868 KUH Perdata, maka ketentuan-ketentuan dalan UUJN harus dilaksanakan oleh notaris. Pengertian pembuatan akta “di hadapan” Notaris menunjukkan akta tersebut dibuat atas permintaan seseorang sedangkan akta yang dibuat “oleh” Notaris karena adanya suatu kejadian, pemeriksaan, keputusan, dan sebagainya berita acara rapat, protes, wesel. 80 Syarat lainnya adalah menyangkut kewenangan Notaris untuk maksud dan di tempat akta 79 Lihat Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris 80 Tan Thong Kie, Buku I Studi Notariat, Serba Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2008, hal 155. Universitas Sumatera Utara 65 tersebut dibuat. Berwenang bevoegd, artinya menyangkut jabatan dan jenis akta yang dibuatnya, hari dan tanggal pembuatan akta, dan tempat akta dibuat. 81 UUJN telah memberikan kewenangan kepada Notaris sebagai pejabat umum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 2 huruf f UUJN. Kewenangan tersebut adalah kewenangan membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan. Kewenangan tersebut, walaupun masih terjadi perdebatan harus dilaksanakan secara konsekuen sebagaimana ditetapkan oleh UUJN. Menurut Hamid Awaludin yang pernah menjabat sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, semua instansi pemerintah dan institusi lainnya yang berada di wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia harus tunduk dan patuh kepada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk harus tunduk dan patuh kepada semua materi UUJN. 82 Kewenangan baru lainnya bagi Notaris adalah membuat akta risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 2 huruf g UUJN, yang sebelum UUJN merupakan kewenangan juru lelang pada Badan Urusan Utang Piutang dan Lelang Negara BPUPLN berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960. Pemberian kewenangan membuat akta risalah lelang kepada Notaris membawa konsekuensi harus disertai dengan penambahan kemampuan dalam melaksanakan tugas tersebut. Berkaitan dengan pengangkatan dan pemberhentian notaris, diatur dalam Pasal 2 UUJN yang menyatakan bahwa notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 81 Ibid , hal. 155 82 Hamid Awaludin, Semua Institusi Pemerintah harus Tunduk pada Pasal 15.2f, Kongres XIX I.N.I, Renvoi Nomor 9.33 III Februari, 2006, hal. 7. Universitas Sumatera Utara 66 Notaris yang telah diangkat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusan, tetapi belum disumpah adalah telah cakap sebagai Notaris tetapi belum berwenang membuat akta otentik, demikian halnya dengan Notaris yang sedang menjalani cuti, tidak berwenang membuat akta otentik. Sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpahjanji menurut agamanya dan dihadapan menteri atau pejabat yang ditunjuk, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat 2 UUJN. Sumpahjanji sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat 1 UUJN berbunyi sebagai berikut : “Saya bersumpahberjanji : Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang- undangan lainnya. Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, seksama, mandiri, dan tidak berpihak. Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajinan saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris. Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya. Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapa pun. Makna dari kalimat yang menjadi sumpah Notaris tersebut adalah bahwa dalam menjalankan jabatannya, notaris harus melaksanakannya dengan professional dan menjaga integritas moralnya. Jabatan yang dipangku Notaris adalah jabatan Universitas Sumatera Utara 67 kepercayaan vertrouwensambt dan justru oleh karena itu seseorang bersedia mempercayakan sesuatu kepadanya. Sebagai seorang kepercayaan vertrouwensambt, notaris berkewajiban untuk merahasiakan semua apa yang diberitahukan kepadanya selaku notaris. 83 Kewajiban merahasiakan tersebut dapat dilakukan dengan upaya penuntutan hak ingkar verschoningsrecht, yang merupakan pengecualian terhadap ketentuan dalam Pasal 1909 ayat 3e KUH Perdata, Pasal 146 dan Pasal 227 HIR bahwa setiap orang yang dipanggil sebagai saksi wajib memberikan kesaksian di muka pengadilan. Notaris yang memberikan keterangan atau penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya, maka Notaris tersebut telah melanggar undang-undang yaitu sumpah jabatan dalam Pasal 4 UUJN dan Pasal 322 KUH Pidana tentang Membuka Rahasia. Menurut G.H.S. Lumban Tobing, bahwa pengangkatan sumpah sebelum menjalankan jabatannya dengan sah merupakan azas hukum publik publiekrochtelijk beginsel bagi pejabat umum, artinya selama belum dilakukan pengambilan sumpah, maka jabatan tersebut tidak boleh dan tidak dapat dijalankan dengan sah. 84 Pengucapan sumpahjanji jabatan notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 UUJN dilakukan dalam waktu paling lambat 2 dua bulan terhitung sejak tanggal keputusan pengangkatan sebagai notaris Pasal 5 UUJN. Dalam hal pengucapan sumpahjanji tidak dilakukan dalam jangka waktu 83 G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit, hal 117-118 84 Ibid, hal 114. Universitas Sumatera Utara 68 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 UUJN, maka keputusan pengangkatan Notaris dapat dibatalkan oleh menteri Pasal 6 UUJN. Guna mengetahui notaris tersebut telah melaksanakan tugasnya dengan nyata, Pasal 7 UUJN menegaskan bahwa dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal pengambilan sumpahjanji jabatan notaris, yang bersangkutan wajib : a. Menjalankan jabatannya dengan nyata b. Menyampaikan berita acara sumpahjanji jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Daerah ; dan c. Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf serta teraan capstempel jabatan notaris berwarna merah kepada menteri dan pejabat lain yang bertanggung jawab di bidang agrariapertanahan, Organisasi Notaris, Ketua Pengadilan Negeri, Majelis pengawas Daerah, serta Bupati atau Walikota di tempat notaris diangkat. 85 Kewajiban notaris dalam menjalankan jabatannya termuat dalam Pasal 16 ayat 1 UUJN yang menentukan sebagai berikut : a. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihhak yang terkait dalam perbuatan hukum b. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris; c. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan Minuta akta d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpahjanji jabatan, kecuali Undang-undang menentukan lain. f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 satu bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 lima puluh akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat 85 Pasal 7 Undang-undang UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Universitas Sumatera Utara 69 dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku. g. Membuat daftar dari akta proses terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga h. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan i. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud huruf h atau daftar nilai yang berkenaan dengan wasiat ke daftar Pusat Wasiat departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 lima hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya. j. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan k. Mempunyai capstempel yang memuat lambing Negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan; l. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2dua orang saksi yang ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; m. Menerima magang calon notaris. 86 Ketentuan Pasal 16 di atas apabila dikaitkan dengan sumpah seorang Notaris seperti diuraikan sebelumnya bahwa notaris dalam menjalankan jabatannya dilakukan dengan amanah, jujur, seksama, mandiri, dan tidak berpihak. Jujur dimaksud, dapat diartikan bahwa notaris dalam melaksanakan kewajibannya berupaya untuk tidak mencemarkan kepribadiannya dengan cara bertindak yang bertentangan dengan norma-norma yang ada di dalam masyarakat, baik secara individu maupun secara jabatan seperti melakukan kebohongan atau penipuan. Notaris dalam menjalankan tugasnya dengan seksama, dapat diartikan bahwa notaris 86 Pasal 16 ayat 1 Undang-undang UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Universitas Sumatera Utara 70 harus berupaya melaksanakan tugasnya dengan teliti, sehingga memperkecil kemungkinan kecil membuat kesalahan. Mandiri dan tidak berpihak dapat diartikan dengan tidak menggantungkan diri kepada pihak lain dalam melaksanakan tugasnya dan memberlakukan para pihak seimbang, tidak berat sebelah, terutama dalam membuat akta perdamaian, perjanjian dan akta-akta lain dimana ada dua pihak yang menghadap, disamping kehendak para pihak ditampung dalam akta, apabila ada hal-hal yang merugikan salah satu pihak, Notaris akan memberikan nasehat agar tidak ada pihak yang dirugikan. Menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum, memberikan nasehat atau advis hukum yang benar dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku agar kepentingan klien tidak merasa dirugikan di kemudian hari. Kewajiban membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris dalam ketentuan Pasal 16 ayat 1 huruf b UUJN dimaksudkan untuk menjaga keotentikan suatu akta dengan menyimpan akta dalam bentu aslinya, sehingga apabila ada pemalsuan atau penyalahgunaan grosse, salinan, atau kutipannya dapat segera diketahui dengan mudah mencocokkannya dengan aslinya. Kewajiban dalam Pasal 16 ayat 1 huruf b UUJN tidak berlaku, dalam hal notaris mengeluarkan akta dalam bentuk originali seperti pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun, penawaran pembayaran tunai, protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga, akta kuasa, keterangan Universitas Sumatera Utara 71 kepemilikan, atau akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan Pasal 16 ayat 3 UUJN. Alasan penolakan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 16 ayat 1 huruf d UUJN adalah alasan yang mengakibatkan notaris tidak berpihak, seperti adanya hubungan darah atau semenda dengan notaris atau dengan suamiistri, salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan bertindak untuk melakukan perbuatan, atau hal lain yang tidak dibolehkan undang-undang. Penjelasan Pasal 16 ayat 1 huruf e UUJN menyatakan bahwa kewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan akta dan surat-surat lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait dengan akta tersebut. Kewajiban Notaris untuk menjilid akta-akta sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat 1 huruf f UUJN disebabkan akta dan surat yang dibuat notaris sebagai dokumen resmi bersifat otentik memerlukan pengamanan baik terhadap akta itu sendiri maupun terhadap isinya untuk mencegah penyalahgunaan secara tidak bertanggungjawab. Berkaitan dengan daftar wasiat, kewajiban tersebut penting untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap kepentingan ahli waris, yang setiap saat dapat dilakukan penelusuran atau pelacakan akan kebenaran dari suatu akta wasiat yang telah dibuat di hadapan notaris. Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat 1 huruf 1 UUJN tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan memahami isinya, dengan Universitas Sumatera Utara 72 ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman minuta akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan notaris. Hal tersebut berarti bahwa notaris harus hadir secara fisik dan menandatangani akta di hadapan penghadap dan saksi, sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan Pasal 16 ayat 1 huruf 1 UUJN. Akibat hukum jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat 1 huruf 1 dan ayat 7 UUJN tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat 8 UUJN tidak berlaku untuk pembuatan akta wasiat, karena menurut Asser-Meijers sesuai dengan sifat hukum dari ketetapan wasiat yang merupakan perbuatan hukum yang bersifat sangat pribadi hoogs persoonlijk . Sifat pribadi dalam wasiat membawa konsekuensi bahwa pembuatan wasiat tidak boleh diwakilkan kepada orang lain. 87 Ketentuan Pasal 16 UUJN di atas, bila ditelaah lebih jauh dapat diketahui pula bahwa bahwa dalam menjalankan kewajiban profesinya notaris mempunyai kewajiban dan tanggung jawab secara hukum diatur oleh undang-undang . Selain itu, profesi notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus dengan pengetahuan luas untuk melayani kepentingan umum dan untuk menjaga 87 Asser-Meijers, dalam Komar Andasasmita, Hukum Harta Perkawinan Dan Wasiat Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Teori Dan Praktek , INI Jawa Barat, Bandung,1991, hal. 248-249 Universitas Sumatera Utara 73 tegaknya hukum, sehingga dapat menciptakan ketertiban, keamanan dan kepastian hukum di tengah masyarakat. Kewenangan dan kewajiban tersebut disertai dengan larangan bagi Notaris dalam menjalankan jabatannya sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 17 UUJN sebagai berikut : a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 tujuh hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah c. Merangkap sebagai pegawai negeri d. Merangkap jabatan sebagai pejabat Negara e. Merangkap jabatan sebagai advokat. f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Negara, Badan usaha Milik Daerah atau badan usaha swasta. g. Merangkap jabatan sebagai pejabat pembuat akta tanah di luar wilayah jabatan notaris h. Menjadi notaris pengganti i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris. 88 Larangan-larangan tersebut dimaksudkan untuk menjamin kepentingan masyarakat yang memerlukan jasa Notaris. Selanjutnya larangan dalam ketentuan Pasal 17 huruf a UUJN dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum kepada masyarakat dan sekaligus mencegah terjadinya persaingan tidak sehat antar notaris dalam menjalankan jabatannya. Salah satu upaya dalam mencegah persaingan tersebut, notaris hendaknya memperhatikan ketentuan mengenai honorarium yang merupakan hak notaris atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan 88 Pasal 17 Undang-undang UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Universitas Sumatera Utara 74 kewenangannya Pasal 36 UUJN dengan tidak memungut biaya yang terlampau murah dibanding rekan-rekan notaris lainnya, namun dengan tetap melaksanakan kewajiban dalam memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 37 UUJN. Larangan terhadap notaris juga dimuat dalam Keputusan Kongres INI ke XII Tahun 1987 di Bandung, bahwa Notaris dilarang melakukan tindakan yang bertujuan untuk mengiklankan keberadaannya dalam wilayah tugasnya, memasang papan nama di luar batas kewajaran, mengajukan permohonan untuk menjadi notaris pada instansi atau perusahaan tertentu, menempatkan pegawainya di luar kantor, mengirim minuta kepada klien untuk ditandatangani, mencemarkan nama baik rekan sesama notaris, membujuk klien untuk membuat akta padanya dan notaris dilarang menjadi alat untuk orang lain untuk semata-mata menandatangani akta buatan orang lain sebagai akta yang dibuatnya. 89 Berkaitan dengan kedudukan dan wilayah jabatan Notaris, Pasal 18 UUJN menyatakan bahwa notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota, dan mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat kedudukannya. Selanjutnya Pasal 19 ayat 1 UUNN menyatakan, bahwa notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya Pasal 19 ayat 2 UUJN. Dengan hanya mempunyai satu kantor, Notaris dilarang mempunyai kantor cabang, perwakilan, danatau bentuk lainnya, sehingga akta notaris sedapat- 89 Pasal 1 Keputusan Konggres INI ke XII Tahun 1987 di Bandung Universitas Sumatera Utara 75 dapatnya dilangsungkan di kantor Notaris kecuali perbuatan akta-akta tertentu. Notaris dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian dan ketidakberpihakan dalam menjalankan jabatannya, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 20 UUJN. Perserikatan perdata dalam ketentuan tersebut adalah dengan mendirikan kantor bersama Notaris, artinya dalam praktik menjalankan jabatannya, Notaris dapat bekerjasama dengan rekan Notaris lainnya dengan menggunakan fasilitas kantor yang dimiliki secara bersama, akan tetapi masing-masing bertanggung jawab terhadap akta-akta yang dibuat olehdi hadapan Notaris yang bersangkutan. 90 Dalam menjalankan kewenangan dan tugasnya notaris juga tidak terlepas dari adanya kode etik atau etika profesi yang harus dipatuhinya dan menjdi dasar pelaksanan pelaksanaan profesinya. Pengertian etika berasal dari kata “etos” yang berarti kesusilaan, yang berasal dari suara batin manusia yang memberi pengaruh keluar dan etika adalah filsafat moral yang berasal dari kata “mores” yaitu adat istiadat, di mana adat istiadat berada di luar manusia serta memberi pengaruh ke dalam sehingga secara umum arti etika adalah prinsip-prinsip tentang sikap hidup dan perilaku manusia dan masyarakat. 91 Dalam hal ini, Kode Etik Notaris adalah tuntutan atau pedoman moral atau kesusilaan notaris baik selaku pribadi maupun pejabat umum yang diangkat 90 Lihat Pasal 20 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris 91 F. Sukemi, “Varia Peradilan Tahun IV Nomor 36”, Notaris dan Kode Etik Desember 1988, hal. 154. Universitas Sumatera Utara 76 pemerintah dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkannya. Kode etik notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut “perkumpulan” berdasar keputusan kongres perkumpulan dan atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti, dan Notaris Pengganti Khusus”. Pengaturan mengenai kode etik notaris diperlukan sebab untuk mencegah atau dapat dikatakan sebagai pegangan notaris dalam melaksanakan jabatannya sebab seorang notaris dalam menjalankan jabatannya sering mendapat banyak tantangan seperti ingin cepat memperoleh uang atau untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, hal tersebut akan berpengaruh terhadap setiap akta yang dibuatnya dan juga berpengaruh terhadap masyarakat yang menggunakan jasa notaris. Notaris berkewajiban untuk mempunyai sikap, perilaku, perbuatan atau tindakan yang menjaga dan memelihara citra serta wibawa lembaga notariat dan menjunjung tinggi harkat dan martabat notaris, dan dilarang melakukan yang sebaliknya yang dapat menurunkan citra, wibawa maupun harkat dan martabat notaris. Universitas Sumatera Utara 77 Pengawasan dan penegakan kode etik dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Daerah yaitu pada tingkat kota atau kabupaten yang bertugas untuk : 1. Melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung kode etik; 2. Memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik danatau disiplin organisasi, yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung, pada tingkat pertama ; 3. Memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas Daerah atas dugaan pelanggaran kode etik dan jabatan notaris. b. Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Wilayah yaitu pada tingkat propinsi, dengan tugas : 1. Melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung kode etik; 2. Memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik danatau disiplin organisasi, yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung, pada tingkat banding dan dalam keadaan tertentu pada tingkat pertama; Universitas Sumatera Utara 78 3. Memberikan saran atau pendapat kepada Majelis Pengawas Wilayah danatau Majelis Pengawas Daerah atas dugaan pelanggaran kode etik. c. Pada tingkat akhir oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Pusat, yaitu pada tingkat nasional, yang bertugas : 1. Melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung kode etik; 2. Memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik danatau disiplin organisasi, yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung, pada tingkat akhir dan bersifat final. 3. Memberikan saran atau pendapat kepada Majelis Pengawas serta dugaan pelanggaran kode etik. 92 Jika terjadi pelanggaran terhadap kode etik notaris maka akan dijatuhkan sanksi yang disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas pelanggaran yang dilakukan oleh anggota. Sanksi yang dikenakan dapat berupa : a. Teguran; b. Peringatan; c. Schorsing pemecatan sementara dari anggota perkumpulan; d. Onzetting pemecatan dari anggota perkumpulan. 93 92 Ibid., hal. 7-9. 93 Didi Santoso, Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Yang Memuat Dua Perbuatan Hukum , Tesis, Magister Kenotariatan, Undip, Semarang, 2005, hal 37 Universitas Sumatera Utara 79 Adanya kode etik notaris diharapkan notaris dalam menjalankan jabatannya mempunyai perilaku yang baik dan tidak tercela, tidak mengabaikan keluhuran martabat serta melakukan kesalahan-kesalahan lain baik di dalam maupun di luar tugas menjalankan jabatan. Dengan demikian, Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh pemerintah dan pemerintah sebagai organ negara mengangkat notaris bukan semata untuk kepentingan notaris itu sendiri, melainkan juga untuk kepentingan masyarakat luas. Jasa yang diberikan oleh notaris terkait erat dengan persoalan trust kepercayaan diantara para pihak, artinya negara memberikan kepercayaan yang besar terhadap notaris dan dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberian kepercayaan kepada notaris berarti bahwa notaris itu mau tidak mau telah memikul tanggung jawab atasnya. 94 Tanggung jawab ini dapat berupa tanggung jawab secara hukum maupun moral. Profesi notaris merupakan profesi yang berkaitan dengan individu, organisasi profesi, masyarakat pada umumnya dan negara Tindakan notaris akan berkaitan dengan elemen-elemen tersebut. Oleh karenanya, suatu tindakan yang keliru dari notaris dalam menjalankan pekerjaannya tidak hanya akan merugikan notaris itu sendiri namun juga dapat merugikan organisasi profesi, masyarakat dan negara. 95 94 Maferdy Yulius, Posisi Notaris Ditengah Kontroversi Payung Hukum http:www.scribd.comdoc Diakses Tanggal 12 Juli 2010. 95 Abdul Ghofur Anshori. Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika. UII Press. Yogyakarta. 2009, hal 48. Universitas Sumatera Utara 80 Hubungan profesi notaris dengan masyarakat dan negara telah diatur dalam UUJN berikut peraturan perundang-undangan lainnya. Sementara hubungan profesi notaris dengan organisasi profesi notaris diatur melalui kode etik notaris yang ditetapkan dan ditegakkan oleh organisasi notaris. Keberadaan kode etik notaris merupakan konsekuensi logis dari dan untuk suatu pekerjaan yang disebut sebagai profesi. Bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa notaris sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan harus berpegang teguh tidak hanya pada peraturan perundang-undangan semata, namun juga pada kode etik profesinya, karena tanpa kode etik, harkat dan martabat dari profesinya akan hilang. 96

C. Kaidah Penggunaan Bahasa Indonesia Dalam Akta Notaris

Hukum dalam masyarakat berfungsi untuk mengatur segala dimensi kehidupan masyarakat yang senantiasa berhubungan secara timbal balik dengan gejala kemasyarakayan lainnya, termasuk bahasa. Peranan bahasa di dalam bidang hukum sangat penting. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Mahadi, di dalam bidang hukum, bahasa memegang peranan yang amat penting demi tercipta dan terlaksananya hukum di masayarakat. 97 Hanyalah dengan bahasa, manusia dapat dan mampu memahami serta menegakkan dan mempertahankan hukum di dalam masyarakat. Sejalan dengan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara seperti yang dinyatakan dalam Pasal 36 UUD 1945, semua produk hukum dan perundang- 96 Maferdy Yulius, Op.Cit., http:www.scribd.comdoc Diakses Juni 2010. 97 Mahadi dan Sabaruddin Ahmad. Op. Cit, hal 36. Universitas Sumatera Utara 81 undangan di Indonesia wajib menggunakan bahasa Indonesia, yang dipertegas lagi di dalam UU No. 24 Tahun 2009. Demikian pula halnya dengan akta perjanjian oleh pihak-pihak yang berkontrak melalui notaris atau yang disebut akta notaris. Hanya saja, Bahasa Indonesia yang digunakan dalam akta notaris memiliki ciri khas atau karakteristik tersendiri yang tampak dalam komposisi, peristilahan, dan gaya pengungkapannya. Terlepas dari karakteristiknya, Bahasa Indonesia dalam akta notaris tetap terikat pada aturan atau kaidah yang berlaku dalam Bahasa Indonesia secara umum. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, hukum mengandung arti peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah, atau otoritas. 98 Hukum menurut Mahadi merupakan serangkaian peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib, yang jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan tersebut akan diambil tindakan berupa hukuman tertentu, yang bertujuan mengatur kehidupan dan tingkah laku manusia dalam masyarakat yang bersifat paksaan demi tercapainya masyarakat yang rukun, damai dan tertib. 99 Bahasa akta erat kaitannya dengan istilah hukum, hukum perdata, akta notaris, bahasa Indonesia, dan bahasa hukum. Akta Notaris terdiri atas dua kata yaitu 98 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1997, hal 360. 99 Lihat Eem suhaimi, Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Akta Notaris, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2009, hal. 5 Universitas Sumatera Utara 82 akta dan notaris. Akta merupakan surat tanda bukti berisi pernyataan tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan, dan disahkan oleh pejabat resmi. 100 Notaris adalah orang yang mendapat kuasa dari pemerintah untuk megesahkan dan menyaksikan berbagai surat perjanjian, surat wasiat, dan sebagainya. 101 Jadi yang disebut akta notaris adalah surat tanda bukti yang berisi pernyataan, baik keterangan pengakuan, maupun keputusan tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan, dan disahkan oleh notaris. 102 Bahasa Hukum adalah, suatu corak penggunaan bahasa yang khas dalam dunia hukum baik dalam wujud karya ilmiah, perundang-undangan, surat-surat perkara, notaris, hakim, pengacara, jaksa, dan lain sebagainya. 103 Dengan demikian Bahasa Indonesia yang digunakan dalam produk hukum lazim disebut bahasa hukum, demikian pula bahasa yang ada di dalam akta notaris. Berdasarkan hasil penelitian, Penggunaan Kata dan Bahasa dalam akta notaris tetap menggunakan Bahasa Indonesia, akan tetapi bentuk struktur dan penulisannya tidak sesuai dengan struktur Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal tersebut tidak mempengaruhi substansi akta yang dimaksud dalam menentukan otentik atau tidaknya suatu akta, karena substansi yang menentukan keotentikan suatu akta tersebut diatur dengan aturan-aturan tertentu. 100 Ibid. Hal. 5 101 Ibid. Hal 5-6 102 Ibid. Hal 6. 103 Mahadi, Op.Cit. hal 49 Universitas Sumatera Utara 83 Sebagaimana yang dinyatakan oleh Teguh Santoso, bahwa bahasa akta notaris tidak tepat dalam penggunaan bahasanya jika dilihat dari sudut pandang struktur Bahasa Indonesia yang baik dan benar, akan tetapi juga tidak dapat dipersalahkan dari sudut pandang Bahasa Hukum. Hal tersebut dikarenakan bahwa bahasa akta notaris mempunyai karakteristik tersendiri yang tidak dapat dipisahkan dengan ruang lingkup hukumnya, sehingga disebut dengan Bahasa Hukum. 104 Hanya saja dalam penerapannya ada aturan-aturan yang menjadikan akta tersebut menjadi suatu akta otentik maupun dokumen resmi negara. Berdasarkan kaidah penggunaan bahasa, akta notaris masih mengalami penyimpangan atau belum seluruhnya sesuai dengan kaidah penggunaan Bahasa Indonesia, baik dari ejaan Bahasa Indonesia, pemilihan kata, dan tata bahasa yang menyangkut pembentukan kata dan penyusunan kalimat. 105

D. Ketentuan Penerapan Penggunaan Kata dan Bahasa dalam Akta Notaris pada Praktek Notaris

Bahasa Indonesia dijadikan bahasa negara dan bahasa resmi negara Indonesia di sebagaiman disebutkan dalam Pasal 36 UUD 1945. Meskipun sudah menjadi bahasa negara, bagi hampir sebagian orang di Indonesia bahasa Indonesia bukan merupakan bahasa ibu, melainkan bahasa kedua yang hanya dipelajari di bangku sekolah. Dalam pemakaiannya di masyarakat, muncul berbagai ragam atau variasi bahasa Indonesia. Variasi bahasa yang timbul menurut situasi dan fungsi yang 104 Hasil wawancara dengan Teguh Santoso, Kepala Balai Bahasa di Banda Aceh, Tanggal 5 Juli 2010. 105 Eem Suhaimi, Op. Cit., hal 13. Universitas Sumatera Utara 84 memungkinkan adanya variasi tersebut oleh Kridalaksana dinamakan ragam bahasa. 106 Ragam bahasa dikelompokkan menjadi ragam bahasa formalresmi dan tidak formaltidak resmi. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap berprestise tinggi dan digunakan oleh kalangan terdidik disebut ragam bahasa bakuformal. Ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam bidang hukum disebut bahasa hukum Indonesia. Menurut Mahadi yang dikutip Sri Hapsari Wijayanti, bahasa hukum Indonesia adalah bahasa Indonesia yang corak penggunaan bahasanya khas dalam dunia hukum. 107 Sebagaimana dijelaskan pada segi penggunaan bahasa dalam sebuah akta juga tidak terlepas dari adanya hubungan antara bahasa dan hukum. Harkristuti Harkrisnowo mengutip pendapat S.T. Alisyahbana mengemukakan bahwa : …baik bahasa maupun hukum merupakan penjelasan kehidupan manusia dalam masyarakat, yang merupakan pula sebagian dari penjelmaan suatu kebudayaan pada suatu tempat dan waktu . … bahasa dan hukum itu saling berhubungan, saling pengaruh, malahan dianggap sebagai penjelmaan masyarakat dan kebudayaan, yang sebaliknya pula dipengaruhi baik oleh bahasa maupun oleh hukum…” 108 Dalam masyarakat manapun, hukum, sebagai salah satu sarana untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban sosial, dirumuskan utamanya melalui bahasa, walau ada simbol-simbol lain yang juga cukup penting untuk menetapkan hukum. 109 106 Nasucha, Yakub, Muhammad Rohmadi, dan Agus Budi Wahyudi. Bahasa Indonesia untuk Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Media Perkasa, Surakarta, 2009. hal 12. 107 Sri Hapsari Wijayanti, Bahasa Hukum dalam Surat Perjanjian, Artikel, HKI, UNIKA Admajaya, September – Desember 2009, hal 1,. 108 Harkristuti Harkrisnowo, Op.Cit., http:www.legalitas.org Diakses Maret 2010 109 Ibid ., http:www.legalitas.org Diakses Maret 2010 Universitas Sumatera Utara 85 Hukum hanya dapat berjalan efektif manakala ia dirumuskan dengan tegas dan mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam suatu masyarakat, dan harus dapat dikomunikasikan dengan baik pada subyek-subyek hukum yang dituju. Apabila anggota masyarakat tidak memahami makna ketentuan hukum yang dirumuskan, dapat diduga bahwa akibatnya akan menyebabkan aturan hukum tersebut tidak dapat berjalan. Dari sisi lain, apabila hukum tidak dirumuskan dengan jelas dan para pelaksana dan penerapnya di lapangan pun tidak memahaminya hal ini jelas akan berdampak pada mutu penegakan hukum tersebut. Terungkapnya kekurangsempurnaan penerapan bahasa hukum, dalam penulisan dokumen-dokumen hukum dapat ditelusuri dari sejarah sebagaimana telah diurakan pada bagian pendahuluan. Mahadi yang dikutip Harkrisnowo menambahkan bahwa kalangan hukum cenderung : a Merumuskan atau menguraikan sesuatu dalam kalimat yang panjang dengan anak kalimat; b Menggunakan istilah khusus hukum tanpa penjelasan; c Menggunakan istilah ganda atau samar-samar; d Menggunakan istilah asing karena sulit mencari padanannya dalam bahasa Indonesia; e Enggan bergeser dari format yang ada misalnya dalam akta notaris. Hal-hal tersebut menempatkannya dalam dunia tersendiri seakan terlepas dari dunia bahasa Indonesia umumnya. Tidak heran jika dokumen hukum, seperti peraturan perundang-undangan, surat edaran lembaga, surat perjanjian, akta notaris, putusan pengadilan, dan berita acara pemeriksaan, sulit dipahami masyarakat awam. 110 110 I bid ., http:www.legalitas.org Diakses Maret 2010 Universitas Sumatera Utara 86 Akan tetapi, sebagian orang menganggap semua itu merupakan karakteristik bahasa hukum dalam hal kekhususan istilah, kekhususan komposisi, dan kekhususan gaya bahasa. Meskipun diakui bahasa hukum Indonesia memiliki karakteristik tersendiri dalam hal istilah, komposisi, dan gaya bahasanya, bukan berarti hanya dapat dimengerti oleh ahli hukum atau orang-orang yang berkecimpung di dalam hukum. 111 Selanjutnya dengan berlakunya Undang-undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, banyak sekali di antara berbagai kalangan, khususnya di kalangan ahli hukum yang mengkhawatirkan bunyi ketentuan Pasal 25 UU No. 24 Tahun 2009, yang menentukan Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara sesuai berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa. Pasal 27 Undang-Undang No. 24 Tahun 2009, juga ditentukan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi Negara, yang dimaksud “dokumen resmi negara” adalah antara lain surat keputusan, surat berharga, ijazah, surat keterangan, surat identitas diri, akta jual beli, surat perjanjian, putusan pengadilan. Jadi dokumen negara juga meliputi akta yang dibuat notaris, yaitu akta jual beli, 111 Natabaya, H.A.S. Dalam Hasan Alwi, Dendy Sugono, Abdul Rozak Zaidan Ed.. Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi:Pemantapan Peran Bahasa sebagai Sarana Pembangunan Bangsa. Depdiknas., Jakarta, 2000, hal. 301. Universitas Sumatera Utara 87 surat perjanjian dan berbagai akta lainnya. Hal ini juga ditentukan dalam UUJN bahwa Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan undang-undang. Demikian pula dengan Pasal 31 Undang-undang No. 24 Tahun 2009 menentukan bahwa : 1 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia. 2 Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut danatau bahasa Inggris. Ketentuan kedua pasal diatas berlaku bagi kalangan profesi hukum dan klien- klien mereka dari dunia usaha, karena semuanya menafsirkan bahwa semua perjanjian atau dokumen hukum yang akan mereka buat dan tanda-tangani harus berbahasa Indonesia, atau setidak-tidaknya dalam 2 dua bahasa, bila tidak maka perjanjian tersebut dapat dianggap melanggar ketentuan undang-undang. Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata Indonesia menjadi batal demi hukum van rechtswege nietig atau void by operation of law atau void ab initio karena tidak memenuhi kriterium kausa yang halal geoorloofde oorzaak . Di kalangan praktisi hukum sendiri masih timbul perbedaan penafsiran terhadap bahasa hukum. Pentingnya peran bahasa dalam pembuatan dokumen hukum ditekankan pula oleh Suryomurcito bahwa banyak layanan produk hukum yang berbasis bahasa, seperti korespondensi dengan klien atau dengan Ditjen Universitas Sumatera Utara 88 Hak Kekayaan Intelektual HKI, surat teguransomasi, iklan peringatan, laporan polisi, gugatan, permohonan pendaftaran merek, hak cipta, paten, dan sebagainya, dan penerjemahan jenis barangjasa, draf perjanjian. 112 Bahasa Hukum yang lebih cenderung meiliki penafsiran ganda tentu saja dapat membingungkan masyarakat, sehingga terjadi perbedaan cara dalam penerapannya. Hal ini sangat mempengaruhi masyarakat dalam melaksanakan kewajiban untuk mematuhi dokumen hukum yang dihasilkan. Karena semua itu ditujukan untuk dimanfaatkan dan diinformasikan kepada masyarakat umum, sudah selayaknya penulisannya dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar mendapat perhatian besar. Putusan simposium 1974 waktu itu sudah tepat dengan memasukkan bahasa Indonesia dalam kurikulum di fakultas hukum dan melibatkan ahli bahasa Indonesia di dalam penyusunan rancangan peraturan-peraturan hukum. Dengan kata lain, dibutuhkan penulis dokumen hukum yang memahami ketentuan perundang- undangan yang menjadi landasannya, tetapi juga yang memiliki keterampilan dan pengetahuan menulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Harkristuti Harkrisnowo mengutip pendapat S.T. Alisyahbana mengemukakan bahwa : …baik bahasa maupun hukum merupakan penjelasan kehidupan manusia dalam masyarakat, yang merupakan pula sebagian dari penjelmaan suatu kebudayaan pada suatu tempat dan waktu. … bahasa dan hukum itu saling berhubungan, saling pengaruh, malahan dianggap sebagai penjelmaan 112 Suryomurcito, Gunawan. 2009. Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar? Capek Deh Good English ? Capek Banget Deh Makalah dalam Seminar HKI, 15 April di Unika Atma Jaya. Universitas Sumatera Utara 89 masyarakat dan kebudayaan, yang sebaliknya pula dipengaruhi baik oleh bahasa maupun oleh hukum…” 113 Dalam masyarakat manapun, hukum, sebagai salah satu sarana untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban sosial, dirumuskan utamanya melalui bahasa, walau ada simbol-simbol lain yang juga cukup penting untuk menetapkan hukum. 114 Hukum hanya dapat berjalan efektif manakala ia dirumuskan dengan tegas dan mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam suatu masyarakat, dan harus dapat dikomunikasikan dengan baik pada subyek-subyek hukum yang dituju. Apabila anggota masyarakat tidak memahami makna ketentuan hukum yang dirumuskan, dapat diduga bahwa akibatnya akan menyebabkan aturan hukum tersebut tidak dapat berjalan. Dari sisi lain, apabila hukum tidak dirumuskan dengan jelas dan para pelaksana dan penerapnya di lapangan pun tidak memahaminya hal ini jelas akan berdampak pada mutu penegakan hukum tersebut. Di Kota Banda Aceh dalam praktek penggunaan bahasa hukum ini juga diketahui bahwa dalam membuat dan menyusun suatu akta khususnya dalam merumuskan atau menguraikan sesuatu dalam kalimat yang panjang dengan anak kalimat sering ditemukan adanya istilah khusus hukum tidak disertai dengan penjelasan, menggunakan istilah ganda atau samar-samar, istilah asing karena sulit mencari padanannya dalam bahasa Indonesia. Kondisi ini menempatkannya 113 Harkristuti Harkrisnowo, Op.Cit., http:www.legalitas.org Diakses Maret 2010 114 Ibid . Universitas Sumatera Utara 90 masyarakat pengguna jasa notaris dalam dunia tersendiri seakan terlepas dari dunia bahasa Indonesia umumnya. Oleh karena itu, dokumen hukum, seperti peraturan perundang-undangan, surat edaran lembaga, putusan pengadilan, dan berita acara pemeriksaan, bahkan surat perjanjian, akta notaris, sulit dipahami masyarakat awam. Demikian pula halnya di kalangan praktisi hukum sendiri juga masih timbul perbedaan penafsiran terhadap bahasa hukum. Hal ini menyebabkan banyak layanan produk hukum yang berbasis bahasa masih belum tepat penggunaan bahasa hukumnya, termasuk dalam hal ini mengenai penggunaan kata dan bahasa dalam Akta Notaris. 115 Penerapan penggunaan kata dan bahasa hukum dalam akta notaris menurut Sabaruddin Salam dalam pelaksanaannya yang harus menjadi perhatian notaris terlebih dahulu adalah dengan menelaah jenis-jenis akta yang akan dibuat, baik akta yang dibuat olehdi hadapan notaris yaitu akta otentiknotaris, legalisasi, dan waarmerking . Terhadap akta yang memenuhi syarat sebagai akta otentik maka dapat dibuat akta notarisnya, tetapi apabila syarat suatu akta otentiknotaris tidak dapat terpenuhi maka dapat dilakukan dengan legalisasi yang mana notaris hanya bertanggung jawab terhadap tandatangan para pihak saja, dan terakhir adalah waarmerking dilakukan apabila syarat untuk menjadi akta otentik dan legalisasi tidak dapat terpenuhi maka dapat dilakukan waarmerking. 116 115 Hasil Wawancara dengan Teguh Santoso Kepala Balai Bahasa di Banda Aceh, Tanggal 5 Juli 2010. 116 Wawancara dengan Notaris Sabaruddin Salam, Notaris di Banda Aceh, Tanggal 19 Juli 2010 Universitas Sumatera Utara 91 Legalisasi dalam hal ini menurut Tan Thong Kie adalah akta dibawah tangan yang belum ditandatangani diberikan kepada notaris dan di hadapan notaris ditandatangani oleh orangnya, setelah isi akta dijelaskan oleh notaris voorhouden kepadanya. 117 Di dalam suatu akta notaris, substansi yang paling utama dilihat berkaitan dengan kata dan bahasa adalah awal akta, komparisi, dan premisse akta. Ketiga bagian akta tersebut apabila salah dalam penulisannya, maka dapat menjadikan atau mempengaruhi keabsahankeotentikan. Dengan kata lain substansi akta yang berkaitan dengan kata dan bahasa adalah awal akta, komparisi, dan premisse akta, hal ini sangat mempengaruhi sahtidak sah suatu akta, dapat dibatalkan suatu akta, maupun suatu akta batal demi hukum. Hal ini dibenarkan oleh beberapa notaris yang berhasil ditemui yang pada umumnya mengatakan bahwa mengenai penggunaan kata dan bahasa dalam Akta Notaris memang masih terdapat berbagai perbedaan penafsiran. Penggunaan kata dan bahasa di dalam akta masih ditemukan adanya penggunaan bahasa hukum yang membingungkan masyarakat walaupun sebenarnya pihak notaris sendiri telah berupaya untuk menjelaskan berbagai hal yang menyangkut penggunaan kata dan bahasa akta tersebut dalam lima bagian akta notaris yang meliputi, kepala akta, komparisi, premise, isi akta dan akhir akta. Namun demikian, tidak semua pihak 117 Tan Thong Kie, Buku I Studi Notariat, Serba Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2008, hal 520 . Universitas Sumatera Utara 92 dapat memahami bahasa hukum yang dipakai dalam akta notaris. Padahal penggunaan bahasa akta sangat penting guna menentukan keotentikan suatu akta notaris. 118 Keterangan di atas menunjukkan bahwa penyusunan atau pembuatan akta notaris tidak terlepas dari adanya berbagai unsur bahasa hukum yang menjamin keotentikan suatu akta. Namun dalam pelaksanaannya kekurangsempurnaan di dalam penggunaan kata dan bahasa hukum, yang tercermin dalam penulisan dokumen-dokumen hukum yang dibuat notaris membuktikan bahwa bahasa hukum yang digunakan belum sepenuhnya sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, dan ada yang tidak sesuai dengan aturan-aturan, konsepsi-konsepsi, ukuran yang telah ditetapkan termasuk sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 31 Undang-undang No. 24 Tahun 2009. Kondisi ini menunjukkan bahwa bahasa hukum sebagai sarana komunikasi di bidang hukum yang merupakan bahasa Indonesia di dalam dokumen-dokumen hukum, sulit dipahami oleh masyarakat awam sehingga pemakaian bahasa Indonesia dalam bidang hukum masih perlu disempurnakan sehingga istilah asing Belanda atau Inggris yang kurang dipahami maknanya dan belum konsisten, diksinya belum tepat, kalimatnya panjang dan berbelit-belit dapat diminimalisir atau dikurangi. Oleh karena itu, Penggunaan bahasa hukum ini dalam praktek khususnya dalam membuat 118 Wawancara dengan Notaris Ali Gunawan, T. Irwansyah dan Sabaruddin Salam Notaris di Banda Aceh, Tanggal 24 – 25 Juni dan 19 Juli 2010 Universitas Sumatera Utara 93 dan menyusun suatu akta diupayakan tidak lagi menggunakan istilah ganda atau samar-samar. Pada kenyataannya baik pihak notaris maupun klien sebagian besar tidak sepenuhnya memahami mengenai kewajiban penggunaan kata dan bahasa hukum dalam akta notaris. Hal ini disebabkan karena mengenai penggunaan kata dan bahasa hukum tidak ada pengaturannya secara khusus dalam Undang-undang Jabatan Notaris UUJN. UUJN hanya mengatur mengenai bentuk akta notaris, serta subjek notaris sebagai pejabat yang berwenang membuat akta otentik, kewenangan, hak dan kewajiban notaris. Sedangkan mengenai penggunaan kata dan bahasa dalam praktik lebih didasarkan atas permintaan masyarakat penghadap atau klien yang membutuhkan jasa notaris. Lebih lanjut Ali Gunawan mengatakan bahwa penerapan penggunaan kata dan bahasa dalam akta notaris sampai saat ini belum ada yang bertentangan dengan Undang-undang ataupun peraturan sejenisnya, dikarenakan tidak ada aturan khusus tentang bahasa akta, hanya saja di dalam penerapan kata dan bahasa akta yang baik, benar dan tepat seorang notaris harus memiliki kemampuan untuk menafsirkan bahasa hukum. 119 Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa dalam pelaksanaannya penerapan kata dan bahasa hukum dalam suatu akta notaris dilakukan atas dasar permintaan 119 Wawancara dengan Notaris Ali Gunawan, Notaris di Banda Aceh, Tanggal 24 Juni 2010 Universitas Sumatera Utara 94 dari klien notaris mengenai permasalahan yang akan dituangkan dalam akta. Notaris pada saat hendak menuangkan permasalahan tersebut dalam akta terlebih dahulu menelaah jenis akta yang dikehendaki oleh penghadap khususnya mengenai syarat yang diperlukan, baik berupa akta otentiknotaris, legalisasi maupun waarmerking. Legalisasi dalam hal ini adalah tindak notaris untuk mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. 120 Sedangkan waarmerking adalah membukukan surat-surat dibawahtangan dengan mendaftarkannya dalam buku khusus. 121 Hal ini dilakukan untuk dapat membuat atau menuangkan kata dan bahasa yang tepat pada awal akta, komparisi, dan premisse akta sebagai substansi yang harus ada dalam sebuah akta notaris. 120 Sutrisno, Kumpulan Peraturan UUJN, Laboratorium Klinis, USU, Medan, 2007, hal 190. 121 Ibid ., hal 191 Universitas Sumatera Utara 95

BAB III HAMBATAN YANG DIHADAPI NOTARIS DALAM PENGGUNAAN KATA

DAN BAHASA DALAM AKTA NOTARIS Profesi Notaris merupakan instansi yang membuat akta yang menjadi alat bukti tertulis dan mempunyai sifat otentik yang kewenangannya tidak hanya di kantor saja, wajib juga melaksanakan pekerjaannya dalam keadaan terpaksa misalnya di dalam suatu kapal ada seorang membutuhkan Notaris untuk membuat wasiat. Berkaitan dengan peranannya sebagai Pejabat Umum, maka Notaris disebutkan pada Pasal 15 ayat 2 berwenang untuk a Mengesahkan tandatangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus, b Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus, c Membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan, d Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya, e Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta, f Membuat akta yang berkaitan dengan pertambahan; atau g Membuat akta risalah lelang. Pasal 16 ayat 1 huruf l UUJN, juga menyatakan bahwa Notaris berkewajiban membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit dua orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris. 83 Universitas Sumatera Utara 96 Selanjutnya sebagaimana diketahui bahwa akta notaris yang dibuat oleh notaris merupakan akta otentik. Oleh karena itu, akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa menurut ketentuan- ketentuan yang telah ditetapkan baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan. Syarat-syarat yang diperlukan agar suatu akta dapat disebut sebagai suatu akta otentik adalah pertama suatu akta otentik harus memenuhi kekuatan pembuktian lahir, formil dan materil, serta harus memenuhi syarat otentisitas seperti yang dipersyaratkan dalam UUJN dan berbagai ketentuan perundang-undang yang terkait lainnya. Sabarudin Salam dan Ali Gunawan membenarkan hal tersebut bahwa Terhadap akta yang memenuhi syarat sebagai akta otentik maka dapat dibuat akta notarilnya, tetapi apabila syarat untuk dapat terpenuhinya suatu syarat akta otentiknotaris tidak dapat terpenuhi maka dapat dilakukan dengan legalisasi yang mana notaris hanya bertanggung jawab terhadap tandatangan para pihak saja, dan terakhir adalah waarmerking dilakukan apabila syarat untuk menjadi akta otentik dan legalisasi tidak dapat terpenuhi maka dapat dilakukan waarmerking. Terhadap akta notaris, maka substansi yang paling utama dilihat berkaitan dengan kata dan bahasa adalah awal akta, komparisi, dan premisse akta. Ketiga bagian akta tersebut Universitas Sumatera Utara 97 apabila salah dalam penulisannya maka bisa jadi keabsahankeotentikan suatu akta tidak sah, dapat dibatalkan, maupun batal demi hukum. 122 Notaris dalam membuat akta tidak mungkin bisa disalahkan, karena tugas notaris itu hanya sebagai seketaris dari masyarakat yang menghendakinya. Notaris hanya mengkonstatir atas apa yang terjadi, apa yang diberikan kepadanya, apa yang dilihat dan dialaminya saja, serta mencatatnya dalam suatu akta. Namun pengertian ini tidak selalu dapat diterapkan dalam setiap keadaan. 123 Notaris berkewajiban untuk mengetahui peraturan hukum yang berlaku di Indonesia, bahkan kalau dapat juga berbagai peraturan yang berlaku di Negara lain bersifat Internasional. Notaris harus mengetahui hukum apa yang berlaku pada para pihak yang meminta bantuannya untuk membuat akta, karena itulah pemerintah menetapkan untuk bisa menjadi notaris, seseorang sarjana hukum harus mengikuti pendidikan kenotariatan. Untuk mengikuti perkembangan peraturan yang ada, tidak semua notaris mampu melaksanakannya. Oleh karena itu, organisasi profesi notaris, seperti Ikatan Notaris Indonesia INI selalu berusaha mengadakan pembekalan up grading dan penyegaran pengetahuan refreshing bagi para anggotanya. Pada kesempatan itulah Ikatan Notaris Indonesia INI memberitahukan kepada 122 Wawancara dengan Notaris Ali Gunawan dan Sabaruddin Salam, Notaris di Banda Aceh, Tanggal 24 Juni dan 19 Juli 2010 123 Mudofir Hadif, Pembatalan Isi Akta Notaris Dengan Putusan Hakim , Varia Peradilan No. 72 September 1991, hal 1 4 2 . Universitas Sumatera Utara 98 anggotanya adanya peraturan-peraturan yang baru. Di samping itu, seringkali Ikatan Notaris Indonesia INI menyebarkan peraturan-peraturan yang baru melalui majalahnya yaitu media notariat. Demikian pula halnya dalam penggunaan bahasa hukum yang tepat juga menjadi jaminan atas keotentikan akta yang dibuat oleh notaris. Teguh Santoso mengatakan bahwa penggunaan bahasa hukum yang tepat dan sesuai dengan bahasa Indonesia yang dipergunakan dalam bidang hukum, perlu diperhatikan oleh notaris mengingat kewenangan notaris dalam membuat akta otentik dan mempunyai karakteristik tersendiri. Oleh karena itu bahasa hukum Indonesia tetap harus memenuhi syarat-syarat dan kadiah-kaidah bahasa Indonesia. 124 Namun demikian dalam pelaksanaannya sebagaimana diketahui notaris dalam melaksanakan kewenangannya dan kewajibannya juga selalu berhadapan dengan berbagai hambatan. Salah satu hambatan yang dihadapi notaris dalam melaksanakan kewenangannya adalah penggunaan kata dan bahasa dalam akta notaris, baik bahasa hukum maupun bahasa Indonesia pada umumnya yang dengan sendirinya dapat berpengaruh terhadap keotentikan akta yang dibuat notaris. Hambatan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai sebab baik yang berasal dari notaris sendiri maupun hambatan yang berasal dari klien yang datang menghadap. Untuk lebih jelasnya mengenai hambatan tersebut dapat dilihat pada uraian berikut. 124 Hasil Wawancara dengan Teguh Santoso Kepala Balai Bahasa di Banda Aceh, Tanggal 5 Juli 2010. Universitas Sumatera Utara 99

A. Hambatan yang berasal dari Notaris sebagai Pembuat Akta

Hambatan yang dihadapi notaris dalam penggunaan kata dan bahasa hukum dalam akta notaris seperti halnya di Kota Banda Aceh. Adapun hambatan yang dihadapi oleh Notaris antara lain dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Kurang teliti notaris dalam memeriksa penggunaan kata dan bahasa akta yang telah dibuatnya. Kurang teliti yang dimaksud disini adalah notaris dalam membuat suatu akta biasanya terlebih dahulu membuat suatu draf sebagai bakal akta yang disusunnya. Namun kemudian setelah draf akta seleai dibuat notaris tidak lagi memeriksa mengenai penggunaan kata dan bahasa hukum maupun bahasa Indonesia terhadap suatu perbuatan hukum tetapi langsung menuangkan contoh draf akta dimaksud menjadi akta sebagaimana yang selanjutnya setelah ditandatangani para penghadap atau kliennya langsung menjadi minuta akta. Hal ini dibenarkan oleh Cakmat Harahap bahwa salah satu penyebab terjadinya hambatan dalam penggunaan kata dan bahasa hukum dalam akta notaris oleh seorang notaris adalah kurang telitinya notaris dalam memeriksa kembali akta yang dibuatnya sebelum dilakukan penandatanganan sehingga seringkali kesalahan baru disadari setelah akta ditandatangani dan dikeluarkan salinannya. 125 Di samping juga dalam praktek notaris sering melakukan penggunaan akta yang telah ada untuk 125 Hasil Wawancara dengan Cakmat Harahap, Ketua Majelis Pengawas Daerah MPD Kota Banda Aceh, 6 Juli 2010. Universitas Sumatera Utara 100 suatu hal yang memiliki kesamaan seperti mempergunakan draf akta sewa menyewa dengan hanya mengganti subjek dan objek dari perjanjian saja. 126 Uraian keterangan di atas, jelas menunjukkan bahwa salah satu hambatan yang dihadapi notaris dalam penggunaan kata dan bahasa dalam akta notaris adalah akibat kurang teliti notaris dalam memeriksa penggunaan kata dan bahasa hukum atau bahasa Indonesia yang tepat untuk mendeskripsikan perbuatan hukum dalam akta yang telah dibuatnya. Selain dari kurang teliti notaris dalam memeriksa penggunaan kata dan bahasa dalam akta, faktor lain yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam penggunaan kata dan bahasa dalam akta notaris adalah akibat kelalaian notaris yang menyerahkan tugas penyusunan kepada karyawannya. Hal ini dalam praktek sering terjadi karena sebagian notaris mempekerjakan karyawan yang telah berpengalaman dalam menyusun berbagai jenis akta dan notaris hanya memberikan petunjuk dalam penyusunannya saja sehingga notaris hanya melakukan pemeriksaan akta tersebut pada saat penandatangan akta dilakukan. Dalam hal ini Notaris hanya menandatangani akta saja sedangkan penyusunannya dilakukan oleh karyawannya. 127 Kondisi ini menunjukkan bahwa notaris telah melakukan suatu perbuatan yang sebenarnya dapat mengakibatkan rusaknya nama baik notaris dan tindakan 126 Hasil Wawancara dengan Riza Nizarli, Ketua Majelis Pengawas Daerah MPD Kota Banda Aceh, 8 Juli 2010. 127 Hasil Wawancara dengan Cakmat Harahap, Ketua dan Anggota Majelis Pengawas Daerah MPD Kota Banda Aceh, 6 dan 8 Juli 2010. Universitas Sumatera Utara 101 tersebut dapat melanggar kode etik notaris. Akibat tindakan tersebut tentunya menyebabkan terjadinya hambatan dalam penerapan kata dan bahasa hukum yang tepat dalam sebuah akta karena dapat saja karyawan yang bersangkutan masih terbatas kemampuannya dalam memahami permasalahan yang diajukan klien. 2. Perbedaan pemahaman antara Notaris dengan kehendak dan keinginan klien Perbedaan pemahaman terhadap kehendak dan keinginan klien dengan notaris juga dapat menjadi penghambat dalam penggunaan kata dan bahasa yang tepat dalam sebuah akta notaris khususnya pemahaman suatu perbuatan hukum dari bahasa sehari-hari dengan bahasa hukum yang terdapat dalam ketentuan perundang-undangan. Hal ini disebabkan karena pada saat mengajukan suatu permasalahan untuk dibuatkan atau dituangkan dalam sebuah akta dapat saja terjadi perbedaan pemahaman antara notaris dengan penghadap atau kliennya. Hal ini tentunya dapat menjadi hambatan bagi notaris dalam merealisaikan akta yang diinginkan penghadap atau klien notaris. 128 Pendapat ini diakui oleh para notaris lainnya yang berhasil ditemui, seperti Yusrawati, Evi Melwinta Morin, dan Ernalita. Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa hambatan yang berasal dari dalam hal penggunaan kata dan bahasa yang tepat dalam sebuah akta notaris adalah karena kurang teliti notaris dalam memeriksa penggunaan kata dan bahasa akta yang telah dibuatnya, kelalaian Notaris dengan menyerahkan tugas penyusunan akta kepada karyawannya dan perbedaan pemahaman antara notaris dengan kehendak dan 128 Wawancara dengan Notaris Ali Gunawan, T. Irwansyah, Evi Melwinta dan Sabaruddin Salam Notaris di Banda Aceh, Tanggal 24 – 25 Juni dan 19 Juli 2010. Universitas Sumatera Utara 102 keinginan klien. Hambatan yang dihadapi dan berasal dari notaris merupakan tanggung jawab notaris sebagai pejabat pembuat akta. Oleh karena itu, notaris dituntut untuk lebih teliti dalam melaksanakan tugasnya dan dapat memberikan penyuluhan dan pemahaman hukum khususnya yang menyangkut akta notaris baik bagi klien maupun masyarakat di wilayah tugasnya. Dalam hal ini tanggung jawab seorang notaris terhadap akta yang dibuatnya adalah sejauh mana suatu akta tersebut menghendaki kepentingan para pihak terhadap akta tersebut, dan hal tersebut sulit untuk dibatasi. Dengan kata lain notaris bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya adalah sampai akhir hayatnya. Apabila terjadi kesalahan dalam penggunaan kata dan bahasa dalam akta, maka notaris bertanggung jawab untuk merenvoinya merubahnya atau bertanggung jawab atas sanksi hukum yang ada apabila kesalahan tersebut fatal dan menimbulkan akibat hukum yang menuntut seorang notaris menjalani sanksi hukum yang ada. Oleh karena itu, kemampuan sumber daya intelektual dan pengetahuan seorang notaris dalam memahami berbagai permasalahan yang diutarakan oleh penghadap atau kliennya. Evi Melwinta Morin mengatakan bahwa dilihat dari aspek notaris sebagai pembuat akta, maka faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam penggunaan kata dan bahasa baik bahasa hukum maupun bahasa Indonesia sering terjadi karena kurangnya pengetahuan notaris dalam bidang hukum, kurangnya ketelitian notaris dalam membuat akta, adanya penafsiran hukum yang berbeda dari Universitas Sumatera Utara 103 para pihak serta adanya perbedaan maksud dan tujuan para pihak atas perbuataan hukum yang dituangkan dalam akta. 129 T. Irwansyah juga membenarkan bahwa ketidakmampuan notaris dalam menerapkan penggunaan kata dan bahasa yang benar dan tepat dalam suatu akta notaris merupakan faktor penghambat dalam menerapkan kata dan bahasa yang baik dan benar, adalah faktor sumber daya manusianya terutama dari diri si notaris sendiri, seperti kurangnya kemampuan si notaris dalam menafsirkan bahasa hukum akta, kurang tanggap terhadap adanya suatu perbuatan hukum yang diajukan oleh para pihak dan kurangnya notaris dalam bersosialisasi dalam lingkup organisasi notaris baik lokal maupun nasional. 130 Dengan demikian, jelaslah bahwa hambatan yang dihadapi notaris dalam penggunaan kata dan bahasa hukum dalam akta notaris khususnya yang berasal dari notaris didominasi oleh kemampuan sumber daya manusia dari notaris dalam memahami aturan hukum dan menafsirkan bahasa hukum, ketelitian notaris dalam menyusun dan memeriksa kembali akta yang dibuatnya atau akta yang menjadi tanggung jawabnya dan pemahaman notaris terhadap pemasalahan yang diajukan.

B. Hambatan yang Berasal dari Klien Pengguna Jasa Notaris

Penerapan penggunaan kata dan bahasa dalam akta notaris selain hambatan yang berasal dari notaris juga terdapat hambatan yang berasal dari masyarakat atau 129 Wawancara dengan Notaris Evi Melwinta Morin Notaris di Banda Aceh, Tanggal 25 Juni 2010. 130 Wawancara dengan Notaris T. Irwansyah Notaris di Banda Aceh, Tanggal 25 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara 104 klien pengguna jasa notaris. Adapun hambatan yang dihadapi oleh Notaris dalam penerapan penggunaan kata dan bahasa yang berasal dari masyarakat antara lain sebagai berikut. 1. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap kata dan bahasa yang mendeskripsikan perbuatan hukum dalam akta. 2. Adanya penafsiran hukum yang berbeda dari para pihak penghadap yang akan dituangkan dalam akta. 3. Adanya perbedaan maksud dan tujuan para pihak penghadap atas perbuataan hukum yang dituangkan dalam akta. Mengenai hambatan yang berasal dari masyarakat atau klien pengguna jasa notaris ini Ali Gunawan menjelaskan bahwa ketiga hal tersebut merupakan hal yang sangat sering menjadi kendala dalam merealisasikan sebuah akta sebagaimana yang dimintakan oleh klien. Kesalahan dalam penafsiran oleh notaris maupun para pihak dapat juga diakibatkan oleh kesalahan penyampaian maksud dan tujuan dari para pihak terhadap perbuatan hukum yang menjadi kehendak para pihak. 131 T. Irwansyah juga menjelaskan bahwa dalam hal hambatan dalam penerapan kata dan bahasa dalam akta yang berasal dari masyarakat pengguna jasa notaris disebabkan karena kurangnya tanggapan dari para pihak ketika notaris sedang membacakan dan menjelaskan tentang akta yang dimintakan kepadanya, rendahnya pemahaman para pihak terhadap perbuatan hukum yang dilakukan, adanya 131 Wawancara dengan Notaris Ali Gunawan, Notaris di Banda Aceh, Tanggal 24 Juni dan 19 Juli 2010. Universitas Sumatera Utara 105 penafsiran yang berbeda antar para pihak karena para pihak menafsirkan sendiri apa yang terdapat di dalam akta tanpa bertanya kepada notaris. 132 Mengenai hambatan dari pihak masyarakat pengguna jasa notaris Evi Melwinta mengatakan bahwa selain dari kurangnya pemahaman masyarakat di bidang hukum dan bahasa hukum juga dapat diakibatkan karena sikap masyarakat yang menganggap remeh makna dari isi akta yang dibuat notaris. Hal ini dapat dilihat pada saat pembacaan akta oleh notaris para pihak sering tidak berkosentrasi untuk mendengarkan akta yang dibacakan oleh notaris. Misalnya salah satu pihak melakukan pembicaraan lain melalui telepon selular, sehingga akta yang telah dibacakan dan dijelaskan notaris di anggap oleh notaris telah dimengerti oleh para pihak sendiri. Keadaan seperti ini terjadi karena mereka para pihak merasa bosan dengan bentuk kata dan bahasa akta yang mereka anggap biasa-biasa saja, kaku, berbelit-belit, membingungkan, dan tidak “to de point “ tidak langsung ke sasarantujuan. 133 Demikian pula halnya dengan adanya perbedaan suku dan bahasa dari para pihak dan termasuk notaris, dapat menyebabkan kesalahan dalam menafsirkan arti dari kata dan bahasa hukum dalam akta notaris. Oleh karena itu, akibat hukum yang ditimbulkan akibat kesalahan penggunaan kata dan bahasa dalam akta sangat 132 Wawancara dengan Notaris T. Irwansyah Notaris di Banda Aceh, Tanggal 25 Juni 2010. 133 Wawancara dengan Notaris Evi Melwinta Notaris di Banda Aceh, Tanggal 25 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara 106 bervariasi ada akibat yang merugikan diri si notaris sendiri, para pihak dan notaris, para pihak itu sendiri, serta ahli waris dari para pihak yang bersangkutan. Selain dari hambatan dari notaris pembuat akta dan hambatan dari klien masyarakat pengguna jasa notaris, dapat pula dikemukakan hambatan yang dihadapi adalah dari substansi hukumnya. Hal ini dapat disebabkan karena tidak ada ketentuan hukum yang mengatur mengenai kata dan bahasa hukum dalam UUJN dan Pasal 27 Undang-Undang No. 24 Tahun 2009, yang hanya menentukan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi Negara, yang dimaksud “dokumen resmi negara” adalah antara lain surat keputusan, surat berharga, ijazah, surat keterangan, surat identitas diri, akta jual beli, surat perjanjian, putusan pengadilan. Akan tetapi terhadap ketentuan tersebut tidak disertai dengan ketentuan sanksinya. Dalam pelaksanaannya kekurangsempurnaan di dalam penggunaan kata dan bahasa hukum, yang tercermin dalam penulisan dokumen-dokumen hukum yang dibuat notaris membuktikan bahwa bahasa hukum yang digunakan belum sepenuhnya mengandung aturan-aturan, konsepsi-konsepsi, ukuran-ukuran yang telah ditetapkan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, termasuk ketentuan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 25, Pasal 27 dan Pasal 31 Undang-undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan. . Universitas Sumatera Utara 107

BAB IV PENYELESAIAN YANG DITEMPUH APABILA TERJADI KESALAHAN

PENGGUNAAN KATA DAN BAHASA DALAM SUATU AKTA NOTARIS

A. Tanggung Jawab Notaris dalam Pembuatan Akta

Notaris merupakan salah satu profesi yang kepadanya dituntut suatu peran dan tanggung jawab untuk membuat akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 KUH Perdata. Tanggung jawab yang melekat pada diri seorang notaris mulai dari notaris diambil sumpahnya atau janjinya sampai dengan notaris pensiun pada usia yang ditentukan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris. Agar tanggung jawab seorang notaris dapat dilakukan berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris dan peraturan perundang-undangan lainnya, maka diperlukan juga adanya pengawasan terhadap Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum pembuat akta otentik. Dalam memberikan pelayanan, notaris harus bertanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada masyarakat. Bertanggung jawab kepada diri sendiri artinya notaris bekerja karena integritas moral, intelektual dan professional sebagai bagian dari kehidupannya. Dalam memberikan pelayanan, seorang notaris selalu mempertahankan cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nuraninya. 134 134 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 60. 95 Universitas Sumatera Utara 108 Bertanggung jawab kepada masyarakat, artinya kesediaan memberikan pelayanan sebaik mungkin sesuai dengan profesinya, sehingga menghasilkan layanan yang bermutu yang berdampak positif bagi masyarakat. Pelayanan yang diberikan tidak semata-mata bermotif mencari keuntungan, melainkan juga pengabdian kepada sesama manusia. Bertanggung jawab juga berarti menanggung segala resiko yang timbul akibat pelayanan yang telah diberikan. Dengan tidak terpenuhinya salah satu syarat untuk membuat akta yang ditentukan Undang-undang akan menjadi potensi konflik dalam akta misalnya apabila tidak terpenuhinya Pasal 1320 KUHPerdata. Menurut yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata, dimana untuk memenuhi sahnya suatu perjanjian harus memenuhi 4 empat syarat yaitu : 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Sebab yang halal. Dari keempat syarat- syarat tersebut maka dapat dibedakan atas 2 dua bahagian yakni : 1. Syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena menyangkut orang atau person yang melakukan perjanjian. 2. Syarat ketiga dan keempat disebut objektif karena menyangkut perbuatan yang diperjanjikan. Universitas Sumatera Utara 109 Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif, yaitu objeknya tidak tertentu dan kausa yang terlarang, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Mengenai perjanjian harus mempunyai objek tertentu ditegaskan dalam Pasal 1333 KUH Perdata, yaitu suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya yang kemudian hari jumlah barang tersebut dapat ditentukan atau dihitung. Pasal 1335 KUH Perdata menegaskan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, maka perjanjian itu tidak mempunyai kekuatan. Hal ini membuktikan bahwa setiap perjanjian harus mempunyai kausa yang halal, tetapi menurut Pasal 1336 KUH Perdata jika tidak dinyatakan sesuatu sebab, tetapi ada sesuatu sebab yang halal ataupun jika ada sesuatu sebab lain daripada yang dinyatakan persetujuannya namun demikian adalah sah. Suatu sebab terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum Pasal 1337 KUH Perdata. Dengan demikian suatu perjanjian batal demi hukum jika: 1 tidak mempunyai objek tertentu yang dapat ditentukan; 2 mempunyai sebab yang dilarang oleh undang- undang berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Ketentuan-ketentuan yang jika dilanggar mengakibatkan akta Notaris menjadi mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, disebutkan dengan tegas dalam pasal-pasal tertentu dalam UUJN yang bersangkutan sebagaimana tersebut di atas. Universitas Sumatera Utara 110 Dapat ditafsirkan bahwa ketentuan-ketentuan yang tidak disebutkan dengan tegas bahwa akta Notaris menjadi mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, maka selain itu termasuk ke dalam akta Notaris yang batal demi hukum, yaitu: 135 1 Melanggar kewajiban sebagaimana tersebut dalam Pasal 16 ayat 1 huruf i UUJN, yaitu tidak membuat daftar akta wasiat dan mengirimkan ke Daftar Pusat Wasiat dalam waktu 5 lima hari pada minggu pertama setiap bulan termasuk memberitahukan bilamana nihil. 2 Melanggar kewajiban sebagaimana tersebut dalam Pasal 16 ayat 1 huruf k UUJN, yaitu tidak mempunyai capstempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukannya. 3 Melanggar ketentuan Pasal 44 UUJN, yaitu pada akhir akta tidak disebutkan atau dinyatakan dengan tegas mengenai penyebutan akta telah dibacakan untuk akta yang tidak dibuat dalam Bahasa Indonesia atau bahasa lainnya yang digunakan dalam akta, memakai penerjemah resmi, penjelasan, penandatanganan akta di hadapan penghadap, Notaris, dan penerjemah resmi. 4 Melanggar ketentuan Pasal 48 UUJN, yaitu tidak memberikan paraf atau tidak memberikan tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris, atas pengubahan atau penambahan berupa penulisan tindih, penyisipan, pencoretan, 135 Habib Adjie, Op.Cit., hal. 97-98. Universitas Sumatera Utara 111 atau penghapusan dan rnenggantinya dengan yang lain dengan cara penambahan, penggantian atau pencoretan. 5 Melanggar ketentuan Pasal 49 UUJN, yaitu tidak menyebutkan atas perubahan akta yang dibuat tidak di sisi kiri akta, tapi untuk perubahan yang dibuat pada akhir akta sebelum penutup akta, dengan menunjuk bagian yang diubah atau dengan menyisipkan lembar tambahan. Perubahan yang dilakukan tanpa menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan tersebut batal. 6 Melanggar ketentuan Pasal 50 UUJN, yaitu tidak melakukan pencoretan, pemarafan dan atas perubahan berupa pencoretan kata, huruf, atau angka, hal tersebut dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan yang tercantum semula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret dinyatakan pada sisi akta, juga tidak menyatakan pada akhir akta mengenai jumlah perubahan, pencoretan dan penambahan. 7 Melanggar ketentuan Pasal 51 UUJN, yaitu tidak membetulkan kesalahan tulis danatau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah ditandatangani, juga ticlak membuat berita acara tentang pembetulan tersebut dan tidak menyampaikan berita acara pembetulan tersebut kepada pihak yang tersebut dalam akta. Ketentuan tersebut di atas yang dapat dikualifikasikan akta Notaris batal demi hukum, sebenarnya hanya merupakan tindakan kewajiban yang harus dilakukan oleh Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya tanpa ada objek tertentu Universitas Sumatera Utara 112 dan sebab yang halal. Jika ukuran akta Notaris batal demi hukum berdasarkan kepada unsur-unsur yang ada dalam Pasal 1335, 1336, 1337 KUH Perdata, 136 maka penggunaan istilah batal demi hukum untuk akta Notaris karena melanggar pasal- pasal tertentu dalam Pasal 84 UUJN menjadi tidak tepat, karena secara substansi Notaris sangat tidak mungkin membuatkan akta untuk para pihak yang jelas tidak memenuhi syarat objektif. Berdasarkan penelusuran isi tiap pasal tersebut, tidak ditegaskan akta yang dikualifikasikan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian di bawah tangan dan akta yang batal demi hukum dapat diminta ganti kerugian kepada Notaris berupa penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga. Hal ini dapat ditafsirkan akta notaris yang terdegradasi mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan akta notaris yang batal demi hukum keduanya dapat dituntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga hanya ada satu pasal, yaitu Pasal 52 ayat 3 UUJN. Pasal itu menegaskan, bahwa akibat akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, Notaris wajib membayar biaya, ganti rugi, dan bunga. Sanksi akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan akta menjadi batal demi hukum merupakan sanksi eksternal, yaitu sanksi terhadap notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya tidak melakukan serangkaian 136 Pasal 1335 KUH Perdata berbunyi: Suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan. Pasal 1336 berbunyi: Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi memang ada sebab yang tidak terlarang, atau jika ada sebab lain yang tidak terlarang selain dari yang dinyatakan itu, persetujuan itu adalah sah. Pasal 1337 berbunyi: Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum. Universitas Sumatera Utara 113 tindakan yang wajib dilakukan terhadap atau untuk kepentingan para pihak yang menghadap notaris dan pihak lainnya yang mengakibatkan kepentingan para pihak tidak terlindungi. Selanjutnya pertanggungjawaban notaris atas akta yang dibuatnya diatur dalam Pasal 84 UUJN yang menentukan bahwa : Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh notaris terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1 huruf k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51 atau Pasal 52 yang mengakibatkan suatu akta mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut kerugian biaya, ganti rugi dan bunga kepada notaris. Dalam Pasal 84 UUJN ditentukan ada 2 dua jenis bentuk pertanggung jawaban notaris yaitu berupa sanksi perdata, yaitu jika Notaris melakukan tindakan pelanggaran terhadap pasal-pasal tertentu dan juga sanksi yang sama jenisnya tersebar dalam pasal-pasal yang lainnya, yaitu : 1. Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan, dan 2. Akta Notaris menjadi batal demi hukum. 137 Akibat dari akta Notaris yang seperti itu, maka dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris dan notaris harus bertanggung jawab terhadap kerugian 137 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2009, hal 93 Universitas Sumatera Utara 114 tersebut. Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian dibawah tangan dan Akta Notaris menjadi batal demi hukum adalah dua istilah yang berbeda. Pasal 84 UUJN tidak menegaskan atau menentukan secara tegas membagi ketentuan pasal- pasal yang dikategorikan seperti itu. Pasal 84 UUJN mencampur adukkan atau tidak memberikan batasan kedua sanksi tersebut, dan untuk menentukan bersifat alternatif dengan kata ”atau” pada ”kalimat” mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum. Oleh karena itu istilah tersebut mempunyai pengertian dan akibat yang berbeda, maka perlu ditentukan ketentuan pasal-pasal mana saja yang dikategorikan sebagai pelanggaran dengan sanksi akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum. Kemudian juga perlu ditegaskan, apakah sanksi terhadap Notaris kedua hal tersebut sebagai akibat langsung dari akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum. Demikian pula halnya dalam ketentuan UU No. 24 Tahun 2009 yang antara lain ‘mewajibkan’ para pejabat negara menggunakan bahasa Indonesia dalam pidato resmi. Bahasa Indonesia juga ‘wajib’ digunakan untuk penunjuk jalan, fasilitas umum, rambu umum. Bahasa yang ‘wajib’ dipakai di media massa, kecuali media khusus, adalah bahasa Indonesia. Pasal 31 melanjutkan bahasa Indonesia ‘wajib’ Universitas Sumatera Utara 115 digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi Pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perorangan warga negara Indonesia. Akan tetapi, kata ‘wajib’ yang mengandung arti “harus dilakukan, tidak boleh tidak dilaksanakan” tersebut tidak ada larangan ataupun ancaman pidana untuk orang atau perusahaan yang memakai bahasa Indonesia tidak sesuai Undang-Undang ini. Berbeda sekali dengan kata ‘wajib’ dalam pengibaran bendera yang diiringi dengan sanksi. Padahal, minimal tercatat 16 kali kata ‘wajib’ dimuat dalam Bab III tentang Bahasa Negara. 138 Demikian pula halnya terhadap notaris dalam hal pertanggung jawaban terhadap akta yang dibuatnya tidak didasarkan pada UU No. 24 Tahun 2009 tetapi lebih pada ketentuan UUJN. Jailani M. Ali, 139 dalam melaksanakan tanggung jawabnya apabila terjadi kerugian yang diderita kliennya, maka terhadap notaris dapat dilakukan pemeriksaan dan pemanggilan terlebih dahulu dan kemudian diberikan izin namun hingga saat ini tidak diberikan sanksi karena notaris tersebut hanya membuat akta penegasan yang mana isi sesuai dengan akta dibawah tangan yang dibuat oleh para pihak dan telah sesuai dengan prosedur pembuatan akta tersebut. 138 Andrea Moller, Bahasa Hukum yang Mulai Kehilangan Roh sumber : www.hukumonline.com, Diakses, Juli 2010 139 Wawacara dengan Jailani M. Ali, Kasubbid Pelayanan Hukum dan Umum Kantor Wilayah Kemeterian Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia Provinsi Aceh tanggal 20 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara 116 Untuk menentukan akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan dapat dilihat dan ditentukan dari : 1 Isi dalam pasal tertentu yang menegaskan secara langsung jika Notaris melakukan pelanggaran , maka akta yang bersangkutan termasuk akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan. 2 Jika tidak disebutkan dengan tegas dalam pasal yang bersangkutan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan, maka pasal lainnya yang dikategorikan melanggar menurut Pasal 84 UUJN, termasuk ke dalam akta batal demi hukum. 140 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian dibawah tangan, jika disebut dengan tegas dalam pasal yang bersangkutan, dan yang tidak disebutkan dengan tegas dalam pasal yang bersangkutan, termasuk sebagai akta menjadi batal demi hukum. Selanjutnya, untuk membuktikan adanya kerugian tidaklah sulit, namun untuk membuktikan kerugian itu timbul karena kesalahan atau kelalaian dari notaris ternyata cukup sulit, apalagi untuk membuktikan bahwa kesalahan itu adalah merupakan kesengajaan dolus. Pada hakekatnya jarang notaris benar-benar sengaja dan juga dengan direncanakan terlebih dahulu melakukan tindakan untuk merugikan para pihak dalam akta yang dibuatnya. Dalam hal ini untuk membuktikan adanya kesalahn atau culpa yang dapat dipertanggungjawabkan oleh notaris, haruslah dianut pandangan bahwa bukanlah keadaan subjektif dari notaris yang bersangkutan untuk membuktikan sampai seberapa jauh tanggung jawabnya, melainkan 140 Habib Adjie, Op.Cit, hal 94 Universitas Sumatera Utara 117 berdasarkan pertimbangan objektif. Seorang notaris yang normal dan baik, seharusnya dapat mengetahui akibat yang tidak dikehendaki dalam pembuatan akta. Jika jawabannya adalah benar mengetahui akibatnya, maka terdapat unsur kesalahan dan jika tidak maka notaris bersangkutan tidak dapat dipersalahkan. 141 Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat Negara tidak terlepas dari tanggung jawab secara perdata dengan tetap berpedoman pada KUHPerdata dan UUJN. Pertanggungjawaban yang diminta kepada notaris bukan hanya dalam pengertian sempit atau terbatas hanya masalah pembuatan akta saja, namun pertanggung jawaban yang dimintakan kepada notaris baik pertanggung jawaban pada saat akta belum dibuat, pada saat akta sedang dibuat dan pada saat pasca penandatanganan akta. Pertanggungjawaban ini merupakan konsekuensi logis yang harus dimintakan oleh suatu profesi hukum di dalam melaksanakan tugasnya. Adapun pertanggungjawaban tersebut tidak hanya berdasarkan moral tetapi juga berdasarkan hukum. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang harus dapat dimintakan suatu pertanggungjawabannya. Menurut R. Wirjono Projodikoro, dikatakan bahwa pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang biasanya praktis baru ada arti apabila orang itu melakukan 141 Ibid , hal 326 Universitas Sumatera Utara 118 perbuatan yang di dalam KUHPerdata dinamakan dengan perbuatan melawan hukum onrechtmatige daad. 142 Menurut M.A Moegni Djojodirjo : Bahwa istilah “melawan” melekat kedua sifat aktif dan pasif. Kalau ia dengan sengaja melakukan sesuatu perbuatan yang menimbulkan kerugian pada orang lain, jadi sengaja melakukan gerakan, maka tampaklah dengan jelas sifat aktifnya dari istilah “melawan” itu. Sebaliknya kalau ia dengan sengaja dan diam saja, sedangkan ia sudah mengetahui bahwa ia harus melakukan sesuatu perbuatan untuk tidak merugikan orang lain, atau dengan kata lain, apabila dengan sikap pasif saja, bahwa apabila ia tidak mau melakukan keharusan sudah melanggar suatu keharusan, sehingga menimbulkan kerugian terhadap orang lain, maka ia telah “melawan” tanpa harus menggerakkan badannya. Inilah sifat pasif dari istilah “melawan”. 143 Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh M.A Moegni Djojodirjo di atas, apabila dikaitkan dengan profesi notaris, maka dapat dikatakan bahwa apabila notaris di dalam menjalankan jabatannya dengan sengaja melakukan suatu perbuatan yang merugikan salah satu atau kedua belah pihak yang menghadap di dalam pembuatan suatu akta dan hal itu benar- benar dapat diketahui bahwa sesuatu yang dilakukan oleh notaris, misalnya bertentangan dengan undang-undang, maka notaris dapat dimintakan pertanggungjawabannya berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata. Suatu kesalahan dalam melaksanakan profesi dapat disebabkan karena : 1. Kekurangan pengetahuan onvoldoende kennis 2. Kekurangan pengalaman onvoldoende ervaring 142 R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, Sumur Bandung, Bandung, 1983, hal. 43. 143 M.A Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita Jakarta, 1979, hal. 13. Universitas Sumatera Utara 119 3. Kekurangan pengertian onvoldoende inzicht. 144 Para pihak yang merasa dirugikan karena akta yang dibuatnya mempunyai hak untuk mengajukan gugatan pengadilan. Tetapi apabila Notaris telah melaksanakan tugasnya sebagai pejabat umum dimana dalam melaksanakan tugasnya tidak dapat dipertanggung jawabkan apabila notaris telah mengetahuinya berdasarkan ilmu pengetahuan dan adanya sikap kehati-hatian, sebaliknya apabila notaris melakukan perbuatan melawan hukum, lalai dan terdapatnya kesalahan dalam pembuatan akta maka akta tersebut akan batal demi hukum ataupun dapat dimintakan pembatalannya. Ganti kerugian yang dituntut kepada notaris dapat berupa :

1. Ganti rugi dalam bentuk uang atas kerugian yang ditimbulkan