Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten dan Kota Propinsi Sumatera Utara

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN

EKONOMI DI KABUPATEN DAN KOTA

PROPINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

RIZKIA DAULAY

087017120/Akt

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI

DI KABUPATEN DAN KOTA

PROPINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada Sekolah

Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

RIZKIA DAULAY

08701720/ AKT

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN DAN KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA Nama Mahasiswa : Rizkia Daulay

Nomor Pokok : 087017120

Program Studi : Akuntansi Pemerintahan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Murni Daulay, M.Si)

Ketua Anggota (Drs. Zainul B.Torong, M.Si, Ak)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA)

(Prof. Dr.Ir.A.Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah Diuji Pada

Tanggal

: 18 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

: Dr. Murni Daulay, M.Si

Anggota

: 1. Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak

2.Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA

3.Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak

4. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “

Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten dan Kota Propinsi

Sumatera Utara”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun

sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

secara benar dan jelas.

Medan, Agustus 2011

Yang membuat Pernyataan,


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor pendapatan asli daerah (PAD),

dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK), dana bagi hasil (DBH),

Investasi Daerah, Belanja Pengawai dan Belanja Modal yang paling mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi di Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara dan Untuk

menguji pengaruh pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU) dan dana

alokasi khusus (DAK), dana bagi hasil (DBH), Investasi Daerah, Belanja Pengawai dan

Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

Pengujian hipotesis diuji dengan menggunakan derajat signifikan 5%. Populasi

terdiri dari 33 Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Utara. Metode pengambilan sampel

menggunakan purpossive sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah

sebanyak 22 Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Utara dengan periode pengamatan 4

(empat) tahun yaitu periode 2005-2008. Pengujian hipotesis dilakukan dengan

menggunakan analisis faktor dan analisis pooled lease square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PAD, DAK, DAU, DBH dan ID

merupakan faktor yang dominan sebagai pembentuk Pertumbuhan Ekonomi sedangkan

BP dan ID tidak dapat digunakan sebagai faktor pembentuk Pertumbuhan Ekonomi.

Berdasarkan Hasil Random Effect Model per daerah menunjukkan Pertumbuhan

Ekonomi paling tinggi di Kota Medan dan terendah di Kabupaten Nias dibandingkan

Kab/Kota di Propinsi Sumatera Utara.

Kata kunci : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan

Pertumbuhan Ekonomi.


(7)

ABSTRACT

The purpose of this study was to find out the factors of local revenue (PAD),

general allocation fund (DAU) and specific allocation funds (DAK), revenue-sharing

fund (DBH), Regional Investment, Personnel Expenditure and Capital Expenditure that

the mostly influence the economic growth in the District and Cities in the Province of

Sumatera Utara and to examine the influence of local revenue (PAD), general

allocation fund (DAU), and specific allocation funds (DAK), revenue-sharing fund

(DBH), Regional Investment, Personnel Expenditure and Capital Expenditure on

Economic Growth.

The Hypthesis for this study was tested through the degree of significance 5%.

The populations of this study were 33 District/Cities in the Province of Sumatera Utara

and throught the purposive sampling technique, 22 of them were selected to be samples

for this study with 4 year observation period (2005 – 2008 ). The Data obtained were

analyzed through factor analysis and pooled lease square analysis.

The results of this study showed that local revenue (PAD), general allocation

fund (DAU), and Specific allocation fund (DAK) , Revenue-sharing fund (DBH) and

Regoinal Investment were the dominant factors in forming the Economic Growth while

Personnel Expenditure and Capital Expenditure could not be used as the factors in

forming Economic Growth. Based on the result of Random Effect Model per Region, it

was found out that, of the Districts/Cities in the Province of Sumatera Utara, the

highest Economic Growth was found in the City of Medan and the Lowest in Nias

District.

Keywords : Local Revenue, General Allocation Fund, Specific Allocation Fund,

Revenue Sharing fund

, The Economic Growth.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT serta shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah ke haribaan Rasulullah S.A.W, keluarga dan para sahabatnya. Berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul ”Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten dan Kota Propinsi Sumatera Utara ”. Penyusunan tesis ini merupakan tugas akhir untuk mencapai derajat Strata Dua (S2) pada Sekolah Pascasarjana Magister Akuntansi, Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini juga penulis persembahkan untuk suami penulis Lukman Hakim Siregar, SE, M.Si dan keluarga tercinta yakni H. Ruslan Daulay dan Hj. Netty Herawaty Nasution dan saudara-saudara penulis terimakasih buat segala hal yang kalian berikan, kalian adalah orang-orang yang sangat berharga, kalian adalah orang-orang-orang-orang yang menjadi inspirasi dan kekuatan bagi penulis dalam menjalani kehidupan.

Dalam penulisan tesis ini penulis mengalami berbagai macam kesulitan dan kendala, namun penulis menyadari tugas ini dapat diselesaikan atas bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada.

1. Bapak Prof. Dr. dr.Syahril Pasaribu, DTM & H,(CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir.A. Rahim Matondang, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen


(9)

pembanding yang telah banyak memberikan kritik dan saran untuk perbaikan sehingga selesainya tesis ini.

4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, selaku Sekretaris Program Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen pembanding yang telah banyak memberikan kritik dan saran untuk perbaikan sehingga selesainya tesis ini.

5. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam proses penelitian dan penulisan untuk menyusun tesis ini.

6. Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam proses penelitian dan penulisan untuk menyusun tesis ini.

7. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak, selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan kritik dan saran untuk perbaikan sehingga selesainya tesis ini.

8. Bapak dan Ibu para dosen serta seluruh pegawai pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas ilmu dan bantuan yang diberikan.

9. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan dukungan dan saran-saran yang berarti bagi penulis serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberikan saran maupun perhatiannya sehingga penulisan tesis ini terselesaikan.

Jasa mereka semua tidak ternilai, penulis tidak dapat membalasnya, dan dengan ketulusan serta keikhlasan do’a yang penulis panjatkan semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan balasan pahala yang berlipat ganda atas segala perhatian dan bantuan yang telah diberikan. Akhirnya penulis menyadari dengan kemampuan dan pengetahuan yang sangat terbatas, penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan


(10)

kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan tesis ini, dan semoga dapat bermanfaat bagi penulis serta berbagai pihak yang memerlukan.

Medan, Agustus 2011

Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

1.

Nama

: RIZKIA DAULAY

2.

Tempat/Tanggal Lahir

: Medan, 20 Desember 1986

3.

Alamat

: Jalan Puskesmas II (Griya Raihan Blok B No 8)

4.

Agama

: Islam

5.

Jenis Kelamin

: Perempuan

6.

Pekerjaan

: PNS

7.

Status

: Menikah

8.

No. Telepon/HP

: 085217437764

9.

Pendidikan

:

a.

Lulus SD Swasta Joshua tahun 1998 berijazah

b.

Lulus SMP Negeri 27 Medan tahun 2001 berijazah

c.

Lulus SMA Negeri 1 Medan tahun 2004 berijazah

d.

Lulus Sarjana Ekonomi Akuntansi (S1) Universitas Islam Sumatera Utara tahun

2008. berijazah

10.

Riwayat Pekerjaan

:

a.

2009-sekarang : Staf Subbag Tata Usaha di Balai diklat

Keagamaan Medan.

Medan, Agustus 2011

Rizkia Daulay


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Originalitas ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Tinjauan Teori ... 9

2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 9


(13)

2.1.3. Dana Alokasi Umum ... 12

2.1.4. Dana Alokasi Khusus ... 18

2.1.5. Dana Bagi Hasil ... 20

2.1.6. Investasi Daerah ... 28

2.1.7. Belanja Daerah ... 36

2.1.8. Belanja Modal ... 45

2.2. Review Penelitian Terdahulu ... 47

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 51

3.1. Kerangka Konseptual ... 51

3.2. Hipotesis Penelitian ... 52

BAB IV METODE PENELITIAN ... 54

4.1. Jenis Penelitian ... 54

4.2. Lokasi Penelitian ... 54

4.3. Populasi dan Sampel... 54

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 55

4.5. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 57

4.6. Metode Analisis Data ... 60

4.6.1. Analisis Faktor ... 60

4.6.1.1. Identifikasi Kecukupan Data ... 61

4.6.1.2. Menilai Variabel Yang Layak ... 61

4.6.2. Analisis Hasil Estimasi dengan PLS ... 61

4.6.2.1. Pendekatan FEM dan REM ... 62

4.6.2.2. Uji Chow ... 62

4.6.2.3. Uji Hausman ... 62


(14)

5.1. Hasil Penelitian ... 64

5.1.1. Deskripsi Data ... 64

5.1.1.1. Lokasi dan Keadaan Geografis ... 64

5.1.1.2. Iklim ... 65

5.1.1.3. Kondisi Demografi ... 66

5.1.1.4. Potensi Wilayah ... 66

5.1.1.5. Perkembangan Perekonomian Sumatera Utara ... 68

5.1.2. Pengujian Hipotesis ... 70

5.1.2.1. Pengujian Hipótesis dengan Analisis Faktor ... 70

5.1.2.2. Pengujian Pengujian Hipotesis dengan PLS ... 73

5.1.2.3 .Uji Hausman ... 74

5.1.3. Hasil Persamaan Regresi ... 76

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

6.1. Kesimpulan ... 92

6.2. Keterbatasan Penelitian ... 93

6.3. Saran ... 93


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 50

4.1. Populasi dan Sampel Penelitian ... 56

4.2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 59

5.1. Uji Kecukupan Data ... 71

5.2. Hasil Korelasi Faktor ... 72

5.3. Hasil Estimasi PLS ... 72

5.4. Hasil Uji Hausman ... 73


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Populasi Penelitian ... 87

2 Sampel Penelitian ... 88

3. Data Awal Penelitian... 89

4. Data dalam Bentuk Rasio... 94

5. Hasil Analisis Faktor... 97


(18)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor pendapatan asli daerah (PAD),

dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK), dana bagi hasil (DBH),

Investasi Daerah, Belanja Pengawai dan Belanja Modal yang paling mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi di Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara dan Untuk

menguji pengaruh pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU) dan dana

alokasi khusus (DAK), dana bagi hasil (DBH), Investasi Daerah, Belanja Pengawai dan

Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

Pengujian hipotesis diuji dengan menggunakan derajat signifikan 5%. Populasi

terdiri dari 33 Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Utara. Metode pengambilan sampel

menggunakan purpossive sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah

sebanyak 22 Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Utara dengan periode pengamatan 4

(empat) tahun yaitu periode 2005-2008. Pengujian hipotesis dilakukan dengan

menggunakan analisis faktor dan analisis pooled lease square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PAD, DAK, DAU, DBH dan ID

merupakan faktor yang dominan sebagai pembentuk Pertumbuhan Ekonomi sedangkan

BP dan ID tidak dapat digunakan sebagai faktor pembentuk Pertumbuhan Ekonomi.

Berdasarkan Hasil Random Effect Model per daerah menunjukkan Pertumbuhan

Ekonomi paling tinggi di Kota Medan dan terendah di Kabupaten Nias dibandingkan

Kab/Kota di Propinsi Sumatera Utara.

Kata kunci : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan

Pertumbuhan Ekonomi.


(19)

ABSTRACT

The purpose of this study was to find out the factors of local revenue (PAD),

general allocation fund (DAU) and specific allocation funds (DAK), revenue-sharing

fund (DBH), Regional Investment, Personnel Expenditure and Capital Expenditure that

the mostly influence the economic growth in the District and Cities in the Province of

Sumatera Utara and to examine the influence of local revenue (PAD), general

allocation fund (DAU), and specific allocation funds (DAK), revenue-sharing fund

(DBH), Regional Investment, Personnel Expenditure and Capital Expenditure on

Economic Growth.

The Hypthesis for this study was tested through the degree of significance 5%.

The populations of this study were 33 District/Cities in the Province of Sumatera Utara

and throught the purposive sampling technique, 22 of them were selected to be samples

for this study with 4 year observation period (2005 – 2008 ). The Data obtained were

analyzed through factor analysis and pooled lease square analysis.

The results of this study showed that local revenue (PAD), general allocation

fund (DAU), and Specific allocation fund (DAK) , Revenue-sharing fund (DBH) and

Regoinal Investment were the dominant factors in forming the Economic Growth while

Personnel Expenditure and Capital Expenditure could not be used as the factors in

forming Economic Growth. Based on the result of Random Effect Model per Region, it

was found out that, of the Districts/Cities in the Province of Sumatera Utara, the

highest Economic Growth was found in the City of Medan and the Lowest in Nias

District.

Keywords : Local Revenue, General Allocation Fund, Specific Allocation Fund,

Revenue Sharing fund

, The Economic Growth.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan yang handal dan profesional dalam menjalankan pemerintahan serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Pembangunan daerah juga berarti memampukan daerah untuk mengelola sumber daya ekonominya secara berdaya guna dan berhasil guna untuk kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang, sejak tahun 1969 dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan kestabilan. Pembangunan nasional mengusahakan tercapainya Pertumbuhan Ekonomi yang cukup tinggi, yang pada akhirnya memungkinkan terwujudnya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia mengalami perubahan yang fluktuatif dari tahun ke tahun.

Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif dari tahun 1999-2007. Pada tahun 1998 menunjukkan penurunan Pertumbuhan Ekonomi yaitu -13,12%, hal ini disebabkan karena krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997, yang berlanjut menjadi krisis multidimensi, sehingga membawa dampak pada Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia, kemudian pada tahun-tahun berikutnya perekonomian nasional Indonesia mengalami pemulihan, meskipun jika dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya yang mengalami krisis serupa, proses pemulihan ekonomi di Indonesia sedikit lebih lambat.


(21)

Otonomi daerah merupakan solusi alternatif dalam mengatasi berbagai permasalahan di atas. Indonesia memasuki era otonomi daerah sejak tanggal 1 Januari 2001. Pelaksanaan otonomi daerah mengacu pada UU nomor 32 tahun 2004 mengenai pembagian kewenangan dan fungsi (power sharing) antara pemerintah pusat dan daerah dan UU nomor 33 tahun 2004 mengenai perimbangan keuangan pusat dan daerah yaitu pengaturan pembagian sumber-sumber daya keuangan (financial sharing) antara pusat-daerah sebagai konsekuensi dari adanya pembagian kewenangan tersebut. Kondisi ini membawa implikasi pada pelimpahan kewenangan antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang. Dengan adanya otonomi daerah, maka terjadi desentralisasi yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah, perencanaan ekonomi (termasuk menyusun program-program pembangunan daerah) dan perencanaan lainnya yang dilimpahkan dari pusat ke daerah. Pemerintah daerah memiliki kewenangan yang luas dalam mengatur sumber daya yang ada untuk meningkatkan kemajuan dan kemakmuran masyarakat.

Berdasarakan undang-undang Nomor: 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 15 ayat 1, menyatakan : Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah meliputi : a) pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah ; b) pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan c) pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah. Undang-undang tersebut mengandung pengertian bahwa kepada daerah diberikan kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Berdasarkan hal tersebut, salah satu indikator penting dari kewenangan keuangan daerah adalah otonomi fiskal daerah. Otonomi fiskal (Pendapatan Asli Daerah) memberikan gambaran kemandirian atau kemampuan suatu daerah dalam berotonomi.

Kondisi ini membawa implikasi pada pelimpahan kewenangan antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang. Dengan adanya otonomi daerah, maka terjadi desentralisasi yang


(22)

menyangkut pengelolaan keuangan daerah, perencanaan ekonomi (termasuk menyusun program-program pembangunan daerah) dan perencanaan lainnya yang dilimpahkan dari pusat ke daerah. Pemerintah daerah memiliki kewenangan yang luas dalam mengatur sumber daya yang ada untuk meningkatkan kemajuan dan kemakmuran masyarakat.

Di era otonomi daerah, pemerintah daerah diharapkan mampu melakukan alokasi sumber daya yang efisien. Kemampuan daerah untuk mengelola sumber daya secara efisien tercermin dari kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah daerah selaku perencana, dimana hal ini akan membawa dampak pada keberhasilan ekonomi daerah secara optimal. Dengan adanya otonomi, setiap daerah diharapkan mampu mengembangkan potensi baik sumber daya alam, sumber daya manusia, budaya untuk meningkatkan kemakmuran bagi seluruh masyarakat daerah. Dengan kata lain, bahwa otonomi daerah menuntut adanya suatu kemandirian daerah di dalam berbagai aspek terutama aspek perencanaan, keuangan, dan pelaksanaan.

Pada beberapa tahun terakhir perekonomian di Indonesia belum menunjukkan pemulihan yang berarti setelah terjadi krisis ekonomi tahun 1997-1998 yang berimbas ke daerah. Beberapa indikator ekonomi yang mendukung ekonomi tersebut antara lain pertumbuhan ekonomi yang belum optimal, tingkat penggangguran dan investasi yang belum maksimal.

Dari data yang diperoleh Badan Pusat Stastistik, pertumbuhan ekonomi secara nasional meningkat sebesar 6,10 % pada tahun 2008 sedangkan pertumbuhan ekonomi daerah khususnya di Sumatera Utara sebesar 6,39 % pada tahun 2008. Peneliti melihat suatu fenomena dalam kurun waktu 2004- 2008 yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Sumatera Utara adalah salah satu propinsi yang menyumbangkan pajak dari sektor perkebunan yang terbesar di Indonesia selain Propinsi Riau tentunya. Propinsi Sumatera Utara pun dalam beberapa tahun belakangan ini telah memekarkan daerahnya menjadi beberapa kabupaten baru seperti Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Batubara, Kabupaten Phakpak Barat, yang


(23)

menunjukkan bahwa di Sumatera Utara masih terdapat potensi penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang masih dapat dikembangkan lagi. Beberapa daerah itu sedang berada dalam tahap pengembangan daerah, dan hal ini amat nampak dari perkembangan Kabupaten Serdang Bedagai yang menunjukkan perkembangan yang paling menonjol dibandingkan dengan daerah pemekaran lainnya.

Penelitian ini dilakukan karena adanya ketidakkonsistenan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah. Ketidakkonsistenan ini nampak dari penelitian yang dilakukan oleh Fitriyanti dan Pratolo (2009). Penelitian yang dilakukan oleh Fitriyanti dan Pratolo ini ingin melihat pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Pembangunan Terhadap Rasio Kemandirian dan Pertumbuhan Ekonomi. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Pembangunan terhadap kemandirian daerah, serta menyimpulkan bahwasannya Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Pembangunan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Namun, hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriyanti dan Pratolo (2009) ini memiliki hasil yang cukup berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardi Hamzah (2009). Peneltian yang dilakukan oleh Ardi Hamzah (2009) ingin melihat pengaruh antara Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Belanja Publik terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa baik secara langsung maupun tidak langsung Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Belanja Publik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Fitriyanti dan Pratolo (2009) dengan judul ”Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Pembangunan Terhadap Rasio Kemandirian dan Pertumbuhan Ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh Fitriyanti dan Pratolo menggunakan dua variabel independen yaitu Belanja Pembangunan dan


(24)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta satu variabel dependen yaitu Pertumbuhan Ekonomi dan variabel intervening yaitu Kemandirian Daerah.

Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan oleh Fitriyanti dan Pratolo ini, maka penulis melakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan variabel independen yaitu variabel DAU,DAK , Bagi Hasil Pajak dan Belanja Pegawai dengan lokasi penelitian yang berbeda dan tahun penelitian yang berbeda pula. Pendapatan per kapita itu sendiri merupakan indikator kenaikan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Penulis ingin melihat pengaruh dari variabel-variabel tersebut terhadap Pertumbuhan Ekonomi daerah di 15 Kabupaten dan 7 Kota di Sumatera Utara pada tahun-tahun amatan antara 2004-2008.

Fenomena yang selama ini ada di daerah adalah otonomi daerah yang berjalan belum maksimal, dari data-data yang diperoleh dari dan beberapa literatur yang ada, menunjukkan bahwa otonomi daerah selama ini belum berjalan secara maksimal. Beberapa rencana yang telah disusun oleh pemerintah daerah, hampir sebagian besar belum terealisasi dengan baik. Potensi-potensi yang ada selama ini juga belum sepenuhnya dapat tereksploitasi dengan baik dan benar oleh Pemerintah Kota dan Kabupaten. Atas hal tersebut peneliti berusaha meneliti tentang: ”Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten dan Kota Se Sumatera Utara.”

1.2.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan masalah yaitu

1. Faktor-faktor PAD, DAU, DAK, DBH, Investasi Daerah, Belanja Pegawai dan Belanja Modal manakah yang dominan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara?.”


(25)

2. Apakah pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK), dana bagi hasil (DBH), Investasi Daerah, Belanja Pengawai dan Belanja Modal berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi?

1.3.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk

1. Untuk menguji faktor PAD, DAU, DAK, DBH, Investasi Daerah, Belanja Pegawai dan Belanja Modal yang paling mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara.

2. Untuk menguji pengaruh pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK), dana bagi hasil (DBH), Investasi Daerah, Belanja Pengawai dan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

1.4.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat yaitu :

1. Bagi peneliti menambah wawasan dan pengetahuan dalam menganalisis faktor-faktor PAD, DAU, DAK, DBH, Investasi Daerah, Belanja Pegawai dan Belanja Modal yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di kab/kota se Sumatera Utara.

2. Bagi Pemerintah daerah untuk menganalisis potensi daerahnya dalam peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah yang terdapat di Kabupaten dan Kota yang berada di dalam Propinsi Sumatera Utara.


(26)

3. Bagi Peneliti selanjutnya untuk bahan referensi penelitian terutama pada bidang penelitian yang sejenis.

1.5. Originalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari ide penelitian yang sudah dilakukan oleh Fitriyanti dan Pratolo (2009). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Fitriyanti dan Pratolo pada tahun 2009 merupakan penelitian

yang ingin melihat pengaruh antara Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Pembangunan terhadap Kemandirian Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten dan Kota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sedangkan penelitian yang peneliti lakukan adalah untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara.

2. Variabel independen dalam penelitian terdahulu adalah PAD, Belanja Pembangunan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Rasio Kemandirian Daerah. Sedangkan dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitiannya adalah PAD, DAU, DAK, DBH, Investasi Daerah, Belanja Pegawai dan Belanja Modal. Sehingga dalam penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh Fitriyanti dan Pratolo.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Fitriyanti dan Pratolo ini mengambil populasi seluruh Kabupaten dan Kota di DIY selama periode 2000-2007 sedangkan dalam penelitian ini periode penelitiannya dilakukan antara tahun 2004-2008.

4. Penelitian terdahulu menggunakan data sensus (seluruh populasi dijadikan sampel penelitian). Sedangkan dalam penelitian yang peneliti lakukan mengambil populasi pada Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara yang berjumlah 33 dengan proporsi 22 Kabupaten dan 7 Kota. Namun di dalam penelitian ini, yang menjadi sampel adalah 15 Kabupaten dan 7 Kota.


(27)

5. Metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor dan polling lease squared ini bertujuan agar hasil analisis setiap daerah diketahui faktor yang mempengaruhinya sehingga pemerintah kota/kabupaten didaerah tersebut terpacu dalam peningkatan potensi potensi di dalam pertumbuhan ekonomi daerah sedangkan peneliti terdahulu menggunakan analisis regresi linier berganda.

6. Peneliti ingin menguji penelitian yang dilakukan oleh Fitriyanti dan Partolo yang mengambil populasi di Jogya yang memasuki tahun 2000 peningkatan pertumbuhan ekonomi disebabkan dengan semakin membaiknya iklim investasi dan berbagai kebijakan pemerintah untuk mendorong sektor rill sedangkan Propinsi Sumatera Utara merupakan propinsi yang pertumbuhan ekonominya dipengaruhi dalam berbagai sektor yang semakin sehingga peneliti ingin menguji beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan propinsi Sumatera Utara tersebut.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pendapatan Asli

Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, Investasi

Daerah, Belanja Pegawai, Belanja Modal, dan Pertumbuhan Ekonomi. Menjabarkan

teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa penelitian terdahulu yang telah

diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan selama

pelaksanaan penelitian.

2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riel. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuahn output riel. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan taraf hidup diukur dengan output riel per kapita. Karena itu, pertumbuhan ekonomi terjadi bila tingkat kenaikan output riel total lebih besar daripada tingkat pertambahan penduduk. Ada beberapa sumber strategis dan dominan yang menentukan pertumbuhan ekonomi tergantung pada bagaimana kita mengklasifikasikan. Salah satu klasifikasinya adalah faktor-faktor fisik dan faktor-faktor manajemen yang mempengaruhi penggunaan sumber-sumber tersebut. Meskipun dipunyai sumber-sumber dominan untuk pertumbuhan yang kuantitasnya cukup banyak serta dengan kualitas cukup tinggi tetapi bila manajemen penggunaannya tidak menunjang maka laju pertumbuhan ekonomi akan rendah.


(29)

2.1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Menutut Bastian (2001:49), penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan

akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi

Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos

Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang

berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah

adalah : meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi

sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta

mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang

maksimal. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari

sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh Pemerintah Daerah.

Berdasarkan UU nomor 32 tahun 2004 pasal 79 disebutkan bahwa pendapatan

asli daerah terdiri dari:

1.

hasil pajak daerah,

2.

hasil retribusi daerah,

3.

hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan,

4.

lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

1.

Pajak Daerah

Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara

untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk investasi publik.

Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan sebagai badan


(30)

hukum publik dalam rangka membiayai rumah tangganya. Dengan kata lain pajak

daerah adalah : pajak yang wewenang pungutannya ada pada daerah.

2.

Retribusi Daerah

Retribusi adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka

yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya restribusi daerah sebagai pembayaran atas

pemakaian jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang

berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak

langsung oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah

senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyaraakat, sehingga

keluasan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi

retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah

kepada yang membutuhkan.

Beberapa ciri-ciri retribusi yaitu retibusi dipungut oleh negara, dalam pungutan

terdapat pemaksaan secara ekonomis, adanya kontra prestasi yang secara langsung

dapat ditunjuk, retribusi yang dikenakan kepada setiap orang / badan yang

menggunakan / mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara.

Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi yang meliputi :

1.

retribusi jasa umum, yaitu: retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh

pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta dapat dinikmati oleh orang

pribadi atau badan,

2.

retribusi jasa usaha

,

yaitu: retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemda dengan

menganut prinsip komersial karena pada dasarnya disediakan oleh sektor swasta.


(31)

3. Perusahaan Daerah

Dalam usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang sangat penting dan selalu mendapat perhatian khusus adalah perusahaan daerah.

1. Perusahaan Daerah adalah kesatuan produksi yang bersifat: a. memberi jasa,

b. menyelenggarakan pemanfaatan umum, c. memupuk pendapatan.

2. Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah khususnya dan pembangunan kebutuhan rakyat dengan menggutamakan industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja menuju masyarakat yang adil dan makmur.

3. Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan rumah tangganya menurut perundang-undangan yang mengatur pokok-pokok pemerintahan daerah.

4. Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan mengusai hajat hidup orang banyak di daerah, yang modal untuk seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan.

4. Pendapatan Asli Daerah Yang Sah

Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula sumber-sumber pendapatan lainnya, yaitu penerimaan lain-lain yang sah, menurut Devas bahwa : kelompok penerimaan lain-lain dalam pendapatan daerah Tingkat II mencakup berbagai penerimaan kecil-kecil, seperti hasil penjualan alat berat dan bahan jasa. Penerimaan dari swasta, bunga simpanan giro dan Bank serta penerimaan dari denda kontraktor. Namun


(32)

walaupun demikian sumber penerimaan daerah sangat bergantung pada potensi daerah itu sendiri.

2.1.3 Dana Alokasi Umum

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 26 tahun 2006 tentang Pedoman Penyususnan APBD bahwa penggunaan dana perimbangan Dana Alokasi Umum agar diprioritaskan penggunaannya untuk mendanai gaji dan tunjangan, kesejahteraan pegawai, kegiatan operasi dan pemeliharaan serta pembangunan fisik sarana dan prasarana dalam rangka peningkatan pelayanan dasar dan pelayanan umum yang dibutuhkan masyarakat.

Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan bertujuan untuk Pemerataan Kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan Belanja Pegawai, Kebutuhan Fiskal dan Potensi Daerah. Komponen variabel kebutuhan fiskal (fiscal needs) yang digunakan untuk pendekatan perhitungan DAU untuk kebutuhan daerah terdiri dari: Indeks Jumlah Penduduk, Indeks Luas wilayah, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), dan Indeks Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. Sedangkan Kapasitas Fiskal dicerminkan dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam (Fhino & Priyo, 2009).

Pemerintah pusat dalam undang-undang Nomor. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, mengalokasikan sejumlah dana dari APBN sebagai dana perimbangan. Dana perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) , Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka


(33)

pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan untuk daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional. Sedangkan Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Tujuan Dana Alokasi Umum sebagai salah satu bagian dari dana perimbangan ditujukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintah daerah. Selain itu, Dana Alokasi Umum juga berfungsi sebagai equalization grant yaitu menetralisir ketimpargan keuangan karena adanya dana bagi hasil yang diperoleh daerah. Mengacu pada PP No. 104 tahun 2000 tentang dana perimbangan (Mardiasmo, 2002) Tujuan Dana Alokasi Umum adalah untuk: horizontal equity dan suffieney. Tujuan horizontal equity merupakan kepentingan pemerintah pusat dalam rangka melakukan distribusi pendapatan secara adil dan merata agar tidak terjadi kesenjangan yang lebar antar daerah. Sementara itu, yang menjadi kepentingan daerah adalah kecukupan terutama adalah untuk menutup fiscal gap. suffiency dipengaruhi oleh bebaapa faktor yaitu: kewenangan, beban dan Standar Pelayanan Minimum (SPM).

Menurut Henley at al (Mardiasmo, 2002) mengidentitikasi beberapa tujuan pemerintah pusat memberikan dana bantuan dalam bentuk grant kepada pemerintah daerah yaitu:

1. Untuk mendorong terciptanya keadilan antar wilayah (geographical. equity). 2. Untuk meningkatkan akuntabilitas (promote accountability).

3. Untuk meningkatkan sistem pajak yang progresif. Pajak daerah cenderug kurang progresif, membebani tarif pajak yang tinggi kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah.


(34)

4. Untuk meningkatkan keberterimaan (acceptability) pajak daerah. Pemerintah pusat mensubsidi beberapa pengeluaran pemerintah daerah untuk mengurangi jumlah pajak daerah.

2.1.4. Dana Alokasi Khusus

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 tentang Dana perimbangan bahwa Dana Alokasi Khusus untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas ke pemerintahan dibidang tertentu khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2007 Penggunaan Dana perimbangan Khususnya Dana Alokasi Khusus (DAK) dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan fisik, sarana dan prasarana dasar yang menjadi urusan daerah antara lain program dan kegiatan pendidikan, kesehatan dan lain-lain sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan oleh menteri teknis terkait sesuai dengan peraturan peraturan perundang-undangan.

Selain Dana Bagi Hasil dan Dana alokasi Umum kepada Daerah juga disediakan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang di golongkan kedalam bantuan yang bersifat specific grant. Pada awalnya DAK yang disediakan bagi daerah seluruhnya bersumber dari dana reboisasi yang dialokasi sebesar 40% dari penerimaannya. Namun dari tahun 2003 selain untuk membiayai kegiatan rebiosasi disaerah penghasil, DAK diberikan juga dalam DAK non DR yang disediakan bagi daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan khusus seperti; (a) Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus alokasi umumdan/atau (b)


(35)

kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Dalam perkembangannya, realisasi DAK senantiasa menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun.

DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional yang menjadi prioritas daerah. Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. Kegiatan khusus yang ditetapkan oleh pemerintah mengutamakan kegiatan pembangunan, pengadaan peningkatan, perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang.

Daerah tertentu sebagaimana dimaksud adalah daerah yang dapat memperoleh alokasi DAK berdasarkan :

1. Kriteria Umum yaitu dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja pegawai negeri sipil daerah (PNSD).

2. Kriteria Khusus yaitu dirumuskan berdasarkan (i) peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraaan otonomi khusus , misalnya UU nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus papua dan UU nomor 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan (ii) Karateristik daerah.

3. Kriteria Teknis yaitu disusun berdasarkan indikator-indikator kegiatan khusus yang akan didanai DAK. Ktiteria teknis dirumuskan melalui indek teknis oleh menteri teknis terkait. Menteri teknis menyampaikan kriteria teknis kepada menteri keuangan.


(36)

2.1.5. Dana Bagi Hasil (DBH)

Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan

daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan

dana bagian daerah yang bersumber dari penerimaan perpajakan dan penerimaan

sumber daya alam. Rincian Dana Bagi Hasil tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

1. Dana Bagi Hasil Perpajakan

1.1. Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan (DBH-PBB)

Pengaturan DBH dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut:

a. 90% (sembilan puluh persen) dari penerimaan PBB untuk daerah, dengan rincian sebagai berikut :

1) 16,2% untuk daerah Propinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Propinsi

2) 64,8% untuk daerah Kabupaten Kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota dan 9% untuk biaya pemungutan.

b. 10% dari penerimaan PBB untuk Pemerintah dan dibagikan kepada seluruh daerah Kabupaten dan Kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan sebagai berikut:


(37)

2) 35% dibagikan sebagai insentif kepada Kabupaten dan Kota yang realisasi . penerimaan PBB sektor pedesaan dan perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan.

1.2. Dana Bagi Hasil Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (DBHB PHTB).

Pengaturan DBH dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah 20% untuk pemerintah dan 80% untuk daerah.

a. DBH untuk BPHTB untuk daerah sebesar 80% dibagi dengan rincian sebagai berikut: 1) 16% untuk Propinsi yang bersangkutan dan

2) 64% untuk Kabupaten/Kota yang bersangkutan

b. Bagian pemerintah sebesar 20% sebagaimana dimaksud dialokasikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota.

1.3. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.

Pengaturan DBH dari pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri (PPh WPOPDN) dan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :

a. Penerirnaan negara dari PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dibagikan kepada daerah sebesar 20% dibagi dengan rincian sebagai berikut:

1) 8% untuk propinsi yang bersangkutan dan

2) 12% untuk kabupaten/kota dalam propinsi yang bersangkutan. b. DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasa1.

1) 8,4% untuk kabupaten/kota tempat wajib pajak terdaftar dan

21 untuk kabupaten/kota dibagi dengan rincian sebagai berikut :

2) 3,6% untuk seluruh kabupaten/kota dalam propinsi yang bersangkutan dengan bagian yang sama besar.


(38)

2. Dana Bagi Hasil dari Sumber Daya Alam (DBH dari SDA)

2.1. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam kehutanan (DBH-SDA Kehutanan) DBH-SDA kehutanan berasal dari:

a. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH) dengan proporsi pembagian untuk pusat 20% dan untuk daerah 80% dengan rincian:

1) 16% untuk propinsi yang bersangkutan dan 2) 64% untuk kabupaten/kota penghasil

b. Provisi sumber daya hutan (PSDH) dengan proporsi pembagian untuk pusat 20% dan untuk daerah 80% dengan rincian:

1) 16% untuk propinsi yang bersangkutan 2) 32% untuk kabupaten/kota penghasil dan

3) 32 % untuk kabupaten/kotan lainnya dalam propinsi yang bersangkutan

c. Dana Reboisasi (DR) dengan proporsi pembagian untuk pusat 60% dan untuk daerah kabupaten/kota penghasil sebesar 40% untuk mendanai kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.

2.2. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Umum:

DBH pertambangan umum berasal dari iuran tetap (Lend-Rent) dan iuran Eksplorasi dan iuran Eksploitasi (Royalti). Iuran Tetap (Land-rent) adalah iuran yang diterima negara sebagai imbalan atas kesempatan Penyelidikan Umum, Eksplorasi atau Eksploitasi pada suatu wilayah kerja iuran Ekplorasi dan Eksploitasi (royalty) adalah iuran produksi pemegang kuasa usaha pertambangan atas hasil dari kesempatan eksplorasi/eksploitasi.


(39)

1) Iuran Tetap (Lend-Rent) dengan proporsi pembagian untuk pusat 20% dan untuk daerah 80% dengan rincian:

a) 16% untuk propinsi yang bersangkutan

b) 64% untuk kabupaten/kota penghasil

2) Iuran Eksplorasi dan iuran Ekploitasi (Royalty) dengan proporsi pembagian untuk pusat 20% dan untuk daerah 80% dengan rincian:

a) 16% untuk propinsi yang bersangkutan

b) 32% untuk kabupaten/kota penghasil dan .

c) 32 % untuk kabupaten/kotan lainnya dalam propinsi yang bersangkutan dengan porsi yang sama besar.

b. DBH pertambangan umum yang berasal dari wilayah propinsi adalah:

1) Iuran Tetap (Lend-Rent) dengan proporsi pembagian untuk pusat 20% clan 80% untuk propinsi yang bersangkutan

2) Iuran,

a) 26% untuk propinsi yang bersangkutan

eksplorasi clan iuran eksploitasi yang berasal dari wilayah propinsi adalah sebesar 80% dibagi dengan rincian:

b) 54% untuk kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan yang dibagikan dengan porsi yang sama besar.

2.3. Pengaturan DBH SDA perikanan adalah sebagal berlkut:


(40)

a. Pungutan pengusahaan perikanan adalah pungutan hasil perikanan yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang memperoleh Izin Usaha Perikanan (IUP), Alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal (APIPM) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), sebagai imbalan atas kesempatan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia untuk melakukan usaha perikanan dalam wilayah perikanan Republik Indonesia.

b. Pungutan hasil perikanan adalah pungutan hasil perikanan yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan usaha penangkapan ikan sesuai dengan Surat Penangkapan Ikan (SPI), yang diperoleh. DBH perikanan untuk daerah sebesar 80% dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota.

2.4. Pengaturan DBH pertambangan minyak bumi adalah sebagai berikut:

a. DBH pertambangan minyak bumi yang berasal dari penerimaan negara sumber daya alam pertambangan minyak bumi dari wilayah kabupaten/kota maka wilayah kabupateri/kota yang bersangkutan memperoleh sebesar 15,5% setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. Pembagian DBH pertambangan minyak bumi yang berasal dari wilayah kabupaten/kota sebesar 15% dibagi dengan rincian sebagai berikut:

1) 3% dibagikan untuk propinsi yang bersangkutan 2) 6% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil dan

3) 6% dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan dengan porsi yang sama.

Sedangkan DBH pertambangan minyak bumi sebesar 0,5% dibagi dengan rincian sebagai berikut:

1) 0,1 % untuk propinsi yang bersangkutan 2) 0,2% untuk kabupaten/kota penghasil dan


(41)

3) 0,2% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan dengan porsi yang sama.

b. DBH pertambangan minyak bumi yang berasal dari penerimaan negara sumber daya alam pertambangan minyak bumi dari wilayah Propinsi maka wilayah Propinsi yang bersangkutan memperoleh sebesar 15,5% setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. Pembagian DBH pertambangan minyak bumi yang berasal dari wilayah Propinsi sebesar 15% dibagi dengan rincian sebagai berikut:

1) 5% dibagikan untuk propinsi yang bersangkutan

2) 10% dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan dengan porsi yang sama. . ,

Sedangkan DBH pertambangan minyak bumi sebesar 0,5% dibagi dengan rincian sebagai berikut:

1) 0,17% untuk propinsi yang bersangkutan

2) 0,33% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan dengan porsi yang sama. --

2.5. Pengaturan DBH pertambangan gas bumi adalah sebagai berikut:

a. DBH pertambangan gas bumi yang berasal dari penerimaan negara sumber daya alam pertambangan gas bumi dari wilayah kabupaten/kota maka wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan memperoleh sebesar 30,5% setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. Pembagian DBH pertambangan minyak bumi yang berasal dari wilayah kabupaten/kota sebesar 30% dibagi dengan rincian sebagai berikut:

1) 6% dibagikan untuk propinsi yang bersangkutan 2) 12% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil dan


(42)

3) 12% dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan dengan porsi yang sama.

Sedangkan DBH pertambangan gas bumi sebesar 0,5% dibagi dengan rincian sebagai berikut:

1) 0,1% untuk propinsi yang bersangkutan 2) 0,2% untuk kabupaten/kota penghasil dan

3) 0,2% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan dengan porsi yang sama.

b. DBH pertambangan gas bumi yang berasal dari penerimaan negara sumber daya alam pertambangan gas bumi dari wilayah propinsi maka wilayah propinsi yang bersangkutan memperoleh sebesar 30,5% setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. Pembagian DBH pertambangan minyak bumi yang berasal dari wilayah propinsi sebesar 30% dibagi dengan rincian sebagai berikut:

1) 10% dibagikan untuk propinsi yang bersangkutan

2) 20% dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan dengan porsi yang sama.

Sedangkan DBH pertambangan gas bumi sebesar 0,5% dibagi 'dengan rincian sebagai berikut:

1) 0,17% untuk propinsi yang bersangkutan

2) 0,33% untuk seluruh kabupaten/kofa lainnya dalam propinsi yang bersangkutan dengan porsi yang sama.

DBH yang berasal dari Pertambangan Minyak Bumi dan Pertambangan Gas Bumi wajib dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.


(43)

2.6. Pengaturan DBH SDA pertambangan panas bumi DBH pertambangan panas bumi berasal dari:

a. Setoran bagian pemerintah atau b. Iuran tetap dan iuran produksi

DBH pertambangan panas bumi untuk daerah sebesar 80% dan dibagi dengan rincian:

a. 16% untuk propinsi yang bersangkutan b. 32% untuk kabupaten/kota penghasil dan

c. 32% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan.

2.1.6. Investasi Daerah

Berhasil tidaknya pelaksanaan Otonomi Daerah tidak saja tergantung kepada kemauan kuat aparatur Pemerintahan Pusat yang diharapkan menyerahkan sebagian kewenangannya kepada aparatur pemerintahan di daerah, melainkan terletak pada keprakarsaan dan kesungguhan aparatur di daerah sendiri untuk memberi arti dan meningkatkan kualitas kemandirian daerah itu sendiri. Bahkan, sejatinya kebijakan otonomi daerah itu harus pula diartikan terletak pada kemandirian, keprakarsaan, dan kreatifitas warga masyarakat daerah sebagai keseluruhan. Artinya, otonomi daerah itu bermakna ganda, yaitu otonomi Pemerintah Daerah dari Pemerintah Pusat, dan juga otonomi masyarakat di daerah itu dari Pemerintah Daerahnya. Karena itu, agenda otonomi daerah haruslah diimbangi dan dibarengi oleh partisipasi dari bawah, baik dalam arti formal oleh institusi pemerintahan di daerah maupun dalam arti substansial oleh para pelaku ekonomi dan institusi masyarakat di tingkat lokal.


(44)

Namun, karena keterbatasan ‘resources’ atau sumber-sumber pendukung, baik berupa akses informasi, teknologi, dan jangkauan pasar maupun ekspertise di tingkat lokal, partisipasi dari bawah itu memerlukan dukungan sumber-sumber pendukung dari luar. Kebutuhan akan dukungan itu dapat diulas sebagai berikut:

1. Kebutuhan Modal

Salah satu sumber yang penting dalam hal pendanaan dan permodalan adalah pinjaman uang atau dukungan investor dari luar daerah dan bahkan dari luar negeri. Pemupukan modal melalui tabungan masyarakat di daerah selama ini dapat dikatakan belum cukup berhasil. Di samping karena kendala yang bersifat sosio ekonomis, karena tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah, pada umumnya masyarakat di daerah-daerah, terutama di lingkungan pedesaan masih menghadapi kendala budaya yang belum mendorong meningkatnya

‘bank-minded’ untuk menunjang kegiatan ekonomi sehari-hari. Lembaga perbankan masih dianggap

sesuatu yang asing, dan karena itu kebiasaan menabung di bank belum cukup meluas ke semua lapisan masyarakat. Bahkan, masih banyak warga masyarakat kita yang takut ‘menginjakkan kakinya’ di halaman kantor Bank di daerahnya. Di pihak lain, fungsi koperasi yang diharapkan dapat menjadi sarana pemupukan modal bersama juga tidak cukup berkembang dengan baik. Akibatnya, pemupukan modal di daerah-daerah relatif sangat terbatas, dan mempengaruhi dinamika kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Karena itu, setiap daerah sangat membutuhkan investor yang datang dari luar.

2. Kebutuhan Teknologi

Soal kedua yang dibutuhkan oleh masyarakat di daerah-daerah adalah penguasaan ketrampilan teknis dan penggunaan teknologi yang tepat dan berguna untuk meningkatkan nilai tambah produksi para pelaku ekonomi, terutama di kalangan para petani, nelayan, pengrajin, industriawan, dan pedagang di daerah-daerah. Karena tingkat pendidikan yang rendah ataupun


(45)

karena pendidikan yang diikuti kurang relevan dengan kebutuhan sehari-hari, perluasan kesadaran mengenai pentingnya teknologi dalam kegiatan perekonomian rakyat juga berjalan sangat lambat. Padahal, perkembangan produk asing-asing yang sarat teknologi terus menerus membanjiri pasar lokal, dapat menyebabkan makin meluasnya sikap pragmatis di kalangan konsumen lokal, sehingga warga masyarakat di daerah-daerah cenderung berkembang menjadi sekedar konsumen produk luar daerah atau bahkan produk asing yang banyak tersedia di pasaran. Karena itu, perlu ditumbuhkan kesadaran akan pentingnya teknologi di kalangan masyarakat.

3. Kebutuhan Tenaga Terampil dan SDM Berkualitas

Soal lain juga juga menghambat adalah soal tenaga trampil di daerah-daerah yang sangat dirasakan kurang. Seperti tersebut di atas, sebagian terbesar persoalan ini timbul karena pendidikan yang dikembangkan di daerah kurang relevan dengan kebutuhan setempat. Akibatnya, investasi dengan maksud mendorong roda perekonomian di daerah juga terhambat oleh kurangnya tenaga trampil. Kalaupun ada industri yang dibangun di suatu daerah maka biasanya tenaga kerjanya didatangkan dari daerah lain atau bahkan dari propinsi lain. Kenyataan ini malah sering menimbulkan permasalahan sosial yang lebih berat lagi, dimana kehadiran suatu usaha industri yang mengekploitasi sumber-sumber alam setempat tetapi tidak kurang dirasakan manfaat ekonomisnya oleh warga masyarakat setempat.

4. Mobilisasi Tenaga Ahli Pendamping

Kata kunci untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut di atas, sebenarnya, berkaitan erat dengan dukungan tenaga ahli dan pemenuhan kebutuhan untuk akses informasi yang luas, baik yang berkaitan dengan akses pasar, akses modal, akses teknologi, maupun akses mengenai sumber-sumber bahan baku dan lain-lain sebagainya. Karena itu, di setiap daerah kabupaten yang dewasa ini tengah berkembang makin otonom, perlu dikembangkan upaya-upaya untuk


(46)

memobilisasi tenaga ahli yang selama ini berpusat di sekitar wilayah kota-kota propinsi, dan upaya-upaya untuk membangun sistem jaringan informasi penunjang.

Sebagai akibat diterapkannya kebijakan otonomi daerah, maka daerah-daerah kabupaten di seluruh Indonesia akan memiliki kewenangan yang besar dalam menentukan dan mengatur sendiri dinamika kehidupan masyarakat di daerahnya. Sebagian besar kewenangan itu dipegang dan ditentukan oleh para pejabat di daerah ataupun para politisi di lingkungan DPRD setempat. Akan tetapi, pelaksanaan kekuasaan yang besar itu sangat membutuhkan dukungan teknis para ahli di bidangnya yang biasanya berkumpul di kota-kota propinsi yang selama masa Orde Baru kurang terbiasa untuk memikirkan masalah-masalah di lapisan bawah. Para pakar dan ilmuwan di daerah, sebagai akibat orientasi pendidikan nasional selama 50 tahun terakhir cenderung terjebak dalam idealisme vertikal, sehingga sebagian terbesar di antara mereka cenderung memberikan perhatian yang lebih besar ke atas daripada ke bawah.

Oleh karena itu, diperlukan suatu gerakan mobilisasi besar-besaran agar para pakar itu mulai turun ke bawah memikirkan, membantu dan mendampingi para penentu kebijakan di daerah serta warga masyarakat daerah pada umumnya untuk membangkitkan gairah ekonomi setempat. Untuk itu, disarankan agar di setiap kabupaten segera dapat membentuk ‘consulting

agency’ yang dapat berperan aktif dalam memberikan konsultasi dan jasa layanan kepakaran,

baik kepada para pejabat setempat maupun kepada warga masyarakat yang bermaksud meningkatkan produktifitas kerjanya guna mendorong pertumbuhan ekonomi setempat. Kegiatan konsultan lokal ini dapat dikembangkan melalui jaringan forum kepakaran yang dapat dinamakan Majelis Kajian Pembangunan Daerah. Majelis ini diharapkan mengembangkan kegiatan lembaga konsultasi yang sekaligus berfungsi mendampingi masyarakat dan memberikan layanan konsultasi kepada pemerintah setempat.

Agen konsultan lokal ini penting untuk mengantisipasi jangan sampai jaringan konsultasi di daerah dikuasai oleh pakar-pakar atau perusahaan konsultan dari luar yang tidak


(47)

akan menumbuhkan keprakarsaan dan kemandirian dari bawah. Bahkan, jika nantinya, setiap kabupaten dapat mengusahakan pinjaman-pinajam luar negeri sendiri di bawah koordinasi pemerintah pusat, bukan tidak mungkin masuknya modal asing itu ke daerah-daerah, akan diiringi pula oleh tenaga-tenaga atau lembaga-lembaga konsultan asing merambah sampai ke daerah-daerah kabupaten. Jika itu terjadi, maka dinamika perekonomian di daerah-daerah hanya akan menjadi objek pencarian lapangan kerja bagi para konsultan dari kota-kota besar dan bahkan para konsultan asing, sedangkan masyarakat lokal kabupaten yang bersangkutan hanya berperan sebagai penonton belaka atau menjadi konsumen atau bahkan hanya menjadi pekerja teknis yang melayani kebutuhan para konsultan asing tersebut.

5. Akses Informasi dan Sistem Jaringan Informasi

Hal kedua yang juga penting untuk mendukung fungsi kepakaran atau fungsi dampingan para pakar lokal itu adalah dikembangkannya sistem jaringan informasi lokal. Kata kunci persoalan di daerah adalah informasi dan akses kepada informasi, baik informasi berkenaan dengan permodalan, teknologi, bahan baku, pasar dan pemasaran maupun berkenaan dengan perkembangan kebijakan yang penting untuk mendukung proses pembangunan di daerah-daerah. Memang benar, di setiap kabupaten terdapat Kantor Statistik. Bahkan pegawai statistik daerah ada di setiap kecamatan. Akan tetapi, fungsi mereka selama ini hanya melayani kebutuhan Pemerintah Pusat untuk menghimpun informasi dalam rangka perumusan kebijakan di tingkat nasional. Paling rendah, kebijakan yang dirumuskan dengan memanfaatkan informasi atau data yang dihimpun di daerah-daerah itu hanya sampai di tingkat propinsi. Lebih dari itu, biasanya informasi atau data yang dihimpun itu sendiri, karena skalanya bersifat masif dan nasional, biasanya didasarkan atas metode ‘sampling’ yang digeneralisasikan untuk kepentingan nasional atau paling-paling untuk kepentingan propinsi. Akibatnya, di tiap-tiap kabupaten tidak tersedia data dan informasi yang akurat dan menyeluruh mengenai keadaan nyata yang ada di masing-masing daerah kabupaten itu yang justru sangat diperlukan untuk merumuskan


(48)

kebijakan setempat ataupun untuk pengambilan keputusan bagi kepentingan para pelaku ekonomi di daerah-daerah.

Misalnya, di tiap-tiap kabupaten belum dapat ditemukan dengan mudah data atau informasi mengenai produk-produk ataupun komoditi-komoditi hasil pertanian, perkebunan, kerajinan, kelautan ataupun lainnya yang dapat diunggulkan di daerah setempat. Juga tidak tersedia data yang akurat mengenai kualitas sumberdaya manusia di daerah yang bersangkutan untuk mendukung sesuatu ide pembentukan usaha industri tertentu, ataupun mengenai data topografi pertanahan setempat yang layak untuk komoditi perkebunan tertentu, dan lain-lain sebagai. Oleh karena itu, bersamaan dengan dikembangkannya lembaga konsultan di tingkat lokal, perlu dipikirkan pula untuk mengembangkan suatu jaringan sistem dan sentra-sentra informasi unggulan lokal yang dapat kita namakan SIMPUL (Sentra atau Sistem Informasi Masyarakat untuk Pengembangan Unggulan Lokal). Melalui sentra-sentra semacam ini, semua informasi mengenai unggulan lokal dapat dihimpun, diolah dan dipasarkan, baik untuk kepentingan masyarakat maupun untuk kepentingan pemerintah dalam menentukan kebijakan ataupun memutuskan sesuatu kegiatan usaha produktif tertentu di daerah. Bahkan, jaringan informasi semacam ini dapat pula dikembangkan dengan dukungan teknologi informasi internet, sehingga jaringan antar daerah dapat segera terbentuk dan melayani kebutuhan pencari informasi dari mana-mana, termasuk terutama para calon investor yang dapat diharapkan datang dari mana saja.

Dengan demikian, kebutuhan akan investor dari luar daerah ataupun dari luar negeri sekalipun dapat dengan lebih mudah diharapkan di masa-masa yang akan datang. Karena sesungguhnya, investor itu ibarat semut, yang dengan sendirinya tanpa diundangpun akan datang sendiri bilamana mereka mengetahui ada gula di suatu kabupaten tertentu yang dapat mendatangkan keuntungan. Apalagi, jika gula yang ada di daerah kabupaten itu ternyata belum pernah dijamah orang, sudah tentu akan banyak semut yang datang berduyun-duyun


(49)

menghampiri. Setiap daerah sudah pasti sangat membutuhkan dukungan investasi dari luar. Akan tetapi, kebanyakan investor belum menyadari pentingnya peranan daerah dalam era otonomi daerah dewasa ini. Sebagian sebabnya mereka juga kurang mengetahui informasi yang sebenarnya mengenai keadaan di daerah-daerah itu. Bahkan banyak juga di antara para calon investor itu yang masih dihantui oleh ketakutan mengenai citra ketidakamanan di daerah-daerah. Semua ini kata kuncinya adalah informasi dan jaringan informasi yang sangat penting artinya, baik bagi orang luar yang menaruh minat ke daerah yang bersangkutan, ataupun bagi warga masyarakat daerah itu sendiri untuk memperluas akses kepada berbagai kemungkinan sumber informasi dari luar.

6. Peluang untuk Para Investor

Harus diakui, sampai sekarang memang belum banyak calon investor yang menyadari bahwa peluang yang tercipta di balik kebijakan otonomi daerah sekarang sebenarnya sangat besar dan terbuka. Sebagian investor terutama asing masih berpikir dengan pola pemikiran lama. Jika ingin menanam modal, maka langkah pertama yang dilakukan adalah datang berkunjung ke Presiden atau Wakil Presiden. Kemudian berkunjung ke para Menteri dan para pejabat terkait. Setelah itu datang ke Gubernur. Setelah berhenti dan tidak ada lagi kelanjutannya karena bermacam-macam sebab dan alasan. Sebagian terbesar sebabnya ialah karena para calon investor itu tidak berhasil menemukan sesuatu bidang usaha yang konkrit dan sungguh-sungguh menjanjikan keuntungan dengan tingkat risiko yang rendah. Mereka belum menyadari bahwa untuk berinvestasi di Indonesia, peluang bisnis tidak hanya terdapat di Jakarta dan kota-kota besar. Mulai sekarang, para calon investor dapat langsung berhubungan dengan Bupati yang ada di daerah-daerah yang merupakan pemegang kekuasaan yang paling riel di tingkat lokal.

Untuk itulah maka di daerah-daerah itu perlu segera dibentuk lembaga konsultan tingkat lokal serta sentra-sentra informasi unggulan lokal seperti saya kemukakan di atas. Kedua fungsi


(50)

informasi dan kepakaran ini dapat bekerjasama bahu membahu dengan para Bupati dalam memajukan perekonomian dan mempromosikan keunggulan-keunggulan yang terdapat di daerahnya.. Hanya dengan keprakarsaan dan kemandirian dari bawah itulah kita dapat memberi arti kepada pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang menjamin integrasi bangsa kita dari kemungkinan perpecahan dan kemandekan peranan pemerintahan dalam menjamin kesejahteraan rakyat.

2.1.7 Belanja Daerah atau Pengeluaran Daerah (

Local Expenditure

)

Belanja daerah adalah semua pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode

Anggaran (Abdul Halim, 2002:52). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri

dari dua komponen utama yaitu: belanja langsung dan belanja tidak langsung.

Jenis belanja langsung dapat diukur dengan hasil dari suatu program dan

kegiatan yang dianggarkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil

tersebut yaitu belanja pegawai untuk membayar honorarium/upah kerja, belanja barang

dan jasa dan belanja modal.

Jenis belanja yang tidak langsung dapat diukur dengan keluaran dan hasil yang

diharapkan dari suatu program dan kegiatan seperti belanja pegawai untuk membayar

gaji dan tunjangan PNS, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan

sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga.

1. Belanja Tidak Langsung

Belanja tidak langsung adalah merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara tidak langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung menurut Permendagri 13 tahun 2006 pasal 50 yaitu:


(51)

1) belanja pegawai yaitu merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,

2) belanja bunga yaitu merupakan anggaran pembayaran bunga hutang yang dihitung atas kewajiban pokok hutang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang,

3) belanja subsidi yaitu merupakan anggaran bantuan biaya produksi kepada perusahaan atau lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak,

4) belanja hibah yaitu merupakan anggaran pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat dan perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukkannya,

5) bantuan sosial yaitu merupakan anggaran pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, 6) belanja bagi hasil yaitu merupakan anggaran yang bersumber dari pendapatan propinsi

kepada kabupaten/kota, atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,

7) bantuan keuangan yaitu merupakan anggaran keuangan yang bersifat umum atau khusus dari propinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa dan kepada pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemeratan dan atau peningkatan kemampuan keuangan,

8) belanja tidak terduga yaitu merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam danbencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.


(52)

2. Belanja langsung

Belanja langsung adalah merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung menurut Permendagri 13 tahun 2006 pasal 50 yaitu:

1) belanja pegawai yaitu merupakan pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah,

1. belanja barang dan jasa yaitu merupakan pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan dan atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah,

2. belanja modal yaitu merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan,seperti dalam bentuk tanah, peralatan, mesin, gedung, bangunan dan jalan, irigasi, jaringan, dan aset tetap lainnya. Nilai pembelian/pengadaan dan pembangunan aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset.

3. Belanja Pegawai

Belanja pegawai yaitu merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Gaji Pegawai adalah gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji yang diterima oleh PNS yang telah diangkat oleh pejabat yang berwenang dengan surat keputusan sesuai ketentuan yang berlaku. (Perdirjen Perbendaharaan No PER-37/PB/2009).


(53)

Pembayaran belanja pegawai gaji dilaksanakan secara langsung kepada pegawai melalui rekening masing-masing pegawai secara giral. Namun dalam hal setelah bulan Juni 2010 satker masih melaksanakan pembayaran melalui bendahara pengeluaran, maka hal tersebut dapat dilaksanakan setelah mendapat dispensasi dari Kepala KPPN yang memuat pernyataan KPA bertanggungjawab atas penggantian pembayaran belanja pegawai gaji apabila terjadi kehilangan, pencurian, perampokan atau sebab lain.

Pembayaran belanja pegawai non gaji dilaksanakan melalui rekening masing-masing pihak penerima atau rekening bendahara pengeluaran. SPM belanja pegawai gaji terdiri dari beberapa jenis pembayaran yaitu :

• Gaji Induk yaitu pembayaran gaji pegawai bulanan;

• Gaji Susulan yaitu pembayaran gaji pegawai yang disusulkan karena pindah atau gaji CPNS untuk pertama kali;

• Kekurangan Gaji yaitu pembayaran silisih (kekurangan) gaji karena ada kenaikan unsur gaji yang berhak diterima pegawai;

• Uang Muka Gaji yaitu pembayaran persekot gaji bagi pegawai yang mutasi/pindah;

• Uang Duka Wafat / Tewas yaitu pembayaran uang duka kepada ahli waris dari pegawai yang meninggal;

• Terusan Penghasilan Gaji.

Sedangkan belanja pegawai non gaji terdiri dari : • Uang Lembur dan Uang Makan Lembur

• Uang Makan • Honorarium/Vakasi A. SPM Gaji Induk dilampiri :


(54)

• Daftar Gaji, Rekapitulasi Daftar Gaji dan halaman luar Daftar Gaji yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK.

• Daftar Perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh PPABP • Daftar perubahan potongan

• Daftar penerimaan gaji bersih pegawai untuk pembayaran gaji yang dilaksanakan langsung kepada rekening masing-masing pegawai

• copy dokumen pendukung perubahan data pegawai yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang (SK CPNS, SK PNS, SK Kenaikan Pangkat, KGB, SK Mutasi Pindah, SK Jabatan, SP Pelantikan, SP Menduduki Jabatan, SPMT, SKet. untuk mendpatkan tunjangan keluarga, Surat Nikah/Cerai/Kematian, Akta Kelahiran/Putusan Pengesahan/Pengangkatan Anak dari Pengadilan, SKPP, SKet. Anak masih Sekolah/Kuliah/Kursus, SK yang mengakibatkan penurunan gaji, SK Pemberian Uang Tunggu sesuai peruntukannya)

• ADK belanja pegawai yang telah dimutakhirkan • Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 21

• SPTJM

B. Pembayaran Gaji Susulan

1. Gaji Susulan yang dibayarkan sebelum gaji pegawai yang bersangkutan masuk dalam gaji induk dilampiri :

• Daftar Gaji, Rekapitulasi Daftar Gaji dan halaman luar Daftar Gaji Susulan yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK.

• Daftar Perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh PPABP

• copy dokumen pendukung perubahan data pegawai yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang


(55)

• SSP PPh Pasal 21

• SPTJM dari Kuasa PA/PPK

2. Gaji Susulan yang dibayarkan sebelum gaji pegawai yang bersangkutan masuk dalam gaji induk dilampiri :

• Daftar Gaji, Rekapitulasi Daftar Gaji dan halaman luar Daftar Gaji Susulan yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK.

• Daftar Perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh PPABP • ADK belanja pegawai yang telah dimutakhirkan

• SSP PPh Pasal 21

• SPTJM dari Kuasa PA/PPK C. Pembayaran Kekurangan Gaji

1. Kekurangan gaji yang dihitung dengan menu otomatis pada aplikasi GPP Satker dilampiri : • Daftar Kekurangan Gaji, Rekapitulasi Kekurangan Gaji dan halaman luar Daftar

Kekurangan Gaji yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK. • Daftar Perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh PPABP

• ADK belanja pegawai yang telah dimutakhirkan • SSP PPh Pasal 21

• SPTJM dari Kuasa PA/PPK

2. Kekurangan gaji yang dihitung dengan menu manual pada aplikasi GPP Satker dilampiri : • Daftar Kekurangan Gaji, Rekapitulasi Kekurangan Gaji dan halaman luar Daftar

Kekurangan Gaji yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK. • Daftar Perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh PPABP

• copy dokumen pendukung perubahan data pegawai yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang


(56)

• SSP PPh Pasal 21

• SPTJM dari Kuasa PA/PPK

D. Pembayaran Uang Duka Wafat/Tewas dilampiri :

• Daftar Perhitungan Uang Duka Wafat/Tewas, Rekapitulasi Uang Duka Wafat/Tewas dan halaman luar Daftar yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK.

• Daftar Perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh PPABP • SK pemberian Uang Duka Tewas dari pejabat yang berwenang

• copy dokumen pendukung perubahan data pegawai yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang berupa Surat Keterangan Kematian/Visum dari Camat atau Rumah Sakit

• ADK belanja pegawai yang telah dimutakhirkan • SPTJM dari Kuasa PA/PPK.

E. Permbayaran Terusan Penghasilan Gaji dilampiri :

• Daftar Perhitungan Terusan Penghasilan Gaji, Rekapitulasi Terusan Penghasilan Gaji dan halaman luar Terusan Penghasilan yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK.

• Daftar Perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh PPABP

• copy dokumen pendukung perubahan data pegawai yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang Surat Keterangan Kematian/Visum dari Camat atau Rumah Sakit untuk pembayaran pertama kali

• ADK belanja pegawai yang telah dimutakhirkan • SSP PPh Pasal 21

• SPTJM dari Kuasa PA/PPK


(57)

• Daftar Perhitungan Uang Muka Gaji, Rekapitulasi Uang Muka Gaji dan halaman luar Uang Muka Gaji yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK. • copy dokumen pendukung perubahan data pegawai yang dilegalisasi oleh pejabat yang

berwenang berupa SK Mutasi Pindah, Surat Permintaan Uang Muka Gaji, dan Surat Keterangan untuk mendapatkan Tunjangan Keluarga

• ADK belanja pegawai yang telah dimutakhirkan • SSP PPh Pasal 21

• SPTJM dari Kuasa PA/PPK

G. Pembayaran Uang Lembur dilampiri :

• Daftar Perhitungan Lemubr, Rekapitulasi Perhitungan Lembur yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK.

• Surat Perintah Kerja Lembur • SSP PPh Pasal 21

• SPTJM dari Kuasa PA/PPK H. Pembayaran Uang Makan dilampiri :

• Daftar Perhitungan Uang Makan yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran dan Kuasa PA/PPK

• SSP PPH Pasal 21

• SPTJM dari Kuasa PA/PPK

I. Pembayaran Honorarium/Vakasi dilampiri :

• Daftar Perhitungan Honorarium/Vakasi yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran dan Kuasa PA/PPK

• SK dari Pejabat yang berwenang • SSP PPH Pasal 21


(1)

Berdasarkan hasil estimasi dengan metode pooling least square (PLS) menunjukkan bahwa seluruh variabel pada 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara mempunyai pengaruh positif terhadap variasi pertumbuhan ekonomi pada 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara.

Seluruh Variabel pada 22 Kabupaten dan kota di Sumatera Utara dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonomi yang paling besar berada di Medan dengan rata – rata pertumbuhan ekonomi adalah sebesar : 0,51 dan yang paling kecil adalah Nias adalah sebesar 0,03. Berdasarkan hasil uji Hausman model yang terbaik dalam penelitian ini adalah random effect model ( REM ) dengan nilai chi – squarenya sebesar 0.777857.

6.2 Keterbatasan

Keterbatasan yang dihadapi dalam penelitian ini yaitu hanya menggunakan lima

variabel, yaitu pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU), dana alokasi

khusus (DAK), dana bagi hasil (DBH) dan investasi daerah. Periode pengamatan hanya

empat tahun sehingga belum cukup untuk menggambarkan pengaruh pendapatan asli

daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dana bagi hasil

(DBH) dan investasi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi pemerintah daerah.

6.3 Saran

Berdasarkan analisis dari penelitian serta kesimpulan yang telah dirumuskan di atas, maka penulis perlu untuk mengajukan saran – saran yang relevan sebagai usaha untuk memecahkan permasalahan yang ditentukan dalam analisis serta diharapkan dapat berguna


(2)

sebagai masukan – masukan bagi pihak – pihak yang terkait. Adapun saran – saran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan Asli Daerah 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan koefisiennya sebesar 0.578890 artinya apabila PAD 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara naik sebesar Rp 1.000.000 maka pertumbuhan ekonomi pada 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara naik sebesar Rp 57.889 ceteris paribus. Artinya PAD mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi di 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara. Semakin tinggi besaran PAD maka pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi pula. Hal ini akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi antarkabupaten dan kota..

2. DAU pada 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara mempunyai pengaruh negatif terhadap Pertumbuhan ekonomi dan koefisiennya adalah sebesar 0.524690 artinya apabila DAU pada 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara naik sebesar Rp 1.000.000, maka Pertumbuhan ekonomi pada 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara mengalami penurunan sebesar Rp 52.469 ceteris paribus. Artinya DAU mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi di 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara. Semakin tinggi besaran DAU maka pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi pula. Hal ini akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi antarkabupaten dan kota..

3. Dana Alokasi Khusus pada 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara mempunyai pengaruh positif terhadap Pertumbuhan ekonomi dan koefisiennya sebesar 0.510876 artinya apabila Dana Alokasi Khusus naik sebesar Rp. 1.000.000, maka Pertumbuhan ekonomi pada 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara mengalami kenaikan sebesar Rp. 51.087 ceteris paribus. Artinya DAK mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pertumbuhan


(3)

ekonomi di 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara. Semakin tinggi besaran DAK maka pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi pula. Hal ini akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi antarkabupaten dan kota.

4. Dana Bagi Hasil pada 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara mempunyai pengaruh positif terhadap Pertumbuhan ekonomi dan koefisiennya sebesar 0.478907 artinya apabila Dana Bagi Hasil sebesar Rp. 1.000.000, maka Pertumbuhan ekonomi pada 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara mengalami kenaikan sebesar Rp. 47.890 ceteris paribus. Artinya DBH mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi di 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara. Semakin tinggi besaran DBH maka pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi pula. Hal ini akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi antarkabupaten dan kota.

5. Investasi daerah pada 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara mempunyai pengaruh positif terhadap Pertumbuhan ekonomi dan koefisiennya sebesar 0.457085 artinya apabila investasi daerah sebesar Rp. 1.000.000, maka Pertumbuhan ekonomi pada 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara mengalami kenaikan sebesar Rp. 45.708 ceteris paribus. Artinya investasi daerah mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi di 22 kabupaten dan kota di Sumatera Utara. Semakin tinggi besaran investasi daerah maka pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi pula. Hal ini akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi antarkabupaten dan kota.

6.

Dari hal yang sudah disebutkan sebelumnya, maka pemerintah daerah diharapkan

dapat lebih lagi memacu penerimaan daerahnya yang berasal dari penerimaan asli

kidaerahnya. PAD akan dapat digunakan secara lebih bebas oleh daerah tersebut

daripada penerimaan daerah yang berasal dari dana perimbangan. Dengan PAD


(4)

yang tinggi maka daerah tersebut akan semakin mandiri secara keuangan dan dapat

mewujudkan tujuan dari otonomi daerah itu sendiri.

7. Disarankan untuk menambah variabel independen lain atau menambah tahun pengamatan sehingga hasil yang diperoleh lebih dapat dijadikan dasar penilaian tentang pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Belanja Modal maupun belanja Pegawai dapat digunakan sebagai variabel intervening ataupun menambah variabel seperti faktor indeks prestasi masyarakat (IPM).


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agung Nugroho, Bambang. 2005.

Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian

dengan Spss

. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Bastian, Indra (a). 2006

. Akuntansi Sektor Publik; Suatu Pengantar

. Jakarta: Erlangga.

Bastian, Indra (b). 2001. Manual

Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah

. Yogyakarta:

PPA FE UGM

Badan Pusat Statistik. 2007. Data Statistik BPS. Medan: BPS Pusat Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gujatari, Damodar.2003. Ekomometrika Dasar: Edisi Keenam, Jakarta. Erlangga

Halim, Abdul. 2002.

Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah

. Jakarta:

Salemba Empat.

Halim, Abdul. 2004.

Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah

, Edisi

Revisi. Jakarta: Salemba Empat.

Hamzah, Ardi. 2009. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan

Belanja Publik terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan

Pengangguran: Pendekatan Analisis Jalur. (Studi Pada 38 Kota/Kabupaten di

Propinsi Jawa Timur Periode 2001-2006). Jurnal: Balitbang Depdagri.

Harahap, Sofyan Syafri. 2007. Teori Akuntansi, Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Isdijoso, Brahmantio, 2002.

Analisis Kebijakan Fiskal pada Era Otonomi Daerah (Studi

Kasus: Sektor Pendidikan di Kota Surakarta),

Kajian Ekonomi Dan Keuangan

Vol. 6 No. 1.


(6)

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen.Yogyakarta: BPFE Universitas Gajah Mada.

Kuncoro, Mudrajat.2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Erlangga, Jakarta.

Rizky Fitriyanti, Ismi; Pratolo, Suryo. 2009. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan

Belanja Pembangunan terhadap Rasio Kemandirian dan Pertumbuhan Ekonomi

(Studi pada Kota, Kabupaten dan Provinsi di DIY). Jurnal: Balitbang Depdagri.

Rokhmawati, Anita. 2009.

Pengaruh Belanja Modal dan PAD terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota di Jawa Timur). UMN

Yogyakarta

: Jurnal.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Syahyunan, Iskandar, dkk. 2008. Analisis Data Penelitian. Medan: USU Press.

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Jurusan Akuntansi, 2004. Buku Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi, Medan. USU Press.

Waluyo, Joko. 2007. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan antar daerah di Indonesia.FE UI: Tesis.

Permendagri 13 Tahun 2006 tentang Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UII Press.

Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UII Press.