Perlindungan Hukum Atas Karya Cipta Seni Lukis (Analisis Putusan Mahkamah Agung No.596k/Pdt.Sus/2011)

(1)

(Analisis Putusan Mahkamah Agung No.596k/Pdt.Sus/2011)

Disusun Oleh: Alinda Yani

109048000007

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA SENI LUKIS (Analisis

Putusan Mahkamah Agung No. 596K/Pdt.Sus/2011)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh: Alinda Yani

NIM. 109048000007

7bl9

KONSENTRASI HUKUM BISNIS

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1434 HJ20t3

M


(3)

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarla pada tanggal 25 September

2013. Skripsi

ini

telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-l) pada Prograrn Studi Ilmu Hukum.

Jakafia, 25 September 2073

1. Ketua

2. Sekretaris

3. Pembimbing:

rWt

PANITIA UJIAN:

Dr. Djawahir Hejazzielu. S.H..M.A.

NIP. 1 95 5 1 0 I 5197 903 1 002

Drs. Abu Tarnrin. S.H..M.Hum.

NrP. 1 9650908 1 99s03 1 001

Dr. Djawahir Hejazziey. S.H..lVI.A. NIP. 1 9ss 101 51979031002

4. Penguji 1

NIP. 195505051 98201012

: H. Syafrudin Makmur, SH.,MH.

Ar,

&t-_

-& ii*7 €,"fi n $ d

mmad Amin Suma 51982031012


(4)

n

LEMBAR PERIYYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi

ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Strata 1 (Sl) di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri rurN)

Syarif HidayatuI lah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya

ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di universitas Islam Negeri

rur$

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2013

Yani


(5)

iv

ABSTRAK

ALINDA YANI. NIM 109048000007. Perlindungan Hukum Atas Karya Cipta Seni Lukis (Analisis Putusan MA No.596K/Pdt.Sus/2011). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1434 H / 2013 M. ix + 74 halaman + 4 halaman daftar pustaka + 34 halaman lampiran.

Menurut Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Hak Cipta adalah merupakan hak ekseklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaanya dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang-undang yang berlaku. Tujuan untuk mengetahui implementasi Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta serta sejauh mana undang-undang tersebut memberi perlindungan hukum terhadap Lukisan Dua Ikan pada CV. Asian Pasific Aquatics Mahkamah Agung No.596K/Pdt.Sus/2011.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan perbandingan dan pendekatan konseptual. Informasi didapatkan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersebut kemudian diolah dan dianalisis dengan melakukan perbandingan

antara undang-undang Hak Cipta dan putusan Mahkamah Agung

No.596K/Pdt.Sus/20.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang berlaku maka dapat disimpulkan: Putusan kasasi Mahkamah Agung No.596K/Pdt.Sus/2011 dalam sengketa hak cipta cipta seni lukis „Dua Ikan‟ pada merek makanan ikan , tidak sesuai dengan Undang -Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pasal 6 dan 7. Mahkamah Agung mengedepankan ketentuan Pasal 8 (3) sebagai legal standing dalam membuat amar putusannya.

Kata Kunci: analisis yuridis sengketa Hak Cipta, seni lukis, gambar “Dua Ikan”. Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H.,M.A.


(6)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang hanya dengan hidayah dan

nikmat dari-Nyalah skripsi Penulis “PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA

CIPTA SENI LUKIS (Analisis Putusan MA No.596K/Pdt.Sus/2011)” dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam tercurahlimpahkan pada Nabi Muhammad saw yang dengan kemuliaan akhlaknya menuntut kita pada agama yang diridhoi oleh Allah.

Tentunya masih banyak terdapat kekurangan dalam penelitian ini. Namun demikian Penulis tetap berusaha menyelesaikannya dengan kesungguhan dan kerja keras. Selesainya penelitian ini tidak terlepas dari elaborasi keilmuan yang Penulis dapatkan dari kontribusi banyak pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini ingin Penulis sampaikan setulus hati ucapan terima kasih kepada Yang Terhormat:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Drs. Abu Tamrin, SH., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MM., yang juga Dosen Pembimbing yang telah mengajarkan Penulis lebih mengenal Hukum Bisnis. Semoga beliau selalu mendapat rizki yang berlimpah dan dikaruniai anak-anak yang sholeh dan segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah membagi ilmunya dan mengajarkan akhlak dalam hukum, semoga Penulis bisa membalas jasa-jasa beliau dengan menjadi anak didik yang dapat dibanggakan kelak.


(7)

vi

mereka di Hari Yaumul Hisab nanti dan Adik (Muhamad Rizqi Nurrobani) yang telah bersabar mengahadapi penulis.

5. Keluarga Besarku yang telah memberikan pengarahan, motivasi, doa , dan kasih sayangnya yang begitu besar kepada penulis. Semoga Allah selalu melimpahkan kebahagian dan melindunggi kita semua.

6. Keluarga besar Ilmu Hukum, Khususnya Hukum Bisnis, teman seperjuangan yang banyak sekalin kisah kasih yang tidak bisa diceritakan oleh penulis. Semoga kita semua menjadi orang-orang yang bermanfaat bagi agama dan negara.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat menjadi rujukan untuk adik-adik kelas selanjutnya dan bermanfaat untuk setiap pembaca. Sekian terima kasih.

Jakarta, Agustus 2013


(8)

vii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... ... iii

ABSTRAK ... ... iv

KATA PENGANTAR ... ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... 8

E. Kerangka Konseptual ... 9

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN TEORI A. Perlindungan Hukum Hak Cipta... 16

1. Pengertian Perlindungan Hukum... 16

2. Bentuk Perlindungan Hukum... 18

3. Pengertian Hak Cipta ... 20

4. Ciptaan Yang Dilindungi ... 26


(9)

viii

6. Sistem Pendaftaran Hak Cipta... 34

7. Masa Berlaku Hak Cipta... 35

8. Dewan Hak Cipta... 37

BAB III GAMBARAN UMUM MAHKAMAH AGUNG A. Sejarah ... 39

B. Profil... 54

C. Jumlah Hakim Agung... 55

D. Tugas Dan Wewenang Mahkamah Agung... 56

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA SENI LUKIS A. Perlindungan Hukum Atas Karya Cipta Seni Lukis Analisis Putusan MA No.596K/Pdt.Sus/2011 ... 60

B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hakim Dalam Memberikan Putusan MA No.596K/Pdt.Sus/2011... ... 62

C. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan Putusan MA No.596K/Pdt.Sus/2011... 64

D. Analisis Penulis... 65

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

1. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

2. Putusan Mahkamah Agung No.596k/Pdt.Sus/2011.


(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Proses globalisasi membawa akibat tolak ukur utama hubungan antar bangsa atau negara tidak lagi ideologi, melainkan ekonomi yakni keuntungan1 atau hasil nyata apa yang dapat diperoleh dari adanya hubungan tersebut. Pengaruh luar dapat cepat sekali masuk ke Indonesia sebagai implikasi terciptanya sistem ekonomi yang terbuka. Aspek dari sistem ekonomi adalah masalah produk yang pemasarannya tidak lagi terbatas pada satu negara melainkan juga mengglobal. Hal ini menuntut standar kualitas dan persaingan yang fair, serta terhindarnya produk industri palsu, berdasarkan pada kesepakatan-kesepakatan dunia internasional.

Globalisasi mengandung makna yang dalam dan terjadi di segala aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial budaya, IPTEK, dan sebagainya. Globalisasi, dalam dunia bisnis misalnya, tidak hanya sekedar berdagang di seluruh dunia dengan cara baru, yang menjaga keseimbangan antara kualitas global hasil produksi dengan kebutuhan khas yang bersifat lokal dari konsumen. Cara baru ini dipengaruhi oleh saling ketergantungan antar bangsa yang semakin meningkat, berlakunya standar-standar dan kualitas baku internasional, melemahnya ikatan ikatan etnosentrik yang sempit, peningkatan peran swasta

1

Rahmadi Usman, Hukum Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. (Bandung:alumni,2008) h. 158


(12)

2

dalam bentuk korporasi internasional, melemahnya ikatan-ikatan nasional di bidang ekonomi, peranan informasi sebagai kekuatan meningkat, munculnya kebutuhan akan manusia-manusia brilyan tanpa melihat kebangsaannya dan sebagainya.

Ekspansi perdagangan dunia dan juga dilakukannya rasionalisasi tarif tercakup dalam GATT (the General Agreement on Tarif and Trade). GATT sebenarnya merupakan kontrak antar partner dagang untuk tidak memperlakukan secara diskriminatif, proteksionis atas dasar law of the jungle dalam perdagangan dunia. Kesepakatan-kesepakatan dilaksanakan pada kegiatan putaran-putaran, sejak 19472hingga putaran Uruguay (1986) yang menarik karena berhasilnya dibentuk WTO (World Trade Organization) yang mulai 1 Januari 1995.WTO tercakup pula Persetujuan TRIPs3 (Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights, including Trade in Counterfeit Goods) atau

Persetujuan Perdagangan mengenai aspek hak kekayaan intelektual (HKI) termasuk perdagangan barang palsu), dan Indonesia telah meratifikasinya dengan UU No. 7 Tahun 1994, yang sudah berlaku sejak 1 Januari 2000.

Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HKI juga merupakan sesuatu yang given dan inheren dalam sebuah masyarakat

2

Suyud Maryono, Hukum Hak Cipta Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010) 3

H. OK.Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2007)h. 27


(13)

industri atau yang sedang mengarah ke sana. 4Keberadaannya senantiasa mengikuti dinamika perkembangan masyarakat itu sendiri. Begitu pula halnya dengan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mau tidak mau bersinggungan dan terlibat langsung dengan masalah HKI.

Secara umum Hak Kekayaan Intelektual dapat terbagi dalam dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri.5 Sedangkan Hak Kekayaan Industri meliputi Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman. HKI telah diatur dengan berbagai peraturan‐perundang‐undangan sesuai dengan tuntutan TRIPs, yaitu UU No. 29 Tahun 2000 (Perlindungan Varietas Tanaman), UU No. 30 Tahun 2000 (Rahasia Dagang), UU No. 31 Tahun 2000 (Desain Industri), UU No. 32 Tahun 2000 (Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu), UU No. 14 Tahun 2001 (Paten),UU No. 15 Tahun 2001 (Merek),dan UU No. 19 Tahun 2002 (Hak Cipta).6UUHC ini lahir karena adanya kebutuhan untuk mengakui atau melindungi dan memberi penghargaan terhadap pengarang, artis, pencipta perangkat lunak (software) dan ciptaan lain serta akses atas hasil karya mereka demi kepentingan manusia yang mulai dirasakan di Indonesia.

HKI terkait dengan kreativitas manusia, dan daya cipta manusia dalam memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah kehidupannya, baik dalam seni,

4

Tim Lindsey, dkk, Hak Kekayaan Intelektual(suatu Pengantar),(Bandung: Pt Alumni, 2006)h.71

5

Moerdino, Hak Milik Intelektual dan Alih Teknologi, Jakarta: Prisma,LP3ES, April 1987, h. 68

6


(14)

4

ilmu pengetehuan dan teknologi maupun produk unggulan suatu masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi disertai dengan eksistensi HKI sangat penting. Dimana kegiatan penelitian ini tidak dapat menghindar dari masalah HKI apabila menginginkan suatu penghormatan hak maupun inovasi baru, dan orisinalitasnya.

Permasalahan mengenai Hak Kekayaan Intelektual akan menyentuh berbagai aspek seperti aspek teknologi, industri, sosial, budaya, dan berbagai aspek lainnya. Akan tetapi, aspek terpenting jika dihubungkan dengan upaya perlindungan bagi karya intelektual adalah aspek hukum. Hukum diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan yang timbul berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual tersebut. Hukum harus dapat memberikan perlindungan bagi karya intelektual, sehingga mampu mengembangkan daya kreasi masyarakat yang akhirnya bermuara pada tujuan berhasilnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual.

Di Indonesia, permasalahan hak cipta merupakan permasalah yang banyak dijumpai dan menjadi sorotan masyarakat. Salah satunya adalah sengketa hak cipta karya seni lukis antara CV.Asian Fasific Aquatics melawan seseorang yang menjipalak lukisan dua ikan yaitu dengan nama “kiki pets”. Dalam sengketa tersebut, gugatan dilakukan oleh perusahaan asian Fasific Aquatics yang menggap bahwa lukisan kiki pets telah melakukan pelanggaran hak-hak ekonomi yaitu hak eksekutif dan hak moral milik pencipta dengan memperjual-belikan, mengambil, memperbanyak hak cipta. Dalam kasus tersebut berakhir di Peradilan Kasasi


(15)

Mahkamah Agung No.596k/Pdt.Sus/2011. Dalam putusan MA yang dimenangkan Cv.Asian Aquatics sebagai pemilik hak cipta, itu bermakna lukisan “kiki Pets” melanggar hak cipta.

Dalam putusan MA No.596k/Pdt.Sus/2011 terdapat permasalahan yang muncul meliputi: pertama, Putusan MA yang memenangkan Cv.Asian Aquatics kurang memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pemilik lukisan “kiki Pets”. Padahal secara umum melanggar tentang merek dagang dimana pada mempermasalahkan merek dagang pada makanan ikan. Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis tertarik untuk meneliti masalah tentang perlindungan hukum bagi pemegang dan pemilik hak cipta dengan menyusun skripsi yang berjudul:

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA SENI LUKIS (Analisis Putusan Mahkamah Agung No.596k/Pdt.Sus/2011).

Penulis memberi judul diatas, karena menurut penulis judul di atas telah sesuai pada permasalahan yang telah diuraikan diatas yaitu tentang permasalahan hak cipta seni lukis yang dalam hal ini berkaitan dengan perlindungan hukum bagi pemilik hak cipta seni lukis pada putusan Mahkamah Agung No.596K/Pdt.Sus/2011.

Pertimbangan hukum itu seperti dogma, pendapat-pendapat hakim, atau Undang-undang yang dijadikan acuan dalam menganalisis suatu permasalahan. Dan pertimbangan hukum ini digunakan juga pada skripsi penulis yang dimana melihat dari pertimbangan hakim dalam memberikan putusan Mahkamah Agung No.596K/Pdt.Sus/2011 yaitu melihat dari ketentuan peraturan perundang-undang


(16)

6

yang berlaku diindonesia. yaitu Undang-undang tentang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002. Dan dilihat dari pengetahuan hakim dalam memberikan purtusan ini. Yang dimana dalam pertimbangan hukum diatas dapat menghasilkan perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta.

Maksud dan tujuan perlindungan hukum bila dikaitkan dengan hak cipta seni lukis yaitu untuk merangsang aktivitas untuk melahirkan karya cipta karena tujuan akhir dari perlindungan hak cipta adalah untuk memberikan penghargaan dan insentif kepada pemilik hak cipta dan untuk melindungi dan memberikan jaminan yang pasti terhadap Hak Cipta kepada si pencipta atau pemegang hak, agar aparat penegak hukum melakukan penyidikan secara tuntas setiap hasil penindakan kasus pembajakan/jiplakan agar terjadi image positif terhadap penegak hukum oleh polri maupun hakin dalam memberi putusanya dan sekaligus sebagai daya cegah bagi pelaku lain.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan Hak Kekayaan Intelektual yang meliputi hak cipta, paten, merek ,Varietas Tanaman, Rahasia Dagang ,Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. maka penelitian ini difokuskan hanya pada masalah pengaturan perlindungan hukum atas karya cipta seni lukis.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(17)

a. Bagaimana perlindungan hukum atas karya cipta seni lukis dalam analisis putusan Mahkamah Agung No.596 k/Pdt.Sus/2011?

b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hakim dalam memberikan putusan MA No.596k/Pdt.Sus/20011?

c. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memberikan putusan MA No.

596K/Pdt.Sus/2011?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui tentang perlindungan hukum atas karya cipta seni lukis bagi menurut ketentuan Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan:

a. Untuk mengetahui perlindungan hukum atas karya cipta seni lukis dalam analisis putusan MA. No.596k/Pdt.Sus/2011.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hakim dalam memberikan putusan MA. No.596k/Pdt.Sus/2011.

c. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memberikan putusan MA.No. 596K/Pdt.Sus/2011.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis


(18)

8

dan dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah sebagai bahan menambah ilmu pengetahuan di bidang ilmu Hukum khususnya Hukum Perdata dan Hukum Bisnis.

2) Sebagai acuan untuk pembelajaran dan pembuatan karya ilmiah khususnya yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual terutama Hak Cipta.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai sumber kajian bagian yang berkepentingan, terutama bagi praktisi hukum. dan juga diharapkan dapat berguna sebagai jawaban dari berbagai persoalan yang terjadi dalam lingkup hak cipta terutama karya cipta seni lukis.

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Pernah ada penelitian mengenai Hak Cipta pada skripsi yang berjudul “ Prospek Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dalam Kesenia Tradisional Di Indonesia” yang disusun oleh Agnes Vira Radian, fakultas Hukum Universita Diponogoro Tahun 2008,yang membahas tentang perlindungan hukum hak kekayaan intelektual dalam kesenian tradisional di Indonesia, dan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai prospek hukum hak kekayaan intelektual di Indonesia dalam rangka memberikan perlindungan bagi kesenian tradisional dari pembajakkan oleh negara lain.Yang membedakan skripsi ini dengan penelitian yang diangkat oleh penulis adalah pada skripsi tersebut menulis tentang


(19)

perlindungan hukum Atas karya cipta seni lukis,sedangkan yang akan diteliti oleh penulis adalah tentang bagaimana perlindungan Hukum atas karya cipta seni lukis terkait dengan putusan MA No.596k/Pdt.Sus/2011.

Skripsi selanjutnya yang terkait dengan Hak Cipta adalah Skripsi yang berjudul “ Perlindungan Hak Cipta Karya Musik Independen ” yang disusun oleh

Wahyu Andika Putra, fakultas hukum universitas sebelas maret,

Surakarta,2009,yang membahas mengenai tujuan untuk mengetahui hubungan hukum antara pencipta atau pemegang hak cipta dengan PT Musikita, pelaksanaan perlindungan hak cipta karya ”musik independen” dan hambatan -hambatan yang dihadapi oleh PT Musikita Solo-Indonesia. Yang membedakan skripsi ini dengan penelitian yang diangkat oleh penulis adalah pada skripsi tersebut perlindungan hukum atas musik independen dan untuk mengetuhui hubungan hukum antara pencipta atau pemegang hak cipta dengan PT musikita, sedangkan yang akan diteliti oleh penulis tentang perlindungan hukum terhadap hak cipta seni lukis dan mengetahui faktor-faktor apasaja yang jadi pertimbangan hakim dalam memberikan putusan.

E. Kerangka Konsep

Dalam pembahasan kerangka konseptual, akan diuraikan beberapa konsep – konsep terkait terhadap beberapa istilah yang akan sering digunakan dalam penelitian ini, yaitu:


(20)

10

1. Hak Atas Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual adalah hak yang berasal atau bersumber dari hasil pemikiran seseorang atau seseorang yang memiliki ide7, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, industri atau kesemuanya, yang hasilnya berupa sebuah karya yang dapat dikategorikan karya intelektual dan memiliki nilai komersial.

2. Hak Cipta

Hak cipta adalah hak eksekusif yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta dalam bidang ilmu pengetahuan,seni, dan sastra untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya sesuai dengan UU yang terkait.

3. Pencipta

Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang memiliki kemampuan pikiran, keterampilan, kecekatan,8 atau keahlain untuk menghasilkan suatu karya yang baru dan dalam bentuk yang khas.

4. Pemegang Hak Cipta

Pemegang Hak Cipta adalah pemilik dari hak cipta itu sendiri atau pihak yang diberikan hak lebih lanjut dari pihak yang menerima hak tersebut.

5. Merek

Merak adalah berupa tanda, huruf, tulisan, warna, kata, angka-angka, yang

7

Brian Martin, Against Intellectual Property, http:// WWW.Gogle.com, Departement of Science And Thecnology, University of wollongong, Australia, h.1

8

Rooseno Harjowidigdo,s.h, Mengenal Hak Cipta Di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1992.


(21)

dikombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dari kompetitornya9 dan dapat digunakan kegiatan perdagangan barang atau jasa. 6. Lisensi

Lisensi adalah izin yang diberikan pencipta atau pemegang hak cipta kepada orang lain untuk menggumumkan dan/memperbanyak ciptaannnya dengan persyaratan tertentu.

F. Metode Penelitan 1. Tipe Penelitian

Penelitian merupakan salah satu cara yang tepat untuk memecahkan masalah. Selain itu penelitian juga dapat digunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran. Dilaksanakan untuk mengumpulkan data guna memperoleh pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban atas pokok-pokok permasalahan yang dirumuskan dalam bab I Pendahuluan, sehingga diperlukan rencana yang sistematis, metodelogi merupakan suatu logika yang menjadi dasar suatu penelitian ilmiah.10 Oleh karenanya pada saat melakukan penelitian seseorang harus memperhatikan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.

Pada penelitian hukum ini, peneliti menjadikan bidang ilmu hukum sebagai landasan ilmu pengetahuan induknya. Oleh karena itu maka penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum. Menurut Soerjono Soekanto yang

9

HKInet,( Wacana Kekayaan Intelektual Indonesia) , Regulasi Bidang HKI, http:// WWW.Gogle.com, Lembaga Kajian Hukum Teknologi , FH UI,h.1

10

Ronny Hanintijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, (Jakarta:Ghalia Indonesia,1998),h.9


(22)

12

dimaksud dengan penelitian hukum adalah kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika,11 dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau segala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.

Tipe penelitian yang di gunakan dalam Penulis skripsi ini adalah metode yuridis normatif,12 yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan

hanya meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Tujuan dari penelitian hukum normatif mencakup penelitian asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum,13 penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum dan penelitian perbandingan hukum.

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statue approach).14 Karena analisi kasus hukum dalam skripsi ini tentang analisi putusan Ma No.596/k/Pdt.Sus/ 2011 yang sudah pasti mengacu pada pendekatan tentang perundang-undangan. Selain pendekatan perundang-undangan, skripsi ini juga menggunakan Pendekatan Kasus (case approach), dipergunakan untuk menggambarkan dan menunjang suatu pendapat atau dalil. Pendekatan ini digunakan untuk memecahkan suatu problema melalui pengumpulan data dalam bentuk beberapa case yang

11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI,1986), h.43 12

Soerjono soekanto dan marmudji,Pengertian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 14

13

Ibid, h.61 14

Ronny Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum Dan Jurimentri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994) h. 11


(23)

kongkret dan terperinci.pendekatan konsep (conceptual approach), yang dimana untuk memahami konsep dalam skrisi ini dalam konsep-konsep hak cipta terutama hak cipta dalam seni lukis, sehingga tidak terjadi pelanggaran hak cipta.

3. Sumber Hukum

Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber data, karena dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai kehendak yang diharapkan.

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yang merupakan bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan, beberapa putusan pengadilan yang antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Hak Cipta.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa, memahami, dan menjelaskan bahan hukum primer. Yang termasuk dalam bahan hukum sekunder yaitu semua publikasi tentang hukum yang bukan


(24)

14

merupakan dokumen-dokumen resmi.15 sebagai contoh buku-buku, jurnal, majalah, buleti dan internet.

c. Bahan Non-Hukum (Tersier)

Bahan Non-Hukum adalah yang merupakan bahan-bahan hukum yang primer dan sekunder, serperti : Kamus Inggris-Indonesia, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia.

4.Pengelolaan dan Analisis Bahan Hukum

Metode yang digunakan dalam menganalisis dan mengolah data-data yang terkumpul adalah analisis kualitatif.16 Maksud dari penggunaan metode tersebut adalah memberikan gambaran terhadap permasalahan yang ada didalam Bab I dengan berdasarkan pada pendekatan yuridis normatif.

Pada metode ini data-data yang diperoleh yaitu data sekunder, akan diinventarisasi dan disistematiskan dalam uraian yang bersifat deskriptifanalisis.17 Setelah dilakukan proses inventarisasi dan penyusunan data secara sistematis maka langkah selanjutnya ialah menganalisa data-data tersebut.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011” dengan

15

Peter, Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), cetakan keenam, h. 141.

16

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 104 17

Soerjono soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali Press, 1998) h. 35


(25)

sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, memuat: Latar Belakang, dilanjutkan dengan Batasan dan RumusanMasalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) kajian Terdahulu, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Tinjauan Teori ,Dalam Bab ini berisi uraian materi hasil penelitian kepustakaan yang meliputi: landasan teori, bab ini menguraikan materi-materi dan teori-teori yang berhubungan dengan masalah perlindungan hukum dan hak cipta, materi-materi ini merupakan landasan untuk menganalisis putusan Mahkamah Agung No.596k/Pdt.Sus/2011.

BAB III Gambaran Umum Tentang Mahkamah Agung No.596k/Pdt.Sus/2011, yang dimana didalamnya membahas tentang sejarah MA.

BAB IV Hasil Putusab Ma No.596k/Pdt.Sus/2011, yang dimana pada bab ini membahas tentang perlindungan hukum bagi hak cipta,faktor-faktor yang mempengaruhi hakim dalam memberiakan putusan, dasar pertimbangan hakim dalam memberikan putusan, analisis penulis. BAB V Penutup yaitu berisi tentang kesimpulan dan saran. Pada bab ini

merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menari beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, disamping itu penulis menengahkan beberapa saran yang dianggap perlu.


(26)

16

BAB II TINJAUAN TEORI A. Perlindungan Hukum Hak Cipta

1. Pengertian Perlindungan Hukum

Kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan- kepentingan yang bisa bertentangan

satu sama lain. Berkaitan dengan itu, hukum harus mampu

mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan kepentingan itu dapat ditekan sekecil-kecilnya. Dimana perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu, dalam suatu lalu lintas kepentingan-kepentingan, hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi kepentingan pihak lain.

Menurut pendapat Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta1 tentang fungsi hukum untuk memberi perlindungan adalah bahwa hukum itu ditimbulkan dan dibutuhkan manusia justru berdasarkan produk penilaian manusia untuk menciptakan kondisi yang melindungi dan memajukan martabat manusia serta untuk memungkinkan manusia menjalani kehidupan yang wajar sesuai dengan martabatnya.

Perlindungan terhadap masyarakat mempunyai banyak dimensi yang salah satunya adalah perlindungan hukum. Perlindungan hukum bagi setiap Warga Negara Indonesia tanpa terkecuali, dapat ditemukan dalam

1

Lili Rasjidi dan B Arief Sidharta, Filsafat Hukum Madzab dan Refleksi, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1994), h. 64


(27)

undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945), untuk itu setiap produk yang dihasilkan oleh legislatif harus senantiasa mampu memberikan jaminan perlindungan hukum bagi semua orang, bahkan harus mau menangkap aspirasi-aspirasi hukum dan keadilan yang berkembang di masyarakat. Hal tersebut, dapat dilihat dari ketentuan yang mengatur tentang adanya persamaan kedudukan hukum bagi setiap Warga Negara Indonesia tanpa terkecuali.

Ada beberapa pendapat yang dapat dikutip sebagai suatu patokan mengenai perlindungan hukum:

a. Menurut Satjipto Rahardjo,2 Perlindungan Hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.

b. Menurut Setiono,3 Perlindungan Hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.

c. Menurut Muchsin,4 Perlindungan Hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau

2

Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, (Jakarta : Kompas, 2003), h. 121 3

Setiono, Rule of Law, (Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, 2004), h. 3

4

Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, (Surakarta : Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, 2003), h. 14


(28)

18

kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antara sesama manusia.

d. Menurut Hetty Hasanah,5 Perlindungan Hukum yaitu merupakan segala upaya yang dapat menjamin adanya kepastian hukum, sehingga dapat memberikan perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang bersangkutan atau yang melakukan tindakan hukum.

2. Bentuk Perlindungan Hukum

Perlindungan Hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu saksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua,6 yaitu:

a. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.

b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan Hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa

5

Hetty Hasanah, Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen atas Kendaraan Bermotor dengan Fidusia. (http//jurnal.unikom.ac.id/vol3/perlindungan.html, 2004) h, 1

6


(29)

sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. Salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan darii hukum adalah memberikan perlindungan ( Pengayoman) kepada masyarakat. Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum.7 Sehigga dalam penulisan ini, perlindungan hukum diberi batasan sebagai salah satu upaya yang dilakukan dibidang hukum dengan maksud dan tujuan memberi hasil karya cipta khususnya di bidang kesenian tradisional/Folklore demi mewujudkan kepastian hukum.

3. Pengertian Hak Cipta

Istilah Hak cipta mula-mula diusulkan oleh St. Moh. Syah pada Tahun 1951 di Bandung8 dalam kongres kebudayaan (yang kemudian diterima oleh kongres tersebut) sebagai pengganti istilah Hak Pengarang yang dapat dianggap kurang luas lingkup pengertiannya. Istilah Hak Penggarang itu sendiri merupakan terjemahan dari bahasa Belanda Auteursrecht.

Dinyatakan kurang luas karena istilah Hak Penggarang itu memberikan kesan penyempitan arti, seolah-olah yang dicakup oleh Hak Pengarang itu hanyalah berasal dari Hak Pengarang saja. Sedangkan istilah

7

Shidarta, Krakteristik Penalaran Hukum dalam Konteks Ke-Indonesia-an, Disertasi, (Bandung: Program Dokter Ilmu Hukum Universitas Katolik Parahyangan, 2004), h. 112

8

Naning Ramdlon, Perihal Hak Cipta Indonesia, Tinjauan Terhadap Auteursrecht 1912 Dan Undang-undang Hak Cipta 1997, Yogyakarta, Liberty, 1997.


(30)

20

hak cipta adalah luas, dan mencangkup juga tentang karang-mengarang. Untuk lebih jelasnya batasab pengertian hak cipta dan pencipta ini dapat dilihat pada Pasal 1 Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002, yaitu:

Hak Cipta merupakan hak ekseklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaanya dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang-undang yang berlaku.

Pencipta atau pemegang hak cipta atas karya Sinema fotografi dan Program Komputer (Software) memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuan menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.

Sebagai perbandingan, penulis juga menguraikan beberapa pengertian Hak Cipta menurut Auteurswet 1912 dan Universal Copyright Convention.

Menurut Auteurswet 1912 Pasal 1 menyebutkan:

“Hak Cipta adalah Hak tunggal dari pada pencipta, atau hak dari pada yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusastraan, pengetahuan dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyaknya dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang.


(31)

menyebutkan bahwa: Hak Cipta meliputi Hak Tunggal dari si pencipta untuk membuat, menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari pada karya yang dilindungi perjanjian ini.

Jika dibandingkan batasan pengertian yang diberikan oleh ketentuan tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa semuanya memberikan pengertian yang sama.

Dalam Auteurswet 19129 maupun Universal Copyright Convention

menggunakan “Hak Tunggal” sedangkan Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 menggunakan istilah “Hak Eksklusif” bagi pencipta.

Jika dilihat penjelasan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, yang dimaksud Hak Eksklusif dari pencipta ialah tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak itu kecuali dengan izin pencipta. Perkataan “tidak ada orang lain” mempunyai pengertian yang sama dengan hak tunggal, yang menunjukkan bahwa pencipta yang boleh melakukan hak itu.

Sebagai Hak Khusus (Exclusive Rights), Hak Cipta mengandung 2 (dua) esensi hak, yaitu Hak Ekonomi (Economic Rights) dan Hak Moral

(Moral Right). Kandungan hak ekonomi meliputi hak untuk mengumumkan dan hak untuk memperbanyak ciptaan tersebut. Kandungan hak moral meliputi hak untuk menuntut agar nama pencipta tetap dicantumkan dalam

9

Sophar Maru Hutagalung, Hak Cipta Kedudukan dan Perananya dalam Pembangunan, (Jakarta: Sinar Grafika) h. 143


(32)

22

ciptaannya, hak untuk melarang perubahan suatu ciptaan tersebut.

Menurut M. Hutauruk ada 2 (dua) unsur penting yang terkandung dari rumusan pengertian Hak Cipta,10 yakni:

a. Hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain.

b. Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun dan dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan dari padanya (mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atas nama samarannya dan mempertahankan keutuhan atau integritas ceritanya).

Dibandingkan dengan Auteurswet 1912 Universal Copyright

Convention mencakup pengertian yang lebih luas,11 karena disana memuat kata-kata menerbitkan terjemahan. Yang pada akhirnya tidak saja melibatkan pencipta tetapi juga pihak penerbit dan pencetak. Menurut Ajip Rosidi mengandung sifat economic interest (kepentingan atau arti ekonomi).

Bagian akhir Pasal 2 Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, menyebutkan bahwa dalam penggunaan hak tersebut diberikan ketentuan harus sesuai dan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak mengurangi hak-hak orang lain dan tidak menimbulkan kerugian bagi pihak-hak ketiga.

Dalam konsep Hak Cipta, tersimpul 3 (tiga) jenis hak khusus yang dilindungi undang-undang. Ketiga hak khusus itu adalah hak untuk mengumumkan ciptaan, hak untuk memperbanyak ciptaan, hak untuk

10

M. Hutauruk, Pengaturan Hak Cipta Nasional, (Jakarta : Erlangga, 1997) h. 40 11

Ajip Rosidi, Undang-Undang Hak Cipta 1982. Pandangan seorang awam Djambatan. Jakarta. 1984, h. 40


(33)

memberi izin mengumumkan dan memperbanyak ciptaan, tanpa mengurangi pembatasan-pembatasan menurut Peraturan Perundang-undangan Hak Cipta.

a. Hak Untuk Mengumumkan Ciptaan

Yang dimaksud dengan "mengumumkan" adalah membacakan,

menyuarakan, menyiarkan, atau menyebarkan ciptaan dengan

menggunakan alat apa pun dan dengan cara sedemikian rupa, sehingga ciptaan itu dapat dibaca, didengar atau dilihat oleh orang lain. Termasuk hak mengumumkan adalah distribution right, public performance right, broadcasting right, cable-casting right.

b. Hak Untuk Memperbanyak Ciptaan

Yang dimaksud dengan "memperbanyak" adalah menambah jumlah suatu ciptaan dengan pembuatan yang sama, hampir sama, atau menyerupai ciptaan tersebut dengan menggunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan suatu ciptaan. Termasuk hak memperbanyak adalah printing right, copying right.

c. Hak Untuk Memberi Izin

Yang dimaksud dengan “memberi izin” adalah memberi lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan mengumumkan atau memperbanyak ciptaan. Perbuatan hak khusus ini harus dilaksanakan dengan perjanjian tertulis dalam bentuk akta otentik atau tidak otentik. Perbuatan yang diizinkan untuk dilaksanakan


(34)

24

adalah perbuatan yang secara tegas disebutkan di dalam akta.

Setiap ciptaan seseorang atau badan hukum dilindungi oleh undang-undang karena pada ciptaan itu melekat Hak Cipta. Setiap pencipta atau pemegang Hak Cipta bebas menggunakan Hak Ciptanya, tetapi undang-undang menentukan pula pembatasan terhadap kebebasan penggunaan Hak Cipta yaitu Karena sudah ditentukan pembatasannya, maka kebebasan menggunakan Hak Cipta tidak boleh melanggar pembatasan tersebut.

Pembatasan yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Kesusilaan Dan Ketertiban Umum

Kebebasan penggunaan Hak Cipta tidak boleh melanggar kesusilaan dan ketertiban umum. Termasuk contoh melanggar kesusilaan adalah penggunaan hak untuk mengumumkan atau memperbanyak VCD kebebasan seks. Termasuk melanggar ketertiban umum adalah memperbanyak dan menyabarkan buku yang berisi ajaran yang memperbolehkan wanita bersuami lebih dari 1 (satu) poliandri.

b. Fungsi Sosial Hak Cipta

Kebebasan penggunaan Hak Cipta tidak boleh meniadakan atau mengurangi, fungsi sosial Hak Cipta memberi kesempatan kepada masyarakat memanfaatkan ciptaan seseorang untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, bahan pemecahan masalah, pembelaan perkara di pengadilan, bahan ceramah, tetapi harus disebutkan sumbernya secara lengkap.


(35)

Pemegang Hak Cipta memberi lisensi (Compulsory Licensing) kepada pihak lain untuk menerjemahkan atau memperbanyak ciptaannya dengan imbalan yang wajar. Pemberian lisensi wajib didasari pertimbangan bila negara memandang perlu atau menilai suatu ciptaan sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat dan negara, misalnya untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, penelitian, keamanan dan ketertiban.

Mengenai Hak Turunan yang merupakan terjemahan dari

Neighbouring Right diartikan sama dengan Hak Salinan berpangkal pada atau berasal dari Hak Cipta yang bersifat asal (origin). Hak Turunan ini dilindungi karena banyak berhubungan dengan perangkat teknologi, yaitu fasilitas rekaman, fasilitas pertunjukan, dan fasifitas penyiaran. Perlindungan Hak Turunan terutama ditujukan kepada orang yang berprofesi di bidang pertunjukan, perekaman dan penyiaran

4. Ciptaan Yang Dilindungi

Yang menjadi objek pengaturan Hak Cipta adalah karya-karya cipta dibidang ilmu pengetahuan, sastra dan di bidang seni. Karya apa saja yang jelasnya dilindungi Hak Cipta, ditentukan dalam Pasal 12 Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002.

Jenis ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang meliputi karya:

a. Buku, Program Komputer (Software), pamflet, perwajahan (layout) karya tulis yang diterbitkan dan semua karya tulis lain.


(36)

26

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

d. Lagu atau musik dengan teks atau tanpa teks.

e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomin. f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni

kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan. g. Arsitek

h. Peta i. Seni Batik j. Fotografi k. Sinematografi.

l. Terjemahaan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

Jika diperhatikan rincian yang diberikan menurut huruf a hingga k ini dapat dikualifikasikan sebagai ciptaan asli. Sedangkan ciptaan pada huruf 1 merupakan pengolahan selanjutnya dari ciptaan-ciptaan asli.

Ciptaan karya hasil pengolahan tersebut juga dilindungi sebagai Hak Cipta, sebab bentuk pengolahan itu merupakan suatu ciptaan yang baru dan tersendiri pula. Pemberian perlindungan dimaksud selanjutnya ditentukan tidak mengurangi Hak Cipta atau ciptaan aslinya.


(37)

tweedehandse auteursrecht (Hak Cipta saduran), untuk membedakan dari Hak Cipta asli. Istilah ini diterjemahkan dengan istilah Hak Cipta saduran, dinamakan demikian karena seolah-oleh disadur dari ciptaan asli.

Perlindungan Hak Cipta adalah sebagai salah satu tujuan dari Undang-undang No. 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta diatur dalam Pasal 12 ayat (2) oleh karena adalah wajar perlindungan yang diberikan terhadap pengolahan dari ciptaan asli kepada si pengelola, dengan memperhatikan hak-hak si pencipta asli itu, si pengelola diharuskan pula mendapatkan izin lebih dahulu dari pengarang Hak Cipta asli atau si penerima haknya. Demikianlah halnya jika hendak menterjemahkan karya orang lain, si penerjemah harus terlebih dahulu menerima izin dari pemegang hak cipta asli.

Selanjutnya perlindungan juga diberikan terhadap ciptaan yang sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan karya itu, tetapi belum diumumkan dalam bahasa asing ciptaan semacam itu disebut unpublished works (karya cipta yang belum diumumkan), dan ini diatur dalam Pasal 12 ayat (3) Undang-undang Hak Cipta Nornor 19 Tahun 2002. Pasal tersebut berbunyi dalam perlindungan sebagaimana yang dimaksud termasuk juga semua ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, akan tetapi sudah merupakan bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya itu.


(38)

28

5. Pemegang Hak Cipta

Yang dimaksud dengan pemegang Hak Cipta adalah, pencipta sebagai pemilik Hak Cipta atau orang lain yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut diatas, sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pasal 1 ayat (4) Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 bahwa Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai pemilik Hak Cipta atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.

Jika dikaitkan dengan Hak Cipta, maka yang menjadi subjeknya sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 3 Undang-undang Hak Cipta ialah pemegang hak yaitu pencipta atau orang atau badan hukum yang secara sah memperoleh hak untuk itu. Yaitu dengan jalan pewarisan, hibah, wasiat, dijadikan milik negara atau dengan perjanjian, sedangkan yang menjadi objek ialah benda yang dalam hal ini adalah Hak Cipta, sebagai benda immateril.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan pencipta dalam hal ini, Pasal 5 sampai dengan Pasal 9 Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002 memberikan penjelasan sebagai berikut:

Pasal 5 (1)

Kecuali ada bukti tentang hal sebaliknya, maka yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang untuk ciptaan itu namanya terdaftar sebagai pencipta menurut ketentuan Pasal 29 atau jika ciptaannya itu didaftarkan,


(39)

orang yang dalam atau pada ciptaannya itu disebut atau dinyatakan sebagai pencipta, atau orang yang pada pengumuman sesuatu ciptaan diumumkan sebagai penciptanya.

Pasal 5 (2)

Jika pada ceramah yang tidak tertulis tidak ada pemberitahuan siapa yang menjadi penciptanya, maka orang yang berceramah dianggap sebagai penciptanya.

Pasal 6

Jika suatu ciptaan terdiri dari beberapa bagian tersendiri yang diciptakan dua orang atau lebih, maka yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu, atau jika tidak ada orang itu, orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing atas bagian ciptaannya.

Pasal 7

Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang, diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, maka penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan itu.

Pasal 8 (1)

Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, maka pihak lain untuk dan dalam dinasnya ciptaan itu dikerjakan adalah pemegang hak cipta kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak, dengan tidak mengurangi hak si pembuat sebagai penciptanya apabila penggunaan ciptaan itu diperluas keluar hubungan dinas.


(40)

30

Pasal 8 (2)

Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan kerja dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, maka pihak yang membuat karya cipta itu sebagai pencipta adalah pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.

Penjelasan Pasal 8

Yang dimaksud dengan hubungan dinas adalah hubungan kepegawaian negeri dengan instansinya, sedangkan yang dimaksud dengan hubungan kerja adalah hubungan karyawan dengan pemberi kerja di lembaga swasta.

Pasal 9

Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai penciptanya maka badan hukum tersebut dianggap sebagai penciptanya, kecuali jika dibuktikan sebaliknya.

Demikian dapat dilihat siapa-siapa yang dianggap sebagai pencipta menurut Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Selanjutnya mengenai Negara sebagai pemegang Hak Cipta, dalam hal ini menurut ketentuan Pasal 3 ayat (2) menyatakan: "Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan karena menjadi milik Negara. Dalam hal ini dipertegas oleh Pasal 10 ayat (3) yang menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh negara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Hak Cipta sebagai Hak Milik dalam penggunaannya harus pula dilandaskan atas fungsi sosial. Hal ini dinyatakan dalam penjelasan umum


(41)

Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, menyebutkan bahwa undang-undang ini selain dimasukkan unsur baru mengingat perkembangan teknologi, diletakkan juga unsur kepribadian Indonesia yang mengayomi baik kepentingan individu maupun masyarakat, sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara kedua kepentingan dimaksud.

Atas pertimbangan inilah negara dapat sewaktu-sewaktu menjadi pemegang Hak Cipta. Tidak semua jenis Hak Cipta dapat dijadikan milik negara, hal ini tergantung pada fungsi kegunaan bagi negara.

Dalam hal ini Ali Said ketika memberi keterangan pemerintah dihadapan sidang paripurna DPR, dalam pembahasan RUU Hak Cipta Nomor 7 Tahun 1987 mengatakan:

… Pelaksanaan pengambilalihan Hak Cipta oleh negara tidaklah semudah diduga orang, karena yang dapat diambilalih negara hanyalah apabila dianggap perlu atas dasar kepentingan nasional. Dengan demikian berarti hanya dengan pertimbangan nasional semata-mata. Selanjutnya beliau memberi contoh bahwa Hak Cipta yang dapat diambilalih adalah:

1. Hak cipta atas suatu lagu yang dijadikan lagu kebangsaan. 2. Hak cipta atas lambang yang dijadikan lambang negara. 3. Hak cipta atas rumusan Pancasila yang dijadikan dasar negara.

Demikian contoh yang dimaksudkan Ali Said tentang Hak Cipta yang dapat diambilalih oleh negara.


(42)

32

Menurut JCT. Simorangkir, bahwa:

Istilah dapat dijadikan milik negara yang dipakai oleh Undang-Undang Hak Cipta, memberikan arti bahwa peralihan hak kepada negara itu hanya merupakan suatu kemungkinan saja. Bukan suatu kekhususan dan untuk itu harus dipenuhi beberapa syarat, yaitu:

a. Demi kepentingan negara.

b. Dengan sepengetahuan pengarangnya. c. Dengan keputusan Presiden.

d. Atas dasar pertimbangan Dewan Hak Cipta.

e. Kepada pemegang Hak Cipta diberi imbalan penghargaan yang ditetapkan oleh Presiden.

Selanjutnya menurut beliau,12 dengan dijadikan Hak Cipta suatu karya menjadi milik negara setelah memenuhi segala macam persyaratan itu.

Atas dasar ini istilah yang digunakan Ali Said dengan mengatakan diambilalih, walaupun sebenarnya ada pihak yang keberatan dengan istilah itu. Keberatan itu dari pihak pengarang sendiri.

Demikian halnya dengan Hak Cipta, jika digunakan kata persetujuan, si pencipta akan mempersulit persoalan jika ternyata si pencipta tidak memberikan persetujuan. Oleh karena itu undang-undang telah menetapkan syarat-syarat tertentu, misalnya atas dasar pertimbangan Dewan Hak Cipta Nasional sebagai wakil si pencipta.

12


(43)

6. Sistem Pendaftaran Hak Cipta

Salah satu perbedaan yang dianggap cukup penting antara Auteurswet

dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 adalah tentang Pendaftaran Hak Cipta. Auteurswet 1912 tidak ada memberi ketentuan tentang pendaftaran Hak Cipta ini. Menurut KoIIewijn sebagaimana yang dikutip oleh Widya Pramono menyebutkan, Ada 2 (dua) jenis pendaftaran atau stelsel pendaftaran,13 yaitu stelsel konstitutif dan stelsel deklaratif.

Stelsel konstitutif berarti bahwa hak atas ciptaan baru terbit karena pendaftaran yang telah mempunyai kekuatan hukum. Stelsel deklaratif bahwa pendaftaran itu, bukanlah menerbitkan hak, melainkan hanya memberikan dugaan atau prasangka saja bahwa menurut undang-undang orang yang ciptaannya terdaftar itu adalah yang berhak atas ciptaannya.

Dalam stelsel konstitutif letak titik beratnya guna memperoleh hak atas ciptaan dalam pendaftarannya, sedangkan pada stelsel deklaratif titik beratnya diletakkan pada anggapan sebagai pencipta terhadap hak yang didaftarkan itu, hingga orang lain dapat membuktikan sebaliknya.

Selama orang lain tidak dapat membuktikan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 Pasal 11, maka pendaftar dianggap satu-satunya orang yang berhak atas ciptaan yang terdaftar, dan setiap pihak ketiga harus menghormati haknya dengan mutlak.

13


(44)

34

Dalam penjelasan umum Undang-undang Hak Cipta disebutkan bahwa pendaftaran ciptaan dilakukan secara pasif, artinya bahwa semua permohonan pendaftaran diterima dengan tidak terlalu mengadakan penelitian hak pemohon, kecuali sudah jelas ada pelanggaran Hak Cipta.

Sikap pasif ini membuktikan bahwa pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti atau bentuk dari ciptaan yang didaftarkan.

7. Masa Berlaku Hak Cipta

Sejarah perkembagan Hak Cipta di Indonesia, pada umumnya sama dengan negara-negara yang tumbuh dan berkembang, sangat terkait dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Namun landasan dasarnya tetap tidak berubah. Demikianlah jika dilihat dalam Auteurswet 1912 mengenai pembatasan jangka waktu Hak Cipta sampai 50 (lima puluh) tahun, tetapi hal itu pada Undang-undang Hak Cipta Nomor 6 Tahun 1982 menjadi 25 (dua puluh lima) tahun, dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 mengenai hal ini kembali mengalami perubahan, dan jangka waktu yang dipakai kembali menjadi 50 (lima puluh) tahun.

Jadi yang dikatakan dengan landasan dasarnya yang tidak berubah itu, jika dilihat dalam konsepsi hak milik yang dalam hal ini di Indonesia didasarkan atas fungsi sosial. Sehingga dengan diberikannya pembatasan jangka waktu pemilikan Hak Cipta maka diharapkan Hak Cipta itu tidak tertahan lama ditangan si pencipta yang sekaligus sebagai pemiliknya.


(45)

Sehingga dengan demikian dapat dinikmati oleh rakyat atau masyarakat luas, Selama ini Hak Cipta yang telah berakhir masa berlakunya hanya menguntungkan pihak tertentu, khususnya pihak produser dalam hal karya cipta lagu dan bagi penerbit dalam hal karya cipta buku.

Hak Cipta jika dilihat sepintas lalu adalah merupakan hak milik absolut dari si pencipta atau si pemegang hak, namun sifat kemutlakannya itu berkurang setelah adanya pembatasan terhadap pemilikan Hak Cipta.

Dalam hal ini dapat dilihat apa yang dikatakan oleh Mahadi:

Hak Cipta,14 jika dibandingkan dengan hak milik lainnya, kalah kuatnya dan kalah penuhnya. Hal ini karena Hak Cipta berlaku hanya selama hidup si pencipta ditambah dengan beberapa tahun setelah meninggalnya si pencipta sesuai dengan ketentuan di masing-masing negara.

Pendapat yang dikemukakan oleh Mahadi di atas, sebenarnya cukup beralasan, sebab hanya beberapa negara saja di dunia ini yang tidak membatasi pemilikan Hak Cipta.

Sebenarnya mengenai pembatasan jangka waktu Hak Cipta adalah merupakan penjelamaan dari pandangan tentang hakekat pemilikan dikaitkan dengan kedudukan manusia sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk bermasyarakat, dimana hak milik itu dianggap mempunyai fungsi sosial. Sampai pada batas tertentu memang Hak Cipta itu dimaksudkan untuk memperhatikan keseimbangan umum (masyarakat luas). Dua kepentingan ini

14


(46)

36

tidak dipisahkan, oleh hukum pengakuan milik perorangan dan milik umum diakui, karena itu dapatlah dimengerti bahwa pembatasan jangka waktu Hak Cipta itu merupakan pertimbangan atas milik umum dan milik individu (perorangan), antara kepentingan individu dan masyarakat tidak dapat dipisahkan atau dengan lainnya.

Ketentuan mengenai jangka waktu perlindungan bagi hak cipta atas ciptaan segala bentuk rupa terutama seni lukis berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia. Banyak yang berpandangan dengan perpanjangan waktu itu Undang-undang Hak Cipta yang sekarang ini semakin individualis, namun disisi lain perlu untuk menjamin atau melindungi kepentingan pencipta.

8. Dewan Hak Cipta

Di dalam Pasal 39 dan Pasal 40 UU No.6 Tahun 1982 terdapat ketentuan-ketentuan mengenai Dewan Hak Cipta, ketentuan mana tidak mendapat perubahan, dalam arti tetap seperti yang diatur dalam UU No.6 Tahun 1982.

Ketentuan Pasal 39 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) menyatakan sebagai berikut:

a. Untuk membantu pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan

bimbingan, serta untuk pembinaan hak cipta, dibentuk dewan hak cipta. b. Anggota Dewan Hak Cipta terdiri dari wakil departement atau instansi


(47)

keahlian dan profesi yang bersangkutan.

c. Syarat organisasi pencipta yang dapat mengirimkan wakilnya dalam Dewan Hak Cipta, jumlah wakil dan syaratnya, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

d. Penetapan anggota ahli atau wakil profesi dalam bidang hak cipta dan tambahan keanggotaan diputuskan oleh pemerintah bersama-sama dengan anggota yang mewakili anggotanya.

Pada Pasal 40 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dalam ketentuannya berbunyi: a. Ketua, wakil ketua, sekertaris, wakil sekertaris dan anggota Dewan Hak

Cipta lainya diangkat dan diberentikan oleh presiden atas usul Menteri Kehakiman.

b. Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, susunan, tata kerja, pembiayaan dan tatacara penggantian lowongan dalam Dewan Hak Cipta ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

c. Biaya untuk Dewan Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibebankan kepada Anggaran Belanja Departement Kehakiman.


(48)

38

BAB III

GAMBARAN UMUM MAHKAMAH AGUNG

A. Sejarah

Sejarah berdirinya Mahkamah Agung RI tidak dapat dilepaskan dari masa penjajahan atau sejarah penjajahan di bumi Indonesia ini.1Hal mana terbukti dengan adanya kurun-kurun waktu, dimana bumi Indonesia sebagian waktunya dijajah oleh Belanda dan sebagian lagi oleh Pemerintah Inggris dan terakhir oleh Pemerintah Jepang. Oleh karenanya perkembangan peradilan di Indonesia pun tidak luput dari pengaruh kurun waktu tersebut.

1. Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda

Pada tahun 1807 Mr. Herman Willem Deandels diangkat menjadi Gubernur Jenderal oleh Lodewijk Napoleon untuk mempertahankan jajahan-jajahan Belanda di Indonesia terhadap serangan-serangan pihak Inggris. Deandels banyak sekali mengadakan perubahan-perubahan di lapangan peradilan terhadap apa yang diciptakan oleh Kompeni, diantaranya pada tahun 1798 telah merubah Raad van Justitie menjadi Hooge Raad. Kemudian tahun 1804 Betaafse Republiek telah menetapkan suatu Charter atau Regeringsreglement buat daerah-daerah jajahan di Asia. Dalam Pasal 86 Charter tersebut, yang merupakan perubahan-perubahan nyata dari jaman Pemerintahan Daendels terhadap peradilan di bumi Indonesia, ditentukan sebagai berikut :

1

Zamroni, 2009. Sejarah Mahkamah Agung: (Online), (http/www.zamroni.com/40-sejarah-Mahkamah-Agung.html, diakses tanggal 13 Mei 2013).


(49)

Susunan pengadilan untuk bangsa Bumiputera akan tetap tinggal menurut hukum serta adat mereka. Pemerintah Hindia Belanda akan menjaga dengan alat-alat yang seharusnya, supaya dalam daerah-daerah yang langsung ada dibawah kekuasaan Pemerintahan Hindia Belanda sedapat-dapatnya dibersihkan segala kecurangan-kecurangan, yang masuk dengan tidak diketahui, yang bertentangan dengan tidak diketahui, yang bertentangan degan hukum serta adat anak negeri, lagi pula supaya diusahakan agar terdapat keadilan dengan jalan yang cepat dan baik, dengan menambah jumlah pengadilan-pengadilan negeri ataupun dengan mangadakan pengadilan-pengadilan pembantu, begitu pula mengadakan pembersihan dan pengenyahan segala pengaruh-pengaruh buruk dari kekuasaan politik apapun juga”;

Charter tersebut tidak pernah berlaku, oleh karena Betaafse Republiek segera diganti oleh Pemerintah Kerajaan , akan tetapi ketentuan didalam “Charter” tidak sedikit mempengaruhi Deandels di dalam menjalankan tugasnya.

2. Masa Pemerintahan Inggris

Sir Thomas Stamford Raffles, yang pada tahun 19811 diangkat menjadi Letnan Gubernur untuk pulau Jawa dan wilayah di bawahnya, mengadakan perubahan-perubahan antara lain :

Di kota-kota Batavia, Semarang dan Surabaya dimana dulu ada Raad van Justitie, didirikan Court Of Justitice, yang mengadili perkara sipil maupun


(50)

40

kriminil. Court of Justitice yang ada di Batavia merupakan juga Supreme Court of Justitice, pengadilan appel terhadap putusan-putusan Court onvoeldoende gemotiveerd Justitice yang ada di Semarang dan Surabaya. 3. Masa kembalinya Pemerintahan Hindia Belanda (1816-1942)

Setelah peperangan di Eropa berakhir dengan jatuhnya Kaisar Napoleon, maka menurut Conventie London 1814, semua daerah-daerah jajahan Belanda yang diduduki oleh Inggris, dikembalikan kepada negeri Belanda. Penyerahan kembali Pemerintahan Belanda tersebut di atur dalam St.1816 No.5, yang berisi ketetapan bahwa akan dibuat Reglement yang mengatur acara pidana dan acara perdata yang berlaku bagi seluruh Jawa dan Madura, kecuali Jakarta, Semarang dan Surabaya dengan daerah sekitarnya. Bagi Jakarta, Semarang dan Surabaya dengan daerah sekitarnya untuk perkara pidana dan sipil tetap menjadi kekuasaan Raad van Justitie. Dengan demikian ada perbedaan dalam susunan pengadilan buat Bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di kota-kota dan sekitarnya dan bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di “desa-desa” (di pedalaman).

Untuk bangsa Eropa, berlaku susunan Pengadilan sebagai berikut: Hooggerechtshof di Jakarta dengan Raad van Justitie yaitu masing-masing di Jakarta, Semarang dan Surabaya.

Dengan Keputusuan Gubernur Jenderal tanggal 3 Desember 1847 No.2a (St.1847 No.23 yo No.57) yang diperlakukan tanggal 1 Mei 1948 (R.O) ditetapkan bahwa Susunan Peradilan di Jawa dan Madura sebagai berikut :


(51)

a. districtgerecht b. regentschapsgerecht c. landraad

d. rechtbank van omgang e. raad van Justitie f. hooggerechtshof

Dalam fungsi judisialnya, Hooggrechtshof memutus perkara-perkara banding mengenai putusan–putusan pengadilan wasit tingkat pertama di seluruh Indonesia, jikalau nilai harganya lebih dari £.500 dan mengenai putusan-putusan residentiegerechten – di luar Jawa dan Madura.

4. Masa Pendudukan Jepang (1942-1945)

Setelah pulau Jawa diduduki dan dikuasai sepenuhnya oleh Bala tentara Jepang, maka dikeluarkanlah Undang-Undang No.1 tanggal 8 Maret 1942, yang menentukan bahwa buat sementara segala Undang-Undang da peraturan-peraturan dari Pemerintahan Hindia Belanda dahulu terus berlaku, asal tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan Balatentara Jepang.

Mengenai peradilan sipil, maka dengan Undang-Undang 1942 No.14 ditetapkan “Peraturan Pengadilan Pemerintah Balatentera Dai Nippon”. Atas dasar peraturan ini didirikan pengadilan-pengadilan sipil yang akan mengadili perkara-perkara pidana dan perdata. Disamping itu dibentuk juga Kejaksaan.Pengadilan-pengadilan bentukan Dai Nippon adalah sebagai berikut :


(52)

42

a. Gun Hooin (Pengadilan Kewedanaan) lanjutan districtsgerecht dahulu. b. Ken Hooi (Pengadilan Kabupaten) lanjutan regentschapgerecht dahulu. c. Keizai Hooin (Pengadilan Kepolisian) lanjutan landgerecht dahulu.

d. Tihoo Hooin (Pengadilan Negeri) lanjutan Landraad dahulu, akan tetapi hanya dengan seorang hakim saja (tidak lagi majelis ), kecuali terhadap perkara tertentu apabila Pengadilan Tinggi menentukan harus diadili dengan 3 orang Hakim.

Dengan dicabutnya Undang-Undang 1942 No.14 dan diganti dengan Undang-Undang 1942 No.34, maka ada penambahan badan pengadilan diantaranya Kootoo Hooin (Pengadilan Tinggi), lanjutan dari Raad van Justitie dahulu dan Saikoo Hooin (Mahkamah Agung) , lanjutan dari Hooggerechtshof dahulu.

5. Masa setelah Republik Indonesia

Pada saat berlakunya Undang-undang Dasar 1945 di Indonesia tidak ada badan Kehakiman yang tertinggi. Satu satunya ketentuan yang menunjuk kearah badan Kehakiman yang tertinggi adalah pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Maka dengan keluamya Penetapan Pemerintah No. 9/S.D. tahun 1946 ditunjuk kota Jakarta Raya sebagai kedudukan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Peraturan tersebut hanya penunjukan tempatnya saja. Penetapan Pemerintah tersebut pada alinea II berbunyi sebagai berikut: Menunjukkan sebagai tempat kedudukan Mahkamah Agung tersebut ibu-kota DJAKARTA-RAJA:


(53)

Baru dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1947 ditetapkan tentang susunan kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaaan Agung yang mulai berlaku pada tanggal 3 Maret 1947.Pada tahun 1948, Undang-Undang No. 7 tahun 1947 diganti dengan Undang-Undang No. 19 tahun 1948 yang dalam pasal 50 ayat 1 mengandung : Mahkamah Agung Indonesia ialah pengadilan federal tertinggi.

Pengadilan-pengadilan federal yang lain dapat diadakan dengan Undang-Undang federal, dengan pengertian, bahwa dalam Distrik Federal Jakarta akan dibentuk sekurang-kurangnya satu pengadilan federal yang mengadili dalam tingkat pertama, dan sekurankurangnya satu pengadilan federal yang mengadili dalam tingkat apel.

Oleh karena kita telah kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak sesuai dengan keadaan, maka pada tahun 1965 dibuat UndangUndang yang mencabut Undang-Undang No. 19 tahun 1948 dan Undang-Undang No. 1 tahun 1950 dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1965 tentang Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum den Mahkamah Agung.

6. Masa Republik Indonesia

Di jaman pendudukan Jepang pernah Badan Kehakiman tertinggi dihapuskan (Saikoo Hooin) pada tahun 1944 dengan Undang-Undang (Osamu Seirei) No. 2.tahun 1944, yang melimpahkan segala tugasnya yaitu kekuasaan melakukan pengawasan tertinggi atas jalannya peradilan kepada Kooto Hooin (Pengadilan Tinggi). Meskipun demikian kekuasaan kehakiman tidak pernah mengalami kekosongan.


(54)

44

Namun sejak Proklamasi Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 dari sejak diundangkannya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 tanggal 18 Agustus 1945, 2semakin mantaplah kedudukan Mahkamah Agung sebagai badan tertinggi bidang Yudikatif (peradilan) dengan kewenangan yang diberikan oleh pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945, dimana Mahkamah Agung diberi kepercayaan sebagai pemegang kekuasaan Kehakiman tertinggi.

Mahkamah Agung pernah berkedudukan di luar Jakarta yaitu pada bulan Juli 1946 di Jogyakarta dan kembali ke Jakarta pada tanggal 1 Januari 1950, setelah selesainya KMB dan pemulihan Kedaulatan. Dengan demikian Mahkamah Agung berada dalam pengungsian selama 3 1/2 (tiga setengah) tahun.

Susunan Mahkamah Agung sewaktu di Jogyakarta : K e t u a : Mr. Dr. Kusumah Atmadja.

WakilKetua : Mr. R. Satochid Kartanegara. Anggota-anggota:

1. Mr. Husen Tirtasmidjaja. 2. Mr. WWono Prodjodikoro. 3. Sutan Kali Malikul Add. Panitera : Mr. Soebekti.

Kepala Tara Usaha : Ranuatmadja.

2

Moh. Kusnadi, dan Marmaly Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara, Fak. Hukum UI, Cet Ketujuh, hlm. 145.


(55)

Mulai pertama kali berdirinya Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung itu berada dibawah satu atap dengan Mahkamah Agung, bahkan: bersama dibawah satu departemen, yaitu: Departemen Kehakiman. Dulu namanya: Kehakiman Agung pada Mahkamah Agung, seperti Kejaksaan Negeri dulu namanya: Kejaksaan Pengadilan Negeri.

Kejaksaan Agung mulai memisahkan diri dari Mahkamah Agung yaitu sejak lahirnya Undang-Undang Pokok Kejaksaan (Undang-Undang No. 15 tahun 1961) dibawah Jaksa Agung Gunawan, SH yang telah menjadi Menteri Jaksa Agung.

Para pejabat Mahkamah Agung.(Ketua, Wakil Ketua, Hakim Anggota dan Panitera) mulai diberikan pangkat militer tutiler adalah dengan Peraturan Pemerintah 1946 No. 7 tanggal 1 Agustus 1946, sebagai pelaksanaan pasal 21 Undang-Undang No. 7 tahun 1946 tentang Pengadilan Tentara.

7. Masa menjelang pengakuan Kedaulatan (tanggal 12 Desember 1947) Pemerintah Belanda Federal yang mengusai daerah-daerah yang dibentuk oleh Belanda sebagai negara-negara Bagian seperti Pasundan, Jawa Timur, Sumatera Timur, Indonesia Timur, mendirikan Pengadilan Tertinggi yang dinamakan Hoogierechtshof yang beralamat di Jl. Lapangan Banteng Timur 1 Jakarta, disamping Istana Gubemur Jenderal yang sekarang adalah gedung Departemen Keuangan.

Susunan Hooggerechtshof terdiri atas:Ketua : Mr. G. Wijers.Anggota :2 orang Indonesia : Mr. Notosubagio dan Mr. Oeanoen, 2 orang Belanda :


(1)

mempunyai nilai seni, baik pada aptaan motif atau gambar maupun komposisi warnanya. Disamakan dengan pengertian seni batik adalah karya tradisional lainnya yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti seni songket, ikat, dan lain-Iain yang dewasa ini terus dikembangkan.

Huruf j Cukup jelas Huruf k

Kaya sinematografi merupakan media komunikasi massa gambar gerak (moving images) antara lain meliputi: film dokumenter, film iklan, repartase atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain yang memungkin untuk dipertunjukkan di bioskop, di layar lebar atau ditayangkan di televisi atau di media lainnya. Karya serupa itu dibuat oleh perusahaan pembuat film, stasiun televisi atau perorangan.

Huruf l

Yang dimaksud dengan bunga rampai meliputi : Ciptaan dalam bentuk buku yang berisi kumpulan karya tulis pilihan, himpunan lagu-lagu pilihan yang direkam dalam satu kaset, cakram optik atau media lain, serta komposisi berbagai karya tari pilihan.

Yang dimaksud dengan database adalah kompilasi data dalam bentuk apapun yang dapat dibaca oieh mesin (komputer) atau dalam bentuk lain, yang karena alasan pemilihan atau pengaturan atas isi data itu meupakan kreasi intelektual. Perlindungan terhadap database dibelikan dengan tidak mengurangi hak Pencipta lain yang Ciptaannya dimasukkan dalam database tersebut.

Yang dimaksud dengan pengalihwujudan adalah pengubahan bentuk, misalnya dari bentuk patung menjadi lukisan, cerita roman menjadi drama menjadi sandiwara radio, dan novel menjadi film.

Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3)

Ciptaan yang belum diumumkan, sebagai contoh sketsa, manuskrip, cetak biru (blue print), dan yang sejenisnya dianggap Ciptaan yang sudah merupakan suatu kesatuan yang lengkap.

Pasal 13

Huruf a s.d. Huruf d Cukup jelas

Huruf e

Yang dimaksud dengan keputusan badan-badan sejenis lain, misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa, termasuk keputusan-keputusan-keputusan-keputusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, dan Mahkamah Pelayaran.

Pasal 14 Huruf a Cukup jelas Huruf b

Contoh dari Pengumuman dan Perbanyakan atas nama Pemerintah adalah Pengumuman dan Perbanyakan mengenai suatu hasil riset yang dilakukan dengan biaya negara.

Huruf c

Yang dimaksud dengan berita aktual adalah berita yang diumumkan dalam waktu 1 x 24 jam sejak pertama kali diumumkan.

Pasal 15

Pembatasan ini perlu dilakukan karena ukuldn kuantitatif untuk menentukan pelanggaran Hak Cipta sulit diterapkan. Dalam hal ini akan lebih tepat apabila penentuan pelanggaran Hak Cipta didasarkan pada ukuran kualitatif. Misalnya, pengambilan bagian yang paling substansial dan khas yang menjadi ciri dari Ciptaan, meskipun pemakaian itu kurang dari 10%. Pemakaian seperti itu secara substantif merupakan pelanggaran Hak Cipta, Pemakaian Ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial. Misalnya, kegiatan


(2)

dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Penciptanya. Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan Ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulls, penyebutan atau pencantuman sumber Ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama Pencipta, judul atau nama Ciptaan, dan nama Penerbit jika ada.

Yang dmaksud dengan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta adalah suatu kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu Ciptaan.

Huruf b s.d Huruf f Cukup jelas Huruf g

Seorang pemilik (bukan Pemegang Hak Cipta) Program Komputer dibolehkan membuat salinan atas Program Komputer yang dimilikinya, untuk djjadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri Pembuatan salinan cadangan seperti di atas tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta.

Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah beredarnya Ciptaan yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum. Misalnya buku-buku atau karya- karya sastra atau karya-karya fotografi.

Pasal 18 Ayat (1)

Maksud ketentuan ini adalah Pengumuman suatu Penciptaan melalui penyiaran radio, televisi dan sarana lainnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah haruslah diutamakan untuk kepentingan publik yang secara nyata dibutuhkan oleh masyarakat umum.

Ayat (2) Cukup jelas Pasal 19 Ayat (1)

Tidak selalu orang yang dipotret akan setuju bahwa potretnya diumumkan tanpa diminta persetujuannya. Oleh karena itu ditentukan bahwa harus dimintakan persetujuan yang bersangkutan atau ahli warisnya.

Ayat (2) dan Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 20

Dalam suatu pemotretan dapat terjadi bahwa seseorang telah dipotret tanpa diketahuinya dalam keadaan yang dapat merugikan dirinya.

Pasal 21

Misalnya, seorang penyanyi dalam suatu pertunjukan musik dapat berkeberatan jika diambil potretnya untuk diumumkan.

Pasal 22 dan Pasal 23 Cukup jelas

Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)

Dengan hak moral, Pencipta dari suatu karya cipta memiliki hak untuk :

a. dicantumkan nama atau nama samarannya di dalam Ciptaannya ataupun salinannya dalam hubungan dengan penggunaan secara umum;


(3)

b. mencegah bentuk-bentuk distorsi, mutilasi atau bentuk perubahan lainnya yang meliputi pemutarbalikan, pemotongan, perusakan, penggantian yang berhubungan dengan karya cipta yang pada akhirnya akan merusak apresiasi dan reputasi Pencipta. Selain itu tidak satupun dari hak-hak tersebut di atas dapat dipindahkan selama Penciptanya masih hidup, kecuali atas wasiat Pendpta berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Ayat (3) dan Ayat (4) Cukup jelas

Pasal 25 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan informasi manajemen hak Pencipta adalah informasi yang melekat secara elektronik pada suatu Ciptaan atau muncul dalam hubungan dengan kegiatan Pengumuman yang menerangkan tentang suatu Ciptaan, Pencipta, dan kepemilikan hak maupun informasi persyaratan penggunaan, nomor atau kode informasi. Siapa pun dilarang mendistribusikan, mengimpor, menyiarkan, mengkomunikasikan kepada publik karya-karya pertunjukan, rekaman suara atau siaran yang diketahui bahwa perangkat informasi manajemen hak Pencipta telah ditiadakan, dirusak, atau diubah tanpa izin pemegang hak.

Ayat (2) Cukup jelas Pasal 26 Ayat (1)

Pembelian hasil Ciptaan tidak berarti bahwa status Hak Ciptanya berpindah kepada pembeli, akan tetapi Hak Cipta atas suatu Ciptaan tersebut tetap ada di tangan Penciptanya. Misalnya, pembelian buku, kaset dan lukisan.

Ayat (2) dan Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 27

Yang dimaksud dengan sarana kontrol teknologi adalah instrumen teknologi dalam bentuk antara lain kode rahasia, password, bar code, serial number, teknologi dekripsi (decryption) dan enkripsi (en- cryption)yang digunakan untuk melindungi Ciptaan.

Semua tindakan yang dianggap pelanggaran hukum meliputi: memproduksi atau mengimpor atau menyewakan peralatan apa pun yang dirancang khusus untuk meniadakan sarana kontrol teknologi atau untuk mencegah, membatasi Perbanyakan dari suatu Ciptaan.

Pasal 28 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan ketentuan persyaratan sarana produksi berteknologi tinggi, misalnya, izin lokasi produksi, kewajiban membuat pembukuan produksi, membubuhkan tanda pengenal produsen pada produknya, pajak atau cukai serta memenuhi syarat inspeksi oleh pihak yang berwenang.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 29 s.d. Pasal 33 Cukup jelas

Pasal 34

Ketentuan ini menegaskan bahwa tanggal 1 Januari sebagai dasar perhitungan jangka waktu perlindungan Hak Cipta, dimaksudkan semata-mata untuk memudahkan perhitungan berakhirnya jangka perlindungan. Titik tolaknya adalah tanggal 1 Januarj tahun berikutnya setelah Ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan atau Penciptanya meninggal dunia. Cara perhitungan seperti itu tetap tidak mengurangi prinsip perhitungan jangka waktu perlindungan yang didasarkan pada saat dihasilkannya suatu Ciptaan apabila tanggal tersebut diketahui secara jelas

Pasal 35

Ayat (1) s.d. ayat (3) Cukup jelas


(4)

Ayat (4)

Pendaftaran Ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dan timbulnya perlindungan suatu Ciptaan dimulai sejak Cjptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Hal ini berarti suatu Ciptaan baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar tetap dilindungi.

Pasal 36

Direktorat Jenderal yang menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan tidak bertanggung jawab atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang terdaftar.

Pasal 37 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Kuasa adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual yaitu orang yang memiliki keahlian di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan secara khusus memberikan jasa mengurus permohonan Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri serta bidang-bidang Hak Kekayaan Intelektuallain dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jenderal.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan pengganti Ciptaan adalah contoh Ciptaan yang dilampirkan karena Ciptaan itu sendiri secara teknis tidak mungkin untuk dilampirkan dalam Permohonan, misalnya, patung yang berukuran besar diganti dengan miniatur atau fotonya.

Ayat (3)

Jangka waktu proses permohonan dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum kepada Pemohon.

Ayat (4) s.d. ayat (6) Cukup jelas

Pasal 38 s.d. Pasal 48 Cukup jelas

Pasal 49 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan menyiarkan termasuk menyewakan, melakukan pertunjukan umum (public performance}, mengkomunikasikan pertunjukan langsung (life performance}, dan mengkomunikasikan secara interaktif suatu karya rekaman Pelaku.

Ayat (2) dan Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 50 s.d Pasal 53 Cukup jelas

Pasal 54

Ayat (1) dan ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan menggunakan penerimaan adalah penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan sistem dan mekanisme yang berlaku. Dalam hal ini seluruh penerimaan disetorkan langsung ke kas negara sebagai PNBP. Kemudian, Direktorat Jenderal melalui Menteri mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan untuk menggunakan sebagian PNBP sesuai dengan keperluan yang dibenarkan oleh Undang-undang, yang saat ini diatur dengan Undang-undang No.20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (LN RI Tahun 1997 No.43, TLN RI No.3687).

Pasal 55 s.d. Pasal 59 Cukup jelas

Pasal 60 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Ketua Pengadilan Niaga adalah Ketua Pengadilan Negeri/Pengadilan Niaga.

Ayat (2) s.d. Ayat (5) Cukup jelas


(5)

Pasal 62

Ayat (1) dan Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3)

Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dengan "panitera" pada ayat ini adalah panitera Pengadilan Negeri/Pengadilan Niaga.

Pasal 63 dan Pasal 64 Cukup jelas

Pasal 65

Yang dimaksud dengan altematif penyelesaian sengketa adalah negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

Pasal 66 Cukup jelas Pasal 67 Huruf a

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar;sehingga hakim Pengadilan Niaga diberi kewenangan untuk menerbitkan penetapan sementara guna mencegah berlanjutnya pelanggaran dan masuknya barang yang diduga melanggar Hak Cipta dan Hak Terkait ke jalur perdagangan termasuk tindakan importasi.

Pasal 68 s.d. Pasal 70 Cukup jelas

Pasal 71 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu adalah pegawai yang diangkat sebagai penyidik berdasarkan Keputusan Menteri.

Ayat (2) dan ayat (3) Cukup jelas

Pasal 72

Ayat (1) dan ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan memperbanyak penggunaan adalah menggandakan, atau menyalin Program Komputer dalam bentuk kode sumber (source code) atau program aplikasinya.

Yang dimaksud dengan kode sumber adalah sebuah arsip (file) program yang berisi pernyataan-pernyataan (statements) pemrograman, kode-kode instruksi/perintah, fungsi, prosedur dan objek yang dibuat oleh seorang pemrogram (programmer).

Misalnya: A membeli Program Komputer dnegan hak Lisensi untuk digunakan pada suatu unit komputer; atau B mengadakan pelianjian Lisensi untuk penggunaan aplikasi Program Komputer pada 10 (sepuluh) unit komputer. Apabila A atau B menggandakan atau menyalin aplikasi Program Komputer di atas untuk lebih dari yang telah ditentukan atau diPelianjikan, tindakan itu merupakan pelanggaran, kecuali untuk arsip.

Ayat (4) s.d. Ayat (9) Cukup jelas

Pasal 73 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "bersifat unik" adalah bersifat lain dari pada yang lain, tidak ada persamaan dengan yang lain, atau yang bersifat khusus.

Pasal 74 s.d Pasal 77 Cukup jelas


(6)

Pasal 78

Diberlakukan 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diundangkan dimaksudkan agar Undang-undang ini dapat disosialisasikan terutama kepada pihak-pihak yang terkait dengan Hak Cipta, misalnya, perguruan tinggi, asosiasi-asosiasi di bidang Hak Cipta, dan lain-lain.


Dokumen yang terkait

Eksistensi Presidential Threshold Paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013

6 131 94

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122