Emulsifier Kromatografi Gas KESIMPULAN DAN SARAN

pada fasa yang sama disebut katalis homogen, dan bila katalis berada pada fasa yang berbeda dari reaktannya dikatakan sebagai katalis heterogen. Pada pembuatan monogliserida secara gliserolisis, jumlah gliserol yang dicampurkan pada minyak berkisar 25-40 dan ditambah katalis sebesar 0,05-0,2. Katalis yang banyak digunakan adalah NaOH, tapi disamping itu, dapat juga digunakan KOH Stirton, 1964 Pada proses esterifikasi langsung, gliserol direaksikan dengan asam-asam lemak seperti asam oleat, linoleat, stearat, laurat dan lain-lain dalam suasana vakum pada suhu 180°C katalis yang digunakan adalah NaOH. Reaksi terjadi dalam dua tingkatan. Pertama molekul asam lemak menyebar secara acak antara ketiga gugus OH dari gliserol yang menghasilkan trigliserida, dan tingkatan kedua adalah campuran antara gliserolisis dan esterifikasi. Kesetimbangan reaksi dicapai setelah pemanasan berlangsung selama 1-4 jam. Pada akhir kesetimbangan reaksi, baik secara gliserolisis maupun esterifikasi langsung, campuran yang dihasilkan tidak seluruhnya merupakan monogliserida, tetapi terdiri dari campuran digliserida dan trigliserida Choudhury,1962.

2.9 Emulsifier

Emulsifier adalah bahan yang berfungsi untuk mengurangi tegangan permukaan diantara dua fase yang tidak saling bercampur, sehingga dapat bersatu dan berbentuk emulsi Dziezak, 1988. Emulsifier biasanya berupa ester yang memiliki gugus hidrofilik dan lipofilik. Emulsifier terbagi menjadi tiga yaitu emulsifier ionik, nonionik dan ampoterik. Emulsifier ionik ini merupakan emulsifier yang mempunyai muatan yang dibagi menjadi dua bagian yaitu emulsifier kationik dan anionik. Emulsifier ampoterik merupakan emulsifier yang memiliki baik gugus anoin maupun kation sehingga tergantung pada pH. Sedangkan emulsifier nonionik yaitu emulsifier yang tidak memiliki ion serta tidak larut dalam air karena ikatan kovalenya, namun memiliki Universitas Sumatera Utara segmen lipofilik dan hidrofilik seperti monogliserida dan digliserida. Cara kerja emulsifier ini dengan menurunkan tegangan permukaan antara dua fase kemudian akan menstabilkan produk Kamel, 1991. Emulsifier dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai HLB. Nilai tersebut menunjukkan ukuran keseimbangan dan regangan gugus hidrofilik menyukai air atau polar dan gugus lipofilik menyukai minyak atau non polar dari dua fase yang diemulsikan. Emulsifier yang mempunyai nilai HLB rendah biasanya diaplikasikan ke dalam produk emulsi water in oil wo, sedangkan emulsifier dengan nilai HLB tinggi sering digunakan dalam produk emulsi oil in water. Klasifikasi emulsifier berdasarkan nilai HLBnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.3 Nilai HLB dan Aplikasinya Nilai HLB Aplikasi 3-6 Emulsifier wo 7-9 Wetting agent 8-18 Emulsifier ow 13-15 Detergen 15-18 Stabilizer Sumber : Becker 1983

2.10 Kromatografi Gas

Kromatografi gas merupakan suatu metode analisis yang didasarkan pemisahan fisik zat organik atau anorganik yang stabil pada pemanasan dan mudah diatsirikan. Pada kromatografi gas sampel diuapkan di dalam gerbang suntik dan selanjutnya mengalami pemisahaan fisik di dalam kolom setelah dielusi dengan gas pembawa yang lembam Mulja, 1995. Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi tidak mudah menguap yang terikat pada zat padat penunjangnya Khopkar, 2003. Universitas Sumatera Utara Dikenal dua macam metode kromatografi gas yaitu : 1. Kromatografi Gas Padat KGP Dimana sebagai fase diam adalah butiran-butiran adsorben padat dan fase gerak adalah gas. Mekanisme pemisahan komponen sampel adalah perbedaan sifat fisik adsorbs oleh fase diam. Ada beberapa kelemahan pada KGP yaitu adsorbs fase diam terhadap komponen-komponen sampel bersifat semipermanen terutama terhadap molekul yang aktif atau molekul yang polar. Disamping itu KGP seringkali memberikan bentuk kromatogram yang berekor dan efektivitas pemisahaan komponen sangat dipengaruhi bobot molekul. KGP lebih efektif untuk pemisahaan komponen-komponen dengan massa molekul relatif rendah. 2. Kromatografi Gas Cair KGC Pada KGC sebagai fase gerak adalah gas yang lembam dan fase diam adalah cairan yang disalutkan tipis pada permukaan butiran padat sebagai pendukung. Mekanisme pemisahannya adalah perbedaan partisi komponen-komponen sampel di antara fase gas dan fase cair Mulja, 1995. Kromatografi gas KG merupakan metode pilihan untuk pemisahaan dan analisis kuantitatif asam-asam lemak. Untuk meningkatkan volatilitasnya dan untuk meningkatkan efesiensi pemisahan, asam-asam lemak pada umumnya diderivatisasi sebelum dilakukan analisis secara KG. Metilasi merupakan metode derivatisasi yang paling sering digunakan karena sederhana dan biayanya murah. Kolom kapiler lebih dipilih untuk analisis asam-asam lemak ini karena mempunyai kapasitas pemisahaan yang lebih tinggi. Metilasi dilakukan dengan BF 3 10 dalam metanol. Kolom kapiler silica lebur CP Sil 88,50 x 0,25 mm i.d; ketebalan lapisan 0,20 mikron digunakan untuk pemisahaan secara isothermal. Suhu kolom bervariasi antara 155 o C – 185 o C; suhu lubang injeksi dan suhu detector dipertahankan pada suhu 250 o C. Helium digunakan sebagai gas pembawa tekanan inlet 120 kPa. Urutan retensi metal ester asam lemak tergantung pada suhu kolom Rohman, 2008. Kromatografi gas merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam. Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan menggunakan waktu retensi waktu Universitas Sumatera Utara tambat, yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat adalah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom. Kekurangan alat ini adalah tidak mudah memisahkan campuran dalam jumlah yang besar Mc Nair, 1988. Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom disebut waktu tambat, yang diukur mulai saat penyuntikan sampai terjadi elusi Gritter, 1991. Hampir setiap campuran kimia, mulai dari bobot molekul rendah sampai tinggi, dapat dipisahkan menjadi komponen-komponennya dengan beberapa metode kromatografi. Sifat- sifat yang harus dimiliki cuplikan agar dapat dipisahkan dengan kromatografi, antara lain : 1. Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan kelarutan 2. Kecenderungan molekul untuk melarut pada permukaan serbuk halus adsorpsi 3. Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap keatsirian Willet, 1987

2.11 Spektroskopi Inframerah

Dokumen yang terkait

Sintesis Bahan Surfaktan Anionik Kalium 9,10-Dihidroksi Stearat Dan Surfaktan Nonionik 9,10-Dihidroksi-N- (2-Etanol) Stearamida Dari Asam Oleat

2 47 67

Sintesis Senyawa 9,10-Dihidroksi N,N- BIS (2-Hidroksietil) Stearamida Campuran Dari Asam Oleat

2 60 62

Sintesis Mono- dan Diasilgliserol dari Destilat Asam Lemak Minyak Kelapa Melalui Reaksi Esterifikasi dengan Katalis Lipase Rhizomucor miehei

1 15 87

Sintesis Gliseril 9,10-Dihidroksi Stearat Dari Mono Gliserida Oleat Campuran Yang Diperoleh Melalui Reaksi Esterifikasi Dengan Menggunakan Katalis NaOH

3 17 69

Sintesis Gliseril 9,10-Dihidroksi Stearat Dari Mono Gliserida Oleat Campuran Yang Diperoleh Melalui Reaksi Esterifikasi Dengan Menggunakan Katalis NaOH

0 0 12

Sintesis Gliseril 9,10-Dihidroksi Stearat Dari Mono Gliserida Oleat Campuran Yang Diperoleh Melalui Reaksi Esterifikasi Dengan Menggunakan Katalis NaOH

0 0 2

Sintesis Gliseril 9,10-Dihidroksi Stearat Dari Mono Gliserida Oleat Campuran Yang Diperoleh Melalui Reaksi Esterifikasi Dengan Menggunakan Katalis NaOH

0 0 4

Sintesis Gliseril 9,10-Dihidroksi Stearat Dari Mono Gliserida Oleat Campuran Yang Diperoleh Melalui Reaksi Esterifikasi Dengan Menggunakan Katalis NaOH

0 0 21

Sintesis Gliseril 9,10-Dihidroksi Stearat Dari Mono Gliserida Oleat Campuran Yang Diperoleh Melalui Reaksi Esterifikasi Dengan Menggunakan Katalis NaOH

0 0 3

Sintesis Gliseril 9,10-Dihidroksi Stearat Dari Mono Gliserida Oleat Campuran Yang Diperoleh Melalui Reaksi Esterifikasi Dengan Menggunakan Katalis NaOH

0 0 8