Secara Teoritis Secara Praktis

10

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui mekanisme pengalihan hak atas tanah dalam sistem hukum agraria 2. Untuk mengetahui kedudukan pihak ketiga yang menguasai objek hak atas tanah terhadap terjadinya pengalihan hak atas tanah. 3. Untuk mengetahui tanggapan atas kasus pada Putusan Mahkamah Agung No.475PKPdt.2010

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat antara lain:

1. Secara Teoritis

a. Sebagai bahan informasi bagi akademisi maupun sebagai bahan perbandingan bagi para peneliti yang hendak melaksanakan penelitian tentang terjadinya pengalihan hak atas tanah atas dasar penguasaan fisik. b. Sebagai bahan bagi pemerintah Republik Indonesia dalam penyempurnaan peraturan perundangan-undangan tentang pengaturan yang mengatur mengenai pengalihan hak atas tanah atas dasar penguasaan fisik. c. Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum tentang terjadinya pengalihan hak atas tanah atas dasar penguasaan fisik. Universitas Sumatera Utara 11

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak- pihak yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya pengalihan hak atas tanah atas dasar penguasaan fisik.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang Analisis Hukum Terjadinya Pengalihan Hak Atas Tanah Atas dasar Penguasaan Fisik Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung No.475PKPdt.2010 yang pernah dilakukan sehubungan dengan objek pembahasan sudah pernah dilakukan oleh Muaz Effendi dengan judul “ Pengalihan Hak Atas Tanah yang Belum Bersertifikat di Kecamatan Medan Johor dan Pendaftaran Haknya di Kantor Pertanahan Medan”. Adapun perumusan masalahnya adalah: 1. Mengapa terjadi ketidakseragaman pengalihan hak atas tanah yang belum bersertifikat di Kecamatan Medan Johor? 2. Bagaimana bentuk-bentuk surat pengalihan hak atas tanah sebagai landasan pengalihan hak atas tanah yang belum bersertifikat ? 3. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah yang belum bersertifikat serta kendala-kendala umum yang dihadapi masyarakat dalam pendaftaran tanah pada Kantor Pertanahan Medan. Berdasarkan penelusuran kepustakaan dari hasil-hasil penelitan yang pernah dilakukannya, khususnya di Universitas Sumatera Utara, penelitian yang dilakukan Universitas Sumatera Utara 12 peneliti lebih memfokuskan diri pada terjadinya pengalihan hak atas tanah atas dasar penguasaan fisik, sehingga penelitian yang dilakukan, baik dari segi judul, permasalahan dan lokasi serta daerah penelitian yang belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, maka berdasarkan hal tersebut, maka dengan demikian, penelitian ini adalah asli, serta dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Cita-cita hukum yang baik adalah untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum. Apabila ada pertentangan antaran kepastian hukum dengan keadilan, maka unsur keadilan harus dikedepankan dan dimenangkan. Kepastian hukum adalah sebuah falsafah positivisme dimana untuk mendapatkan titik temu antara para pihak yang kepentingannya berbeda-beda, maka harus dicari suatu rujukan yang telah disepakati, dilegalkan dan diformalitaskan serta enforceable oleh aparat hukum sebagai penjelmaan dari kedaulatan birokrasi negara. Saluran formal yang mengedepankan kepastian hukum tidak mencerminkan adanya keadilan, maka pencari keadilan akan menemukan caranya sendiri untuk mendapatkan keseimbangan antara keadilan dan kepastian hukum. Kepastian hukum yang ideal adalah hukum yang memberi keadilan. Namun manakala keadilan tersebut tidak ditemukan lewat saluran formal, akan terjadi apatisme hukum, yang bahkan pada titik ekstrim akan dapat menjelma menjadi chaos karena masing-masing pihak akan mencari, menafsirkan dan meng enforce keadilan menurut persepsinya masing- Universitas Sumatera Utara 13 masing. Fenomena yang demikian ini, sebenarnya telah dikaji dalam satu aliran hukum post modernisme yang bernama critical legal studies. Munir Fuady mencatat, aliran critical legal studies merupakan suatu aliran yang bersikap anti liberal, anti objektivisme, anti formalisme, dan anti kemapanan dalam teori dan filsafat hukum, yang dengan dipengaruhi oleh pola pikir post modern, secara radikal mendobrak dan menggugat kenetralan dan keobjektifan peran dari hukum, hakim, dan penegak hukum lainnya terutama dalam hal keberpihakan hukum dan penegak hukum terhadap golongan yang kuat mayoritas berkuasa kaya dalam rangka mempertahankan hegemoninya, serta menolak unsur kebenaran objektif dari ilmu pengetahuan hukum, serta menolak kepercayaan terhadap unsur keadilan, ketertiban dan kepastian hukum yang dihasilkan lembaga-lembaga formal negara. 7 Hak milik atas tanah mengandung unsur hak kebendaan dan hak perseorangan. Sebagai hak kebendaan, hak atas tanah memiliki ciri-ciri bersifat absolut, jangka waktunya tidak terbatas, hak mengikuti bendanya droit de suite, dan memberi wewenang yang luas bagi pemiliknya seperti dialihkan, dijaminkan, disewakan atau dipergunakan sendiri. Sebagai hak perseorangan, ciri-cirinya adalah bersifat relatif, jangka waktunya terbatas, mempunyai kekuatan yang sama tidak tergantung saat kelahirannya hak tersebut, memberi wewenang terbatas kepada pemiliknya. 8 7 Munir Fuady, Filsafat dan Teori Hukum Post Modern, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005. hal. 34. 8 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, PT. Alumni, Bandung, 1997, hal. 31 Universitas Sumatera Utara 14 Seseorang dapat dikatakan mempunyai hak atas tanah atau mendapatkan penetapan hak atas tanah maka harus dapat dibuktikan terlebih dahulu adanya dasar penguasaan seseorang dalam menguasai, menggunakan dan memanfaatkan tanah, yang tidak ditentang oleh pihak manapun dan dapat diterima menjadi bukti awal untuk pengajuan hak kepemilikannya. Penguasaan dapat juga sebagai permulaan adanya hak, bahkan ada yang menyebut penguasaan tanah sudah merupakan suatu hak. Kata penguasaan menunjukkan adanya suatu hubungan hukum antara tanah dengan yang mempunyainya. 9 Artinya ada sesuatu hal yang mengikat antara orang dengan tanah tersebut, ikatan tersebut ditunjukkan dengan suatu tandabukti bahwa tanah tersebut telah dikuasainya. Tandabukti tersebut bisa berbentuk penguasaan fisik maupun bisa berbentuk pemilikan surat-surat tertulis bukti yuridis. Bukti penguasaan tanah dalam bentuk pemilikan surat-surat tertulis tersebut dapat saja dalam bentuk keputusan dari pejabat di masa lalu yang berwenang memberikan hak penguasaan kepada subyek hak untuk menguasai tanah dimaksud dan dapat juga dalam bentuk akta otentik yang diterbitkan oleh pejabat umum yang menunjukkan tanah tersebut diperolehnya akibat adanya perbuatan hukum berupa perjanjian pemindahanpengalihan hak. Bila dikatakan perolehan hak atas tanah, maka tersirat adanya perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hak atas obyek tanahnya. 10 Menurut Boedi Harsono, hubungan penguasaan dapat dipergunakan dalam arti yuridis maupun fisik. 11 Penguasaan dalam arti yuridis maksudnya hubungan tersebut ditunjukkan dengan adanya penguasaan tanahnya secara hukum. Apabila telah ada 9 Badan Pertanahan Nasional, Hak-hak Atas Tanah dalam Hukum Tanah Nasional, Jakarta, Tahun 2002, hal. 18 10 Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum PendaftaranTanah,Mandar Maju, Bandung, Tahun 2008, hal. 235 11 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta, Tahun 1994, halaman 19. Universitas Sumatera Utara 15 bukti penguasaan tanahnya secara hukum biasanya dalam bentuk surat-surat tertulis, maka hubungan tanah dengan obyek tanahnya sendiri telah dilandasi dengan suatu hak. Sedangkan penguasaan tanah dalam arti fisik menunjukkan adanya hubungan langsung antara tanah dengan yang empunya tanah tersebut, misalnya didiami dengan mendirikan rumah tinggal atau ditanami dengan tanaman produktif untuk tanah pertanian. Penguasaan tanah dapat merupakan permulaan adanya atau diberikannya hak atas tanah, dengan perkataan lain penguasaan tanah secara fisik merupakan salah satu faktor utama dalam rangka pemberian hak atas tanahnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dapat dijelaskan bahwa sekalipun tidak ada alat bukti penguasaan secara yuridis, namun apabila dalam kenyataan bidang tanah tersebut telah dikuasai secara fisik, maka dapat dilegitimasidiformalkan haknya melalui penetapanpemberian haknya kepada yang bersangkutan. Terhadap penguasaan tanah yang dibuktikan dengan alat bukti secara tertulis dapat disebut juga alas hak. Alas hak diartikan sebagai: Bukti penguasaan-atas tanah secara yuridis dapat berupa alat-alat bukti yang menetapkan atau menerangkan adanya hubungan hukum antara tanah dengan yang mempunyai tanah, dapat juga berupa riwayat pemilikan tanah yang pernah diterbitkan oleh pejabat Pemerintah sebelumnya maupun bukti pengakuan dari pejabat yang berwenang. Alas hak secara yuridis ini biasanya dituangkan dalam bentuk tertulis dengan suatu surat keputusan, surat keterangan, surat pernyataan, surat pengakuan, akta otentik maupun surat di bawah tangan dan lain-lain. 12 12 Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendafataran Tanah, Mandar Maju, Bandung, Tahun 2008, hal. 237 Universitas Sumatera Utara 16 Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara. AgrariaKepala BPN Nomor 3 Tahun 1997, alas hak tersebut diberi istilah data yuridis, yakni keterangan mengenai status hukum bidang tanah, pemegang haknya, dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Secara perdata, dengan adanya hubungan yang mempunyai tanah dengan tanahnya yang dibuktikan dengan penguasaan fisik secara nyata di lapangan atau ada alas hak berupa data yuridis berarti telah dilandasi dengan suatu hak keperdataan, tanah tersebut sudah berada dalam penguasaannya atau telah menjadi miliknya. Penguasaan atas tanah secara yuridis selalu mengandung kewenangan yang diberikan hukum untuk menguasai fisik tanahnya. Oleh karena itu penguasaan yuridis memberikan alas hak terhadap adanya hubungan hukum mengenai tanah yang bersangkutan. Apabila tanahnya sudah dikuasai secara fisik dan sudah ada alas haknya, maka persoalannya hanya menindaklanjuti alas hak yang melandasi hubungan tersebut menjadi hak atas tanah yang ditetapkan dan diakui oleh Negara agar hubungan tersebut memperoleh perlindungan hukum. Proses alas hak menjadi hak atas tanah yang diformalkan melalui penetapan Pemerintah disebut pendaftaran tanah yang produkn ya adalah sertifikat tanah. 13 Oleh karena itu alas hak sebenarnya sudah merupakan suatu legitimasi awal atau pengakuan atas penguasaan tanah oleh subyek hak yang bersangkutan, namun idealnya agar penguasaan suatu bidang tanah juga mendapat legitimasi dari Negara, 13 Ibid, hal. 238 Universitas Sumatera Utara 17 maka harus diformalkan yang dilandasi dengan suatu hak atas tanah yang ditetapkan oleh NegaraPemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. AP. Parlindungan menyatakan bahwa alas hak atau dasar penguasaan atas tanah sebagaimana diatur dalam UUPA dapat diterbitkan haknya karena penetapan Pemerintah atau ketentuan peraturan perundang-undangan, maupun karena suatu perjanjian khusus yang diadakan untuk menimbulkan suatu hak atas tanah di atas hak tanah lain misalnya Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik dan juga karena ketentuan konversi hak, sedangkan ketentuan pendakuan maupun karena kadaluarsa memperoleh suatu hak dengan lembaga uit wi zingprocedure sebagaimana diatur dalam pasal 548 KUH Perdata tidak dikenal dalam UUPA, sungguhpun pewarisan merupakan juga salah satu alas hak. 14 Dinyatakan juga bahwa dasar penguasaan atau alas hak untuk tanah menurut UUPA adalah bersifat derivative, artinya berasal dari ketentuan peraturan perundang-undangan dan dari hak-hak yang ada sebelumnya, seperti Hak-hak Adat atas tanah dan hak-hak yang berasal dari Hak-hak Barat. 15 Adapun hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum adat adalah: 1. Hak agrarisch egeindom. Lembaga agrarisch egeindom ini adalah usaha dari Pemerintah Hindia Belanda dahulu untuk mengkonversi tanah hukum adat, baik 14 A. P. Parlindungan, Beberapa Masalah Dalam UUPA, Mandar Maju, Bandung, Tahun 1993, hal. 69-70 15 A. P. Parlindungan, Pen daft aran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, Tahun 1993, hal 3 Universitas Sumatera Utara 18 yang berupa milik perorangan maupun yang ada hak perorangannya pada hak ulayat dan jika disetujui sebagian besar dari anggota masyarakat pendukung hak ulayatnya, tanahnya dikonversikan menjadi agrarisch egeindom. 2. Tanah hak milik, hak Yasan, adar beni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini. Istilah dan lembaga-lembaga hak atas tanah ini merupakan istilah lokal yang terdapat di Jawa. 3. Grant Sultan yang terdapat di daerah Sumatra Timur terutama di Deli yang dikeluarkan oleh Kesultanan Deli termasuk bukti-bukti hak atas tanah yang diterbitkan oleh para Datuk yang terdapat di sekitar Kotamadya Medan. Di samping itu masih ada lagi yang disebut grant lama yaitu bukti hak tanah yang juga dikeluarkan oleh Kesultanan Deli. 4. Landerijenbezitrecht, altijddurende erfpacht , hak-hak usaha atas bekas tanah partikulir. Selain tanah-tanah yang disebut di atas yang tunduk pada hukum adat ada juga hak-hak atas tanah yang lain yang dikenal dengan nama antara lain ganggan bauntuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituas dan lain-lain. Sedangkan hak-hak barat dapat berupa hak eigendom, hak opstal, dan hak erfpacht . Jadi secara normatif bukti penguasaan atau pemilikan atas suatu bidang tanah yang diterbitkan oleh Pemerintah sebelumnya dasar penguasaanalas hak lama masih tetap diakui sebagai dasar penguasaan atas tanah karena diterbitkan oleh pejabat yang berwenang dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku pada masa itu. Universitas Sumatera Utara 19 Sementara itu, menurut Aslan Noor, teori kepemilikan ataupun pengalihan kepemilikan secara perdata atas tanah dikenal empat teori, yaitu: 16 a. Hukum Kodrat, menyatakan dimana penguasaan benda-benda yang ada di dunia termasuk tanah merupakan hak kodrati yang timbul dari kepribadian manusia b. Occupation theory , dimana orang yang pertama kali membuka tanah, menjadi pemiliknya dan dapat diwariskan. c. Contract theory , dimana ada persetujuan diam-diam atau terang-terangan untuk pengalihan tanah. d. Creation theory , menyatakan bahwa hak milik privat atas tanah diperoleh karena hasil kerja dengan cara membukukan dan mengusahakan tanah. Mengenai pengalihan atau penyerahan hak atas tanah, terdapat dua pendapat yaitu yang pertama adalah bahwa jual beli harus dilakukan dengan akta otentik yang diikuti dengan pendaftaran pengalihan hak atas tanah untuk mendapatkan sertifikat sebagai tanda bukti hak atas tanah. Akta otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akte Tanah, bukan saja hanya sebagai alat bukti tetapi merupakan syarat mutlak adanya perjanjian penyerahan. Pendapat ini diwakili oleh Mariam Darus Badrulzaman dan Saleh Adiwinata. Pendapat lainnya adalah bahwa perbuatan jual beli tanpa diikuti dengan akta otentik adalah sah, sepanjang diikuti dengan penyerahan konkret. Pendapat ini diwakili oleh 16 Aslan Noor, Konsep Hak Milik atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2006, hal. 28-29 Universitas Sumatera Utara 20 Boedi Harsono dan R. Soeprapto. 17 Penyerahan yang sifatnya konsensual sebagaimana dianut hukum perdata sekaligus dengan penyerahan yang sifatnya konkret sebagaimana dianut oleh hukum adat pada dasarnya adalah bertentangan dan dapat terjadi dualisme dalam penafsiran kepastian hukumnya. Mariam Darus Badrulzaman berpendapat, bahwa lembaga pendaftaran pada proses pengalihan hak atas tanah, tidak semata-mata mengandung arti untuk memberikan alat bukti yang kuat, akan tetapi juga menciptakan hak kebendaan. Hak kebendaan atas suatu benda tanah terjadi pada saat pendaftaran dilakukan. Sebelum dilakukan pendaftaran yang ada baru milik, belum hak. 18 Dalam kaitan itulah, maka salah satu asas dari hak atas tanah adalah adanya asas publisitas.

2. Konsepsi

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur atas Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan.(Studi Putusan Mahkamah Agung, No.140 K/TUN/2011)

5 64 118

Aspek Hukum Pengalihan Hak Atas Saham Pada Perseroan Tertutup.

6 99 87

Analisis Yuridis Atas Pengalihan Harta Warisan Milik Bersama Anak Di Bawah Umur Yang Berupa Hak Atas Tanah

7 78 136

Analisis Hukum Terjadinya Pengalihan Hak Atas Tanah Atas Dasar Penguasaan Fisik (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.475//Pk/Pdt.2010).

5 41 132

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas Tanah Masyarakat Adat Di Atas Tanah Register 40 Pasca Putusan Pidana No.2642 K/PID/2006 AN.Terpidana D.L Sitorus

2 52 119

Tinjauan Yuridis Atas Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Yang Telah Bersertifikat Hak Milik (Study Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2725 K/Pdt/2008)

1 55 132

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Terhadap Hak Atas Tanah Terdaftar Yang Berpotensi Hapus Di Kota Medan

1 40 208

Perlindungan Hukum Atas Karya Cipta Seni Lukis (Analisis Putusan Mahkamah Agung No.596k/Pdt.Sus/2011)

0 22 131

BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur atas Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan.(Studi Putusan Mahkamah Agung, No.140 K/TUN/2011)

0 0 15

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur atas Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan.(Studi Putusan Mahkamah Agung, No.140 K/TUN/2011)

0 0 15