Hak dan Kewajiban dalam Melakukan Demonstrasi

49                                Artinya: Allah tidak menyukai Ucapan buruk, yang diucapkan dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau Menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan orang lain, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa. QS. An- Nisaa’: 148- 149. Secara harfiah al-jahr berarti penyiaran atau pengumuman. Sedangkan su ’ menunjukkan sesuatu yang buruk atau menyakitkan. Jadi kata-kata yang di ucapkan di depan umum, yang menyakiti orang lain dengan menindas kehormatannya. Dalam konteks ini, juga mencakup ucapan yang ditujukan kepada seseorang, kepada orang banyak atau kepada masyarakat umumnya. Lebih jauh, ayat tersebut cukup luas untuk mencakup semua metode dan fasilitas modern yang dipergunakan dalam penyampaian ucapan tersebut. 7

B. Hak dan Kewajiban dalam Melakukan Demonstrasi

Dalam Undang-Undang No 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum pasal 5 tertulis dengan jelas. Bahwa seseorang yang menyampaikan pendapat di muka umum dengan melakukan unjuk rasa atau demonstrasi, pawai rapat umum atau mimbar bebas bagian dari hak sebagai warga negara. Oleh karena itu, siapapun bisa menggunakan hak ini. Sebagaimana tertulis dalam pasal 5 yang berbunyi: Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk : 7 Mohamad Hashim Kamali, Kebebasan Berpendapat Dalam Islam, Bandung : Mizan, 1996, hal. 204. Lihat, Syalhut, Tawjihat, hal. 330. 50 1. Mengeluarkan pikiran secara bebas; 2. Memperoleh perlindungan hukum. 8 Dalam muatan isi pasal tersebut, tertulis jelas bahwa mengeluarkan pikiran secara bebas di akui oleh negara. Lebih dari itu, negara memberikan perlindungan hukum kepada warga negara yang menggunakan hak ini. Hak ini bisa digunakan oleh siapa saja baik dari kalangan masyarakat bawah maupun masyarakat kalangan atas. Dalam pandangan Islam, juga diatur tentang kebebasan mengeluarkan pendapat atau pikirannya. Ketika Islam datang, dunia pada saat itu dipenuhi perbudakan, manusia diperbudak alam pemikirannya, politiknya, sistem kemasyarakatannya maupun keagamaannya. Islam kemudian mengubah semuanya dengan mengikrarkan kemerdekaan, baik kemerdekaan beriktikad, kemerdekaan berpikir, kebebasan berbicara dan kebebasan mengemukakan pendapat. Kesemuanya itu merupakan kemerdekaan dan kebebasan paling penting yang dicari dan didambakan manusia. 9 Menurut perspektif Islam, kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat dianggap yang paling besar dan termasuk kewajiban. Maka bukan sekedar masalah hak dan kebebasan. Setiap orang yang melihat kemunkaran yang nyata, maka dia harus mencegahnya selagi dia sanggup melakukannya. 10 Dengan kebebasan ini ummat bisa mengoreksi penguasa apabila penguasa 8 Undang-Undang No 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat Di Muka Umum. 9 Yusuf Al-Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer , Penerjemah: As’ad Yasin, Jakarta: Gema Insani, 1995, Jilid I, hal. 880. 10 Yusuf Al-Qardhawy, Fiqh Daulah Dalam Perspektif Al- Qur’an dan Sunnah, Penerjemah: Kathur Suhardi, Cet. I, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997, hal. 73. 51 telah melakukan tindakan yang munkar. Sebagaimana Allah SWT Berfirman :                           Artinya: kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. Q.S Ali-Imran: 110 Islam datang justru memperkenankan manusia untuk berpikir bebas, bahkan mereka disuruh berpikir dan memikirkan sesuatu. Adapun mengenai kebebasan berpikir dan bernalar. Maka islam datang dengan menyeru kepada manusia untuk memperhatikan dan memikirkan alam semesta. 11 Sebagaimana firman Allah SWT :                             Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, Yaitu supaya kamu menghadap Allah dengan ikhlas berdua- dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan tentang Muhammad... .” Q.S. Saba’ : 46.                 Artinya: Katakanlah: Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi.. .” Q.S. Yunus: 101. 11 Yusuf Al-Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer , Penerjemah: As’ad Yasin, Jakarta: Gema Insani, 1995, Jilid I, hal. 882. 52                          Artinya: Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. QS. Al-Hajj: 46. Dalam Undang-Undang No 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum memang menyampaikan pendapat dengan mengeluarkan pikiran secara bebas menjadi hak warga negara. Disamping itu, ada kewajiban-kewajiban yang mesti di patuhi dalam menyampaikan pendapatnya di muka umum. Sebagaimana yang tertulis jelas dalam pasal 6 yang berbunyi : Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : 1. Menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain; 2. Menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum; 3. Menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4. Menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam Islam memang diberikan hak untuk bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat. Bahkan berpikir merupakan hak yang ditetapkan dalam Islam. Akan tetapi ada kewajiban-kewajiban yang mesti di ingat dan di patuhi dalam menggunakan hak ini. 53 Kewajiban-kewajiban dalam menyampaikan pendapat menurut Islam, yaitudilarang mengeluarkan kata-kata yang mengandung penghinaan dan memfitnah seseorang atau golongan, memperkenalkan serta menjelaskan permasalahannya, mana yang baik dan mana yang buruk. Serta dalam menyampaikan pendapat seorang harus menghormati hak-hak orang lain dan tidak mengganggu orang lain, kemudian tidak menimbulkan kemunkaran. Menurut Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya fatwa-fatwa kontemporer, ditulis bahwa kebebasan yang dapat menimbulkan bahaya mudharat terhadap diri anda dan orang lain wajib anda cegah dan batasi, karena kebebasan yang anda lakukan itu berbenturan dengan kebebasan orang lain. Lebih-lebih jika kebebasan yang anda lakukan menginjak-injak hak orang lain, maka sudah tentu tidak dibenarkan. 12 Lebih lanjut, kebebasan dalam menyampaikan pendapat dan berbicara tidak boleh digunakan sebagai cara untuk memecah belah, mengacaukan, atau sebagai perluasan pribadi. kebebasan ini harus dijadikan obor penerang untuk menemukan kebenaran dam untuk mencari jalan yang benar untuk membawa jalan yang benar mashunun bagi umat keseluruhan. 13 Oleh karena itu, di samping Islam memberikan hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat. Islam juga memberikan batasan-batasan dalam rangka menghargai hak-hak orang lain, adaah suatu kewajiban bagi seorang muslim menghargai orang lain dan menjunjung tinggi martabat mereka di dalam mengekspresikan pendapatnya. Juga tidak boleh menggunakan kata- 12 Yusuf Al-Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, hal. 886. 13 Muhamad Hashim Kamali, Kebebasan Berpendapat Dalam Islam, Penerjemah Eva Y, Nukman dan Fathiyah Basri, Bandung: Mizan, 1996, Cet. I, hal. 7. 54 kata yang mengandung unsur penghinaan. 14 Sehubungan hal ini Al- Qur’an menegaskan:                                            Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki- laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah panggilan yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. Q.S. Al-Hujaraat: 11. Hal ini juga menunjukkan bahwa hukum Islam telah menggariskan agar manusia mencapai satu ekuilibriumkeseimbangan dan harmoni antara kewajiban-kewajiban dengan hak-haknya. Keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat merupakan kebutuhan mutlak bagi kelangsungan hidup umat manusia. Kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat hendaklah selalu ber-iringan dan bukan antagonistis dan kontradiktif. 15 Maka dalam hal ini bisa dilihat antara hukum positif dengan hukum Islam sama-sama mengatur hak dan kewajiban dalam menyampaikan pendapat dan aspirasinya. 14 Ahmad Kosasih, Ham Dalam Perspektif Islam, Jakarta: Salemba Diniyam, 2003, hal. 54. 15 Muhamad Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995, hal. 291 55

C. Tata Cara Penyampaian Pendapat di Muka Umum