Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara.

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERTUMBUHAN EKONOMI

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

HAMDAN RITONGA

020501019

DEPARETEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan

2007


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

HAMDAN RITONGA

020501019

DEPARETEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan

2007


(3)

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

Nama : Hamdan Ritonga

NIM : 020501019

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara

Tanggal,

Pembimbing

Drs. Rujiman, MA NIP. 131 127 371


(4)

BERITA ACARA UJIAN

Hari :

Tanggal :

Nama : Hamdan Ritonga

NIM : 020501019

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara

PANITIA UJIAN

Ketua Departemen Pembimbing Skripsi

Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec Drs. Rujiman, MA

NIP. 132 206 574 NIP. 131 127 371

Penguji Penguji II

Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si Drs. Jonathan Sinuhaji, M.Si NIP. 130 937 215 NIP. 130 702 215


(5)

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

Nama : Hamdan Ritonga

NIM : 020501019

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara

Tanggal, Ketua Departemen

Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec NIP. 132 206 574

Tanggal, Dekan

Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec NIP. 131 285 985


(6)

(Chief of Development Economy Department), Drs. Rahmad Simanjaya, M.Si (Prometer I) and Drs. Jonathan Sinuhaji, M.Si (Promoter II)

The objective of this research is to know the factors effecting Economic Growth of North Sumatera ini which variabel of total population (X1) and variable of investment (X3) have significant effect on economic growth of North Sumatera. But variabel of consumption level (X2) has positive significant on economic growth of North Sumatera.

To see the presence or absence of population growth effect, consumption level and investment effect on economic growth of North Sumatera, we can see the regression result that should be made on those variables. The number of population (X1) has negative effect on economic growth of North Sumatera; however consumption level (X2) and investment (X3) have positive effect on economic growth of North Sumatera. It is important to determine the policies supporting the growth worth of regional production either materials or service. Thus, it is expected to add and improve the income.

Keywords : Economic growth of North Sumatera, number of population, investment and consumption level.


(7)

MA, Wahyu Ario Pratomo, SE,M.Ec (Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan). Drs. Rahmad, M.Si (Penguji I) dan Drs. Jonathan Sinuhaji, M.Si (Penguji II)

Penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara dimana variabel jumlah penduduk (X1) dan variabel investasi (X3) tidak berlaku signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, sedangkan variabel tingkat konsumsi (X2) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

Untuk melihat ada tidaknya pengaruh pertumbuhan penduduk, tingkat konsumsi dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara dapat dilihat dari hasil regresi yang akan dilakukan terhadap variabel-variabel tersebut. Jumlah penduduk (X1) mempunyai pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Sementara Tingkat Konsumsi (X2) dan Investasi (X3) mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Dengan ini perlu di upayakan kebijakan yang menunjang kenaikan nilai tambah dari hasil produksi daerah baik berupa barang dan jasa. Dengan demikian diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pendapatan.

Kata Kunci : Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, Jumlah Penduduk, Investasi dan tingkat konsumsi.


(8)

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, sumber segala hikmat yang telah melimpahkan rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai, sebagai tugas akhir yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Dan juga salawat serta salam saya haturkan kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW, para sahabat, dan keluarganya.

Adapun judul skripsi ini adalah “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI SUMATERA UTARA”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pemikiran. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada : 1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Bapak Irsad Lubis, PhD selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, Msi dan Bapak Drs. Jonathan Sinuhaji, MSi selaku Dosen Pembanding I dan Dosen Pembanding II yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Staff pengajar dan Staff Administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang selama ini telah mendidik dan membimbing penulis dengan tulus ikhlas.

6. Bapak pimpinan, Staf dan pegawai Bappeda, BPS, dan instansi lain di Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam mencari data yang dibutuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua saya yang tercinta, dan seluruh keluarga yang selalu memberi spirit dan motivasi serta dukungan do’a dan materi kepada penulis, baik selama perkuliahan hingga dalam penulisan skripsi ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa Ekonomi Pembangunan terutama stambuk 2002 dan seluruh teman-teman yang dapat saya sebutkan namanya satu per satu yang telah banyak membantu penulis dalam perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi bahan penulisan maupun kemampuan ilmiah dan teknis penulis. Oleh karena


(10)

Medan, Juni 2007 Penulis


(11)

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 1

1.3. Hipotesis ... 7

1.4. Tujuan Penelitian ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 9

2.2. Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 13

2.3. Pertumbuhan Penduduk ... 26

2.4. Tingkat Konsumsi ... 32


(12)

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 51

3.4. Model Analisis Data ... 51

3.5. Uji Kesesuaian ... 53

3.6. Defenisi Operasional Variabel... 57

BAB IV : ANALISIS DAN EVALUASI ... 58

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 58

4.2. Perkembangan Ekonomi Sumatera Utara ... 63

4.3. Jumlah Penduduk ... 68

4.4. Tingkat Konsumsi ... 72

4.5. Perkembangan Investasi di Sumatera Utara ... 74

4.6. Hasil dan Analisa ... 76

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

5.1. Kesimpulan ... 85

5.2. Saran ... 87 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...


(13)

4.1. Kondisi Geografis Sumatera Utara menurut Kabupaten/Kota ... 59

4.2. Laju Pertumbuhan Riil menurut Lapangan Usaha ... 64

4.3. PDRB Sumatera Utara dan PDB Indonesia ... 65

4.4. Peranan PDRB menurut Lapangan Usaha ... 66

4.5. PDRB Perkapita ADH Berlaku dan ADH Konstan ... 67

4.6. PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1991-2005 ... 68

4.7. Jumlah Penduduk Provinsi Sumut Berdasarkan Umur ... 70

4.8. Pengeluaran Rata-rata Perkapita Sebulan untuk Makanan dan Bukan Makanan Menurut Jenis Pengeluaran ... 73

4.9. Perkembangan PMDN di Sumatera Utara ... 75

4.10. Perkembangan PMA di Sumatera Utara ... 76


(14)

2.1. Anggaran Konsumsi ... 39

2.2. Kendala Anggaran Konsumsi ... 41

2.3. Hubungan Tingkat Bunga dan Investasi ... 47

4.1. Uji t-statistik Variabel Jumlah Penduduk ... 79

4.2. Uji t-statistik Variabel Tingkat Konsumsi ... 80

4.3. Uji t-statistik Variabel Investasi ... 81

4.4. Uji F-statistik ... 82


(15)

(Chief of Development Economy Department), Drs. Rahmad Simanjaya, M.Si (Prometer I) and Drs. Jonathan Sinuhaji, M.Si (Promoter II)

The objective of this research is to know the factors effecting Economic Growth of North Sumatera ini which variabel of total population (X1) and variable of investment (X3) have significant effect on economic growth of North Sumatera. But variabel of consumption level (X2) has positive significant on economic growth of North Sumatera.

To see the presence or absence of population growth effect, consumption level and investment effect on economic growth of North Sumatera, we can see the regression result that should be made on those variables. The number of population (X1) has negative effect on economic growth of North Sumatera; however consumption level (X2) and investment (X3) have positive effect on economic growth of North Sumatera. It is important to determine the policies supporting the growth worth of regional production either materials or service. Thus, it is expected to add and improve the income.

Keywords : Economic growth of North Sumatera, number of population, investment and consumption level.


(16)

MA, Wahyu Ario Pratomo, SE,M.Ec (Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan). Drs. Rahmad, M.Si (Penguji I) dan Drs. Jonathan Sinuhaji, M.Si (Penguji II)

Penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara dimana variabel jumlah penduduk (X1) dan variabel investasi (X3) tidak berlaku signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, sedangkan variabel tingkat konsumsi (X2) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

Untuk melihat ada tidaknya pengaruh pertumbuhan penduduk, tingkat konsumsi dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara dapat dilihat dari hasil regresi yang akan dilakukan terhadap variabel-variabel tersebut. Jumlah penduduk (X1) mempunyai pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Sementara Tingkat Konsumsi (X2) dan Investasi (X3) mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Dengan ini perlu di upayakan kebijakan yang menunjang kenaikan nilai tambah dari hasil produksi daerah baik berupa barang dan jasa. Dengan demikian diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pendapatan.

Kata Kunci : Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, Jumlah Penduduk, Investasi dan tingkat konsumsi.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan gambaran keadaan suatu perekenomian dari suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang. Pertumbuhan ekonomi ditandai dengan meningkatnya jumlah barang dan jasa (outpu) yang dihasilkan oleh suatu daerah, dalam hal ini Propinsi Sumatera Utara.

Pertumbuhan merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan, dan hasil pertumbuhan ekonomi akan dapat pula dinikmati masyarakat sampai di lapisan paling bawah, baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah. Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana, mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin, tertinggal, tidak produktif akan menjadi produktif yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri. Strategi ini dikenal dengan istilah “Redistribution With Growth”.


(18)

Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secara riil dari tahun ke tahun tergambar melalui penyajian PDRB atas harga konsumen secara berskala, yaitu pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya apalagi negative menunjukkan terjadinya penurunan. Pertumbuhan biasanya disertai dengan proses sumber daya dan dana negara.

Selain itu pertumbuhan ekonomi umumnya juga disertai dengan terjadinya pergeseran pekerjaan dari kegiatan yang relatif rendah produktivitasnya ke kegiatan yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi secara potensial cenderung meningkatkan produktivitas pekerja, dan meningkatkan skala unit usaha.

Kuznets (1996) mendefenisikan pertumbuhan ekonomi sebagai “ Kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan”.

Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) juga merupakan perubahan nilai kegiatan ekonomi dari tahun untuk satu periode ke periode yang lain dengan mengambil rata-ratanya dalam waktu yang sama, maka untuk mengatakan tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan tingkat pendapatan nasional dari tahun ke tahun.

Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi daerah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di daerah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di daerah tersebut. Pertambahan pendapatan itu diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan.


(19)

Hal itu juga sekaligus menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, model, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut.

Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi trasfer-payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah. Menurut Boediono (1985 : 1) Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Jadi, persentase pertambahan output itu haruslah lebih tinggi dari presentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut.

Menurut Boediono ada ahli ekonomi yang membuat defenisi yang lebih ketat, yaitu bahwa pertumbuhan itu haruslah “bersumber dari proses intern perekonomian tersebut”. Ketetntuan yang terakhir ini sangat penting diperhatikan dalam ekonomi wilayah, karena bisa saja suatu wilayah mengalami pertumbuhan tetapi pertumbuhan itu tercipta karena banyaknya bantuan/suntikan dana dari pemerintah pusat dan pertumbuhan itu terhenti apabila suntikan dana itu dihentikan. Dalam kondisi seperti ini, sulit dikatakan ekonomi wilayah itu bertumbuh. Adalah wajar suatu wilayah terbelakang mendapat suntikan dana dalam proporsi yang lebih besar dibandingkan wilayah lainnya, akan tetapi setelah suatu jangka waktu tertentu, wilayah itu mestilah tetap bisa tumbuh walaupun tidak lagi mendapat alokasi yang berlebihan.

Sektor-sektor ekonomi yang dianggap dominan merupakan sektor ekonomi yang menjadi potensi bagi daerah yang bersangkutan. Setelah adanya otonomi daerah, masing-masing daerah sudah lebih bebas dalam menetapkan sektor/komoditi yang


(20)

diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting. Sektor yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang.

Perekonomian Sumatera Utara secara makro pada triwulan pertama tahun 2006 jika dibandingkan dengan triwulan yang sama ditahun 2005 (year on year) hanya berhasil tumbuh sebesar 2,89%. Jika dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2005, kinerja perekonomian Sumatera Utara mengalami peningkatan sebesar 4,11%. Secara makro, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan pertama tahun 2006 ini mulai pulih kembali. Didukung oleh kestabilan moneter yang semakin baik yang dapat dilihat dari kecenderungan menguat dan stabilnya nilai tukar Rupiah secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir serta meredanya tekanan inflasi di Sumatera Utara, menjadikan pencapaian kinerja tersebut lebih tinggi dari pencapaian kinerja perekonomian nasional pada triwulan yang sama yang hanya mencapai 2,03% (Press Release BPS Sumatera Utara, 2006:1).

Jika membandingkan pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan pertama tahun 2006 terhadap triwulan keempat tahun 2005 tumbuh sebesar 2,03%. Sedangkan pada triwulan pertama tahun 2006 terhadap triwulan pertama pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi nasional tumbuh sebesar 4,59%. Untuk Sumatera Utara pada triwulan pertama tahun 2006 terhadap triwulan keempat 2005 pertumbuhan ekonominya naik sebesar 4,11%. Sedangkan pada triwulan pertama tahun 2006


(21)

terhadap triwulan pertama tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara naik sebesar 2,89%.

Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2006 untuk nasional sebesar 6,2% dan untuk Sumatera Utara sebesar 6,49%. Berarti untuk mencapai target tersebut pada semester kedua tahun 2006 pertumbuhan ekonomi nasional harus mencapi 7,0% dan 9,0% untuk Propinsi Sumatera Utara.

Simon Kuznets, mendefenisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan makin banyak barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh seiring dengan kemajuan teknologi. Ada beberapa kegunaan dari pertumbuhan ekonomi yaitu

1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat 2. Memperluas kesempatan kerja

3. Memperbaiki distribusi pendapatan

4. Sebagai persiapan untuk kemajuan selanjutnya.

Setiap komponen ekonomi diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Adapun beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan penduduk, tingkah konsumsi, investasi dan lain sebagainya.

Pengkajian kependudukan sangat berguna dalam perencanaan perekonomian suatu negara, baik dalam jangka pendek dan juga dalam jangka panjang. Bahkan setiap negara perlu mengkaji kependudukan ini bukan hanya ruang lingkup nasional tetapi juga harus mengkaji secara global. Pengaruh pertumbuhan penduduk pada pembangunan ekonomi telah menarik perhatian ekonomi sejak Adam Smith menulis bukunya Wealth of Nations.


(22)

Pertumbuhan penduduk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dapat sebagai penghalang bagi pertumbuhan ekonomi. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, karena didukung oleh investasi yang tinggi, teknologi yang tinggi dan lain-lain. Akan tetapi di negara berkembang, akibat pertumbuhan penduduk terhadap pembangunan tidaklah demikian, karena kondisi yang berlaku sama sekali berbeda dengan kondisi ekonomi negara maju. Ekonomi negara berkembang modal kurang, teknologi masih sederhana, tenaga kerja kurang ahli karena itu, pertumbuhan penduduk benar-benar dianggap sebagai hambatan pembangunan ekonomi, dimana pertumbuhan penduduk yang cepat memperberat tekanan pada lahan dan menyebabkan pengangguran dan akan mendorong meningkatnya beban ketergantungan. Penyediaan fasilitas pendidikan dan sosial secara memadai semakin sulit terpenuhi (Todaro, 1995).

Selain pertumbuhan penduduk, faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi terdiri dari konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tanggga dan konsumsi swasta. Pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki porsi terbesar dalam total pengeluaran agregat, berbeda dengan pengeluaran pemerintah yang bersifat ekosgenus dan konsumsi rumah tangga bersifat endogenus. Dalam arti besarnya konsumsi rumah tangga berkaitan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.

Dari uraian-uraian diatas, maka penulis melihat adanya prospek pertumbuhan ekonomi dan potensi sektor yang memiliki keunggulan di Propinsi Sumatera Utara untuk dapat ditingkatkan. Untuk itu penulis tertarik untuk mendalami dan


(23)

menganalisisnya dalam bentuk skripsi yang berjudul : “Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdsarkan uraian diatas, maka ada rumusan masalah yang dapat diambil sebagai kajian dalam penelitian yang dilakukan. Hal ini dilakukan untuk lebih mempermudah dan mensistemasikan penulisan skripsi ini. Selain itu, rumusan masalah ini diperlukan sebagai suatu cara untuk mengambil keputusan dari akhir penulisan skripsi.

Yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

“Bagaimana pengaruh jumlah penduduk, tingkat konsumsi, dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara”.

1.3. Hipotesis

Dari perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :

“Jumlah Penduduk, Tingkat Konsumsi, dan Investasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara”.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.


(24)

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

1.5. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, terutama bagi mahasiswa departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

2. Untuk memperkaya wawasan ilmiah dan non-ilmiah penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni serta mengaplikasikannya secara kontekstual dan tekstual.

3. Sebagai masukan bagi kalangan akademis dan peneliti yang tertarik membahas pertumbuhan ekonomi Propinsi Sumatera Utara.


(25)

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

2.1. Pertumbuhan Ekonomi

Kinerja perekonomian suatu negara dalam periode tertentu dapat diukur melalui suatu indikator penting yakni data pendapatan nasional. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktifitas perekonomian menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada dasarnya aktifitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan turut meningkat.

Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan jika seluruh balas jasa riil terhadap penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi lebih menunjukkan pada perubahan yang bersifat kuantitatif dan biasanya diukur dengan menggunakan data produk domestik bruto (PDB) atau pendapatan atau output perkapita.

Menurut Sukirno (2006:423), dalam kegiatan perekonomian yang sebenarnya pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan fisikal produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu negara, seperti pertambahan dan jumlah produksi barang industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi sektor jasa dan pertambahan produksi barang modal.

Menurut Sukirno (2006:429), ada beberapa faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi, yaitu :


(26)

1. Tanah dan kekayaan alam lainnya

Kekayaan alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim dan cuaca, dan jumlah dan jenis hasil hutan dan hasil laut yang dapat diperoleh, jumlah dan jenis kekayaan barang tambang yang terdapat.

Kekayaan alam akan dapat mempermudah usaha untuk mengembangkan perekonomian sesuatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi.

Apabila daerah tersebut mempunyai kekayaan alam yang dapat diusahakan dengan menguntungan, hambatan-hambatan seperti kekurangan modal dan kekurangan tenaga ahli, kekurangan pengetahuan para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan ekonomi modern, dan terbatasnya pasar bagi berbagai jenis kegiatan ekonomi akan dapat teratasi dan pertumbuhan ekonomi dipercepat. Kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan tersebut akan menarik pengusaha dan negara yang lebih maju untuk mengusahakan kekayaan alam tersebut. Modal yang cukup, teknologi dan teknik produksi yang modern, dan tenaga-tenaga ahli yang dibawa oleh pengusaha-pengusaha tersebut dari luar memungkinkan kekayaan alam itu diusahakan secara efisien dan menguntungkan.

2. Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja

Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat kepada perkembangan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja, dan penambahan tersebut memungkinkan negara itu menambah produksi. Disamping itu sebagai


(27)

akibat pendidikan, latihan dan pengalaman kerja, keterampilan penduduk akan selalu bertambah tinggi. Hal ini akan menyebabkan produktivitas bertambah dan ini selanjutnya menimbulkan pertambahan produksi yang lebih cepat daripada pertambahan tenaga kerja.

Perkembangan penduduk menyebabkan besarnya luas pasar dari barang-barang yang dihasilkan sektor perusahaan akan bertambah pula. Karena peranannya ini maka perkembangan penduduk akan menimbulkan dorongan kepada pertambahan dalam produksi nasional dan tingkat kegiatan ekonomi. Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi terutama dihadapi oleh masyarakat yang kemajuan ekonominya belum tinggi tetapi telah menghadapi masalah kelebihan penduduk. Sebagai akibat dari ketidak seimbangan ini produktivitas marjinal penduduk adalah rendah. Ini berarti pertambahan penggunaan tenaga kerja tidak akan menimbulkan pertambahan dalam produksi nasional, ataupun kalau bertambah, pertambahan tersebut adalah terlalu lambat dan tidak dapat mengimbangi pertambahan penduduk.

3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi

Barang-barang modal penting artinya dalam mempertinggi keefisienan pertumbuhan ekonomi. Apabila barang-barang modal saja yang bertambah, sedangkan tingkat teknologi tidak mengalami perkembangan, kemajuan yang akan tercapai adalah jauh lebih rendah. Oleh karena itu, pendapatan perkapita hanya akan mengalami perkembangan yang sangat kecil.


(28)

4. Sistem sosial dan sikap masyarakat

Sistem sosial dan sikap masyarakat dapat menentukan sampai dimana pertumbuhan ekonomi dapat dicapai. Di sebagian besar masyarakat terdapat sikap masyarakat yang dapat memberikan dorongan yang besar kepada pertumbuhan ekonomi. Adat istiadat yang tradisional dapat menghambat masyarakat untuk menggunakan cara memproduksi yang modern dan produktivitas yang tinggi.

Apabil didalam masyarakat terdapat beberapa keadaan dalam sistem sosial dan sikap masyarakat yang sangat menghambat pertumbuhan ekonomi, pemerintah haruslah berusaha untuk menghapuskan hambatan-hambatan tersebut. Perubahan itu terutama harus ditujukan agar masyarakat bersedia bekerja lebih keras untuk mendapatkan pendapatan dan keuntungan yang lebih banyak. Salah satu langkah penting yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan ini adalah dengan memperluas fasilitas pendidikan dan meningkatkan taraf pendidikan masyarakat.

5. Investasi

Investasi merupakan suatu faktor penting bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang (bagi kelangsungan pembangunan ekonomi). Pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi (barang dan jasa) disemua sektor-sektor ekonomi. Untuk kegiatan tersebut perlu dibangun pabrik-pabrik, gedung-gedung, perkantoran, infrastruktur, dan sebagainya. Untuk pengadaan semua itu, diperlukan dana untuk membiayainya yang disebut dana investasi.


(29)

Dengan adanya kegiatan produksi, maka terciptalah kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat yang selanjutnya menciptakan atau meningkatkan permintaan di pasar. Pasar berkembang dan berarti juga volume kegiatan produksi, kesempatan kerja, dan pendapatan didalam negeri meningkat, maka terciptalah pertumbuhan ekonomi.

2.2. Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi 2.2.1. Teori Ekonomi Klasik

Orang yang pertama membahas pertumbuhan ekonomi secara sistematis sehingga dijuluki sebagai nabi ekonomi adalah Adam Smith (1723-1790) yang membahas masalah ekonomi dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of The Wealth of Nations (1776). Inti ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi apa yang dirasanya terbaik untuk dilakukan.

Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi, membawa ekonomi kepada kondisi full employment, dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stasioner (stasionary state). Posisi stasioner terjadi apabila sumber daya alam telah seluruhnya termanfaatkan. Kalaupun ada pengangguran, hal itu bersifat sementara.

Pemerintah tidak perlu terlalu dalam mencampuri urusan perekonomian. Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta berperan optimal dalam perekonomian. Pemerintah tidak perlu terjun langsung dalam kegiatan produksi dan jasa. Peranan pemerintah adalah menjamin


(30)

keamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat serta membuat “aturan main” yang memberi kepastian hukum dan keadilan bagi para pelaku ekonomi.

Dalam hal ini pemerintah berkewajiban menyediakan prasaran sehingga aktivitas swasta menjadi lancar. Pengusaha perlu mendapat keuntungan yang memadai (tidak hanya sekadar keuntungan minimum) agar dapat mengakumulasi modal dan membuat investasi baru, sehingga dapat menyerap tenaga kerja baru. Terhadap pemikiran Smith, perlu dicatat pendapat Schumpeter (1911) dalam bahasa Jerman, 1993 dalam bahasa Inggris), yang mengatakan bahwa posisi stasioner tidak akan terjadi karena manusia akan terus melakukan inovasi.

Sebagai akibat depresi ekonomi dunia tahun 1929-1932, pandangan Smith kemudian dikoreksi oleh Keynes (1936) dengan mengatakan bahwa untuk menjamin pertumbuhan yang stabil pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal (perpajakan dan perbelanjaan pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar), dan pengawasan langsung. Ahli ekonomi setelah itu ada yang mendukung dan memperluas pandangan Keynes. Kedua kelompok ini tetap mengandalkan mekanisme pasar.

Perbedaannya adalah ada yang menginginkan peran pemerintah yang cukup besar tetapi ada pula yang menginginkan peran pemerintah haruslah sekecil mungkin. Walaupun berbeda, kedua kelompok umumnya sependapat bahwa salah satu tugas negara adalah menciptakan distribusi pendapatan yang tidak terlalu pincang (ada kaitan dengan tingkat saving dan konsumsi) sehingga pertumbuhan ekonomi bisa mantap dan berkelanjutan.


(31)

Belakangan disadari bahwa pemerintah perlu turun tangan untuk menyediakan jasa yang melayani kepentingan orang banyak ketika swasta tidak berminat menanganinya apabila tidak diberi hak khusus. Misalnya pembangkit tenaga listrik, telepon dan air minum. Swasta mungkin berminat menyediakan fasilitas ini apabila diberi hak monopoli dan karena hal itu mungkin tidak diterima oleh masyarakat dan penanganannya diambil alih oleh pemerintah. Atau, kalaupun itu dikelola oleh swasta harus diawasi oleh pemerintah.

Hal lainyang dianggap wajar pemerintah ketika turun tangan adalah mengatur stok pangan agar tercipta harga yang stabil. Dalam kerangka ekonomi wilayah, ada pandangan Smith yang tidak bisa diterapkan sepenuhnya, misalnya tentang lokasi dari kegiatan ekonomi tersebut. Sesuai dengan tata ruang yang berlaku maka lokasi dari berbagai kegiatan sudah diatur dan kegiatan yang akan dilaksanakan harus memilih diantara lokasi yang diperkenankan.

Terlepas dari kekurangan yang terdapat dalam teori Smith, pandangannya masih banyak yang relevan untuk diterapkan dalam perencanaan pertumbuhan ekonomi wilayah. Untuk itu, hal yang perlu dilakukan pemerintah daerah adalah memberi kebebasan kepada setiap orang/badan untuk berusaha (pada lokasi yang diperkenankan); tidak mengeluarkan peraturan yang menghambat pergerakan orang dan barang; tidak membuat tarif pajak daerah yang lebih tinggi dari daerah lain sehingga pengusaha enggan berusaha di daerah tersebut; menjaga keamanan dan ketertiban sehingga relatif aman untuk berusaha; menyediakan berbagai fasilitas dan prasarana sehingga pengusaha dapat beroperasi dengan efisien serta tidak membuat


(32)

prosedur penanaman modal yang rumit; berusaha menciptakan iklim yang kondusif sehingga investor tertarik menamkan modalnya di wilayah tersebut.

Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, teori Smith akan tumbuh subur pada kondisi pasar sempurna. Kondisi pasar sempurna untuk semua transaksi memang sulit diwujudkan, namun pemda harus berusaha untuk membuat kondisi pasar mengarah ke kondisi pasar sempurna. Pemda tidak memberi hak monopoli (penjual tunggal) atau monopoli (pembeli tunggal) kepada pihak swasta atas dasar lisensi, serta informasi tentang pasar disebarluaskan kepada masyarakat.

2.2.2. Teori Harrod-Domar

Teori ini dikembangkan hampir pada waktu bersamaan oleh Harrod (1948) di Inggris dan Domar (1957) di Amerika Serikat. Di antara mereka menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama, sehingga keduanya dianggap mengemukakan ide yang sama dan disebut teori Harrod-Dimar. Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis) sedangkan Harrod-Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinami). Toeri Harrod-Domar didasarkan pada asumsi :

1. Perekonomian bersifat tertutup

2. Hasrat menabung (MPS=s) adalah konstan

3. Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale), serta 4. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat

pertumbuhan penduduk.

Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan


(33)

produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :

g = K = n, Dimana :

g : Growth (tingkat pertumbuhan output) K : Capital (tingkat pertumbuhan modal) n : Tingkat pertumbuhan angkatan kerja

Agar terdapat keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (capital output ratio = Rasio modal-output).

Apabila tabungan dan investasi adalah sama (I = S), maka :

V S Y K Y S K Y Y S K S K I     

Agar pertumbunan tersebut mantap, harus dipenuhi syarat g = n = s/v. hal ini lebih mudah dimengerti dengan menggunakan contoh. Misalnya, perekonomian berada dalam kapasitas penuh dengan total pendapatan (Y) = 1.000 triliun rupiah. Hasrat menabung (s) = 20 %. Karena I = S maka tingkat investasi adalah 20 % x 1.000 triliun rupiah = 200 triliun rupiah. Misalnya rasio modal-output adalah 5 : 1 (diperlukan modal Rp. 5,00 agar terdapat kenaikan produksi sebesar Rp. 1,00 per tahun atau produktivitas modal = 0,20. besarnya kenaikan output adalh I/v = 200/5 = 40 triliun rupiah. Dengan demikian, laju pertumbuhan ekonomi adalah.

4% un 1.000trili

400triliun


(34)

Akan tetapi, hal ini hanya tercapai apabila laju pertumbuhan tenaga kerja juga 4%. Contoh diatas dapat dilihat dari sisi lain. Misalnya, kita menginginkan pertumbuhan ekonomi 5% atau ada kenaikan output sebesar 1.000 triliun rupiah x 0,05 = 50 triliun rupiah. Hal ini berarti investasi haruslah sebesar 50 triliun rupiah x (v) = 50 triliun rupiah x 5 = 250 triliun rupiah. Artinya, tingkat tabungan harus dinaikkan dari 0,20 menjadi 0,25 atau kekurangannya harus dipinjam dari luar.

Karena s,v, dan n bersifat independen maka dalam perekonomian tertutup, sulit tercapai kondisi pertumbuhan mantap. Harrod-Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi, kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan sisi permintaan barang.

Untuk perekonomian daerah, Richardson (terjemahan Sihotang, 1977) mengatakan kekakuan diatas diperlunak oleh kenyataan bahwa perekonomian daerah bersifat terbuka. Artinya, faktor-faktor produksi/hasil produksi yang berlebihan dapat diekspor dan yang kurang dapat diimpor. Impor dan tabungan adalah kebocoran-kebocoran dalam menyedot ouput daerah.

Sedangkan ekspor dan investasi dapat membantu menyedot output kapasitas penuh dari faktor-faktor produksi yang ada di daerah tersebut. Kelebihan tabungan yang tidak terinvestasikan secara loka dapat disalurkan ke daerah-daerah lain yang

tercermin dalam surplus ekspor. Apabila pertumbuhan tenaga kerja melebihi dari apa yang dapat diserap oleh kesempatan kerja lokal maka migrasi neto dapat


(35)

menyeimbangkan n dan g. jadi, dalam perekonomian terbuka, persyaratannya menjadi sedikit longgar.

Syarat statistik bagi perekonomian terbuka : S + M = 1 + X dapat dirumuskan menjadi : (s + m) Y = 1 + X, atau :

Y X m s Y I   

Kita mengetahui bahwa ekspor suatu daerah i dapat dirumuskan sebagai impor daerah-daerah lain. j ji j ji j Y M M Xi n n

 1 1

Ekspor daerah i = total impor daerah-daerah j dari daerah i = nilai m (marginal propensity to impor) daerah-daerah i dikalikan dengan tingkat pendapatan masing-masing setiap daerah j.

Dengan demikian, Richardson (dalam Sihotang, 1977:34) merumuskan persamaan pertumbuhan suatu wilayah adalah :

i i j ij i i i v Y Y m m S

g   

/

Catatan : Y X m s Y I   


(36)

v s g dimana .    v v s Y S Y I i j ji i i

i v s m m Y Y

g . 1   ( )/

1 / ) ( v Y Y m m s

gi i i ji j i

   

Berdasarkan rumus di atas maka agar suatu daerah tumbuh cepat atau gj tinggi, dikehendaki agar : sI (tingkat tabungan) = tinggi, mi (impor) = tinggi, ekspor = kecil, vI (capital output ratio/COR) = kecil, artinya dengan modal yang kecil dapat meningkatkan output yang sama besarnya. Yang termasuk dalam ekspor dan impor adalah barang konsumsi dan barang modal. Dalam model ini, kelebihan atau kekurangan tabungan dan dengan tenaga kerja dapat dinetralisir oleh arus keluar atau arus masuk dari setiap faktor di atas.

Pertumbuhan yang mantap tergantung pada apakah arus modal dan tenaga kerja interregional bersifat menyeimbangkan atau tidak. Pada model ini arus modal dan tenaga kerja searah karena pertumbuhan membutuhkan keduanya secara seimbang. Dalam praktiknya, daerah yang pertumbuhannya tinggi (daerah yang telah maju) akan menarik modal tenaga kerja dari daerah lain yang pertumbuhannya rendah dan hal ini membuat pertumbuhan antar daerah menjadi pincang. Artinya, daerah yang maju kian maju dan yang terbelakang akan semakin ketinggalan. Jadi, pertumbuhan antar daerah akan mengarah kepada heterogenous (makin pincang).

Teori Harrod-Domar sangat perlu diperhatikan bagi wilayah yang masih terbelakang dan terpencil atau hubungan keluarnya sangat sulit. Dalam kondisi seperti


(37)

ini, biasanya barang modal sangat langkah sehingga sulit melakukan konversi antara barang mdoal dengan tenaga kerja. Untuk wilayah seperti itu, bagi sektor yang hasil produksinya tidak layak atau kurang menguntungkan untuk diekspor (karena biaya angkut tinggi atau produk tidak tahan lama) maka peningkatan produksi mengakibatkan produk tidak terserap oleh pasar lokal dan tingkat harga turun drastis sehingga merugikan produsen. Oleh karena itu, lebih baik mengatur pertumbuhan berbagai sektor secara seimbang. Dengan demikian, pertambahan produksi di satu sektor dapat diserap oleh sektor lain yang tumbuh secara seimbang.

2.2.3. Teori Pertumbuhan Neoklasik

Teori pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Robert M.Solow (1970) dari Amerika Serikat dan T.W. Swan (1956) dari Australia. Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi. Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam modelnya.

Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). dengan demikian, syarat-syarat adanya pertumbuhan yang mantap dalam model Solow-Swan kurang restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara modal dan tenaga kerja. Hal ini berarti adanya fleksibilitas dalam rasio modal-output dan rasio modal-tenaga kerja.

Teori Solo-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri/mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas


(38)

kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Hal ini membuat teori mereka dan pandangan para ahli lainnya yang sejalan dengan pemikiran mereka dinamakan teori Neoklasik.

Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber, yaitu akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas perkapita meningkat. Dalam model tersebut, masalah teknologi dianggap fungsi dari waktu. Oleh sebab itu, fungsi produksinya berbentuk :

Yi = fi (K,L,t)

Dalam kerangka ekonomi wilayah, Richardson (dalam Sihotang, 1977:39) kemudian menderivasikan rumus di atas menjadi sebagai berikut :

Yi = ai ki + (I-ai) ni + T Di mana :

Yi = besarnya output

Ki = tingkat pertumbuhan output Ni = tingkat pertumbuhan tenaga kerja Ti = kemajuan teknologi

a = bagian yang dihasilkan oleh faktor modal

(I-a) = bagian yang dihasilkan oleh faktor di luar modal

Agar faktor produksi selalu berada pada kapasitas penuh perlu mekanisme yang menyamakan investasi dengan tabungan (dalam kondisi full employment). Dengan demikian, pertumbuhan mantap membutuhkan syarat bahwa :

P K Y a MPK

i i i


(39)

Jika p sudah tertentu dan a konstan maka Y dan K harus tumbuh dengan tingkat yang sama.

Syarat keseimbangan bagi keseluruhan system adalah :

1

1 i

i i

i S

I

(walaupun di suatu region tabungan bisa saja tidak sama dengan investasi).

Suatu daerah akan mengimpor modal jika tingkat pertumbuhan modalnya lebih kecil dari rasio tabungan domestik terhadap modal. Dalam pasar sempurna marginal productivity of labour (MPL) adalah fungsi langsung tapi bersifat terbalik dari marginal productivity of capital (MPK). Hal ini bisa dilihat dari nilai rasio modal tenaga kerja (K/L).

Apabila tiap daerah dimisalkan menghasilkan output yang homogen dan fungsi produksi yang identik maka di daerah yang K/L-nya tinggi terdapat upah riil yang tinggi dan MPK yang rendah. Adapun di daerah yang K/L-nya rendah terdapat upah riil yang rendah tetapi MPK yang tinggi. Sebagai akibatnya modal akan mengalir dari daerah yang upahnya tinggi ke daerah yang upahnya rendah karena akan memberikan balas jasa (untuk modal) yang lebih tinggi.

Sebaliknya, tenaga kerja akan mengalir dari daerah upah rendah ke daerah upah tinggi. Mekanisme di atas pada akhirnya menciptakan balas jasa faktor-faktor produksi di semua daerah sama. Dengan demikian, perekonomian regional/pendapatan per kapita regional akan mengalami proses konvergensi (makin sama).

Teori neoklasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna,


(40)

perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam model ekonomi klasik, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan termasuk perpindahan orang, barang dan modal. Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, tenaga kerja dan perlunya penyebarluasan informasi pasar.

Harus diusahakan terciptanya prasaran perhubungan yang baik dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan kestabilan politik. Demikian pula model Neoklasik sangat memperhatikan faktor kemajuan teknik, yang dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Mutu SDM adalah menyangkut keahlian dan moral, dan moral sangat dipengaruhi oleh aturan main yang berlaku. Hal khusus yang perlu dicatatat bahwa model Neoklasik mengasumsikan I = S. Hal ini berarti kebiasaan masyarakat yang suka menyimpan uang kontan dalam jumlah besar di rumah (bukan di bank) tanpa tujuan khusus, dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Hal ini perlu disosialisasikan kepada masyarakat. Paham neoklasik melihat peran kemajuan teknologi/inovasi sangat besar dalam memacu pertumbuhan wilayah. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mendorong terciptanya kreativitas dalam kehidupan masyarakat, agar produktivitas per tenaga kerja terus meningkat. Analisis lanjutan dari paham Neoklasik menunjukkan bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth), diperlukan suatu tingkat s (saving) yang pas dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali (di wilayah tersebut).

2.2.4. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disinergikan

Teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike) diperkenalkan oleh Samuelson (1955). Setiap negara/wilayah perlu melihat sector/komoditi apa yang memiliki potensi besar


(41)

dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan.

Artinya dengan kebutuhan modal yang sama sector tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu yang relative singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar. Agar pasarnya terjamin, produk tersebut harus dapat menembus dan mampu bersaing pada pasar luar negeri. Perkembangan sector tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh.

Mensinergikan sektor-sektor adalah membuat sektor-sektor saling terkait dan saling mendukung. Misalnya usaha perkebunan yang dibuat bersinergi dengan usaha peternakan. Rumput/limbah perkebunan dapat dijadikan makanan ternak, sedangkan teletong/kotoran ternak bisa dijadikan pupuk untuk tanaman perkebunan. Contoh lain adalah usaha pengangkutan dan usaha perbengkelan. Dengan demikian, pertumbuhan sektor yang satu mendorong pertumbuhan sektor yang lain, begitu juga sebaliknya. Menggabungkan kebijakan jalur cepat (turnpike), dan mensinergikannya dengan sektor lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat.

Selain itu, perlu diperhatikan pandangan beberapa ahli ekonomi (Schumpeter dan lain-lain) yang mengatakan bahwa kemajuan ekonomi sangat ditentukan oleh jiwa usaha (entrepreneurship) dalam masyarakat. Jiwa usaha berarti pemilik modal mampu melihat peluang dan berani mengambil resiko membuka usaha baru maupun memperluas usaha yang telah ada.

Dengan pembukaan usaha baru dan perluasan usaha tersedia lapangan kerja tambahan untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah setiap tahunnya. Angkatan


(42)

kerja yang tidak tertampung dapat menciptakan instabilitas keaman sehingga investor tidak berminat melakukan investasi dan ekonomi menjadi mandek. Perekonomian yang mandek membuat makin banyak pencari kerja tidak tertampung sehingga instabilitas bertambah parah. Apabila jaminan keamanan berusaha sudah tidak ada, investor yang sudah ada pun akan merelokasi usahanya. Apabila hal ini terjadi akan terjadi depresi ekonomi dan kemakmuran menjadi menurun.

2.3. Pertumbuhan Penduduk

2.3.1. Sejarah Pertumbuhan Penduduk

Para ahli kependudukan memperkirakan penduduk dunia sekitar 250 juta pada saat lahirnya Nabi Isa. Sedangkan kapan manusia mulai mendiami bumi ini, diperkirakan sejak 2 juta tahun yang lalu. Dari tahun 0 – tahun 2000 penduduk dunia berkembang lambat sampai pertengahan abad ke 17. Pada sekitar tahun 1665 penduduk dunia diperkirakan sebesar 500 juta. Penduduk dunia kemudian meningkat menjadi 2 kali lipat dalam jangka waktu 200 tahun yaitu pada tahun 1850. dalam jangka waktu 80 tahun kemudian penduduk dunia menjadi 2 kali lipat, yaitu pada tahun 1930. sedangkan untuk mencapai 4 milyar kemudian, hanya diperlukan waktu 45 tahun.

Pertumbuhan penduduk yang makin cepat ini dapat dimengerti apabila kita melihat adanya penemuan Penicillin pada tahun 1930 dan program kesehatan masyarakat yang makin meningkat sejak tahun 1960-an. Dengan perkembangan teknologi obat-obatan maka angka kematian menurun sedangkan angka kelahiran masih tetap tinggi sehingga membuat kedua angka tersebut makin besar. Dengan kata


(43)

lain pertumbuhan penduduk makin cepat. Pertumbuhan penduduk yang makin cepat tersebut, mengundang banyak masalah.

2.3.2. Pertumbuhan Penduduk Dan Pembangunan Ekonomi

Jumlah penduduk biasanya dikaitkan dengan pertumbuhan ‘income per capita’ negara tersebut. Yang secara kasar mencerminkan perekonomian negara tersebut. Ada yang berpendapat bahwa jumlah penduduk yang besar adalah sanagat menguntungkan bagi pembangunan ekonomi. Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa penduduk yang sedikit yang dapat mempercepat pembangunan ekonomi ke arah yang lebih baik. Disamping itu ada pendapat yang mengatakan bahwa jumlah penduduk suatu negara harus seimbang dengan jumlah sumber – sumber ekonominya, baru dapat diperoleh kenaikan pendapatan nasional. Inilah yang dikenakan dengan teori penduduk optimum.

Pertumbuhan ekonomi dibutuhkan dan merupakan sumber utama peningkatan standar hidup penduduk yang jumlahnya terus meningkat. Pada akhir abad 18 telah berkembang suatu pandangan yang mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk (population growth) akan sangat dibatasi oleh kemampuan alam untuk menyediakan kebutuhan – kebutuhan dasar (basic needs) dari penduduk yang jumlahnya terus meningkat itu. Jika penduduk bertambah lebih cepat daripada kemampuan ekonomi maka pertumbuhan penduduk harus dikendalikan atau dikontrol, sebab kalau tidak akan menyebabkan penderitaan umat manusia yang semakin berat.

2.3.3. Dinamika Penduduk

Pertumbuhan penduduk adalah merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan- kekuatan yang menambah dan kekuatan – kekuatan yang mengurangi


(44)

jumlah penduduk. Secara terus menerus akan dipengaruh oleh jumlah bayi yang lahir (menambah jumlah penduduk), tetapi secara bersamaan pula akan dikurangi oleh jumlah kematian yang terjadi pada semua golongan umur. Sementara itu Migrasi berperan yaitu “imigran” (pendatang) akan menambah dan “emigran” akan mengurangi jumlah penduduk.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh 4 komponen yaitu : kelahiran (fertilisasi), kematian (mortalitas), in-migration (migrasi

masuk) dan out-migation (migrasi keluar). Selisih kelahiran dan kematian disebut “reproductive change” (perubahan reproduktif) atau “natural increase” (pertumbuhan alamiah). Selisih antara in-imigration dan out-migration disebut “net-migration” atau migrasi netto. Jadi perubahan penduduk hanya dipengaruhi oleh 2 cara yaitu melalui perubahan reproduksi dan migrasi neto.

Pertumbuhan penduduk tersebut dapat dinyatakan dengan formulasi sebagai berikut :

Pt = PO + (B – D) + (Mi – MO)

Diman PO : Jumlah penduduk pada tahun dasar PT : Jumlah penduduk pada tahun tertentu B : Angka kelahiran

D : Jumlah kematian M0 : Migrasi keluar Mi : Migrasi masuk


(45)

2.3.4. Teori – Teori Kependudukan a. Teori Malthus

Malthus merupakan orang pertama yang berhasil mengembangkan suatu teori kependudukan yang komprehensif dan konsisten dalam kaitannya dengan kondisi ekonomi. Thomas Robert Malthus, menyatakan apabila penduduk tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat bebarapa bagian dari muka bumi ini. Tingginya pertumbuhan penduduk disebabkan oleh tingginya tingkat perkawinan antara laki – laki dan perempuan. Malthus berpendapat bahwa manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk selalu mengikuti deret ukur sedangkan kemampuan untuk meningkatkan sarana-sarana jauh lebih lambat atau mengikuti deret hitung. Apabila tidak ada pembatasan pada laju pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan. Inilah sumber kemelaratan dan kemiskinan manusia (Ida Bagoes, 2003)

Menurut Malthus pembatasan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu Preventive checks, dan positip checks. Preventive checks adalah pengurangan penduduk melalui penekanan kelahiran. Positip checks adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian. Apabila di suatu wilayah jumlah penduduk melalui jumlah persediaan bahan makanan, maka tingkat kematian akan meningkat mengakibatkan terjadinya kelaparan, wabah penyakit dan sebagainya. Proses ini akan terus berlangsung sampai jumlah penduduk seimbang dengan persediaan bahan pangan.


(46)

b. John Stuar Mill

John Stuart Mill, menerima pendapat Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui laju pertumbuhan bahan makanan sebagai suatu aksioma. Namun dia berpendapat bahwa pada situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi perilaku demografinya. Selanjutnya ia mengatakan apabila produktivitas seseorang tinggi ia cenderung ingin mempunyai keluarga yang kecil. Dalam situasi yang seperti ini fertilasi rendah. Tidaklah benar bahwa kemiskinan tidak dapat dihindarkan (seperti dikatakan Malthus) atau kemiskinan itu disebabkan karena sistem kapitalis dengan mengatakan kalau suatu waktu disuatu waktu disuatu daerah terjadi kekurangan bahan makanan, maka keadaan ini hanyalah bersifat sementara saja. Pemecahannya ada dua kemungkinan yaitu mengimport bahan makanan atau memindahkan sebagian penduduk wilayah tersebut ke wilayah lain.

John Stuart Mill berpendapat bahwa pada situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi perilaku demografinya. Selanjutnya ia mengatakan apabila produktivitas seorang tinggi ia cenderung ingin mempunyai keluarga yang kecil. Dalam situasi seperti ini fertilitas akan rendah. Jadi taraf hidup (standard of living) merupakan determinan fertilitas.

Dengan memperhatikan bahwa tinggi rendahnya kelahiran ditentukan oleh manusia itu sendiri, maka Mill menyarankan untuk meningkatkan golongan yang tidak mampu. Dengan meningkatnya pendidikan penduduk maka secara rasional mereka akan mempertimbangkan perlu tidaknya menambah anak sesuai dengan karir dan usaha yang ada.


(47)

c. Arseno Dumont

Arseno melancarkan teori penduduk baru yang disebut dengan Teori Kapilaritas Sosial (theori of sosial capilary). Kapilaritas sosial mengacu kepada keinginan seseorang untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat untuk mencapai itu keluarga yang besar merupakan beban berat dan perintang.

d. Emile Durkheim

Durkheim menekankan perhatiannya pada keadaan akibat adanya pertumbuhan penduduk. Ia mengatakan pada suatu wilayah dimana angka kepadatan penduduknya tinggi akibat dari tingginya laju pertumbuhan penduduk, akan timbul persaingan diantara penduduk untuk dapat mempertahankan hidup. Dalam usaha itu tiap orang berusaha untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan dan mengambil spesialisasi tertentu.

e. Michael Thomas Sadler dan Doubleday

Sadler mengatakan bahwa adanya reproduksi manusia dibatasi oleh jumlah penduduk yang ada di suatu wilayah atau negara. Jika kepadatan penduduk tinggi, daya reproduksi manusia akan menurun, sebaliknya jika kepadatan penduduk rendah, daya produksi akan meningkat.

Doubleday berpendapat bahwa day reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan bahan makanan yang tersedia. Kekurangan bahan makanan merupakan perangsang bagi reproduksi manusia, sedangkan kelebihan makanan justru merupakan faktor pengekang pertumbuhan penduduk. Dalam golongan masyarakat yang berpendapat rendah, seringkali terdiri dari penduduk dengan keluarga besar, sebaliknya orang yang mempunyai kedudukan yang baik biasanya jumlah


(48)

keluarganya kecil. Dalam situasi yang seperti ini fertilisasi rendah. Tidaklah benar bahwa kemiskinan tidak dapat dihindarkan (seperti dikatakan Malthus) atau kemiskinan itu disebabkan karena sistem kapitalis.

2.4. Tingkat Konsumsi

2.4.1. Peranan Konsumsi Dalam Pertumbuhan Ekonomi

Pembahasan tentang konsumsi sangat penting untuk analisa ekonomi jangka panjang maupun jangka pendek. Hal ini karena konsumsi agregat yang merupakan penjumlahan dari pengeluaran seluruh rumah tangga yang ada dalam perekonomian merupakan komponen dari pengeluaran agregat yang terpenting. Kontribusi konsumsi agregat pada GDP mencapai 50-60 % melebihi kontribusi komponen-komponen lain yang menyusun GDP. Disamping itu dikenal Marginal to Consume (MPC) yang merupakan komponen utama dari multiplier.

Perkembangan masyarakat yang begitu cepat menyebabkan perilaku - perilaku konsumsi juga begitu cepat. Hal ini merupakan alasan lain yang membuat study tentang konsumsi rumah tangga tetap relevan.

Dalam analisa jangka panjang, konsumsi sangat penting peranannya dalam pertumbuhan ekonomi, karena menentukan tingkat tabungan. Konsumsi juga sangat penting dalam analisa jangka pendek yaitu karena peranannya dalam permintaan agregat.

2.4.2. Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi rumah tangga meliputi semua pengeluaran barang dan jasa (baik barang yang tahan lama maupun barang tak tahan lama) dikurangi hasil penjualan netto (penjualan dikurangi pembelian) barang-barang bekas / tak terpakai yang


(49)

dilakukan oleh suatu rumah tangga. Selain untuk pengeluaran untuk bahan makanan, minuman, pakaian, bahan bakar dan jasa-jasa, termasuk juga barang yang tidak ada duanya (tidak diproduksi kembali) seperti karya seni, barang antik dan lain-lain. Barang tahan lama seperti mobil, motor, furniture, radio, kulkas, televisi, dan lain – lain.

Pengeluaran untuk pemeliharaan kesehatan, pendidikan, rekreasi pengangkutan dan jasa-jasa lainnya termasuk di dalam konsumsi rumah tangga. Pembelian rumah tidak termasuk di dalam konsumsi, tetapi pengeluaran atas rumah yang ditempati seperti sewa rumah, perbaikan, rekening listrik, air, telepon dan lain-lain merupakan konsumsi rumah tangga.

Dalam hal barang yang mempunyai kegunaan ganda, maka pembelian dan biaya operasional barang tersebut harus dialokir secara proporsional terhadap masing – masing kegiatan yang dilakukan. Misalnya mobil selain digunakan untuk keperluan rumah tangga juga dipakai sebagai penunjang dalam usaha kegiatan rumah tangga tersebut. Pengeluaran sewa, bahan bakar, listrik, air dan jasa lainnya yang dipakai untuk bermacam-macam aktivitas oleh rumah tangga juga harus diperkirakan pengeluaran untuk masing-masing kegiatan tersebut terhadap sumbangan yang diberikan.

Konsep yang dipakai dalam penghitungan pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah :

 Pengeluaran konsumsi rumah tangga yang terbatas pada wilayah domestik suatu region.


(50)

 Pengeluaran konsumsi rumah tangga yang terbatas pada rumah-rumah penduduk suatu region.

Pengertian konsep pertama adalah pengeluaran oleh anggota rumah tangga di suatu region, tidak terkecuali oleh penduduk atau bukan penduduk region tersebut. Jadi dalam hal ini semua pengeluaran oleh konsumsi rumah tangga staf kedutaan asing, staf perwakilan daerah, anggota militer dan lain-lain yang berada di suatu wilayah, serta pengeluaran turis asing adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga dalam wilayah domestik region tersebut.

Pengertian yang kedua adalah pengeluaran konsumsi pemerintah dalam wilayah domestik ditambah dengan pembelian langsung oleh rumah tangga penduduk di luar region, dikurangi dengan pengeluaran rumah tangga bukan penduduk yang dilakukan di wilayah terebut. Konsep pengeluaran rumah tangga yang dipakai dalam komponen Produk Domestik Regional Bruto adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga penduduk.

2.4.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi a Faktor – faktor Ekonomi

Pendapatan Rumah Tangga (Household Income)

Pendapatan rumah tangga sangat besar pengaruhnya threaded tingkat konsumsi. Biasanya makin tinggi pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhahn konsumsi menjadi semakin tinggi.


(51)

Kekayaan Rumah Tangga (Household Wealth)

Tercakup dalam kekayaan rumah tangga adalah kekayaan riil (misalnya rumah, tanah dan mobil) dan finansial (deposito berjangka, saham dan surat – surat berharga). Kekayaan – kekayaan tersebut dapat meningkatkan konsumsi, karena menambah pendapat diposibel. Misalnya, bunga deposito yang diterima tiap bulannya dan deviden yang diterima tiap tahunnya menambah pendapatan rumah tangga.

Tingkat Bunga (Interest Rate)

Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi konsumsi. Dengan tingkat bunga yang tinggi, maka biaya ekonomi dari kegiatan konsumsi akan semakin mahal. Sedangkan bagi mereka yang meminjam tingkat bunga akan mengurangi konsumsi. Tingkat bunga yang tinggi akan menyebabkan menyimpan uang di bank terasa lebih menguntungkan ketimbang dikonsumsi. Jika tingkat bunga rendah yang terjadi adalah sebaliknya.

Perkiraan tentang Masa Depan (Household Expectation About The Future) Jika rumah tangga merasa masa depannya makin baik, mereka akan merasa lebih kluasa untuk melakukan konsumsi. Karenanya pengeluaran konsumsi cenderung meningkat. Jika rumah tangga memperkirakan masa depannya jelek, mereka pun akan menekan pengeluaran konsumsi.

b Faktor – Faktor Non Ekonomi

Faktor – faktor non ekonomi yang paling berpengaruh terhadap besarnya konsumsi adalah faktor sosial-budaya masyarakat. Misalnya, berubahnya pola


(52)

kebiasaan makan, perubahan etika dan tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat lain yang dianggap lebih hebat.

2.4.4. Teoeri-Teori Konsumsi a. John Maynerd Keynes

Faktor terpenting yang menentukan besarnya pengeluaran rumah tangga baik perorangan maupun keseluruhan adalah pendapat (income=Y). Income (Y) pada suatu wilayah tertentu secara sederhana dapat digunakan untuk keperluan konsumsi (consumption=C0) dan ditabung (saving=S). Secara matematis dituliskan Y = C+S.

Pada saat tingkat income masyarakat sangat rendah pada umumnya pengeluaran rumah tangga lebih besar dari pendapatannya, sehingga pengeluaran konsumsi saat itu tidak hanya dibiayai oelhe pendapatannya saja tetapi juga menggunakan sumber – sumber lain seperti tabungan dari waktu sebelumnya, menjual hart rumah tangga atau meminjam. Selanjutnya pada suatu tingkat incomenya. Bila income meningkat lagi, maka rumah tangga akan mengalami kondisi kelebihan income karena pada saat itu pengeluaran pemerintah lebih rendah dari incomenya. Pada saat itulah rumah tangga dapat menabung kelebihan income yang tidak digunakan untuk konsumsi.

Secara umum adanya pertambahan income Y diimbangi masyarakat dengan menambah konsumsinya (C). Rasio perubahan konsumsi terhadap perubahan income dikenal dengan kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propersity

to consume = MPC). Secara matematis ditulis MPC = Y C

 


(53)

Kenaikan income pada umumnya diiringi dengan kenaikan konsumsi rumah tangga, namun kecenderungan menunjukkan bahwa perubahan konsumsi tersebut lebih kecil dibanding dengan perubahan incomenya sehingga 0 < MPC < 1 dan terdapat selisih yang positif akan menjadi tabungan (S).

S C Y  

b. Teori Irving Fisher

Irving Fisher menganalisa bagaimana seorang konsumen yang rasional dan berpandangan kedepan membuat pilihan antar waktu yang berbeda (intemporal choice). Fisher menunjukkan kendala yang dihadapi konsumen dan bagaimana mereka memilih antara konsumsi dan berapa banyak yang akan ditabung, dia akan mempertimbangkan kondisi sekarang dan kondisi yang akan datang. Semakin banyak dia konsumsi hari ini, maka semakin sedikit yang dia konsumsi di masa yang akan datang.

Menurut Irving Fisher ada beberapa faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi :

a The Intertemporal Budget Constraint

Salah satu alasan mengapa masyarakat mengkonsumsi lebih sedikit dari yang sebenarnya diinginkan adalah karena keterbatasan anggaran (budget constraint). Ketika mereka memutuskan berapa yang akan dikonsumsi saat ini berapa masa depan, mereka menghadapi apa yang disebut intertemporal budget constrain.


(54)

Untuk penyederhanaan dianggap konsumen menghadapi dua periode waktu. Pada periode pertama, tabungan sama dengan pendapatan dikurangi konsumsi, sehingga S = Y1 – C1

Pada periode kedua, konsumsi sama dengan akumulasi tabungan, termasuk pendapatan bunganya ditambah dengan pendapatan pada periode kedua, sehingga

C2 = (1 + r) S + Y2

Dimana S adalah tabungan, Y1 pendapatan pertama, C1 konsumsi pertama, C2 konsumsi kedua, Y2 pendapatan kedua, r suku bunga.

Jika konsumsi pertama lebih kecil dari pendapatan pertama, konsumen akan menabung, sehingga nilai S lebih besar dari nol. Jika konsumsi pertama lebih besar dari pendapatan periode pertama, konsumen akan meminjam, sehingga nilai S lebih kecil dari nol. Untuk mendapat kendala anggaran konsumen (consumer’s budget constraint), kedua persamaan diatas dapat dikombinasikan.

C2 = (1 + r) (Y1 – C1) + Y2 Secara matematis, maka diperoleh

(I + r) C1 + C2 = (1 + r) Y1 + Y2 C1 +

r Y Y r I

C

  

 1

2

1 2

Persamaan ini menggabungkan konsumsi pada dua periode dengan pendapatan pada dua periode. Jika suku bunga sama dengan nol. Kendala anggaran menunjukkan bahwa total konsumsi pada dua periode sama dengan total pendapatan pada dua periode. Pada umumnya suku bunga lebih besar dari nol, sehingga konsumsi dan pendapatan periode mendatang didiskon dengan faktor (1 + r). Nilai diskonting


(55)

bunga dari pendapatan saat ini yang ditabung, maka pendapatan mendatang bernilai lebih kecil daripada saat ini. Dan juga karena konsumsi mendatang dibayar dari tabungan, maka konsumsi mendatang biayanya lebih kecil dari konsumsi saat ini.

Faktor r

1 1

adalah harga dari konsumsi periode kedua yang diukur dengan konsumsi

periode pertama yang harus dikorbankan untuk mendapat 1 unit tambahan konsumsi periode kedua.

Gambar 2.1 : Anggaran Konsumsi

Gambar diatas menunjukkan anggaran konsumen. Pada titik A, konsumsi periode 1 sebesar Y1 dan konsumsi pada periode kedua sebesar Y2, sehingga tidak ada tabungan ataupun pinjaman pada kedua periode. Pada titik B, konsumen tidak mengkonsumsi pada periode pertama dan menabung seluruh pendapatannya, sehingga konsumsi periode kedua menjadi (1 + r) Y1 + Y2 Pada titik C, konsumen sama sekali tidak melakukan konsumsi pada periode kedua, sehingga konsumsi pertama sebesar

) 1 ( 2 1 r Y Y   Kendala anggaran Ko ns umsi pe ri ode ke d u a

Konsumsi Periode Pertama C 0 Y2 C2 B A C C1 Y1


(56)

Konsumen memilih kombinasi dibawah kendala anggaran karena dia tidak menghabiskan seluruh pendapatannya. Sepanjang konsumen rasional, dimana mereka lebih menyukai konsumsi yang banyak dibanding konsumsi yang sedikit maka konsumen akan selalu memilih titik – titik pada garis kendala anggaran daripada dibawah garis anggaran.

b Selera Konsumen

Selera konsumen mengenai konsumsi pertama dan konsumsi kedua ditunjukkan oleh kurva indiferen. Kurva indideferen menunjukkan kombinasi konsumsi pertama dan kedua yang memberikan tingkat kepuasan yang sama pada konsumen. Kemiringan di setiap titik pada kurva indiferen menunjukkan tambahan konsumsi periode kedua yang diperlukan jika konsumsi periode pertama dikurangi sebesar satu satuan. Kemiringan ini disebut tingkat konsumsi marjinal atau marginal rate of substitution (MRS). Nilai MRS menunjukkan jumlah konsumsi periode kedua yang ingin disubtitusi dengan konsumsi periode pertama.

Konsumen mendapat kebahagian yang sama pada setiap titik di kurva indeferen yang sama, tetapi konsumen menyukai kurva indeferen yang berbeda. Semakin tinggi kurva indiveren semakin disukai oleh konsumen, karena itu berarti kombinasi konsumsi yang bisa diperoleh konsumen semakin besar. Jadi konsumen lebih menyukai I2 daripada I1.

c Optimisasi

Untuk mendapatkan kebahagian yang maksimal, konsumen akan berusaha mencapai kurva indeferen yang setinggi – tingginya. Tetapi mereka dibatasi oleh anggaran yang dimilikinya.


(57)

Gambar 2.2 : Kendala Anggaran Konsumsi

Gambar diatas menunjukkan bahwa beberapa kurva indeferen memotong garis

kendala. Kondisi optimum yaitu kombinasi kedua konsumsi pada kedua periode dicapai pada titik O dimana garis kendala anggaran menyinggung kurva

indeferen I2.

Pada titik optimum, kemiringan kurva indeferen sama dengan kemiringan garis anggaran. Kemiringan dari kurva indeferen sebesar MRS sedangkan kemiringan dari garis anggaran adalah 1 ditambah suku bunga riil. Sehingga pada titik 0 dapat disimpulkan.

Konsumen akan memilih kombinasi konsumsi pada kedua periode sampai tercapai MRS sama dengan 1 ditambah suku bunga riil (Teddy H, dkk, 2001: 2002). d Pengaruh Perubahan Pendapatan Konsumen

Jika kendala anggaran semakin tinggi, berarti konsumen dapat mencapai kurva indeferen yang smekain tinggi pula. Dengan demikian konsumen dapat

I3 I2

I1 0

Konsumsi Pertama

Ko

ns

umsi

Ke

d

u

a

C2


(58)

memperoleh kombinasi konsumsi yang lebih besar pula dengan kenaikan pendapatan.

e Pengaruh Perubahan Suku Bunga Riil Pada Konsumsi

Pengaruh perubahan suku bunga riil pada konsumsi dapat dikelompokkan menjadi dua: pertama dalam hal konsumenn adalah penabung dan kedua konsumen adalah peminjam. Para ahli ekonomi membagi pengaruh kenaikan suku bunga riil ini kedalam dua bagian: efek pendapatan dan efek subtitusi. Efek pendapatan menunjukkan perubahan konsumsi karena konsumen beralih ke kurva indeferen yang lebih tinggi. Karena konsumen sebagai penabung, kenaikan suku bunga membuat konsumen semakin makmur. Jika konsumsi periode pertama dan periode kedua adalah barang normal, maka kenaikan kemakmuran akan digunakan untuk menaikkan konsumsi pada kedua periode. Jadi efek pendapatan cenderung akan menaikkan konsumsi konsumen pada kedua periode.

Efek substitusi adalah perubahan konsumsi yang disebabkan oleh perubahan harga relatif dari konsumen pertama terhadap kedua. Jika suku bunga riil naik maka konsumsi kedua menjadi relatif lebih murah dibanding konsumsi pertama. Dengan demikian konsumen mengurangi konsumsi pertama dan menambah konsumsi

kedua. Jadi efek substitusi cenderung untuk menambah konsumsi kedua dan mengurangi konsumsi pertama.

Pilihan konsumen ditetntukan oleh efek pendapatan dan efek subtitusi. Kedua efek menaikkan konsumsi periode kedua, sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan suku bunga riil akan menaikkan konsumsi periode kedua. Pada periode pertama, kedua efek mempunyai pengaruh berlawanan. Dengan demikian


(59)

kenaikan suku bunga riil dapat menaikkan atau menurunkan konsumsi periode pertama.

f Kendala Meminjam (Constrain On Borrowing)

Model Fisher mengasumsikan bahwa konsumen dapat meminjam dan menabung kemampuan untuk meminjam memungkinkan kondisi saat ini lebih besar dari pendapatan saat ini. Ketidak mampuan untuk meminjam membatasi konsumsi tidak sampai melebihi pendapatannya. Kendala untuk meminjam dapat ditulis sebagai C1 < Y1

Ketidaksamaan ini menunjukkan bahwa konsumsi periode satu kurang dari atau sama dengan pendapatan periode satu. Tambahan kendala ini pada konsumen disebut borrowing constrain atau kadang – kadang disebut dengan liquidity constrain. Analisis tentang kendala meminjam menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat dua fungsi konsumsi, pada sebagian konsumen, kendala meminjam tidak membatasi, dan konsumsi tergantung pada nilai sekarang dari pendapatan

sepanjang hidupnya yaitu Y1 +    

 

 ) 1 (

2

r Y

Pada sebagian konsumen yang lain kendala meminjam membatasi dan fungsi konsumsinya C1 = Y1. Jadi pada konsumen yang ingin meminjam tetapi tidak bisa, konsumsinya semata – mata ditentukan oleh pendapatannya saat ini.


(60)

2.5. Investasi

2.5.1. Pengertian Investasi

Secara umum Investasi meliputi pertambahan barang-barang dan jasa dalam masyarakat seperti pertambahan mesin-mesin baru, pembuatan jalan baru, pembukaan tanah baru dan sebagainya. Menurut Sukirno (2000:366), Investasi didefenisikan sebagai : pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dimasa depan. Dengan perkataan lain, dalam Teori Ekonomi Investasi berarti kegiatan perbelanjaan untuk meningkatkan kapasitas memproduksi sesuatu dalam perekonomian.

Dalam kaitannya dengan perusahaan dimana perusahaan melakukan investasi untuk mendapatkan profit sebesar-besarnya, dimana dana investasi tersebut salah satunya bersumber dari dana masyarakat yang ditabung pada lembaga-lembaga keuangan, maka Deliarnov (1995:80-81) mengemukakan : ”Investasi merupakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan yang mencakup pengeluaran untuk membeli bahan baku atau material, mesin-mesin dan peralatan pabrik serta semua modal lain yang diperlukan dalam proses produksi, pengeluaran untuk keperluan bangunan kantor, pabrik tempat tinggal karyawan dan bangunan konstruksi lainnya, juga perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari perubahan jumlah dan harga”.

Dari beberapa pendapat diatas tentang investasi, maka dapat disimpulkan investasi merupakan suatu pengeluaran sejumlah dana dari investor atau pengusaha


(61)

guna membiayai kegiatan produksi untuk mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang.

2.5.2. Jenis-Jenis Investasi

Jenis-jenis investasi berdasarkan dari pelaku investasi terbagi dua, yaitu : Autonomous Investment

Investasi ini dilakukan oleh pemerintah (Public Investment), karena disamping biayanya sangat besar, investasi ini juga tidak memberikan keuntungan, maka swasta tidak dapat melakukan investasi jenis ini karena tidak memberikan keuntungan secara langsung.

Contoh : Investasi bendungan untuk saluran irigasi akan dapat meningkatkan produksi hasil pertania tetapi tidak memberi keuntungan langsung kepada pemerintah. Pembukaan dan pembangunan prasarana jalan merupakn investasi otonom. Dengan dibukanya prasarana jalan akan dapat meningkatkan aktivitas perekonomian daerah yang tadinya terisolir.

Include Investment (Investasi Dorongan)

Include Investment adalah investasi yang besar kecilnya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan baik itu pendapatan daerah ataupun pendapatan pusat atau nasional. Investasi ini diadakan akibat adanya pertambahan permintaan, pertambahan permintaan yang mana adalah akibat pertambahan pendapatan.

Jelasnya apabila pendapatan bertambah maka pertambahan permintaan akan digunakan untuk tambahan konsumsi, sedang pertambahan konsumsi pada dasarnya adalah tambahan permintaan, dan apabila ada tambahan permintaan maka akan


(62)

mendorong berdirinya pabrik baru atau memperluas pabrik alam untuk dapat memenuhi tambahan permintaan tersebut.

2.5.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat investasi Tingkat Bunga

Tingkat bunga berperan dalam menentukan tingkat investasi yang terjadi dalam suatu negara. Kalau tingkat bunga rendah, maka tingkat investasi yang terjadi akan tinggi karena kredit dari bank masioh menguntungkan untuk mengadakan investasi. Sebaliknya bila suku bunga tinggi, maka investasi dari kredit bank tidak menguntungkan.

Keynes mengatakan masalah investasi baik ditinjau dari penentuan jumlahnya maupun kesempatan untuk mengadakan investasi itu sendiri, didasarkan pada konsep Marginal Efficiency of Capital (MEC). MEC merupakan tingkatk keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan (Return of Investment).

Hubungan antara MEC, investasi dan tingkat suku bunga dapat dilihat dari MEC sebagai garis yang menurun. Dimana garis ini menimbulkan jumlah investasi yang terlaksana pada setiap tingkat yang berlaku.


(63)

Gambar 2.3 : Hubungan Tingkat Bunga dan Investasi Keterangan :

Gambar diatas dapat dilihat, pada tingkat suku bunga adalah i1, tingkat investasi yang terjadi I1, begitu juga posisi MEC1. Pada tingkat bunga i2, posisi Investasi adalah I2, sedangkan MEC akan menurun pada posisi MEC2.

Peningkatan Aktivitas Perekonomian

Harapan adanya peningkatan aktivitas perekonomian dimasa datang, merupakan salah satu faktor penentu untuk mengadakan investasi atau tidak. Kalau ada perkiraan akan terjadi peningkatan aktivitas perekonomian dimasa yang akan datang, walaupun tingkat suku bunga lebih besar dari tingkat MEC (sebagai penentu investasi), investasi mungkin akan tetap dilakukan oleh investor yang instingnya tajam melihat peluang meraih keuntungan yang lebih besar dimasa yang datang.

Kestabilan Politik Suatu Negara

Kestabilan politik suatu negara merupakan satu perimbangan yang sangat penting untuk mengadakan investasi. Karena dengan stabilnya politik negara yang

MEC1

Investasi 12

11 0

i2 i1

MEC2


(64)

bersangkutan terutama penanaman modal dari luar negeri (PMA), tidak akan ada resiko perusahaannya dinasionalisasikan oleh negara tersebut (ini dapat terjadi bila ada pergantian rezim yang memerintah negara tersebut).

Kemajuann Teknologi

Kemajuan teknologi akan meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi biaya produksi. Dengan demikian kemajuan teknologi yang berlaku diberbagai kegiatan ekonomi akan mendorong lebih banyak investasi. Semakin beasr biaya yang diperlukan untuk melakukan perombakan dalam teknologi yang digunakan, semakin banyak investasi yang akan dilakukan.

2.5.4. Hubungan antara Investasi dengan Pertumbuhan Ekonomi

Investasi merupakan satu faktor yang penting bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang (bagi kelangsungan pembangunan ekonomi). Pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi (barang dan jasa) disemua sektor-sektor ekonomi. Untuk kegiatan-kegiatan tersebut perlu dibangun pabrik-pabrik, gedung-gedung perkantoran, infrastruktur seperti jalan raya, bandara, jembatan, alat-alat transportasi dan komunikasi dan sebagainya. Untuk pengadaan semua itu, diperlukan dana untuk membiayainya yang disebut dana investasi.

Dengan adanya kegiatan produksi, maka terciptalah kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat, yang selanjutnya menciptakan atau meningkatkan permintaan di pasar. Pasar berkembang dan berarti juga volume kegiatan produksi, kesempatan kerja dan pendapatan didalam negeri meningkat, maka terciptalah pertumbuhan ekonomi.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis pengaruh jumlah penduduk, tingkat konsumsi dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara, maka dapat diambil kesimpulan :

1. Variabel jumlah penduduk (X1) dan variabel investasi (X3) tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, sedangkan variabel tingkat konsumsi (X2) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

2. Koefisien variabel jumlah penduduk (X1) ternyata berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara ( = 5%). Hal ini ditunjukkan oleh koefisien regresi X1, yaitu sebesar -5, 580. Artinya setiap kenaikan 1% pertumbuhan penduduk maka akan mengurangi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,580%.


(2)

3. Koefisien variabel tingkat konsumsi (X2) ternyata berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara ( = 5%). Hal ini ditunjukkan oleh koefisien regresi X2, yaitu sebesar 1,694. artinya setiap kenaikan 1% tingkat konsumsi maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,694.

4. Koefisien variabel investasi (X3) ternyata berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara ( = 5%). Hal ini ditunjukkan oleh koefisien regresi X3, yaitu sebesar 2,574 Artinya setiap kenaikan 1% investasi maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,574%.

5. Berdasrkan hasil regresi dengan menggunakan program eviews dapat dilihat nilai R- square sebesar 0.09898. Hal ini berarti bahwa variabel X1 (jumlah penduduk), X2 (tingkat konsumsi) dan X3 (investasi) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel Y (pertumbuhan ekonomi) sebesar 98,98% sedangkan sisanya sebesar 1,02% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalamestimasi model.

5.2. Saran

Dengan melihat kesimpulan dan hasil pembahasan diatas, maka penulis akan mencoba mengemukakan beberapa saran untuk lebih meningkatkan kemajuan ekonomi Sumatera Utara. Adapun saran yang penulis kemukakan adalah :

1. Untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, perlu diupayakan kebijakan yang menunjang kenaikan nilai tambah dari hasil produksi daerah baik berupa barang dan jasa. Dengan demikian diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pendapatan.


(3)

2. Dalam PDRB, lapangan usaha pertanian adalah penyumbang PDRB terbesar, maka pemerintah harus lebih giat lagi untuk memacu perkembangan sektor ini. Terutama agar kapasitas dan kualitas produksi sektor ini semakin meningkat.

3. Untuk menunjang berbagai kegiatan ekonomi di Sumatera Utara, pemerintah sebaiknya terus mengadakan peningkatan kuantitas dan kualitas saran publik yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi. Terutama saran-saran untuk sektor yang berpotensi.

4. Untuk meningkatkan jumlah penyerapan tugas kerja di Sumatera Utara, dana investasi harus benar-benar dialokasikan pada sektor-sektor perekonomian yang mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak.

5. Program-program pemerintah dalam memperluas lapangan kerja perlu semakin ditingkatkan, seperti perbaikan sarana publik, diantaranya pembanguna atau perbaikan jalan.

6. Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan iklim investasi yang kodusif antara lain : pertama, kebijakan di bidang perpajakan dengan memberikan keringanan pajak, kedua kebijakan di bidang perbankan bertujuan untuk menjaga kestabilan suku bunga sehingga akan mendorong investasi untuk bertumbuh, ketiga kepastian hukum kepala investor, keempat adanya stabiltas keamanan yang terjamin.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ananta, Aris, 1993 . Ciri Demografis Kualitas Penduduk dan Pembangunan

Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta

Heer, David, 1985. Masalah Kependudukan di Negara Berkembang, Bina Aksara, Jakarta

Damodar, Gujarati, 1978, Ekonometrika Dasar, Erlangga, Jakarta

Hera, Susanti dkk, 2000, Indikator – Indikator Makro Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta

Ida, Bagoes M, 2003 Demografi Umum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Kartomo, Wirosuhardjo, 2000, Dasar – Dasar Demografi, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta

Manurung, Mandala, 2001, Teori Ekonomi Makro, Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

M.L, Jhinghan, 1996. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Muana, Nanga, 2001. Makro Ekonomi, Masalah dan Kebijakan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, 2001, Teori Ekonomi Makro, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta

Rozy, Munir, 1986, Teori – Teori Kependudukan, PT. Bina Aksara, Jakarta,

Tedy Herlambang, dkk, 2001 Ekonomi Makro Teori, Analisis Dan Kebijakan,


(5)

..., Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Laporan Perekonomian

Sumatera Utara 1989 – 2005.

...,Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Sumatera Utara Dalam

Angka 1989 – 2005

Lampiran 1

DATA VARIABEL PENELITIAN

Tahun Y X1 X2 X3

1991 9.039.390,68 10,330 4.616.503 130.724,20

1992 10.470.476,29 10,252 4.973.892 307.421,82 1993 11.806.439,43 10,458 5.620.105 324.393,91 1994 14.316.661,21 10,685 7.450.390 199.515,58 1995 18.215.463,34 10,813 9.640.899 442.172,29

1996 21.701.000 10,981 11.084.580 552.053,56

1997 24.630.520. 11,145 12.238.605 316.447,01

1998 28.173.100.02 11,306 13.970.000 243.353,07 1999 34.006.271.04 11,955 18.910.000 44.803,50 2000 50.705.971,25 11,754 28.720.000 37.239,13 2001 61.957.563,32 11,955 35.750.000 89.038,93 2002 68.260.770,27 11,476 39.953.030 80.120,65 2003 78.501.351.04 11,722 45.538.630 226.383,47

2004 88.117.500 11,847 49.936.190 547.205,68


(6)

Lampiran 2

HASIL REGRESI Dependent Variable: Y

Method : Least Square

Date: 06/06/07 Time : 16:36 Sample : 1991 2005

Include observations : 15

Variable Coeficient Std. Error t.Statistic Prob C 66753530 31300317 2.132679 0.0563 X1 -5.580735 2.926115 -1.907216 0.0829 X2 1.694304 0.093238 18..17178 0.0000 X3 2.574130 5.145517 0.500267 0.6267 R-squared 0.989856 Mean dependent var 41075724 Adjusted R-squared 0.987090 S.D. dependent var 30289569 S.E. of regression 3441624 Akaike info criterion 33.16396 Sum squared resid 1.30E+14 Schwarz criterion 33.35278 Log likelihood -244.7297 F-statistic 357.7982 Durbin-Watson stat 1.615076 Prob(F-statistic) 0.000000