concern dan tanggung jawab auditor untuk meyakinkan dirinya bahwa penggunaan
dasar going concern oleh entitas adalah layak dan diungkapkan secara memadai dalam laporan keuangan Setiawan, 2006 dalam Praptitorini dan Januarti, 2007. Menurut
Altman dan McGough 1974 dalam Praptitorini dan Januarti 2007, masalah going concern
terbagi dua, yaitu masalah keuangan yang meliputi kekurangan defisiensi likuiditas, defisiensi ekuitas, penunggakan hutang, kesulitan memperoleh dana, serta
masalah operasi yang meliputi kerugian operasi yang terus-menerus, prospek pendapatan yang meragukan, kemampuan operasi terancam, dan pengendalian yang
lemah atas operasi. Auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan membayar hutang, dan
kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang untuk menentukan pendapatnya mengenai going concern entitas Setyarno et. al., 2006.
Chen dan Church 1992 dalam Setyarno et. al. 2006, menyatakan bahwa perusahaan yang bermasalah setidaknya memenuhi salah satu dari kriteria berikut: 1
ekuitas yang negatif, 2 arus kas yang negatif, 3 laba operasi yang negatif, 4 modal kerja yang negatif, 5 laba bersih yang negatif, atau 6 laba ditahan yang negatif.
D. Keahlian Audit, Independensi dan Pendapat Audit
Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai hubungan antara faktor keahlian audit dan independensi dengan pendapat audit, menunjukkan adanya hubungan
yang saling bergantung antara keahlian audit dan independensi terhadap pemberian pendapat audit. Artinya, auditor, baik itu kompeten maupun tidak kompeten akan
cenderung memberikan pendapat yang salah karena adanya faktor lain yang komersial, seperti kerugian jika klien berpindah ke kantor akuntan lain atau auditor menghadapi
tekanan pada saat melakukan proses pemeriksaan Mutchler, 1985 dalam Mayangsari, 2003.
Barnes Huan 1991 dalam Mayangsari 2003, juga mengatakan bahwa kesalahan opini auditor dipengaruhi oleh faktor kompetensi dan independensi. Penelitian
mereka menyebutkan bahwa kompetensi dan independensi adalah sikap yang tidak saling mempengaruhi. Dalam penelitian tersebut, independensi diartikan sebagai
ketergantungan auditor terhadap informasi kualitatif. Pertama kali, auditor diberikan informasi kuantitatif yang berupa laporan keuangan dan sejumlah rasio keuangan yang
dibutuhkan. Kemudian auditor diminta menganalisa kelangsungan hidup perusahaan tersebut dan memberikan pendapatnya. Pada tahap kedua, auditor diberikan sejumlah
informasi kualitatif dan diminta memberikan pendapat terhadap kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa auditor mengubah pendapatnya
setelah menerima informasi kualitatif. Perubahan tersebut cenderung pada opini yang benar dibandingkan opini sebelumnya.
Teori yang menjelaskan latar belakang terjadinya perbedaan pendapat antara auditor ahli dan independen dengan auditor yang tidak memiliki salah satu karakteristik
ataupun kedua karakteritik tersebut adalah Behavioral decision theory Mayangsari, 2003. Bowditch dan Buono 1990 dalam Mayangsari 2003 mengatakan bahwa teori
ini berhubungan dengan perilaku seseorang dalam proses pengambilan keputusan. Teori ini berbeda dengan classical decision theory yang menyatakan bahwa seseorang dapat
mengambil keputusan yang tepat karena semua alternatif tindakan yang dapat diambil telah diketahui sepenuhnya. Sebaliknya, behavioral decision theory menyatakan bahwa
seseorang mempunyai keterbatasan pengetahuan dan bertindak hanya berdasarkan persepsinya terhadap suatu situasi yang sedang dihadapi. Selain itu, setiap orang
mempunyai struktur pengetahuan yang berbeda dan kondisi ini akan mempengaruhi cara pembuatan suatu keputusan. Konteks sosial, seperti tekanan atau pengaruh sosial
ekonomi, juga mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan. Seseorang akan mengesampingkan pemikiran rasionalnya jika merasa bahwa keputusan tersebut
berkaitan erat dengan kepentingan pribadinya.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa proses pengambilan keputusan dalam bidang audit dipengaruhi oleh faktor keahlian audit dan
independensi. Keahlian audit berkaitan erat dengan struktur pengetahuan yang dimiliki auditor dan dapat menyebabkan perbedaan pendapat audit terhadap suatu kasus tertentu.
Sedangkan independensi merupakan cerminan tekanan politik, sosial, dan ekonomi yang dihadapi oleh seorang auditor dalam proses pengambilan keputusan dalam pemberian
opini audit Mayangsari, 2003. Peneliti memilih tugas pemberian pendapat terhadap kelangsungan hidup
perusahaan dalam penelitian ini dengan maksud untuk menguji kembali hipotesis mengenai self-fulfilling prophecy effect yang mengatakan bahwa seseorang berharap
pihak lain akan bertingkah laku atau membuat keputusan sesuai dengan kehendaknya Mayangsari, 2003. Dengan demikian, seseorang yang menginginkan harapannya
terpenuhi, akan melakukan tindakan-tindakan yang dapat memaksa seseorang untuk bertindak sesuai yang diharapkan.
Pemberian pendapat auditor mengenai kelangsungan hidup akan dapat mempengaruhi kelanjutan usaha klien. Jika auditor memberikan pendapat buruk
mengenai kelangsungan hidup usaha klien, akan dapat menyebabkan terhentinya usaha klien tersebut. Sebaliknya, jika auditor enggan kehilangan kliennya dengan berbagai
alasan ekonomis, maka auditor tidak akan memberikan pendapat buruk mengenai kelangsungan hidup usaha klien tersebut. Akan tetapi jika ternyata pendapat yang
diberikan salah, dapat menimbulkan risiko tuntutan hukum atau rusaknya reputasi auditor. Berdasarkan self-fulfilling prophecy effect, auditor yang takut reputasinya rusak
akan cenderung memberikan pendapat qualified pada perusahaan yang bermasalah, sedangkan auditor yang takut kepentingan-kepentingan ekonomisnya terganggu, seperti
karirnya terhambat atau akan kehilangan klien potensial, akan cenderung memberikan opini unqualified pada perusahaan yang bermasalah Mayangsari, 2003.
DeAngelo 1981 dalam Setyarno et. al. 2006, menyatakan bahwa auditor dengan skala besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari kritikan kerusakan
reputasi dibandingkan auditor dengan skala kecil. Auditor dengan skala besar juga lebih cenderung untuk mengungkapkan masalah-masalah yang ada karena lebih kuat
menghadapi risiko proses pengadilan. Argumen tersebut menunjukkan bahwa auditor dengan skala besar memiliki insentif yang lebih untuk mendeteksi dan melaporkan
masalah going concern kliennya. Auditor dengan skala besar dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan auditor dengan skala kecil, termasuk dalam
mengungkapkan masalah going concern. Semakin besar skala auditor, akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern Setyarno et.
al. , 2006.
E. Penelitian Terdahulu