Unsur-Unsur Demonstrasi KAJIAN DEMONSTRASI DALAM UNDANG-UNDANG NO 9 TAHUN

44

BAB IV KAJIAN DEMONSTRASI DALAM UNDANG-UNDANG NO 9 TAHUN

1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYATAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. Unsur-Unsur Demonstrasi

Dalam UU No 9 Tahun 1998, unjuk rasa atau demonstrasi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum. Sesuai definisi di atas dapat di simpulkan bahwa unjuk rasa itu memiliki unsur-unsur sebagai berikut: a mengeluarkan pikiran, b seorang atau lebih, c lisan atau tulisan, d di muka umum. Ke-empat hal ini bukan sesuatu yang baru dalam bahasan Islam, akan tetapi sudah di jelaskan dalam al- Qur’an maupun hadist. Pertama, unsurnya adalah mengeluarkan pikiran. Islam datang menyeru manusia untuk berpikir, menganjurkan memandang dan kedua- duanya ia jadikan sebagai penghubung utama antara manusia dengan keyakinannya. 1 Melihat ini Islam memberikan kebebasan penuh terhadap manusia untuk selalu menggunakan pikirannya agar terbebas dari penindasan karena kebodohannya. Islam tentu tidak melarang manusia untuk berpikir melainkan suatu kewajiban terhadap manusia untuk selalu berpikir dan mengeluarkan pikirannya secara bebas selama tidak bertentangan dengan syariat Islam. Dan dalam memberikan anjuran untuk berfikir dan memandang, 1 Bakar Musa, Kebebasan Dalam Islam , Bandung: PT Alma’rif, 1998, Cet. I , hal. 140. 45 banyak sekali ayat-ayat yang terang seolah-olah merupakan suatu revolusi yang sengit terhadap kemalasan dan kebekuan dan apa saja yang menghentikan pemikirannya 2 . Ayat tersebut ialah :                 Artinya: Katakanlah, Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman. QS. Yunus: 101.                      Artinya: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. QS. Fushshilat: 53.       Artinya: Dan juga pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan? QS. Adz-Dzaariyaat: 21.         Artinya: Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, QS. Al-Baqarah : 219.                 Artinya: Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan?. Dia diciptakan dari air yang dipancarkan. Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. QS. Ath-Thariq: 5-7. 2 Bakar Musa, Kebebasan Dalam Islam, hal. 141. 46 Dari beberapa ayat di atas, seolah-olah seluruh isi Al- Qur’an adalah merupakan seruan yang dengan tidak diragukan mempertajam kemampuan yang terpendam dalam akal untuk memperhatikan dan berpikir. Memperhatikan dengan akal adalah merupakan jalan nurani menuju kebenaran, dan bahwa berpikir adalah merupakan salah satu pintu di antara pintu-pintu petunjuk yang dimasuki iman. Kedua, unsurnya adalah lisan atau tulisan. Soal melakukan unjuk rasa atau demonstrasi tentu yang paling banyak digunakan adalah orasi-orasi para pendemonstran dalam menyuarakan aspirasi dan pendapatnya. Dalam orasi- orasi tersebut mereka mengeluarkan semua pendapat dan pemikirannya agar pihak penguasa mendengar semua keluhan dan aspirasi dari mereka. Issu nya pun beragam, dari issu sosial sampai issu keagamaan. Dalam berorasi tentu yang digunakan adalah lisan. Lisan sangat berguna untuk mengajarkan ilmu kepada orang lain, lisan juga berguna untuk berkomunikasi terhadap orang lain terutama lisan berguna untuk menyerukan kebaikan dan mencegah kemunkaran. Baik menyerukan kebaikan kepada ummat maupun terhadap penguasa, sebagaimana dalam hadist Nabi Muhamad SAW di halaman 44. Oleh karena itu, lisan dalam Islam mempunyai kedudukan sangat penting untuk menyerukan kebaikan dan mencegah kemunkaran. Dan bukan hal yang baru dalam Islam menyerukan kebaikan dan kebenaran dengan menggunakan lisan. Pada dasarnya dalam menyerukan kebaikan bisa menggunakan metode apa saja, entah menggunakan lisan, tulisan dan sebagainya. Karena yang paling penting adalah niat seseorang untuk mencegah kemunkaran nahi munkar yang dilakukan oleh penguasa. 47 Ketiga, unsurnya adalah seorang atau lebih. Melakukan kritik atau penyampaian pendapat, baik yang dilakukan seorang atau lebih kepada Pemerintah dalam pandangan Islam bukan suatu hal yang baru. Karena hal tersebut sudah pernah dilakukan pada masa awal ke pemerintahan Islam, baik pada masa kepemimpinan Nabi Muhamad SAW ataupun pada masa Khulafa ar-Rasyidin. Menurut Syekh Syaukat Hussain, Rasulullah Saw selama hidupnya telah memberikan kebebasan kepada kaum muslim dalam mengungkapkan pendapat mereka yang berbeda kepada beliau. Rasulullah telah menempa kepribadian para sahabat sedemikian rupa sehingga mereka dapat mengekspresikan perbedaannya tanpa ragu-ragu. Kebebasan dalam mengemukakan pandapat tanpa rasa takut ini tetap berlanjut sampai waktu setelah zaman Rasulullah 3 . Dalam hadistnya Nabi Muhamad bersabda. “orang-orang yang menyongkong tindakan lalim para penguasa sesudahku, mereka bukan termasuk umatku .” 4 Dalam kaitan ini, al- Qur’an pun memerintahkan kepada kita untuk selalu mengingatkan kepada siapa saja, baik kepada pemimpin maupun masyarakat biasa agar senantiasa menyuruh mereka mengerjakan hal yang baik dan mencegah sesuatu yang menimbulkan kemunkaran. Allah berfirman :                    3 Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Penerjemah Abdul Rochim, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hal. 72. 4 Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia Dalam Islam , hal. 72. Lihat, HR Nasa’i, Misykat Kitabul wal-Qadha. 48 Artinya : suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah. QS: Luqman: 17. Khalifah Sayidina Umar biasa mengundang kaum muslim untuk meminta kritik dari mereka jika salah dalam suatu persoalan. Kaum muslim pun mengkritik tanpa ragu-ragu. Dalam kesempatan lain, ada seseorang berdiri dan terus-menerus berkata, “Wahai Umar, takutlah kepada Allah.” Lalu salah seorang dari mereka yang hadir menahannya agar dia tidak bicara lebih banyak, tapi sayidina Umar berkata, “ Biarlah dia berkata, jika orang-orang ini tidak berbicara, maka mereka sia-sia berada di sini; dan jika kita tidak mendengarkan mereka, maka kita ini pun tidak berguna.” 5 Keempat, unsurnya adalah di muka umum. Islam memberikan hak kebebasan berpikir dan mengemukakan pendapat bagi seluruh warganegara Islam. Kebebasan ini dipergunakan untuk mengajak kepada manusia ke arah kebaikan dan mencegah mereka menempuh jalan kemunkaran, 6 baik yang dilakukan oleh penguasa maupun lainnya. Bahkan kebebasan ini menjadi hak yang istimewa diberikan oleh tuhan kepada hambanya agar senantiasa selalu menasihati dan meluruskan setiap pendapat dan kebijakan yang dinilai bertentangan dengan Islam. Salah satu ayat Al- Qur’an yang memiliki jangkauan paling luas yang memberikan petunjuk tentang pembatasan dalam kebebasan berbicara. Ayat tersebut yaitu : 5 Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, hal. 73. Lihat, Kitabul- Kharaj, hal. 125. 6 Abu A’la Maududi, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1985, Cet. I, hal. 55. 49                                Artinya: Allah tidak menyukai Ucapan buruk, yang diucapkan dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau Menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan orang lain, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa. QS. An- Nisaa’: 148- 149. Secara harfiah al-jahr berarti penyiaran atau pengumuman. Sedangkan su ’ menunjukkan sesuatu yang buruk atau menyakitkan. Jadi kata-kata yang di ucapkan di depan umum, yang menyakiti orang lain dengan menindas kehormatannya. Dalam konteks ini, juga mencakup ucapan yang ditujukan kepada seseorang, kepada orang banyak atau kepada masyarakat umumnya. Lebih jauh, ayat tersebut cukup luas untuk mencakup semua metode dan fasilitas modern yang dipergunakan dalam penyampaian ucapan tersebut. 7

B. Hak dan Kewajiban dalam Melakukan Demonstrasi