3
A. Latar Belakang Permasalahan
Industri telekomunikasi di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Persaingan bisnis telekomunikasi saat ini semakin ketat. Para operator berlomba-lomba untuk menambah
jumlah pelanggannya. Dengan struktur pasar yang didominasi pelanggan prabayar, para operator lebih mengarahkan target persaingan pada kelompok ini.
Menurut prediksi Indonesia Developments Monitoring IDM tahun 2007 Pelanggan telepon Selular ponsel pada tahun 2008 mencapai 80,7 juta orang, sedang puncak pertumbuhan pelanggan
ponsel terjadi pada 2006 ke 2007, yakni dari 67,2 juta ke 72,7 juta pelanggan. Sedangkan untuk pelanggan telepon selular GSM sendiri, berdasarkan data dari Dirjen
Postel tercatat per September 2006, jumlah pelanggan telepon GSM di Indonesia telah mencapai 62 juta pelanggan. Pangsa pasar telepon seluler itu didominasi oleh dua operator yaitu Telkomsel dan
Indosat yang keduanya menguasai 84,4 pangsa pasar telepon seluler GSM. Telkomsel sendiri menguasai 56,72 pangsa pasar, Indosat 27,71, dan Exelcomindo sebesar 15,57.
Persaingan antar operator selular GSM prabayar semakin diramaikan dengan hadirnya Hutchison CP Telecommunications 3. Perusahaan ini lagi-lagi menawarkan tarif yang murah baik
tarif sms maupun tarif telepon. Menurut Bambang Sukma Wijaya Brand Analyst, peluncuran awal 3 Three yang menawarkan “isi ulang pulsa dapat 3 kali lipatnya” oleh Hutchison CP
Telecommunications telah berhasil mengubah peta persaingan pasar operator telepon selular dari GSM versus CDMA menjadi GSM versus GSM.
Sebelumnya, Esia sebagai operator CDMA yang selalu mendengung-dengungkan tarif telepon termurahnya telah memancing beberapa operator GSM untuk mengedukasi pasar dengan
menampilkan kualitas dan kelebihan GSM yang tidak akan mungkin dimiliki CDMA. Operator GSM telah mencoba menggiring persepsi konsumen bahwa harga yang mereka bayar cukup sesuai
karena kualitas jaringan dan jangkauan luas yang mereka dapatkan jauh lebih bagus dan penting daripada sekedar tarif murah namun kualitas dan jangkauannya terbatas.
Namun, begitu 3 Three hadir dengan “isi ulang pulsa dapat 3 kali lipatnya”, para operator seluler semakin merasa perlu untuk mengeluarkan strategi defensifnya. Para operator kini
berlomba-lomba meluncurkan program-program tarif murah yang jauh lebih berani. Promosi dalam hal harga dan layanan semakin digencarkan dengan harapan dapat memberikan stimulan kepada
masyarakat untuk beralih ke SIM card tersebut. Ulasan hasil riset yang dilakukan Pixel tentang kepuasan pelanggan tahun 2005,
menunjukkan kondisi persaingan telepon selular saat ini sangat didominasi oleh unsur tarif atau harga. Bagi operator, tentunya kondisi tersebut tidaklah menguntungkan. Seperti kita ketahui,
Perang pemasaran yang mengandalkan harga pada akhirnya tidak akan menguntungkan bagi semua pemain. Hal ini sebenarnya sudah disadari oleh semua operator, seperti yang dikatakan oleh ketua
ATSI, Jhonny Suwandi Sjam bahwa perang tarif merupakan salah satu strategi industri selular. Menurutnya, sebenarnya yang perlu dilakukan sebagai langkah ke depan adalah kompetisi dalam
hal pelayanan, yaitu bagaimana membuat jaringan yang handal dan pelayanan yang baik kepada pelanggan.
Segmen anak muda di Indonesia sepertinya tidak terlepas dari sasaran persaingan para operator GSM. Namun sebelum itu, kita perlu mengetahui seberapa besar kekuatan penetrasi pasar
pada segmen ini. Dalam bidang industri seluler, pasar di Amerika tumbuh pesat seperti halnya di Indonesia, yang oleh sebagaian pengamat disebut bahwa anak muda Amerika ingin
memperlihatkan status ekonomi dan sosialnya lewat perangkat bernama ponsel. Lama-kelamaan, operator pun juga mengambil ceruk dari industri ini. Cingular umpamanya, sebagai salah satu
operator besar di Amerika, sudah sejak tahun 2002 memikirkan betul pasar anak muda ini dan total pelanggan di usia 15 hingga 24 tahun ini sudah mencapai jutaan.
Begitu pesat perkembangan pasar remaja pada industri ini, sampai The Yankee Groups sebuah kelompok pemerhati pemasaran mengatakan bahwa segmen ini mampu menembus
penetrasi pasar hingga 68 persen di Amerika. Angka ini terhitung tinggi. Di sisi lain, kalangan anak muda yang berumur di bawah usia 24 tahun telah memberikan kontribusi share sebesar 21 persen
dari 206 juta pengguna ponsel di Amerika seperti yang ditulis http:news.zdnet.com. Dengan kata lain, jumlah anak muda di Amerika yang merupakan pelanggan operator adalah sebesar 43 juta
orang lebih. Gaya hidup anak muda Amerika kemudian menjadi semacam tren bagi anak muda di
belahan dunia lain. Kebutuhan akan alat komunikasi juga disadari sepenuhnya oleh anak muda di Indonesia. Dan begitulah fakta global tengah terjadi pada industri ini. Dalam situs
http:blogponsel.com pada Desember 2006 dinyatakan bahwa di Indonesia potensi pasar pengguna ponsel untuk segmentasi usia 15 sampai 24 tahun memang tidak terdeteksi seperti halnya di
Amerika. Tapi jika dimisalkan persentase anak muda pengguna ponsel mencapai 20 persen seperti terjadi di Amerika. Asumsinya, bahwa tren yang sedang berlangsung di kalangan anak muda di
sana dengan di Indonesia lebih kurang sama. Maka berdasarkan Direktorat Pos dan Telekomunikasi, Departemen Komunikasi dan Informasi hingga September 2006 jumlah pelanggan
seluler telah mencapai 62 juta orang. Jadi bisa dihitung, segmen anak muda usia di bawah 24 tahun dengan persentase sebesar 20 persen paling tidak telah mencapai 12,4 juta orang.
Di sisi lain, sebuah riset yang pernah dilakukan majalah Hai kepada pembaca remaja, kini pembelian pulsa menempati posisi cukup tinggi. Bahkan sempat mensubstitusi pembelian media
cetak. Para anak muda menghabiskan uangnya untuk membelanjakan pulsa berkisar antara Rp 50.000,- hingga Rp 100.000,- per bulan. Hal ini membuktikan bahwa pada dasarnya anak muda
merupakan pasar yang amat potensial. Sehingga segmen ini semakin menarik untuk diteliti. Para operator GSM tampaknya harus lebih pandai menempatkan merek SIM card mereka
pada segmen tersebut. Karena dengan perang harga yang saat ini sedang gencar dilakukan oleh tiap-tiap operator sepertinya tidak akan bertahan lama. Mereka perlu memiliki keunikan tersendiri
misalnya dalam hal kualitas produk, layanan, dan lain sebagainya. Jika perusahaan ingin berhasil dalam menjalankan bisnis sekarang ini, maka perusahaan tersebut harus mampu menciptakan suatu
posisi dalam pikiran sasarannya. Suatu posisi pada dasarnya tidak hanya mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan pesaingnya atau hanya menciptakan sesuatu yang baru tetapi juga
memanfaatkan dengan cerdik apa yang ada di pikiran pelanggannya sehingga mereka akan selalu ingat dengan produk perusahaan.
Persaingan yang dihadapi oleh para operator selular memberikan sebuah konsekuensi yang harus dihadapi yaitu bagaimana memenangkan persaingan dan berupaya meningkatkan jumlah
pelanggan. Cara untuk melihat posisi persaingan adalah dengan mengetahui tanggapan konsumen terhadap produk yang di tawarkan. Persepsi konsumen memegang peranan penting dalam konsep
positioning karena manusia menafsirkan suatu produk atas atau merek melalui persepsi. Persepsi
konsumen akan menentukan bagaimana posisi masing-masing SIM card GSM prabayar di antara pesaing-pesaingnya sehingga akan dapat diketahui apakah persepsi konsumen sudah sesuai dengan
apa yang yang diinginkan perusahaan atau justru sebaliknya. Dengan demikian penelitian ini perlu dilaksanakan untuk mengetahui perbedaan posisi persaingan SIM card GSM prabayar berdasarkan
persepsi konsumen.
B. Perumusan Masalah