ulama sebagai figur yang patut diteladani. Tanpa kehadiran ulama, kehidupan masyarakat tidak akan berkembang menjadi lebih baik.
21
Ulama banyak terlibat dalam membangun masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, dengan demikian secara otomatis peran dan
fungsi ulama mengalami perubahan. Secara sosio-antropologis, perubahan peran ulama ini biasanya dilihat dari multifungsional ke monofungsional. Ini
disebabkan perubahan struktur sosial yang didorong oleh tuntutan spesialisasi dan diferensiasi dalam masyarakat. Pada masa dulu, ulama diberi mandat oleh
masyarakat bukan saja pada masalah keagamaan saja, tapi juga pada bidang pertanian, perdagangan, kesehatan dan ketertiban masyarakat.
Pengaruh ulama juga dapat menurun apabila politik ulama berkaitan dengan perubahan-perubahan umum dalam situasi politik dikalangan
masyarakat. Dalam variasi politik ulama, seperti ditunjukkannya oleh dukungan mereka terhadap berbagai organisasi politik dan pemisahan Islam
dari politik adalah salah satu faktor yang ikut menentukan dalam menurunnya pengaruh politik ulama.
22
B. Partisipasi 1. Partisipasi Politik
Suatu keniscayaan bahwa dalam mewujudkan berbagai kepentingan dan kebutuhan, masyarakat seringkali berbenturan dengan kepentingan dan kebijakan
negara. Benturan tersebut sabgata erat kaitannya dengan tingkat sosialisasi politik yang dikembangkan oleh Negara bersangkutan karena proses sosialisasi politik
21
Badruddin Hsubky, Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman, h. 79.
22
Dr Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiai dan kekuasaan, Yogyakarta : LKIS, 2004, h. 258.
dapat memunculkan sebuah rangsangan politik yang pada gilirannya akan terlihat dalam sebuah partisipasi politik masyarakat.
Banyak sejumlah ilmuwan politik telah mendefinisikan partisipasi politik melalui berbagai kalimat yang berbeda-beda, seperti misalnya Samuel P
Huntington mendefinisikan partisipasi politik sebagai kegiatan kewarganegaraan yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh suatu
pemerintahan.
23
Senada dengan Huntington, Ramlan Surbakti mendefinisikan partisipasi politik sebagai kegiatan warganegara biasa dalam mempemgaruhi proses
pembuatan dan pelaksanaan kebijaksaan umum dan ikut dalam menentukan pemimpin sebuah pemerintahan.
24
Keikutsertaan warga negara atau masyarakat dalam suatu kegiatan politik, tidak terlepas dengan adanya partisipasi politik dari masyarakat. Dimana
masyarakat merupakan faktor terpenting dalam menentukan pemimpin pemerintahan baik di tingkat pusat sampai pada tingkat terendah yakni desa. Maka
dari itu penulis akan menguraikan definisi partisipasi yang menurut Inu Kencana Syafiie, dalam bukunya yang berjudul Sistem Pemerintahan Indonesia, Partisipasi
adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorang individu tersebut untuk
berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap pertanggungjawaban bersama
.
25
23
Samuel P Huntington dan John M Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, h. 6.
24
Ramlan Surbakti, “Memahami Ilmu Politik”, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992, h. 114.
25
Inu Kencana Syafii, “Sistem Pemerintahan Indonesia”, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, h. 132.
Sejak konsep partisipasi telah berkembang dan memiliki pengertian yang beragam meskipun dalam beberapa hal konvergen. Sedangkan Gaventa dan
Valderama mengkategorisasikan tiga tradisi partisipasi terutama bila dikaitkan dengan praksis pembangunan masyarakat yang demokratis yaitu : partisipasi
politik, partisipasi sosial, dan partisipasi warga.
26
Pada umumnya peran serta masyarakat merupakan kata lain dari istilah standar dalam ilmu politik, yaitu partisipasi politik. Dalam ilmu politik partisipasi
diartikan sebagai upaya warga masyarakat baik secara individual maupun kelompok, untuk ikut serta dalam mempengaruhi pembentukan kebijakan publik
dalam sebuah negara hal ini boleh terjadi atas dasar rasa tanggung jawabnya dalam kehidupan politik. Namun tidak jarang juga partisipasi yang dilakukan
bukan karena kehendak individu yang bersangkutan.
27
Kecenderungan ke arah partisipasi politik lebih luas sesungguhnya bermula pada zaman pencerahan dan memperoleh dukungan yang sangat kuat
pada zaman revolusi industri. Cara-cara yang ditempuh dalam berbagai lapisan masyarakat dalam menuntut hak mereka untuk mendapatkan partisipasi politik
yang lebih luas sangatlah berbeda dengan Negara satu dan yang lainnya. Menurut Myron Weiner berpandangan terhadap lima hal yang
menyebabkan timbulnya gerakan kearah partisipasi lebih luas dalam proses politik. Kelima hal tersebut adalah :
28
26
Pembahasan John Gaventa dan Camilo Valderama : Partisipasi, Kewargaan, dan Pemerintah Daerah, sebagai pengantar buku Mewujudkan Partisipasi: Teknik Partisipasi
Masyarakat untuk Abad 21 , yang diterbitkan oleh The British Council dan New Economics
Foundation, 2001.
27
Affan Gaffar, “Merangsang Partisipasi Politik Rakyat”, dalam Syarofin Arba editor, Demitologi Politik Indonesia: Mengusung Elitisme Dalam Orde Baru,
Jakarta: Pustaka Cidesindo, 1998, h. 240.
28
Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia suarbaya: Penerbit SIC, 2002, h.130-131.
a Modernisasi; komersialisasi pertanian, industrialisasi, urbanisasi yang meningkat,
menyebarnya kepandaian
baca tulis
pengembangan komunikasi massa.
b Perubahan-perubahan struktur kelas social; terbentuknya suatu kelas pekerja baru dan kelas menengah yang meluas dan berubah selama proses
industrialisasi dan modernisasi, masalah tentang siapa yang berhak berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik menjadi penting dan
mengakibatkan perubahan-perubahan dalam pola partisipasi. c Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern; kaum
intelektual seperti sarjana, filosof, cendikiawan, sering mengemukakan ide-ide seperti egalitarianisme dan nasionalisme kepada masyarakat
umumn pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisir akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan
politik. d Konflik di antara kelompok-kelompok pemimpin politik; jika ada timbul
kompetisi perebutan kekuasaan, salah satu strategi yang digunakan adalah mencari dukungan rakyat atau masyarakat luas. Dalam hal ini untuk
melegitimasi mereka melalui gerakan-gerakan partisipasi rakyat. e Keterlibatan pemerintah yang luas dalam urusan masalah sosial, ekonomi
dan budaya ; apabila pemerintah terlalu menkooptasi masalah-masalah
sosial masyaraka, lambat laun akan merangsang timbulnya tuntutan- tuntutanyang terorganisir untuk berpartisipasi.
Melalui definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli politik tersebut, dapatlah diketahui bahwa pada dasarnya partisipasi politik bertujuan untuk
mempengaruhi pembentukan kebijakan publik, dalam menentukan dan memilih pemimpin serta melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan keinginan
masyarakat dan kelompok masyarakat.
2. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik
Partisipasi politik sebagai peran serta masyarakat dan demokrasi secara kolektif di dalam proses penentuan pemimpin, pembuat kebijakan publik, dan
pengawasan proses pemerintahan di Indonesia sejak merdeka yang mengalami penurunan secara terus menerus. Namun sebagai konsep dan praktek operasional
baru dibicarakan sejak tahun 1970-an ketika beberapa lembaga internasional mempromosikan praktek partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembangunan untuk merealisasikan hak partisipasi politik. Ada tiga hal fungsi partisipasi politik yaitu menentukan kedudukan pada
posisi kekuasaan, mempengaruhi pembuatan kebijakan, dan mengawasi proses politik. Mungkin harus disadari bersama, bahwa pada moment itulah partisipasi
politik mulai dimanfaatkan sebagai mekanisme beroperasinya nilai moral di dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Partisipasi politik masyarakat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, partisipasi politik dilakukan melalui kontak-
kontak langsung dengan para pejabat Negara yang ikut dalam dalam menentukan pembatan kebijakan publik. Sedangkan secara tidak langsung kegiatan partisipasi
dapat dilakukan melalui media massa yang ada, misalnya dengan menuliskan pikiran dan pandangan pada sebuah Koran dan majalah terhadap hal-hal yang
menjadi sorotan publik.
Menurut Samuel P Huntington, peran serta atau partisipasi masyarakat dapat dikategorikan ke dalam bentuk-bentuk sebagai berikut :
29
a Electoral activity, adalah segala kegiatan yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan pemilu termasuk dalam kegiatan ini
adalah ikut serta memberikan dana untuk kampanye sebuah partai politik, memberikan suara, mengawasi perhitungan dan pemilihan suara, dan
mengajak serta mempengaruhi seseorang untuk mendukung salah satu partai.
b Lobbying, yaitu tindakan dari seseorang atau sekelompok orang untuk menghubungi pejabat pemerintah ataupun tokoh politik dengan tujuan
untuk mempengaruhinya menyangkut, masalah tertentu. c Organizational activity, yaitu keterlibatan warga masyarakat ke dalam
organisasi sosial dan politik, baik sebagai pemimpin, aktivis, atau sebagai anggota biasa.
d Contracting, yaitu partisipasi yang dilakukan oleh warga Negara dengan langsung mendatangi maupun menghubungi lewat telepon pejabat
pemerintahan maupun tokoh politik. e Violence, adalah cara-cara kekerasan untuk mempengaruhi pemerintah,
yaitu dengan cara kekerasan, pengacauan dan pengerusakan. by doing phsycal demage
terhadap barang atau individu. Bentuk partisipasi yang lain adalah dengan mengikuti rapat-rapat umum
dan diskusi terbuka yang diselenggarakan oleh suatu organisasi politik maupun kelompok kepentingan tertentu. Partisipasi semacam ini dapat bersifat spontan
29
Samuel P Huntington dan John M Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, h. 17.
namun sering juga difasilitasi oleh partai-partai untuk memenuhi agenda politiknya melalui keadaan seperti ini, partisipasi politik seseorang bukan
didasarkan atas kesadarannya sendiri melainkan karena dimobilisasi.
30
3. Konteks Partisipasi Politik di Indonesia
Konsep partisipasi politik oleh masyarakat Indonesia secara umum dalam ruang lingkup pemilu telah mengarah pada titik kemajuan yang sangat penting,
terutama bila dikaitkan dengan pelaksanaan program pembangunan. Hal ini dibuktikan Pada tahun 1998 sampai tahun 2004, oleh agenda nasional banyak diisi
isu-isu seputar perubahan konstitusi, kebebasan untuk mendirikan dan bergabung dengan partai politik, kebebasan untuk mendirikan organisasi yang bebas dari
campur tangan pemerintah, reformasi sistem pemilihan umum yang lebih demokratis, kebebasan informasi, kebebasan untuk menganut ideologi diluar
ideologi resmi pemerintah, dan reformasi administrasi pemerintahan.
31
Isu-isu ini menjadi agenda utama oleh elit politik parlemen dan masyarakat Indonesia,
karena selama pemerintahan Soeharto memang tidak ada kebebasan berorganisasi termasuk organisasi politik, tidak ada kebebasan untuk memperoleh informasi,
tidak ada kebebasan untuk menganut ideologi, pemilihan umum yang penuh tekanan, dan administrasi pemerintahan yang sangat korup.
32
Partisipasi politik dalam periode 1998 – 2004 telah didominasi oleh agenda-agenda politik untuk memberikan akses yang luas bagi masyarakat
Indonesia untuk terlibat dalam proses-proses politik yang berjalan. Reformasi juga
30
Rafael Raga Margan, Pengantar Sosiologi Politik jakarta: Rineka Cipta, 2001, h.149.
31
Muhammad AS. Hikam, Demokrasi dan Civil Society, Jakarta: LP3ES, 1996, h. 39.
32
Contoh paling aktual atas pelarangan partai politik terjadi pada tahun 1998, ketika Departemen Dalam Negeri menyatakan Partai Rakyat Demokratik PRD sebagai partai terlarang,
menyatakan membubarkan partai tersebut, dan memenjarakan pemimpin partai.
diartikan sebagai perubahan institusi-institusi negara yang memungkinkan partisipasi politik rakyat memiliki arti.
Besamaan dengan reformasi politik, pada tahun 1999 paska pemilihan presiden di Era Orde Reformasi konsep partisipasi warga juga mulai diwacanakan
dengan aktif oleh beberapa akademisi, berbagai lembaga swadaya masyarakat LSM dan organisasi rakyat di Indonesia. Wacana ini juga didorong oleh
lembaga swadaya masyarakat LSM dan berbagai lembaga internasional yang beroperasi di Indonesia. Inti dari wacana ini terutama adalah mulai terasa
beberapa kegagalan dalam penerapan demokrasi perwakilan. Wakil rakyat yang dipilih baik untuk DPRDPRD, eksekutif, dan berbagai komisi ternyata tidak
sepenuhnya dapat dipercaya untuk menyalurkan aspirasi masyarakat.
33
Karena itu, mulai terpikirkan oleh seluruh masyarakat dan elit politik untuk memberikan
’vitamin’ bagi sistem demokrasi perwakilan saat ini, yaitu berupa pendalaman partisipasi yang memungkinkan warga untuk dapat terlibat langsung dalam proses
pengambilan keputusan dan memantau kebijakan yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia.
C. Teknik Kepemimpinan Informal Ulama Sebagai Sebuah Strategi Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat
Kajian teoritis tentang kepemimpinan ulama dalam studi ini, menggunakan teori kepemimpinan oleh Inu Kencana Syafi’ie yang sangat relevan
sesuai dengan kontek kajian salam penelitian ini. Dalam buku Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia,
Inu Kencana Syafi’ie menjelaskan kepemimpinan
33
Studi yang mendalam mengenai kegagalan demokrasi perwakilan di Indonesia dilakukan oleh DEMOS, sebuah NGO yang berbasis di Jakarta. Hasil studi DEMOS dimuat secara
berkala di majalah nasional TEMPO
adalah “suatu kemampuan dan kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama,
sehingga dengan demikian yang bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok”.
34
Teknik kepemimpinan menurut Inu Kencana Syafi’ie merupakan “cara atau strategi yang dilakukan oleh pemimpin untuk mencapai tujuannnya”.
Pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa teknik kepemimpinan merupakan cara yang dilakukan oleh seorang pemimpin untuk mencapat tujuannya, yakni dapat
menggerakkan masyarakat kearah kemajuan dan perkembangan.
35
Teknik kepemimpinan terdiri dari teknik persuasif, teknik komunikatif, teknik fasilitas,
teknik motivasi dan teknik pemberian teladan. Penulis akan menjabarkannya secara singkat, pertama Teknik Persuasif dilakukan oleh pemimpin sebagai upaya
atau cara yang dilakukan melalui bujukan-bujukan kepada bawahan atau masyarakatnya agar mau berpartisipasi misalnya dengan menanamkan kesadaran
betapa pentingnya menggunakan hak suara dalam pemilu untuk mencapai tujuan bersama.
36
Kaitan dengan kepemimpinan informal ulama dalam meningkatkan partisipasi masyarakat adalah teknik persuasif ini merupakan strategi atau cara
yang dilakukan oleh ulama melalui bujukan-bujukan kepada masyarakat, agar masyarakat mau terlibat dalam setiap pengambilan keputusan entah melalui
musyawarah maupun pengambilan suara terbanyak atau voting. Kedua
Teknik Komunikatif Komunikasi memiliki arti sebagai pemindahan informasi untuk memperoleh tanggapan. Di dalam komunikasi terdapat lima unsur
34
Inu Kencana Syafii, Sistem Pemerintahan Indonesia, h.40.
35
Ibid., h. 41.
36
Ibid., h. 41.
yakni komunikator, pesan, media, komunikan, dan feed back atau timbal balik. Cara atau strategi yang dilakukan oleh pemimpin sebagai pemberi pesan harus
sama dengan apa yang diterima masyarakat.
37
Gambarannya adalah pemimpin sebagai komunikator memberikan pesan berupa perintah, anjuran dan ajakan untuk mengikuti pemilihan umum kepada
masyarakat sebagai komunikan melalui media musyawarah perencanaan suksesi kepemimpinan.
Dengan adanya empat unsur komunikasi yang telah disebutkan diatas, maka sebagai kelengkapan unsur yang kelima adalah feedback atau timbal balik
dari masyarakat untuk memberikan gagasan-gagasan, ide-ide dan harapan-harapan yang disampaikan dalam musyawarah. Adaya pemberiaan gagasan, ide dan
harapan-harapan dari masyarakat tersebut merupakan wujud dari partisipasi politik masyarakat.
Oleh karenanya untuk dapat merangsang masyarakat agar mau memberikan gagasan, ide dan harapan-harapan sebagai wujud partisipasi, maka
pemimpin harus memperhatikan hal-hal yaitu, Berbahasa dengan baik dan Menyampaikan pesan dengan jelas, dan Memakai media yang memadai untuk
didengar oleh masyarakat seperti pengeras suara Ketiga
Teknik fasilitas dilakukan oleh pemimpin sebagai strategi dan cara yang dilakukannya adalah dengan memberikan penyediaan fasilitas-fasilitas atau
alat-alat yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam memberikan hak suara, dengan demikian akan menumbuhkan perasaan pada masyarakat bahwa segalanya telah
37
Inu Kencana Syafii, Sistem Pemerintahan Indonesia, h. 42.
disediakan oleh pemimpin, dan kemauan merupakan satu-satunya yang dapat dilaksanakan masyarakat.
38
Adanya pemberian fasilitas bagi masyarakat ini, merupakan bentuk tanggung jawab elit politik untuk mempermudah masyarakat dalam menyalurkan
aspirasi politik mereka sehingga langkah awal dalam proses politik pun kemudian berjalan secara bersamaan antara masyarakat dan elit politik.
Keempat teknik motivasi kepemimpinan diberikan oleh pemimpin sebagai
cara atau strategi diterapkan melalu pemberian dorongan kepada masyarakat melalui misalnya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan, memberikan rasa aman,
kenyamanan, penghargaan dan sebagainya. Pemberian motivasi atau dorongan yang dilakukan oleh pemimpin kepada
bawahan untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum dengan cara menyadarkan masyarakat bahwa pemilu adalah dari mereka, oleh mereka, dan untuk mereka.
39
Motivasi yang diberikan pemimpin pada umumnya bermaksud untuk Meningkatkan partisipasi aktif dan tanggung jawab sosial semua anggota.
Terakhir adalah teknik keteladanan merupakan upaya atau cara yang dilaksanakan oleh pemimpin dengan tujuan agar masyarakat mau meniru segala
perbuatan yang dilakukannya. Tujuan dari Keteladanaan yang diberikan oleh pemimpin selain peniruan masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan yang
dilakukan oleh pemimpin juga bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat.
40
Dengan adanya kepercayaan tersebut masyarakat tidak ragu-ragu lagi ketika ada ajakan untuk melakukan sesuatu. Misalnya dalam
38
Inu Kencana Syafii, Sistem Pemerintahan Indonesia, h. 42.
39
Inu Kencana Syafii, Sistem Pemerintahan Indonesia, h. 42.
40
Ibid., h. 43.
pemungutan suara, pemimpin menggunakan hak pilihnya dalam pemilu paling pertama agar menjadi contoh dan diikuti oleh masyarakat lainnya.
BAB III PILKADA KAB. PROBOLINGGO TAHUN 2008
STUDI KASUS KECAMATAN KRAKSAAN
A. Profil Lokasi Penelitian PETA LOKASI