Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri

hipotensi dan berkeringat, dan kejang dinding abdomen. Nyeri tekan disebabkan oleh peningkatan kepekaan reseptor nyeri di alat dalam, perubahan otonom disebabkan oleh pengaktifan refleks-refleks viseral dan kejang disebabkan oleh kontraksi otot rangka di dinding abdomen Ganong, 1998. Perubahan fisiologis involunter dianggap sebagai indikator nyeri yang lebih akurat dibandingkan dengan laporan verbal pasien, respon involunter tersebut adalah peningkatan tekanan darah, pernapasan, nadi, pucat, dan berkeringat merupakan respons rangsangan sistem saraf otonom, dan bukan karena nyeri itu sendiri Tamsuri, 2006. Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma baik trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik, neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah, dan lain- lain. Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma psikologis. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri. Serabut saraf ini terletak dan tersebar pada lapisan kulit dan pada jaringan– jaringan tertentu yang terletak lebih dalam Asmadi, 2008

2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Menurut Potter Perry 2005, nyeri dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: usia, ansietas, keletihan, pengalaman sebelumnya gaya koping, dukungan keluarga dan sosial dan respons psikologis. Universitas Sumatera Utara Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, toleransi terhadap nyeri meningkat sesuai dengan pertambahan usia, misalnya semakin bertambah usia seseorang maka semakin bertambah pula pemahaman terhadap nyeri dan usaha mengatasinya Priharjo, 1993. Hubungan antara nyeri, ansietas dan keletihan bersifat kompleks, ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri dapat menimbulkan perasaan ansietas, maka rasa cemas yang tidak hilang seringkali menyebabkan psikosisi dan gangguan kepribadian, sedangkan keletihan meningkatkan persepsi dan rasa kelelahan yang menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping Potter Perry, 2005. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang, cara seseorang berespons terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya, bagi beberapa orang nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti pada nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten Brunner Suddarth, 2001 Respons psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien, klien mengartikan nyeri sebagai sesuatu yang “negatif” cenderung memiliki suasana hati yang sedih, berduka, ketidakberdayaan, dan dapat berbalik menjadi rasa marah dan frustasi, sebaliknya pada klien yang memiliki persepsi nyeri yang “positif” akan menerima nyeri yang dialami. Pemahaman dan pemberian arti bagi nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu, dan juga faktor sosial Universitas Sumatera Utara budaya, dan juga pada fase pasca nyeri klien mungkin mengalami trauma psikologis, takut, depresi, serta menggigil Tamsuri, 2006. Menurut Niven 2000, menjelaskan bahwa respons psikologis terhadap nyeri akut berbeda dengan reaksi teradap nyeri kronik. Nyeri akut sering melibatkan ketidaknyamanan dalam waktu yang singkat dan dapat kembali lagi. Nyeri kronis sering tidak mempunyai sebab yang jelas, menetap dan melibatkan penyesuaian psikologis yang besar dengan gejala yang dihubungkan dengan nyeri kronik adalah gangguan tidur, marah pada orang lain, penurunan aktifitas, depresi, toleransi nyeri yang menurun, kelelahan, dan keletihan.

2.2.5. Pengkajian Nyeri