Hubungan Desain Fisik Instalasi Gawat Darurat dengan Kepuasan Pengguna Instalasi Gawat Darurat di BPK BPK RSUD Kota Langsa

(1)

HUBUNGAN DESAIN FISIK DENGAN KEPUASAN PENGGUNA INSTALASI GAWAT DARURAT

DI BPK RSUD KOTA LANGSA TAHUN 2010

TESIS

Oleh MUKHLIS 077013019/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE RELATIONSHIP BETWEEN PHYSICAL DESIGN OF EMERGENCY INSTALLATION WITH PATIENT’S SATISFACTION IN EMERGENCY

INSTALLATION AT HEALTH SERVICE BOARD LANGSA GENERAL HOSPITAL IN 2010

THESIS

BY

MUKHLIS 077013019/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

HUBUNGAN DESAIN FISIK INSTALASI GAWAT DARURAT DENGAN KEPUASAN PASIEN INSTALASI GAWAT

DARURAT DI BPK RSUD KOTA LANGSA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUKHLIS 077013019/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : HUBUNGAN DESAIN FISIK INSTALASI GAWAT DARURAT DENGAN KEPUASAN PASIEN INSTALASI GAWAT DARURAT DI BPK RSUD KOTA LANGSA

Nama Mahasiswa : Mukhlis Nomor Induk Mahasiswa : 077013019

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof. dr. Aman Nasution, M.P.H) (Achmad Delianur Nasution , S.T, M.T) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN DESAIN FISIK INSTALASI GAWAT DARURAT DENGAN KEPUASAN PASIEN INSTALASI GAWAT

DARURAT DI BPK RSUD KOTA LANGSA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis di acu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2011

Mukhlis


(6)

ABSTRAK

Pelayanan Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu ujung tombak pemberian pelayanan kesehatan dari rumah sakit. Jumlah kunjungan pasien di Instalasi Gawat Darurat Badan Pelayanan Kesehatan RSUD Kota Langsa mengalami penurunan 10.312 orang (2007) menjadi 3.364 orang pada tahun 2008.

Jenis penelitian ini merupakan explanatory survey yang bertujuan untuk menganalisis hubungan desain fisik (suhu, cahaya, suara dan kelembaban) dengan kepuasan pasien Instalasi Gawat Darurat Badan Pelayanan Kesehatan RSUD Kota Langsa. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien Instalasi Gawat Darurat Badan Pelayanan Kesehatan RSUD Kota Langsa yang berjumlah 3.364 orang. Sampel penelitian berjumlah 97 orang yang diambil dengan sampling accidental. Data diperoleh melalui pengisisan kuesioner angket dan pengamatan, dianalisis dengan menggunakan uji chi-square.

 Hasil penelitian menunjukkan desain fisik yang meliputi suhu, cahaya, suara dan kelembaban mempunyai hubungan yang signifikan dengan kepuasan pasien.

Disarankan kepada Direktur Badan Pelayanan Kesehatan RSUD Kota Langsa agar memperhatikan kenyamanan pasien dalam mendapatkan pelayanan melalui fasilitas fisik Rumah Sakit terutama Instalasi Gawat Darurat. Kepada Kepala ruangan Instalasi Gawat Darurat agar memantau dan memperhatikan secara rutin lingkungan fisik Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit sehingga ruangan Instalasi Gawat Darurat merupakan tempat yang nyaman dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit.


(7)

ABSTRACT

Emergency installation service is one of the spearheads of the health service provision in a hospital. The total number of visit of patients to the Emergency Installation in Langsa General Hospital decreased from 10.312 (2007) to 3.364 patients in 2008.

The purpose of this explanatory study was to analyze the relationship between physical design (temperature, lighting, noise, humidity) and the satisfaction of the Emergency Installation, Health Service Board, Langsa General Hospital. The populations of this study were all of the 3.364 patients of the Emergency Installation, Health Service Board, Langsa General Hospital and 97 of them were selected to be the samples for this study through incidental sampling technique. The data for this study were obtained by distributing the questionnaires to the samples and observation. The data obtained were analyzed through key Chi-square test.

The result of this study showed that the physical design including temperature, lighting, noise and humidity had relationship with the satisfaction patients.

The Director of Langsa General Hospital is suggested to pay good attention to the comfort of patients in obtaining a good service through the physical facility of this hospital especially the Emergency Installation. The Head of Emergency Room is suggested to routinely monitor and pay good attention to the physical environment of the Emergency Installation of this hospital that this Emergency Installation becomes a comfortable place in the health service implementation in this hospital.


(8)

Tanggal Lulus : Telah diuji pada Tanggal :

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof. dr. Aman Nasution, M.P.H

Anggota : 1. Achmad Delianur Nasution, S.T, M.T 2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si 3. dr. Deli Theo, M.Kes


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya dan atas izinNya pula sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul ” Hubungan Desain Fisik Instalasi Gawat Darurat dengan Kepuasan Pengguna Instalasi Gawat Darurat di BPK BPK RSUD Kota Langsa”.

Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan guna memperoleh gelar Magister Kesehatan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi manajemen Instalasi Gawat Darurat Di BPK BPK RSUD Kota Langsa guna lebih meningkatkan kenyamanan dengan pengguna IGD. Banyak sekali bantuan dari berbagai pihak yang telah penulis dapatkan selama menjalani pendidikan, melaksanakan penelitian serta menyusun tesis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara : Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp. A (K).


(10)

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara : Dr. Drs. Surya Utama, M.S.

3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara : Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M. Si.

4. Komisi Pembimbing : Prof. dr. Aman Nasution, M.P.H dan Achmad Delianur Nasution, S.T, M.T yang telah memberikan bimbingan, arahan, perhatian serta dukungan semangat dari awal hingga selesainya tesisi ini.

5. Komisi penguji : Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP dan dr. Deli Theo, M.Kes yang telah memberi masukan dan saran untuk perbaikan tesis ini.

6. Terima kasih dr. Zahari, Sp.THT. KL selaku Direktur Rumah Sakit BPK BPK RSUD Kota Langsa yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Timur.

7. Sumber kekuatan dan inspirasi, orang tua tercinta ayahanda (Oemar Ibrahim) dan ibunda (Zahara Hasyim), yang selalu dengan sabar mendidik, memberi semangat, doa dan kasih sayang serta menanamkan nilai-nilai luhur yang tidak pernah terlupakan. Semoga ayah dan bunda panjang umur dan sehat selalu.

8. Istri tercinta : Reni Asmara Ariga, S.Kp, M.A.R.S terima kasih atas cintanya, kesabarannya dan perhatiannya, semoga kita semua dapat mencapai cita-cita kita. 9. Teristimewa kepada anak-anak tersayang Ghina Faras Syifa dan Human

Arkan yang selalu memotivasi penulis untuk lebih giat bekerja dan penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.


(11)

10. Kawan-kawan di Universitas Sumatera Utara, Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Minat Studi Administrasi Rumah Sakit angkatan 2007.

11. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari, tesis ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun penulisan. Penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini. Ahirnya penulis mengharapkan agar tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2011

Penulis


(12)

RIWAYAT HIDUP

MUKHLIS, lahir pada tanggal 9 Juli tahun 1972 di Lhok Dalam Peureulak Propinsi Aceh, anak kelima dari delapan bersaudara dari pasangan Ayahanda Oemar Ibrahim dan Ibunda Zahara Hasyim.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari Sekolah Dasar No 3 Peureulak Aceh Timur selesai tahun 1985, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Peureulak selesai 1988, SPK Depkes Langsa selesai tahun 1991, Akper Depkes Kelas Jauh Langsa selesai tahun 1988, kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh (UNMUHA) selesai tahun 2001.

Penulis bekerja sebagai Perawat Kamar Bedah Rumah Sakit Islam Malahayati tahun 1991-1992, Staf Puskesmas Peureulak Kabupaten Aceh Timur tahun 1993 sampai 1995, Staf Dinkes Aceh Timur bagian Bina Program tahun 2002. Dan memasuki Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM USU Minat Studi Administrasi Rumah Sakit sejak tahun 2007 sampai dengan selesai tahun 2011.  


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Hipotesis... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Instalasi Gawat Darurat……… 6

2.2. Kenyamanan Bangunan………. 9

2.3. Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy Evaluation) 9

2.4. Kepuasan……….. 20

2.5. Landasan Teori ……….. 31

2.6. Kerangka Konsep………. 32

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 33

3.1. Jenis Penelitian... 33

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 37

3.6. Metode Pengukuran ... 39


(14)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 42

4.1. Gambaran Umum ... 42

4.2. Analisis Univariat ... 46

4.3. Analisis Bivariat... 54

4.4. Analisis Multivariat... 57

BAB 5. PEMBAHASAN ... 59

5.1. Pengaruh Suhu Terhadap Kepuasan Pasien di Ruang IGD RSUD Kota Langsa ... 59

5.2. Pengaruh Cahaya Terhadap Kepuasan Pasien di Ruang IGD RSUD Kota Langsa ... 60

5.3. Pengaruh Suara Terhadap Kepuasan Pasien di Ruang IGD RSUD Kota Langsa ... 61

5.4. Pengaruh Kelembaan Terhadap Kepuasan Pasien di Ruang IGD RSUD Kota Langsa ... 62

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

6.1. Kesimpulan ... 63

6.2. Saran... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner penelitian………. 41 4.1 Ketenagaan Kesehatan Di BPK RSUD Kota Langsa ……… 45 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pengguna Instalasi

Gawat Darurat di BPK RSUD Kota Langsa ………... 47 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Suhu Di Ruang IGD BPK RSUD

Kota Langsa ………... 48 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Suhu Di Ruang IGD

BPK RSUD Kota Langsa ……….. 49 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Cahaya Di Ruang IGD BPK RSUD

Kota Langsa... …. 49 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Cahaya Di Ruang

IGD BPK RSUD Kota Langsa ……… 50 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Suara Di Ruang IGD BPK RSUD

Kota Langsa……… 51 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Suara Di Ruang IGD

BPK RSUD Kota Langsa ... 51 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kelembaban Di Ruang IGD

BPK RSUD Kota Langsa …... 52 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kelembaban Di Ruang


(16)

IGD BPK RSUD Kota Langsa……….. 52 4.11 Hubungan Antara Suhu Dengan Kepuasan Pengguna Eksternal Di

IGD BPK RSUD Kota Langsa……….. 53 4.12 Hubungan Antara Cahaya Dengan Kepuasan Pengguna Eksternal

Di IGD BPK RSUD Kota Langsa……….. 54 4.13 Hubungan Antara Suara Dengan Kepuasan Pasien

Di IGD BPK RSUD Kota Langsa……… 55 4.14 Hubungan Antara Kelembaban Dengan Kepuasan Pengguna


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kerangka Konsep Penelitian………. 32

 

 

 

 

 

 

 

 


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner ……… 64 2. Master Data……….. 66 3. Hasil Analisis……… 72


(19)

ABSTRAK

Pelayanan Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu ujung tombak pemberian pelayanan kesehatan dari rumah sakit. Jumlah kunjungan pasien di Instalasi Gawat Darurat Badan Pelayanan Kesehatan RSUD Kota Langsa mengalami penurunan 10.312 orang (2007) menjadi 3.364 orang pada tahun 2008.

Jenis penelitian ini merupakan explanatory survey yang bertujuan untuk menganalisis hubungan desain fisik (suhu, cahaya, suara dan kelembaban) dengan kepuasan pasien Instalasi Gawat Darurat Badan Pelayanan Kesehatan RSUD Kota Langsa. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien Instalasi Gawat Darurat Badan Pelayanan Kesehatan RSUD Kota Langsa yang berjumlah 3.364 orang. Sampel penelitian berjumlah 97 orang yang diambil dengan sampling accidental. Data diperoleh melalui pengisisan kuesioner angket dan pengamatan, dianalisis dengan menggunakan uji chi-square.

 Hasil penelitian menunjukkan desain fisik yang meliputi suhu, cahaya, suara dan kelembaban mempunyai hubungan yang signifikan dengan kepuasan pasien.

Disarankan kepada Direktur Badan Pelayanan Kesehatan RSUD Kota Langsa agar memperhatikan kenyamanan pasien dalam mendapatkan pelayanan melalui fasilitas fisik Rumah Sakit terutama Instalasi Gawat Darurat. Kepada Kepala ruangan Instalasi Gawat Darurat agar memantau dan memperhatikan secara rutin lingkungan fisik Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit sehingga ruangan Instalasi Gawat Darurat merupakan tempat yang nyaman dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit.


(20)

ABSTRACT

Emergency installation service is one of the spearheads of the health service provision in a hospital. The total number of visit of patients to the Emergency Installation in Langsa General Hospital decreased from 10.312 (2007) to 3.364 patients in 2008.

The purpose of this explanatory study was to analyze the relationship between physical design (temperature, lighting, noise, humidity) and the satisfaction of the Emergency Installation, Health Service Board, Langsa General Hospital. The populations of this study were all of the 3.364 patients of the Emergency Installation, Health Service Board, Langsa General Hospital and 97 of them were selected to be the samples for this study through incidental sampling technique. The data for this study were obtained by distributing the questionnaires to the samples and observation. The data obtained were analyzed through key Chi-square test.

The result of this study showed that the physical design including temperature, lighting, noise and humidity had relationship with the satisfaction patients.

The Director of Langsa General Hospital is suggested to pay good attention to the comfort of patients in obtaining a good service through the physical facility of this hospital especially the Emergency Installation. The Head of Emergency Room is suggested to routinely monitor and pay good attention to the physical environment of the Emergency Installation of this hospital that this Emergency Installation becomes a comfortable place in the health service implementation in this hospital.


(21)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit bahwa gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UURI, 2009).

Salah satu kriteria penilaian pelayanan di rumah sakit adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga paramedik yang berada di Instalasi Gawat Darurat (IGD), sehingga dapat dikatakan kualitas pelayanan IGD merupakan salah satu ujung tombak pemberian pelayanan kesehatan dari sebuah Rumah Sakit. Oleh karena itu pelayanan IGD adalah suatu unit integral dalam satu rumah sakit dimana semua pengalaman pasien yang pernah datang ke IGD tersebut akan dapat menjadi pengaruh dimana pengalaman besar bagi masyarakat akan memberikan gambaran tentang bagaimana kualitas pelayanan yang ada di Rumah Sakit itu sebenarnya.

Komponen pelayanan yang diberikan kepada IGD terdiri atas perlengkapan elektrikal dan mekanikal serta jenis perabotan dan jumlah. Kualitas juga mempengaruhi terhadap kegiatan yang berlangsung di dalam ruangan tersebut. Ada 2 faktor penting, yaitu manusia sebagai pengguna dan bangunan beserta


(22)

komponen-komponennya sebagai lingkungan binaan yang mengakomodasi kegiatan manusia. Salah satu fungsi utama IGD adalah untuk menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala yang bervariasi, gawat dan kondisi-kondisi yang sifatnya tidak gawat.

Bangunan IGD harus menyediakan sarana penerimaan untuk penatalaksanaan pasien, hal ini merupakan bagian dari perannya dalam pelayanan kepada pasien. Penunjang dalam pemberian pelayanan IGD adalah fasilitas dan kualitas dari gedung bangunan IGD itu sendiri. Banyak rumah sakit yang mengupayakan penampilan fisiknya sebagai salah satu unsur dalam strategi pengembangan. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Benny Poliman, di Rumah Sakit Honoris Jakarta, ternyata disain bangunan yang berhubungan dengan kebutuhan pelanggan, akan menghasilkan antara lain : Physical Comfort, meliputi kenyamanan temperatur, cahaya yang sesuai, tidak bising, furniture yang nyaman dan tidak berbau. Social contact, meliputi cukup privasi (percakapan dengan dokter tidak mudah di dengar orang yang tidak berkepentingan). Symbolic meaning, seperti ruang tunggu yang sempit dan kursi yang tidak nyaman akan mengesankan kurang menghargai pasien (Miller & Swensson, 1995).

Menurut Kotler, et al., (1996) dalamTjiptono (2008), kepuasaan pelanggan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Harapan pelanggan yang diyakini


(23)

mempunyai peranan besar dalam menentukan kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasaan pelanggan.

Menurut Garvin, et all., dalam Tjiptono (2008), salah satu mengukur kepuasan Terhadap suatu produk adalah service ability, dimana pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi selama proses penjualan hingga purna jual, yang juga mencakup pelayanan reperasi dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan. Peningkatan fungsi dan pelayanan rumah sakit merupakan fenomena yang selalu dihadapi oleh para pengelola rumah sakit. Menurut Haryadi dan Slamet (1996) perencanaan pengembangan dalam rangka peningkatan fungsi dan pelayanan rumah sakit selalu berdasarkan keadaan yang sebenarnya saat ini, untuk mencapai kondisi yang lebih baik di saat mendatang. Untuk mengetahui keadaan sebenarnya dari prasarana dan sarana fisik saat ini perlu dilakukan evaluasi, yaitu evaluasi pasca huni (post occupancy evaluation). Evaluasi Pasca Huni (EPH) merupakan pengkajian atau penilaian tingkat keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan dukungan kepada pemakai, terutama nilai-nilai dan kebutuhannya.

Kota Langsa merupakan salah satu Kabupaten/Kota yang ada di provinsi Aceh memiliki rumah sakit dengan fasilitas IGD. Berdasarkan survei awal selama 1 minggu yang dilakukan wawancara terhadap 10 penggunjung IGD perihal kenyaman diketahui IGD yang ada terasa kurang nyaman oleh karena ruangan begitu kecil, terasa sesak, dan suasana ruangan tidak terang. Jika dibandingkan dengan jumlah kunjungan IGD keseluruhan tahun sebelum yaitu tahun 2007 sebanyak 10.312 orang menjadi 3.364 orang pada tahun berikutnya yaitu tahun 2008.


(24)

Berdasarkan survei awal tersebut, maka peneliti mendapat kesimpulan mengenai permasalah berupa pengaruh disain fisik IGD terhadap kepuasan pengguna IGD di RSUD Kota Langsa dapat Kualitas pelayanan IGD RSUD Kota Langsa.

1.2.Permasalahan

Bagaimana pengaruh disain fisik IGD terhadap kepuasan pengguna IGD di RSUD Kota Langsa.

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh disain fisik IGD terhadap kepuasan pengguna IGD di RSUD Kota Langsa.

1.4.Hipotesis

Ada pengaruh disain fisik IGD terhadap kepuasan pengguna IGD ditinjau dari teori Post Occupancy Evaluation (Evaluasi Pasca Huni) di RSUD Kota Langsa. 1.5.Manfaat Penelitian

a. Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan bagi Badan Pelayanan Kesehatan RSUD Kota Langsa dalam usaha-usaha mengoptimalkan sarana dan prasarana IGD, demi meningkatkan kepuasan pasien. Sebagai informasi khususnya bagi para pengambil keputusan perencanaan perbaikan fisik IGD yang berfokus pada kepentingan pasien.


(25)

b. Petugas Kesehatan

Sebagai masukan agar memantau dan memperhatikan secara rutin terhadap lingkungan fisik IGD sehingga ruangan IGD merupakan tempat yang nyaman dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

c. Bagi Akademisi

Sebagai bahan perbandingan atau referensi pada studi atau penelitian yang akan datang.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Instalasi Gawat Darurat

  Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mana penderita memerlukan pemeriksaan medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi penderita. Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan playanan darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai dengan standar.

IGD adalah suatu unit integral dalam satu rumah sakit dimana semua pengalaman pasien yang pernah datang ke IGD tersebut akan dapat menjadi pengaruh yang besar bagi masyarakat tentang bagaimana gambaran Rumah Sakit itu sebenarnya. Fungsinya adalah untuk menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala yang bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang sifatnya tidak gawat. IGD juga menyediakan sarana penerimaan untuk penatalaksanaan pasien dalam keadaan bencana, hal ini merupakan bagian dari perannya di dalam membantu keadaan bencana yang terjadi di tiap daerah.

Ruang IGD, selain sebagai area klinis, IGD juga memerlukan fasilitas yang dapat menunjang beberapa fungsi-fungsi penting sebagai berikut: kegiatan ajar mengajar, penelitian/riset, administrasi, dan kenyamanan staff. Adapun area-area yang ada di dalam kegiatan pelayanan kesehatan bagi pasien di IGD adalah :


(27)

(1) Area administratif, (2) Reception/Triage/Waiting area, (3) Resuscitation area, (4) Area Perawat Akut (pasien yang tidak menggunakan ambulan), (5) Area Konsultasi (untuk pasien yang menggunakan ambulan), (6) Staff work stations, (7) Area Khusus, misalnya: Ruang wawancara untuk keluarga pasien, Ruang Prosedur, Plaster room, Apotik, Opthalmology/ENT, Psikiatri, Ruang Isolasi, Ruang Dekontaminasi, Area ajar mengajar. (8) Pelayanan Penunjang, misalnya: Gudang / Tempat Penyimpanan, Perlengkapan bersih dan kotor, Kamar mandi, Ruang Staff, Tempat Troli Linen, (9) Tempat peralatan yang bersifat mobile Mobile X-Ray

equipment bay, (10) Ruang alat kebersihan. (11) Area tempat makanan dan minuman,

(12) Kantor Dan Area Administrasi, (13) Area diagnostic misalnya medis imaging area laboratorium, (14) Departemen keadaan darurat untuk sementara/ bangsal observasi jangka pendek/ singkat (opsional), (15) Ruang Sirkulasi.

Ukuran Total IGD dimana total area internal IGD, tidak termasuk bangsal

pengamatan dan area internal imaging sekarang ini sebaiknya, harus sedikitnya 50 m2/1000 kehadiran tahunan atau 145 m2/1000 jumlah pasien yang masuk setahun,

ukuran yang manapun boleh dipakai tetapi lebih baik dipilih yang lebih besar. Ukuran yang minimum suatu IGD akan lebih fungsional apabila seluas 700 m2.

Total ukuran dan jumlah area perawatan akan juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: Jumlah angka pasien, pertumbuhan yang diproyeksikan, anti pasti perubahan di dalam teknologi, keparahan penyakit, waktu penggunaan laboratorium dan imaging medis, jumlah atau susunan kepegawaian dan struktur.


(28)

Berikut ini adalah gambar work flow IGD menurut Neufert (1999):

2.2. Kenyamanan Bangunan

Suatu kondisi bangunan dapat menimbulkan perasaan tertentu bagi pengguna, yaitu rasa nyaman.

 Kenyamanan bersifat teknis: dalam hal ini ditunjukkan melalui unsur-unsur seperti suhu, pencahayaan, sanitasi, dan suara.

 Kenyamanan bersifat fungsi: terasa dalam menggunakan ruang/ bangunan, melalui unsur efektif dan efisien dalam kaitannya dengan workflow dan room

organization.  

Resuscitation rm, 24.36 m2

1. Work top

2. Suction unit

3. Stool

4. Trolly (cart)

5. Surgeons sk

6. Linen sack

7. Wast sack

8. Work top with sk

9. Writing surface with shelves over

10. Mobile x-rax

11. Anethesists trolly

12. Stand


(29)

 Kenyamanan bersifat perilaku: kepuasan dalam hal privasi, pengungkapan jati diri (melalui ungkapan simbol), interaksi sosial, density territoriality (teritori).

2.3. Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy Evaluation)

  Menurut Haryadi dan Sudibyo (1996), pengertian dari EPH adalah penilaian tingkat keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan dukungan kepada penghuni/pemakai, terutama nilai-nilai (individu maupun kelompok) dan kebutuhannya.

Penggunaan EPH adalah untuk menilai tingkat kesesuaian antara bangunan (lingkungan binaan) dengan nilai-nilai dan kebutuhan penghuni/pemakainya dan sebagai masukan dalam merancang bangunan dengan fungsi yang sama.

Rumah sakit merupakan sebuah fasilitas umum yang sarat dengan prasarana pengguna sarana. Sebuah rumah sakit sangat berpengaruh dengan keadaan dan fungsi dari prasarana dan sarananya, terlebih pada rumah sakit modern yang menggunakan teknologi maju. Banyak manajemen rumah sakit yang kurang memperhatikan hal ini. Seperti diketahui sebuah bangunan bukan hanya terdiri atas ruangan dan pembatas-pembatasnya saja, tetapi berfungsi juga komponen lain yaitu komponen servis. Komponen servis ini terdiri atas perlengkapan elektrikal dan mekanikal dan perabotan yang jenis dan jumlah serta kualitasnya tergantung dari kegiatan yang berlangsung di dalam rumah tersebut. Dengan demikian ada 2 faktor penting, yaitu manusia sebagai pengguna dan bangunan beserta komponen-komponennya sebagai lingkungan binaan yang mengakomodasi kegiatan manusia.


(30)

Peningkatan fungsi dan pelayanan rumah sakit merupakan fenomena yang selalu dihadapi oleh para pengelola rumah sakit. Menurut Haryadi dan Slamet (1996) perencanaan pengembangan dalam rangka peningkatan fungsi dan pelayanan rumah sakit selalu berdasarkan keadaan sebenarnya saat ini, untuk mencapai kondisi yang lebih baik di saat mendatang. Untuk mengetahui keadaan sebenarnya dari prasarana dan sarana fisik saat ini perlu dilakukan evaluasi, yaitu evaluasi pasca huni (post

occupancy evaluation).

Menurut Haryadi dan Slamet (1996), Evaluasi Pasca Huni (EPH) didefinisikan sebagai pengkajian atau penilaian tingkat keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan dukungan kepada pemakai, terutama nilai-nilai dan kebutuhannya. Evaluasi terhadap tingkat kepuasan pengguna atas sebuah bangunan dengan mempelajari Performance (tampilan) elemen-elemen bangunan tersebut setelah digunakan beberapa saat. Pengetahuan tentang performansi bangunan rumah sakit merupakan dasar peningkatan fungsi dan pelayanan rumah sakit.

Pengertian dari Evaluasi Pasca Huni adalah :

1. Merupakan sebuah proses evaluasi bangunan dalam suatu cara yang ketat dan sistematis setelah bangunan tersebut dihuni beberapa saat.

2. Evaluasi Pasca Huni dipusatkan pada pengguna bangunan dan kebutuhan-kebutuhannya.

3. Tujuan adalah untuk menghasilkan bangunan yang lebih baik dikemudian hari. 4. Evaluasi merupakan penilaian performansi bangunan, secara informal telah


(31)

5. Kegunaan

a. Jangka pendek :

 Mengidentifikasikan keberhasilan dan kegagalan bangunan.  Membuat rekomendasi untuk mengatasi masalah.

 Memberi masukan untuk tahapan pembiayaan proyek b. Jangka menengah :

 Membuat keputusan bagi pengguna kembali dan pembangunan baru  Memecahkan masalah bagi bangunan yang ada.

c. Jangka Panjang

 Digunakan sebagai acuan pembangunan mendatang

Mengembangkan “state of the art” bangunan dengan fungsi yang sama.

Tiga tingkatan dari EPH, yaitu : 1. Indikatif EPH

Indikasi keberhasilan dan kegagalan bangunan, dilakukan dalam waktu yang sangat singkat (kurang lebih 3 jam). Biasanya evaluator sudah sangat mengenal dengan objek evaluasinya. Perolehan data dapat diperoleh salah satunya dari mempelajari dokumen (blue print), walk in through, kuesioner, wawancara.

2. Investigatif EPH

Berlangsung lebih lama dan lebih kompleks, biasanya dilakukan setelah ditemukan isu-isu (saat indukatif EPH) dikerjakan selama 2-4 minggu.


(32)

3. Diagnostik

Menggunakan metode yang lebih canggih, dengan hasil yang lebih tepat/akurat memerlukan waktu beberapa bulan. Hasilnya merupakan evaluasi yang menyeluruh.

Tahap Kegiatan

1. Planning : rancangan evaluasi (tujuan, sasaran, waktu, tenaga, sumber informasi,

cara dan alat.

2. Conducting : pengumpulan data, analisis, temuan dan rekomendasi evaluasi. 3. Applying : tindak lanjut/implementasi

Unsur-unsur fisika bangunan yang berkaitan dengan penelitian adalah : a. Bunyi

Bunyi mempunyai definisi:

1. Secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastic seperti udara. Ini adalah bunyi objektif.

2. Secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan penyimpangan fisis yang digambarkan di atas. Ini adalah bunyi subjektif. Menurut Doelle (1998) Bunyi dapat dihasilkan :

2. Di udara (airborne sound), misalnya suara manusia barcakap atau bernyanyi. 3. Karena benturan/tumbukan (impact sound) atau bunyi struktur (structure sound). 4. Karena getaran mesin.


(33)

Telinga normal tanggap terhadap bunyi diantara jangkauan frekuensi audio sekitar 20 sampai 20.000 Hz. Gelombang bunyi yang merambat dari sumbernya dengan muka gelombang berbentuk bola yang terus-menerus membesar, segera melemah bila jarak dari sumbernya bertambah. Sebagian energinya akan dipantulkan, diserap, disebarkan, dibelokkan atau ditransmisikan ke ruang yang berdampingan, tergantung pada sifat akustik dindingnya.

Bising adalah semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu atau berbahaya bagi kegiatan sehari-hari. Dengan kata lain tiap bunyi yang tidak diinginkan oleh penerima dianggap sebagai bising. Jadi pembicaraan atau music dianggap sebagai bising bila mereka tidak diinginkan. Seseorang cenderung mengabaikan bising bila bising itu secara wajar menyertai pekerjaan, seperti mesin ketik atau mesin di pabrik. Sumber bising dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) bising interior bisa dari alat-alat seperti mobil, motor, kipas angin, AC, televisi, radio, penghisap debu, mesin bor, dan (2) outdoor, seperti bunyi air hujan, angin, air mengalir. Bising berfrekuensi tinggi lebih mengganggu dari pada bising frekuensi rendah. Secara umum bising bias menghasilkan gangguan yang jauh lebih besar pada malam hari dari pada siang hari.

Sebuah rumah sakit adalah jenis bangunan yang penghuninya sangat dipengaruhi oleh bising. Karena itu pemilihan lokasi yang sesuai harus dipertimbangkan agar dapat mengurangi bising outdoor. Sedangkan bising interior dalam rumah sakit disebabkan oleh:


(34)

Peralatan mekanik ( mesin diesel, kompresor, AC, elevator )

 Fasilitas operasional ( unit pipa ledeng, mesin cuci, fasilitas masuk )  Fasilitas pelayanan pasien ( tangki oksigen, trolley, alat-alat kesehatan )  Kegiatan karyawan dan pasien (pembicaraan, langkah orang berjalan)

Menurut Doelle (1998), bising yang cukup keras di atas 70 dB dapat menyebabkan kegelisahan (nervousness), kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung dan masalah peredaran darah. Bising yang sangat keras, di atas 85 dB dapat menyebabkan kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang pada umumnya dan bila berlangsung lama, kehilangan pendengaran sementara atau permanen dapat terjadi, juga penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan luka perut.

Pengaruh bising dapat menurunkan produktivitas dari pekerja. Hal ini telah dibuktikan dalam bidang industri, produksi akan turun dan pekerja-pekerja akan membuat lebih banyak kesalahan. Bila dipengaruhi oleh bising di atas 80 dB untuk waktu yang lama. Sebaliknya, juga terbukti bahwa hal yang sama dapat terjadi bila pekerja bekerja di tempat yang terlalu sunyi. Ini dibuktikan bahwa bising dalam jumlah tertentu dapat ditolerir dan sebenarnya sejumlah bising dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan jiwa. Bising buatan disebut acoustical deodorant. Misalnya musik latar belakang yang dipilih secara tepat dan didistribusikan dengan baik, seperti di ruang tunggu, hotel dan restoran.

Untuk mengendalikan bising yang disebabkan bantingan pintu dapat dihindari dengan menggunakan penahan pintu karet. Lantai dapat ditutup dengan penutup


(35)

elastic (tegel karet, tegel gabus, tegel vinyl atau linoleum) untuk mengurangi bising benturan. Selain itu petugas rumah sakit juga dilatih untuk berbicara dengan sopan dan menghargai orang lain, seperti tidak berbicara atau tertawa keras-keras.

b. Suhu Udara

Usia sebagai bangunan dapat mencapai 50-100 tahun, karena itu penting sekali dipikirkan mengenai pemakaian energi dalam tahap disain. Apabila kita salah dalam mengambil keputusan dalam tahap disain, akibatnya harus ditanggung selama gedung ini berdiri. Misalnya kalau kita lebih banyak menggunakan AC, padahal bisa dihemat dengan membuka jendela, lubang angin, tanaman, pelindung (awning), beranda. Selain kerugian dalam bentuk materi (uang) juga merusak lingkungan dan menghabiskan energi yang tidak perlu.

Thermal comfort Zone, Moore (1999) adalah kombinasi dari temperature

udara, kelembaban, radiant temperature, arus udara, dan hal yang berpengaruh di dalam comfort zone adalah temperatur udara dan kelembaban.

Menurut American Society for Heating, refrigerating and air conditioning engineers (ASHRAE Standard 55-56). Thermal comfort-that conditioning of mind which expresses satisfaction with the thermal environment.

Comfort Zone tidak absolut tetapi tergantung dari kultur, musim, kesehatan, lapisan

lemak seseorang, tebalnya baju pakaian, kegiatan fisik. Kalau banyak kegiatan fisik maka comfort zone turun kearah bawah.


(36)

Tata laksana penghawaan dan pengaturan suhu udara menurut KEPMENKES RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit :

1. Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus mendapat perhatian yang khusus. Bila menggunakan sistem pendingin, hendaknya dipelihara dan dioperasikan sesuai buku petunjuk. Sehingga dapat menghasilkan suhu, aliran udara, dan kelembaban nyaman bagi pasien dan karyawan. Untuk rumah sakit

yang menggunakan pengatur udara sentral harus diperhatikan cooling

tower-nya agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella dan untuk AHU

(Air Handling Unit) filter udara harus dibersihkan dari debu dan bakteri atau jamur.

2. Suplai udara dan Exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis, dan exhaust

fan hendaknya diletakkan pada ujung sistem ventilasi.

3. Ruangan dengan volume 100 m3 sekurang-kurangnya 1 (satu) fan dengan diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m3/detik, dan frekuensi pergantian udara per jam adalah 2 (dua) sampai dengan 12 kali

4. Pengambilan suplai udara dari luar, kecuali unit ruang individual, hendaknya diletakkan sejauh mungkin, minimal 7,50 Meter dari exhauster atau perlengkapan pembakaran

5. Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap. 6. Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.


(37)

7. Suplai udara untuk daerah sensitif : ruang operasi, perawatan bayi, diambil dekat langit-langit dan exhaust dekat lantai, hendaknya disediakan 2 (dua) buah exhaust fan dan diletakkan minimal 7,50 cm dari lantai.

8. Suplai udara di atas lantai

9. Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang hendaknya tidak digunakan sebagai suplai udara kecuali untuk suplai udara ke WC, toilet, gudang.

10. Ventilasi ruang-ruang sensitif hendaknya dilengkapi saringan 2 beds. Saringan I pasang di bagian penerimaan udara dari luar dengan efisiensi 30% dan saringan II (filter bakteri) dipasang 90%. Untuk mempelajari sistem ventilasi sentral dalam gedung hendaknya mempelajari khusus central air

conditioning system.

11. Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sisitem silang (cross

ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang.

12. Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih tinggi

dibandingkan ruang-ruang yang lain dan menggunakan cara mekanis (air conditioner).

13. Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas lantai atau minimum 0,20 meter dari langit-langit.

14. Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) 1 (satu) kali


(38)

(resorcinol, trieylin glikol) atau disaring dengan electron presipitator atau menggunakan penyinaran ultraviolet.

15. Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali setahun dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas udara (kuman, debu, dan gas)

c. Pencahayaan

Pencahayaan menurut Simha (2001) bertujuan :

1. Untuk mendukung aktivitas dan kegiatan lain pengguna bangunan. 2. Untuk mendukung fungsi keamanan.

3. Untuk menciptakan lingkungan yang sesuai dan menyenangkan

Cahaya sendiri dapat dibagi dua, yaitu cahaya alam (matahari) dan cahaya buatan (lampu). Kenyamanan dari sebuah cahaya menurut Moore (1999) ditentukan oleh : kondisi fisiologis mata, latar belakang objek, bentuk/wujud objek yang dipandang, mengontrol silau tingkat kekuatan penyinaran.

Menurut KEPMENKES RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit bahwa tata laksana pencahayaan adalah sebagai beikut :

1. Lingkungan rumah sakit baik dalam maupun luar ruangan harus mendapat cahaya dengan intensitas cukup berdasarkan fungsinya.

2. Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk menyimpan barang /peralatan perlu diberi penerangan.


(39)

3. Ruangan pasien harus diberikan penerangan umum dan penerangan untuk malam hari dan diediakan saklar dekat pintu masuk, saklar individu ditempatkan pada titik yang mudah dijangkau dan tidak menimbulkan berisik. Disetiap setiap area pencahayaan adalah faktor yang sangat penting, sebaiknya digunakan sistem pencahayaan dengan standar yang tinggi. Masing-masing cahaya perlu mempunyai suatu tenaga 30,000 lux, untuk menerangi suatu ukuran bidang sedikitnya 150 mm dan dengan konstruksi yang sempurna. Pertimbangan lain sebaiknya area klinis juga tetap harus diberikan pencahayaan walaupun dalam keadaan siang karena hal ini dapat mengurangi efek disorientasi bagi para staff dan pasien.

Beberapa standar fisika bangunan dari DEPKES maupun literature lain dapat dilihat dari Tabel 1.1 Perbandingan Standar Fisika Bangunan

PERFORMANSI

FISIK DEPKES

BUILDING ENV. STD

NEUFERT

STANDARD IES MANGUN. W WIKU. A Pencahayaan (lux) 100-300 100-200 200-300 500-200 150

Suhu Udara (0C) 26-28 24-27

Suara (dB) 52 45 35-45 30-40

Kelembaban 50-60

2.4. Kepuasan

2.4.1. Pengertian Kepuasan

Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas, merasa senang, perihal (hal yang bersifat puas, senang, kelegaan dan kenyamanan). Kepuasan dapat


(40)

diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan serta kenyamanan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk mendapatkan pelayanan suatu jasa.

  Menurut Supranto (2001) dalam Permata Bunda (2006) mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antar kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan sangat puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut.

Menurut Kotler (2002) kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapan. Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan yang diberikan. Upaya untuk mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah, Mudie dan Cottom menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu (Tjiptono, 2008).


(41)

Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah perasaan senang, puas individu karena antara harapan dan kenyataan dalam memakai dan pelayanan yang diberikan terpenuhi. 2.4.2. Kepuasan Pasien

Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini adalah pasien. Merupakan hal penting yang memengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan memakai terus-menerus terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya. Namun upaya untuk perbaikan atau kesempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi oleh perusahaan untuk dapat merebut pelanggan. Junaidi (2002) dalam Permata Bunda (2006) berpendapat bahwa kepuasan konsumen atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan konsumen atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan konsumen maka konsumen akan mengalami kepuasan.

Hal yang hampir serupa dikemukakan oleh Indarjati (2001) dalam Permata Bunda (2006) yang menyebutkan adanya tiga macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh konsumen berkaitan dengan perbandingan antara harapan dan kenyataan, yaitu jika harapan atau kebutuhan sama dengan layanan yang diberikan


(42)

maka konsumen akan merasa puas. Jika layanan yang diberikan pada konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen pada saat mengkonsumsi produk atau jasa. Konsumen yang mengalami kepuasan terhadap suatu produk atau jasa dapat dikategorikan ke dalam konsumen masyarakat, konsumen instansi dan konsumen individu.

Menurut Prabowo (1999) dalam Permata Bunda (2006) pasien adalah orang yang karena kelemahan fisik atau mentalnya menyerahkan pengawasan dan perawatannya, menerima dan mengikuti pengobatan yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan. Sedangkan menurut Aditama (2002) dalam Permata Bunda (2006) pasien adalah mereka yang diobati di rumah sakit. Berdasarkan defenisi di atas, maka dapat disimpulkan kepuasan pasien adalah perasaan senang, puas individu karena terpenuhinya harapan atau keinginan dalam menerima jasa pelayanan kesehatan.

2.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

Menurut Kottler (2002) dalam Tjiptono (2008) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setalah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap suatu produk dan harapan-harapannya. Menurut Myers (1996), dalam setiap bisnis diupayakan untuk menciptakan kepuasan bagi internal maupun eksternal customer. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan keuntungan berupa rekomendasi dari mulut ke mulut dan terjadi pemberian ulang (repeat order) serta loyalitas. Kepuasan ditentukan oleh persepsi. Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses untuk mengartikan sensasi dengan gambar-gambar


(43)

dan hubungan-hubungan asosiasi di dalam memori untuk menafsirkan dunia di luar dirinya.

Pelanggan mengalami berbagai tingkat kepuasan atau ketidakpuasan setelah mengalami masing-masing jasa sesuai dengan sejauh mana harapan mereka terpenuhi atau terlampaui. Karena kepuasan adalah keadaan emosional, reaksi pasca-pembelian mereka dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan, atau kesenangan (Lovelock and Wright, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan menurut Garvin dalam Lovelock (1994), Pepard dan Rowland (1995) dalam Tjiptono (2008) antara lain :

1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product) yang dibeli, misalnya kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam mengemudi, dan sebagainya. Dalam pelayanan kesehatan pasien terhadap karakteristik operasi dari pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang dirasakan. Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah sakit.

2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti dash board, AC,


(44)

pelayanan kesehatan ciri-ciri atau keistimewaan tambahan merupakan karakteristik sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki jasa pelayananan misalnya kelengkapan anterior dan eksterior seperti televisi, AC,

sound system dan sebagainya.

3. Keandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya mobil tidak sering ngadat/macet/rewel/rusak. Dalam pelayanan kesehatan keandalan dapat merupakan sejauhmana kemungkinan kecil akan mengalami ketidakpuasan atau ketidaksesuaian atas pelayanan yang

diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh perawat di dalam memberikan jasa keperawatannya yaitu kemampuan dan pengalaman

yang baik di rumah sakit.

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik disain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan dan emosi terpenuhi, seperti ukruan as roda untuk truk tentunya harus lebih besar daripada mobil sedan. Dalam pelayanan kesehatan kesesuaian dengan spesifikasi pada pelayanan kesehatan yaitu sejauhmana karakteristik pelayanan memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya misalnya standar keamanan dan emisi terpenuhi seperti peralatan pengobatan.

5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis penggunaan mobil. Umumnya daya tahan mobil buatan Amerika atau Eropa lebih


(45)

baik daripada mobil buatan Jepang. Dalam pelayanan kesehatan daya tahan berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya : peralatan bedah, alat transportasi, dan sebagainya.

6. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi,

serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual, yang juga mencakup pelayanan reparasi dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan. Dalam pelayanan kesehatan service ability meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang tinggi terhadap keluhan pasien sewaktu-waktu.

7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik mobil yang menarik, model/disain yang artistik, warna, dan sebagainya. Dalam pelayanan kesehatan estetika merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh panca indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit yang lengkap dan modern, disain arsitektur rumah sakit, dekorasi kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan sebagainya.

8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut/ciri-ciri produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama merek, iklan, reputasi


(46)

perusahaan, maupun negara pembuatnya. Umumnya orang akan menganggap mereka Mercedez, Roll Royce, Porche dan BMW sebagai jaminan mutu. Dalam pelayanan kesehatan kualitas yang dipersepsikan, citra dan reputasi rumah sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang diterima pasien terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan keunggulan rumah sakit daripada rumah sakit lainnya dan tanggung jawab rumah sakit selama proses penyembuhan baik dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat.

Sementara itu ahli lain Moison, Walter dan White (dalam Haryanti, 2000) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, yaitu :

a. Karakteristik produk, produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.

b. Harga, yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.

c. Pelayanan, yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan


(47)

di rumah sakit. Kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Misalnya : pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan keperawatan.

d. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudalnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut.

e. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepausan pasien, namun rumah sakit perlu memberikan perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam penyusunan strategi untuk menarik konsumen.

f. Image, yaitu cara reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dimana pasien

memandang rumah sakit mana yang akan dibutuhkan untuk proses penyembhan. Pasien dalam menginterpretasikan rumah sakit berawal dari cara pandang melalui panca indera dari informasi-informasi yang didapatkan dan pengalaman baik dari orang lain maupun diri sendiri sehingga menghasilkan anggapan yang positif terhadap rumah sakit tersebut, meskipun dengan harga yang tinggi. Pasien akan


(48)

tetap setia menggunakan jasa rumah sakit tersebut dengan harapan-harapan yang diinginkan pasien.

g. Disain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan disain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu disain dan visual harus diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepausan pasien atau konsumen.

h. Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi kepausan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut.

i. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya tombol panggilan didalam ruang rawat inap, adanya ruang informasi yang memadai terhadap informasi yang akan dibutuhkan pemakai jasa rumah sakit seperti keluarga pasien maupun orang yang berkunjung di rumah sakit.

    Dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor kepuasan pasien adalah : kualitas jasa, harga, emosional, kinerja, estetika, karakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, komunikasi, suasana dan disain visual.


(49)

Menurut McLaughin dan Kaluzny (Awinda, 2002), terdapat enam langkah pengukuran kepuasan pelanggan :

1. Penetapan tujuan

Langkah pertama dalam membuat suatu survei pasien adalah menentukan terlebih dahulu tujuan dari survei tersebut. Beberapa pertanyaan yang sangat krusial, seperti : siapa saja yang dimaksud pasien, apa yang akan dicapai melalui survei ini, keuntungan apa yang di dapat oleh pasien dari penelitian ini, sehingga nantinya tergantung pada manajemen akan bagaimana menggunakan data ini. 2. Seleksi metode

Langkah kedua yaitu memilih metode pengumpulan data yang akan digunakan pemilihan didasari oleh kelompok pasien yang dijadikan target serta informasi yang ingin didapat sesuai kebutuhan rumah sakit. Setiap mempunyai keuntungan dan kekurangan masing-masing. Kadangkala dilakukan penggabungan atau kombinasi dari beberapa metode pengumpulan data. Salah satu contoh adalah metode Focus Group Discussion (FGD). Metode ini sering digunakan untuk menggali segala kebutuhan dari pasien atau bahkan konflik yang sering terjadi diantara para staf professional.

3. Pembuatan alat pengumpulan data

Dalam pembuatan instrumen pengumpulan data haruslah dipikirkan untuk menghindari kesalahan dalam pengukuran instrumen haruslah diujicobakan reliabilitas dan validitasnya serta sudah dibuktikan. Pembuatan instrumen ini membutuhkan keahlian khusus serta pengalaman. Salah satu contoh dari suatu


(50)

instrumen pengumpulan data yang terdapat di rumah sakit terbagi dalam tujuh bagian yaitu :

a. Aksesibilitas menuju rumah sakit, apakah penjelasan dari dokter yang merujuk jelas dan lengkap mengenai arah untuk menuju rumah sakit, apakah petunjuk arah di dalam rumah sakit jelas dll.

b. Perparkiran ; seberapa jauh fasilitas dan pelayanan petugas parkir memenuhi kebutuhan anda.

c. Registrasi ; menyangkut waktu tunggu, prilaku petugas, kelancaran proses registrasi, petugas bersikap informatif.

d. Proses pemberian pelayanan pemeriksaan medis ; waktu tunggu yang diperlukan, penjelasan dokter yang sangat informatif, penjelasan dari staf lainnya, perilaku petugas, kelancaran atau efektifitas proses pelayanan, serta kebutuhan pribadi seperti : courtesy, interest, attention, and support show. e. Fasilitas yang ada

f. Kepuasan secara umum terhadap rumah sakit

g. Fakta pelayanan mengenai diri pasien ; bagian apa di rumah sakit yang telah memberikan pelayanan, pukul berapa datang ke rumah sakit, apakah pasien pria atau wanita dll.

h. Pengumpulan dan penyimpanan data

Disarankan agar segala informasi yang telah didapat disimpan dalam CIS (Customer Information System) database.


(51)

i. Analisa data dan persentasi

Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik dan analitik.

j. Menterjemahkan hasil yang didapat dalam tindakan 2.5. Landasan teori

Menurut Kottler (2002) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap suatu produk dan harapan-harapannya. Kepuasan dalam penelitian ini dilakukan dengan pengukuran melalui Evaluasi Pasca Huni (EPH) menurut Aryadi dan Setiadi (1995).

Menurut Miller dan Swensson (1995) mengenai disain fisik yang berhubungan dengan kebutuhan pelanggan meliputi :

a. Physical comfort, meliputi kenyamanan temperatur, cahaya yang sesuai, tidak

bising, funitur yang nyaman, ruangan yang tidak berbau.

b. Social contact, meliputi cukup privasi (percakapan dengan dokter tidak

mudah didengar orang yang tidak berkepentingan.

c. Symbolic meaning, seperti ruang tunggu yang sempit dan kursi yang tidak

nyaman akan mengesankan merendahkan pasien.

Komponen‐komponen lingkungan fisik bangunan adalah sebagai berikut : 

1. Suhu-panas: ventilasi (bangunan), pengatur suhu (peralatan). 2. Pencahayaan: bukaan (bangunan), lampu (peralatan)


(52)

3.Suara-bising-gema:perletakan, bukaan (bangunan), sistem akustik (peralatan/bahan)

4. Kelembaban: Arah dan dimensi bukaan (bangunan), Pengaturan (peralatan) 2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pelayanan IGD

Keadaan Fisik IGD - Suhu

- Pencahayaan - Suara

- Kelembaban

Kepuasan Pengguna IGD

 

 


(53)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan metode explanatory yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh disain fisik (suhu, pencahayaan, suara, kelembaban) terhadap kepuasan pengguna IGD di RSUD Kota Langsa melalui hipotesa (Singarimbun, 1989).

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di RSUD Kota Langsa, dengan waktu penelitian selama 5 bulan sejak April sampai dengan Agustus 2010.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek yang karakteristiknya hendak diuji. Pada penelitian ini, yang menjadi populasi adalah seluruh pengguna eksternal IGD RSUD Kota Langsa yang berjumlah 3.364 orang. Pengguna eksternal dalam penelitian ini adalah pasien.

3.3.2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diuji. Pengukuran sampel pada penelitian ini menggunakan pendapat Slovin dalam Suliyanto (2006) yaitu :


(54)

 

2 1 N e

N n

 

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi pengguna eksternal IGD RSUD Kota Langsa pada tahun 2008

e = Kesalahan pengambilan sampel Diketahui :

N = 3.364 orang

e = 0,1

 

2 1 , 0 364 . 3 1 364 . 3   n

= 34,64 364 . 3

= 97,11 dibulatkan menjadi 97 orang

maka sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 97 orang

Penentuan sampling dilakukan dengan sampling incidental yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/incidental bertemu dengan peneliti digunakan sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2008).


(55)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data primer adalah data yang dikumpulkan dari responden melalui pengisian angket yang telah disediakan, kuesioner angket dibuat berdasarkan variabel yang diteliti. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan berdasarkan arsip rumah sakit mengenai data-data yang diperlukan berkaitan dengan penelitian ini.

3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kelayakan dalam menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Pengujian validitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan instrumen sebagai alat ukur penelitian yang dapat mengukur apa yang diinginkan atau dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Pada uji validitas suatu instrumen dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel dengan skor total variabel menggunakan rumus teknik korelasi pearson

product moment corelation coefident ( r ), dengan ketentuan : a) Bila rhitung > rtabel

maka dinyatakan valid dan b) Bila rhitung < rtabel maka dinyatakan tidak valid.

Dengan rumus

 

 

 

2 2 2 2

12

y . y N . x x N y x xy N r

 

   Keterangan:

x = skor tiap-tiap variabel y = skor total tiap responden N = jumlah responden


(56)

Pengujian reliabilitas menunjuk suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data atau dalam arti lain akan terdapat antara data yang terkumpul dengan data yang

sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. (Arikunto, 2002)

Uji reliabilitas terhadap kuesioner untuk melihat konsistensi jawaban. Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode

Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan: a) jika nilai ralpha > rtabel maka dinyatakan reliabel dan b) jika nilai ralpha < rtabel maka dinyarakan tidak reliabel. (Arikunto, 2002)

Dengan rumus:

 

         

2

1 2 b 11 1 1 k k r Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

2

b = jumlah varians butir 2

1

 = varians total

  Uji validitas dan reliabilitas dilakukan di Rumah Sakit Umum yang terdekat dari Kabupaten, mempunyai kriteria yang sama pada penelitian. Rencana uji coba dilakukan di RSUD Aceh Timur. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(57)

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Pertanyaan CorrectedI Item Total

Corelation

Croncach’s Alpha Iftem Delated

Valid dan Reliabel

Suhu 1 0.969 0.941 Valid dan reliabel

Suhu 2 0.667 0.946 Valid dan reliabel

Suhu 3 0.969 0.941 Valid dan reliabel

Suhu 4 0.969 0.941 Valid dan reliabel

Suhu 5 0.636 0.946 Valid dan reliabel

Cahaya 1 0.846 0.943 Valid dan reliabel Cahaya 2 0.481 0.948 Valid dan reliabel Cahaya 3 0.556 0.947 Valid dan reliabel Cahaya 4 0.556 0.947 Valid dan reliabel Cahaya 5 0.868 0.943 Valid dan reliabel

Suara 1 0.913 0.942 Valid dan reliabel

Suara 2 0.422 0.949 Valid dan reliabel

Suara 3 0.822 0.944 Valid dan reliabel

Suara 4 0.399 0.940 Valid dan reliabel

Suara 5 0.531 0.948 Valid dan reliabel

Kelembaban 1 0.531 0.948 Valid dan reliabel Kelembaban 2 0.847 0.943 Valid dan reliabel Kelembaban 3 0.950 0.941 Valid dan reliabel Kelembaban 4 0.799 0.966 Valid dan reliabel Kelembaban 5 0.969 0.941 Valid dan reliabel Kepuasan 0.969 0.941 Valid dan reliabel

Pada Tabel 3.1. menunjukkan hasil uji validitas dan reliabilitas pada setiap item pertanyaan adalah valid dan reliabel oleh karena nilai r tabel = 0,222 lebih kecil dengan nilai r hasil dan nilai alpha cronbach.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel bebas adalah fisik Instalasi Gawat Darurat yang akan di ukur dengan menggunakan teori Evaluasi Pasca Huni (EPH).


(58)

3.5.2. Variabel terikat

Kepuasan pengguna eksternal IGD RSUD Kota Langsa. 3.5.3. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Variabel dan Definisi Operasional

PENGUKURAN

No Variabel Definisi operasional Cara ukur

Alat ukur Hasil ukur Skala

1 Evaluasi

Pasca Huni Suatu proses evaluasi secara sistematis seteleh bangunan tsb dihuni beberapa saat

Observasi Kuesioner - Baik - Sedang - Rendah

Ordinal

2 Disain Fisik

IGD Rancangan bangunan suatu unit di dalam Rumah Sakit yang merupakan pintu gerbang pertama bagi pasien yang masuk kedalam Rumah Sakit

Dengan mengamati dan membandi ng kan kondisi yang ada dengan pedoman, peraturan dan standar Pedoman, Peraturan dan Standar Pelayanan Depkes dan Kepustaka an - Sesuai - Tidak sesuai Ordinal

3 Suhu Ukuran terhadap rasa panas dan dingin yang dapat diukur dengan menggunakan termometer maupun hanya dirasakan perubahannya oleh tubuh Observasi Termomet

er Ruang - Sesuai - Tidak sesuai

Ordinal

4 Pencahayaan Pencahayaan yang ada di dalam ruangan IGD yang dirasakan oleh pengguna IGD

Observasi Lux Meter- - Sesuai - Tidak sesuai

Ordinal

5 Suara Bunyi yang di

dengarkan oleh pengguna dari dalam ruangan IGD Observasi Sound Level Meter - Sesuai - Tidak sesuai Ordinal

6 Kelembaban Arah dan dimensi bukaan bangunan dan pengaturan peralatan

Observasi Hygromete

r - Sesuai - Tidak sesuai

Ordinal 7 Kepuasan

pengguna Tingkat persepsi seseorang terhadap nilai guna suatu benda atau jasa dengan harapan yang ingin di capainya

Kuesioner Kuesioner - Puas


(59)

3.6. Metode Pengukuran 3.6.1. Variabel Bebas

Pengukuran variabel bebas untuk pengukuran IGD secara fisika akan dilakukan dengan mengunakan lux meter, sounda level meter, thermometer suhu ruangan dan hygrometer. Pengukuran menggunakan skala ukur nominal dengan

option jawaban dicocokan dengan nilai standar. Jika sesuai bobot nilai 1, tidak sesuai bobot nilai 2.

3.6.2. Variabel Terikat

Pengukuran variabel terikat dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk menganalisa bagaimana pengaruh disain fisik terhadap kepuasan pengguna eksternal IGD. Pengukuran menggunakan skala ukur nominal. Kuesioner terdiri dari 20 pertanyaan dengan option jawaban jika ya bobot nilai 1 dan jika tidak bobot nilai 2. Kemudian di total skor kalau dikategori menjadi puas dan tidak puas.

Tabel 3.2. Pengukuran Variabel Indikator, Skor Maksimum, Hasil Ukur dan Skala Ukur Penelitian

No Variabel Indikator Skor

Maksimum

Hasil Ukur Skala Ukur

1 Suhu 5 5 Baik : > 2

Tidak baik : < 2

Ordinal

2 Pencahayaan 5 5 Sesuai = 1

Tidak sesuai = 0

Ordinal

3 Suara 5 5 Sesuai = 1

Tidak sesuai = 0

Ordinal

4 Kelembaban 5 5 Sesuai = 1

Tidak sesuai = 0

Ordinal 5 Kepuasan pasien 1 1 Puas > rata-rata

Tidak puas = rata-rata


(60)

3.7. Metode Analisis Data

Sebelum dilakukan analisis data, data primer dan data sekunder terlebih dahulu diproses melalui proses pengolahan data, yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. Editing, penyuntingan data yang dilakukan untuk menghindari kesalahan agar memudahkan proses entry data.

2. Entry data, setelah proses coding dilakukan pemasukan dan ke komputer dengan menggunakan program komputer.

3. Cleaning, sebelum analisis data dilakukan pengecekan dan perbaikan terhadap data yang sudah masuk.

Selanjutnya data yang telah dikumpulkan dan diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan Social Product and Service Solution (SPSS) versi 15.

Analisis data yang digunakan (Indriantoro, 2002) adalah :

1. Analisis univariat adalah analisis yang bertujuan untuk menjelaskan distribusi data dari satu variabel yang diteliti. Analisis yang digunakan analisis deskriptif dengan bentuk penyajian data menggunakan distribusi frekwensi dengan persentase (proporsi).

2. Analisis bivariat adalah analisis yang mempunyai tujuan untuk menguji perbedaan dan mengukur hubungan antara dua variabel penelitian yaitu antara variabel independen dengan variabel dependen. Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%.


(61)

3. Analisis multivariat adalah analisis yang bertujuan untuk menguji hubungan atau lebih dari dua variabel. Dengan menggunakan teknik analisis dapat mengetahui pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen serta mengetahui variabel domain yang memengaruhi. Pada penelitian ini analisis multivariat yang digunakan adalah uji regresi logistik berganda, dengan derajat kemaknaan dengan nilai  = 0,05 atau nilai p < 0,05.

Rumus regresi logistik berganda : P (z) = 2

1 1

e

P (z) = 2( ... )

4 4 1 1 0

1

1

X X

e    

 Keterangan :

e : perpangkatan eksponen dari variabel yang diteliti 1 : nilai ketetapan

1 - 4 : koefisien beta variabel yang diteliti x1 – x4 : variabel yang diteliti


(62)

BAB 4

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum

4.1.1. Sejarah Perkembangan Rumah Sakit Umum Kota Langsa

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa didirikan pada tahun 1915 oleh Pemerintah Kolonial Belanda diatas areal tanah seluas + 35.800 m2, yang merupakan Rumah Sakit Rujukan atas mata rantai sistim kesehatan di Pemerintah Kota Langsa. Berdasarkan SK Menkes Republik Indonesia No. 51/Men.Kes/SK/II/1979 tanggal 22 Februari 1979 diberikan status menjadi Rumah Sakit dalam klasifikasi type C, kemudian pada tahun 1997 ditingkatkan klasifikasinya menjadi Rumah Sakit type B Non pendidikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 479/Men.Kes/SKV/1997 tanggal 20 Mei 1997. Kemudian berdasarkan Kepres No. 40 tahun 2001 berubah status menjadi Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa dan telah juga ditetapkan dengan Qanun Pemerintah Kota Langsa No 5 Tahun 2005.

4.1.2. Letak Geografis

Kota Langsa merupakan bagian dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

terletak pada 040 24’35,68” – 040 33’27,03” Lintang Utara dan 970 53’14,59” – 980 04’42,16” Bujur Timur. Luas wilayah keseluruhan 262,41 km2, panjang garis


(63)

Adapun lokasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa yang terletak di Kecamatan Kota Langsa, dengan status pemilikan Pemerintahan Kota Langsa,

yang berdasarkan wilayah sebagai berikut :  Sebelah Utara dengan Selat Malaka

 Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Timur  Sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Tenggara  Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Tamiang 4.1.3. Visi dan Misi

Visi

Menggambarkan potret Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa pada 5-10 tahun mendatang dari hasil pengolahan bersama seluruh organisasi dengan mempertimbangkan komposisi produk, segmen market, tingkat kompetisi yang ada, cakupan pelayanan dan aspek keuangan.

Adapun visi Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa adalah :“menjadi rumah sakit rujukan unggulan dalam semua bidang pelayanan kesehatan 2008 – 2013”

Misi

Merupakan suatu yang menggambarkan norma dan nilai dasar yang harus dilaksanakan agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik. Adapun misi pada Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa adalah :


(64)

 Memberikan pelayanan yang bermutu, cepat, tepat dan bernuansa islami

 Mengembangkan produk unggulan pada bidang pelayanan traumatologi, kebidanan, anak dan penyakit dalam.

 Meningkatkan kemampuan operasional rumah sakit sebagai pusat pelayanan kesehatan terpadu di kota langsa

4.1.4. Susunan Organisasi dan Administrasi

Kepegawaian BPK RSUD Kota Langsa sesuai peraturan Qanun Pemerintah Kota Langsa No. 5 tahun 2007, dapat dilihat pada struktur organisasi (daftar terlampir) 1. BPK RSUD Kota Langsa terdiri dari :

 Direktur  Sekretariat

 Bidang Pelayanan Medis  Bidang Keperawatan  Bidang Penunjang Medis  Kelompok Jabatan Fungsional  Instalasi

 Satuan Pengawas Intern  Dewan Penyantun

2. Bagan Susunan Organisasi BPK RSUD Kota Langsa adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran, dan merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Qanun ini.


(65)

Adapun tugas pokok dan fungsi baik para pejabat struktural maupun fungsional telah dianjurkan dengan Qanun Pemerintah Kota Langsa tersebut di atas bahwa secara keseluruhan Kepala Badan Pelayanan Kesehatan memiliki tugas memimpin, mengawasi dan mengkoordinasi, baik pengelolahan program, sumber daya manusia dan peralatan Rumah sakit secara tekhnis operasional bertanggung jawab kepada Walikota Langsa.

4.1.5. Ketenagaan

Tabel 4.1. Ketenagaan Kesehatan di RSUD Kota Langsa

No

Kualifikasi Purna Waktu

Paruh Waktu

Jumlah

I PNS

A Dokter Umum 14 14

Dokter Gigi 4 4

B Dokter Spesialis Dasar

Dokter Ahli Penyakit Dalam 2 1 3

Dokter Ahli Kebidanan & Kandungan 3 3

Dokter Ahli Anak 3 3

Dokter Ahli Bedah 2 2

C Dokter Spesialis Lainnya

Dokter Penyakit Mata 2 2


(66)

Dokter Ahli Jiwa - 1 1

Dokter Ahli Syaraf - -

Dokter Ahli Gigi & Mulut - -

Dokter Ahli Kardiologi/Jantung 1 1

Dokter Ahli Paru 2 2

Dokter Ahli Bedah Syaraf - Dokter Ahli Bedah Orthopedi - D Dokter Spesialis Penunjang

Dokter Ahli Radiologi 1 - 1

Dokter Ahli Patologi Klinik - 1 1

Dokter Ahli Patologi Anatomi -

Dokter Ahli Forensik -

Dokter Ahli Anasthesi -

Dokter Gizi Klinik -

Dokter Ahli Farmasi -

Dokter Ahli Spesialis Rehabilitasi Medik

- E Dokter Sub Spesialis

Dokter Kulit Kelamin 2 2

Jumlah Dokter

38 3 42 I PNS

F Apoteker 3 3


(67)

H Tenaga Non Keperawatan 77 77

I Tenaga Non Kesehatan 215 215

II Non PNS / Tenaga Honorer 151 151

4.2. Analisis Univariat

Tujuan analisis ini adalah untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti (FKM UI, 2006). Pada penelitian ini, karakteritik responden yang diukur meliputi jenis kelamin, umur, dan kasus pelayanan kesehatan yang dilayani melalui instalasi gawat darurat dan variabel yang diukur pada disain fisik Instalasi Gawat Darurat di RSUD Kota Langsa meliputi suhu, cahaya, suara, dan kelembaban.

4.2.1. Karakteristik Responden

Pada Tabel 4.2 menunjukkan distiribusi berdasarkan jenis kelamin bahwa dari 97 responden, paling banyak berjenis kelamin laki-laki yaitu 54 orang (55,7%), sedangkan untuk jenis kelamin wanita 43 orang (44,3%). Berdasarkan distribusi kelompok umur dari 97 responden, paling banyak pada kelompok umur 40 – 47 tahun yaitu 22 orang (22,7%). Sedangkan kelompok umur 16 – 23 tahun, 24 – 31 tahun, 32 – 39 tahun, 48 – 55 tahun, 56 -63 tahun, dan 64 – 71 tahun masing –masing 15 orang (15,5%), 14 orang (14,4%), 13 orang (13,4%), 17 orang (17,5%), 11 orang (11,3%) dan 5 orang (5,2%). Berdasarkan distribusi kasus yang dilayani melalui instalasi gawat darurat, dari 97 responden paling banyak dengan kasus penyakit


(68)

dalam yaitu 42 orang (43,3%). Sedangkan kasus kecelakaan, bedah, kebidanan, dan umum masing-masing 29 orang (29,9%), 13 orang (13,4%), 8 orang (8,2%) dan 5 orang (5,2%).

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pengguna Instalasi Gawat Darurat Di RSUD Kota Langsa

Variabel n %

Jenis Kelamin Wanita Laki-laki 43 54 44,3 55,7 Total 97 100 Kelompok Umur

16 – 23 Tahun 24 – 31 Tahun 32 – 39 Tahun 40 – 47 Tahun 48 – 55 Tahun 56 – 63 Tahun 64 – 71 Tahun

15 14 13 22 17 11 5 15,5 14,4 13,4 22,7 17,5 11,3 5,2


(69)

Total 97 100 Kasus IGD

Penyakit Dalam Kecelakaan Umum Bedah Kebidanan

42 29 5 13

8

43,3 29,9 5,2 13,4

8,2

Total        97  100 

 

4.2.2. Desain Fisik IGD Di BPK RSUD Kota Langsa

4.2.2.1. Suhu Di Ruang IGD

Pada Tabel 4.3. menunjukkan distribusi responden terhadap suhu di ruangan IGD BPK RSUD Kota langsa bahwa dari 97 responden, paling banyak merasakan kepanasan di ruang IGD, kegerahan di ruang IGD, gelisah di ruang IDG dan menghalangi pelayanan di ruang IGD yaitu masing-masing 84 orang (86,6%) menjawab ya, sedangkan sebanyak 13 orang (13,4%) menjawab tidak. Sementara responden merasa terganggu di ruang IGD sebanyak 65 orang (67,0%) menjawab ya dan sebanyak 32 orang (33,0%) menjawab tidak. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa suhu yang berada di ruang IGD membuat pengguna eksternal tidak


(70)

nyaman saat berada di ruang IGD tetapi tidak merasa terganggu. Hal ini di karenakan harapan terhadap pelayanan kesehatan yang diperoleh walaupun tidak maksimal. Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Suhu Di Ruang IGD RSUD Kota

Langsa

Ya Tidak Total No Suhu

n % n % n % 1 Merasa kepanasan di

ruang IGD

84 86.6 13 13.4 97 100 2 Merasa kegerahan di

ruang IGD

84 86.6 13 13.4 97 100 3 Merasa terganggu di

ruang IGD

65 67.0 32 33.0 97 100 4 Merasa gelisah di

ruang IGD

84 86.6 13 13.4 97 100 5 Merasa menghalangi

pelayanan di ruang igd

84 86.6 13 13.4 97 100

Pada Tabel 4.4. menunjukkan distribusi responden berdasarkan kategori suhu yang dirasakan dari 97 orang, paling banyak merasakan kategori suhu sesuai yaitu 65 orang (67,0%), sedangkan kategori suhu tidak sesuai 32 orang (33,0%)


(71)

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Suhu Di Ruang IGD RSUD Kota Langsa

No Kategori Suhu n %

1 Sesuai 65 67.0

2 Tidak Sesuai 32 33.0

Total 97 100

4.2.2.2. Cahaya Di Ruang IGD

Pada Tabel 4.5. menunjukkan distribusi responden terhadap cahaya di ruangan IGD BPK RSUD Kota langsa bahwa dari 97 responden, paling banyak merasakan

kepanasan di ruang IGD yaitu 70 orang (72,2%), sedangkan susah memandang di ruang IGD, menyilaukan mata di ruang IDG, mengganggu penglihatan dan

menghalangi pelayanan di ruang IGD yaitu masing-masing 48 orang (49,5%), 42 orang (43,3%), 35 orang (36,1%) dan 33 orang (34,0%).Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa ruang IGD RSUD Kota Langsa walaupun terasa panas tetapi tidak menjadi masalah bagi pengguna eksternal terhadap pelayanan yang diberikan. Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Cahaya Di Ruang IGD RSUD

Kota Langsa

Ya Tidak Total

No Cahaya


(72)

1 Merasa susah

memandang di ruang IGD

48 49.5 49 50.5 97 100 2 Merasa kepanasan di

ruang IGD

70 72.2 27 27.8 97 100 3 Merasa menganggu

penglihatan di ruang IGD

35 36.1 62 63.9 97 100 4 Merasa menyilaukan

mata di ruang IGD

42 43.3 55 56.7 97 100 5 Merasa menghalangi

pelayanan di ruang

IGD 33 34.0 64 66.0 97 100

Pada Tabel 4.6. menunjukkan distribusi responden berdasarkan kategori cahaya yang dirasakan dari 97 orang, paling banyak merasakan kategori cahaya sesuai yaitu 43 orang (44,3%), sedangkan kategori cahaya tidak sesuai 54 orang (55,7%).


(1)

2.

SUHU

 

kepanasan di ruang igd

13 13.4 13.4 13.4

84 86.6 86.6 100.0

97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

kegerahan di ruang igd

13 13.4 13.4 13.4

84 86.6 86.6 100.0

97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

terganggu di ruang igd

32 33.0 33.0 33.0

65 67.0 67.0 100.0

97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

gelisah di ruang igd

13 13.4 13.4 13.4 84 86.6 86.6 100.0 97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

menghalangi pelayanan di igd

13 13.4 13.4 13.4 84 86.6 86.6 100.0 97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

kategori suhu

32 33.0 33.0 33.0 65 67.0 67.0 100.0 97 100.0 100.0

tidak sesuai <= 4 sesuai >4 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

 

3.

CAHAYA

 

susah memandang

49 50.5 50.5 50.5 48 49.5 49.5 100.0 97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

kepanasan

27 27.8 27.8 27.8 70 72.2 72.2 100.0 97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

mengganggu penglihatan

62 63.9 63.9 63.9 35 36.1 36.1 100.0 97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

menyilaukan mata

55 56.7 56.7 56.7 42 43.3 43.3 100.0 97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

menghalangi pelayanan

64 66.0 66.0 66.0 33 34.0 34.0 100.0 97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

kategori suara

46 47.4 47.4 47.4 51 52.6 52.6 100.0 97 100.0 100.0

tidak sesuai <= 2 Sesuai > 2 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

 

4.

SUARA

 

terganggu oleh terdengar suara mesin dan alat kesehatan yang ada di igd

12 12.4 12.4 12.4

85 87.6 87.6 100.0 97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(4)

terganggu oleh terdengar suara diluar ruangan igd

31 32.0 32.0 32.0 66 68.0 68.0 100.0 97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

terganggu oleh perbincangan dokter dengan perawat di igd

55 56.7 56.7 56.7 42 43.3 43.3 100.0 97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

terganggu dengan konsentrsi anda

67 69.1 69.1 69.1 30 30.9 30.9 100.0 97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

terganggu terhadap pelayanan yang diberikan

47 48.5 48.5 48.5 50 51.5 51.5 100.0 97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

kategori suara


(5)

5. KELEMBABAN

 

ruangan igd lembab

30 30.9 30.9 30.9 67 69.1 69.1 100.0 97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

ruangan igd segar

5 5.2 5.2 5.2

92 94.8 94.8 100.0 97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

ruangan igd nyaman

5 5.2 5.2 5.2

92 94.8 94.8 100.0 97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

ruangan igd dingin

48 49.5 49.5 49.5 49 50.5 50.5 100.0 97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(6)

 

ruangan igd menghalangi pelayanan

77 79.4 79.4 79.4 20 20.6 20.6 100.0 97 100.0 100.0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

kategori kelembaban

49 50.5 50.5 50.5 48 49.5 49.5 100.0 97 100.0 100.0

tidak sesuai <=3 sesuai >2 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


Dokumen yang terkait

Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat pada Instalasi Gawat Darurat (IGD) di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

1 43 181

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD JOGJA

0 10 160

HUBUNGAN RESPONSE TIME PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) DENGAN TINGKAT KEPUASAN Hubungan Response Time Pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit Islam Surakarta.

2 7 18

PENDAHULUAN Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Ny. G Dengan Stroke Hemoragik Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Sragen.

0 6 4

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA NY. Y DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE II (HIPOGLIKEMI) DI INSTALASI GAWAT Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Ny. Y Dengan Diabetes Mellitus Tipe II (Hipoglikemi) Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Sragen.

1 5 13

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA Ny. P DENGAN ASMA BRONCHIALE Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Ny. P Dengan Asma Bronchiale Di Instalasi Gawat Darurat Rsud Sragen.

0 1 12

PENDAHULUAN Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Ny. P Dengan Asma Bronchiale Di Instalasi Gawat Darurat Rsud Sragen.

0 2 4

PENELITIAN Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Ny. P Dengan Asma Bronchiale Di Instalasi Gawat Darurat Rsud Sragen.

0 1 15

HUBUNGAN ANTARA KINERJA PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RSUD CILACAP

0 2 7

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAMANYA WAKTU TANGGAP DALAM PELAYANAN GAWAT DARURAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD Dr SOEDIRMAN KEBUMEN

2 10 8