Evaluasi pemberian beasiswa oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ditinjau dari sudut pandang pola konsumen mahasiswa

(1)

EVALUASI PEMBERIAN BEASISWA OLEH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA DITINJAU DARI

SUDUT PANDANG POLA KONSUMSI MAHASISWA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E, Sy)

Oleh:

Mhd. Zuchri Fachrun 107046101972

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, segala puji dan syukur kehadirat Ilahi Rabbi

Allah ‘Azza Wajalla. Dengan rahmat, petunjuk, pertolongan, dan izin-Nya jualah saya selaku penulis akhirnya mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa saya haturkan ke hadirat baginda Nabi Muhammad SAW. Ia adalah Nabi yang tak pernah membenci kala dibenci, tak pernah marah kala dihina, dan tak pernah dendam kala disakiti. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Beliau dan kepada umat-umat Beliau hingga akhirat kelak, amin ya rabbal ‘aalamin. Sebagai seorang mahasiswa yang hendak memperoleh gelar sarjana, maka sudah menjadi kewajiban kiranya untuk mempersembahkan sebuah karya ilmiah hasil dari buah pikirannya sebagai wujud sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Sejalan dengan itu pulalah maka skripsi ini disusun, yaitu dalam rangkan memenuhi tugas akhir dalam meraih gelar sarjana S1 pada program studi Muamalat, Jurusan Perbankan Syariah (PS) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Berkenaan dengan skripsi ini, dapat dikemukakan bahwa saya telah berupaya semaksimal mungkin untuk mempelajari literatur-literatur, buku-buku, dan berbagai karya ilmiyah terkait. Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun inilah kemampuan saya, dengan segala


(3)

keterbatasan dana, waktu, dan kemampuan akademik saya berupaya semaksimal mungkin agar karya saya ini bermanfaat bagi sesama, terutama kaum dhuafa’ yang dalam kehidupan sehari-harinya sangat membutuhkan pertolongan dan bantuan dari pihak lain, baik untuk menutupi kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan, maupun kebutuhan akademik sebagai sarana amal ibadah.

Skripsi ini juga saya persembahkan kepada kedua orang tua saya yaitu bapak saya Syekh. H. Muhammad Yazah (Syekh.H. Abdurrahman) Al Kholidi Naqsyabandi bin Syekh Muhammad Sabar Al Kholidi Naqsyabandi dan terkhusus juga kepada Almarhumah Ibunda saya tercinta Kitih binti Baki (Allahummarhamha), sebagai wujud pengabdian dan ketaatan saya kepada mereka. Begitu besar perjuangan dan ketegaran mereka walau dengan beribu tetesan air mata demi kesuksesan saya. Bahkan tiadalah sempat saya bersua dengan Almarhumah ibunda tercinta pada saat ajal menjemput beliau. Semoga semua ini menjadi amal ibadah bagi saya, serta amal jariyah bagi kedua orang tua saya. Doa dari pembaca yang budiman untuk kesuksesan saya sangatlah saya harapkan. Semoga semua ini bermanfaat bagi kita semua.

Rasa dan ucapan terimakasih tak lupa juga saya ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu akademik dan penyelesaian skripsi saya ini, mereka adalah:

1. Bpk. Prof. Dr. Drs. H. Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(4)

2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag selaku Ketua Jurusan Program Studi Muamalat/ Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Terkhusus kepada Bpk. H. Ah. Azharuddin Lathif, M. Ag, MH, selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Muamalat/ Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum yang sangat ramah dan banyak memberi kemudahan kepada saya semenjak saya masih duduk di semester I.

4. Bpk. Dr. JM Muslimin, MA dan Bpk. M. Nur Rianto Al Arif, M.Si selaku Pembimbing I dan Pembimbing II skripsi ini yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, pikiran, serta memberikan petunjuk, petuah, dan nasihat kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini dengan tanpa mengenal lelah dalam kesibukan beliau.

5. Ibu Hj. Isnawati Rasis selaku pembimbing akademik penulis yang banyak memberi saran dan nasihat kepada penulis.

6. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Pimpinan dan Staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum serta Perpustakaan Pusat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Ucapan terimakasih secara khusus penulis sampaikan kepada Ayahanda Penulis, Syekh. H. Muhammad Yazah (Syekh. H. Abdurrahman) Al Kholidi Naqsyabandi bin Syekh Muhammad Sabar Al-Kholidi Naqsyabandi dan Almarhumah Ibunda tercinta Kitih binti Baki yang senantiasa berjuang secara


(5)

materi dengan tetesan keringat dan air mata dan juga mendoakan penulis agar diberi kesuksesan serta mendapat ilmu yang bermanfaat hingga penulis mampu menyelesaikan studi S1 dan skripsi ini dengan izin dan rahmat Allah SWT.

9. Muhammad Syafrun,S.Sos (abang/saudara tua penulis nomor dua) yang juga banyak berjuang walau harus menitikkan air mata serta mengucurkan keringat yang membanjiri seluruh tubuh dalam mencari rizki yang halal demi membiayai studi penulis.

10.Muhammad Majrun, Muhammad Hajrun, Amrun SH, MH, abang-abang penulis yang juga selalu membantu penulis dengan doa dan bantuan materi lainnya, Muhammad Zamrun (Almarhum), abang penulis yang sangat menyayangi penulis kala masih kanak-kanak. Serta Muhammad Nazri Chairun, adik kandung penulis yang masih menyelesaikan studi S1 di UNRI Riau yang banyak memberi dorongan kepada penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini.

11.Seluruh keluarga besar penulis serta seluruh masyarakat Melayu Desa Balai Pungut, Kecamatan Pinggir, dan Kecamatan Mandau Provinsi Riau.

12.Teman-teman seperjuangan di kelas Perbankan Syariah D 2006 reguler dan non regular, Ikatan Pemuda Mahasiswa Kabupaten Bengkalis (IPEMALIS) Jakarta, SEMARI Jakarta, Sanggar SEMENANJUNG Jakarta.


(6)

13.Dewi Yantini Noor, Mahasiswi asal Riau Jurusan Kedokteran Trisakti Angkatan 2006, teman dekat penulis yang selalu memberi support dan doa demi terselesaikannya skripsi ini.

14.Robithoh Alamhadi Faisal dan Muhammad Ashsubli, teman sekamar penulis yang selalu mengerti keadaan penulis.

15.Rudi Sugiarto, Lia Rizkiyah, Rahmawati Dian Pratiwi yang banyak membantu penulis.

16. Seluruh sahabat dan teman penulis.

Semoga segala support dan bantuan dari berbagai pihak tersebut menjadi amal jariyah di sisi Allah SWT, amin.

Jakarta, 18 Agustus 2010


(7)

Daftar Tabel

Tabel 1.1---22

Tabel 1.2---22

Tabel 1.3---26

Tabel 2.1---66

Tabel 4.1---80

Tabel 4.2---81

Tabel 4.3---82

Tabel 4.4---83

Tabel 4.5---84

Tabel 4.6---85

Tabel 4.7---87

Tabel 4.8---88

Tabel 4.9---89

Tabel 4.10---89

Tabel 4.11---90

Tabel 4.12---91

Tabel 4.13---91

Tabel 4.14---92

Tabel 4.15---93

Tabel 4.16---94

Tabel 4.17---94

Tabel 4.18---96


(8)

Tabel 4.20---97

Tabel 4.21---98

Tabel 4.22---98

Tabel 4.23---99

Tabel 4.24---100

Tabel 4.25---100

Tabel 4.26---101

Tabel 4.27---103

Tabel 4.28---103

Tabel 4.29---104

Tabel 4.30---106

Tabel 4.31---107

Tabel 4.32---109

Tabel 4.33---110

Tabel 4.34---112

Tabel 4.35---113

Tabel 4.36---114

Tabel 4.37---114

Tabel 4.38---116

Diagram 4.1---83

Diagram 4.2---86

Diagram 4.3---88


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya setiap manusia menginginkan kehidupan yang bahagia, baik secara material maupun spiritual dan individual maupun sosial. Namun, dalam praktiknya kebahagiaan multi dimensi ini sulit diraih karena keterbatasan kemampuan manusia dalam memahami dan menerjemahkan keinginannya secara komprehensif, dan keterbatasan dalam menyeimbangkan antaraspek kehidupan, maupun keterbatasan sumber daya yang bisa digunakan untuk meraih kebahagiaan tersebut.

Masalah ekonomi hanyalah merupakan satu bagian dari aspek kehidupan yang diharapkan akan membawa manusia kepada tujuan hidupnya.1 Walaupun demikian, tentu masalah ekonomi tidak dapat dipisahkan dari tatanan kehidupan manusia. Setiap analisis ekonomi selalu didasarkan atas asumsi mengenai perilaku para pelaku ekonominya. Di lain hal, permasalahan ekonomi juga tidak dapat dilepaskan dari masalah kebutuhan. Manusia sebagai pelaku kegiatan ekonomi akan selalu mencoba untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan sebagaimana sabda baginda Rasullullah SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari bahwasanya jika manusia dianugerahkan sebuah lembah yang dipenuhi emas, maka ia

1

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas Kerjasama Dengan Bank Indonesia, Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 1.


(10)

2

akan meminta lembah kedua, ketiga, dan seterusnya. Hal ini juga disinyalir dalam Alquran di dalam beberapa ayat.

Besarnya kecintaan manusia terhadap harta ternyata karena keinginan manusia beraneka ragam dan tidak pernah merasa puas. Bahkan mereka akan terus menerus berjuang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya untuk memenuhi keinginan yang terus bertambah. Karena keinginan tersebut tiada hentinya, maka hasrat manusia untuk memperoleh lebih banyak kekayaan tidak akan berhenti juga. Jika sekiranya tidak ada keinginan atau keinginan tersebut dibatasi dan terpuaskan, maka tidak akan ada banyak perjuangan dalam hidup. Benarlah kiranya bahwa kemajuan-kemajuan manusia dan perkembangan dalam industri, sains, teknologi, bahkan dalam budaya dan peradaban merupakan hasil dari perjuangan manusia untuk memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara. Dan kita tidak salah apabila mengatakan bahwa usaha dalam bidang ekonomi adalah kunci dari semua kemajuan manusia.2

Pada dasarnya memang standar kebutuhan individu yang semakin tinggi dan juga semakin meningkatnya kepuasan yang diinginkan menyebabkan semakin giat individu dalam melakukan pekerjaannya.3 Namun tentu semua ini dibatasi oleh norma dan etika yang berlaku. Bahkan seorang ulama besar bernama Al-Ghazali tidak hanya menyadari keinginan manusia untuk mengumpulkan kekayaan, tetapi

2

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, cet.II, ( Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 33.

3

Triton Prawira Budi, Panduan Sikap dan Prilaku Entrepreneurship (Yogyakarta: Tugu Publisher, 2007) , h. 98.


(11)

3

juga kebutuhannya untuk persiapan di masa depan. Namun demikian, ia memperingatkan bahwa ‘jika semangat “selalu ingin lebih” ini menjurus kepada keserakahan dan pengejaran nafsu pribadi, maka hal itu pantas dikutuk’.4 Dengan demikian seharusnya ketika manusia melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka tampak suatu rambu-rambu hukum yang mengaturnya. Rambu-rambu hukum dimaksud, baik yang bersifat pengaturan dari Alquran, Alhadis, peraturan perundang-undangan (ijtihad kolektif), ijma. qiyas, istihsan, maslahat mursalah, maqashidus syariah, maupun istilah lainnya dalam teori-teori hukum Islam.

Istilah kebutuhan ataupun keinginan sering disandarkan dengan istilah ketidakmampuan, kekurangan, atau bahkan kelemahan. Walaupun tidak semua kebutuhan ataupun keinginan secara mutlak bersandar pada hal-hal tersebut. Dalam hal ini terjadi simbiosis mutualisme antara yang mampu dengan yang kurang mampu, dimana yang mampu akan membantu yang kurang mampu, dan begitu pula sebaliknya sesuai dengan kadarnya masing-masing, sehingga terjalinlah keteraturan dan keharmonisan yang sesungguhnya menjadi cita-cita utama dari kehidupan sosial.

Sikap saling tolong ini merupakan suatu sikap yang sangat dianjurkan Islam. Islam bertujuan untuk membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid. Dalam tatanan itu, setiap individu diikat oleh persaudaraan dan kasih sayang bagai

4

Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 63.


(12)

4

satu keluarga. Sebuah persaudaraan yang universal dan tak diikat batas geografis.5 Dalam hal ini, maka seorang yang kaya adalah saudara bagi seorang yang kaya lainnya sekaligus merupakan saudara juga bagi lainnya yang miskin, begitu pula sebaliknya dan seterusnya. Dengan demikian maka sesungguhnya seorang yang kurang mampu tidak harus merasa cemas dan berkeluh kesah akan kesulitan yang dihadapinya, karena ia mempunyai saudara yang kaya. Hubungan ini sungguh akan menimbulkan sesuatu yang disebut dengan jaminan sosial.

Jaminan sosial merupakan salah satu nilai instrumental yang sangat penting dalam sistem hukum ekonomi Islam. Karena itu, dengan melaksanakan jaminan sosial, manusia dapat mendekatkan diri kepada Allah, menjadikan harta mereka bersih dan berkembang, menghilangkan sifat tamak dan loba serta mementingkan diri sendiri.6 Jaminan sosial yang dimaksud di sini adalah jaminan sosial dalam Islam, yaitu jaminan terhadap kebutuhan-kebutuhan pokok dan merupakan asas bagi politik ekonomi Islam. Jaminan sosial juga merupakan pilar pertama tentang pengaturan hak milik, pilar kedua tentang kebebasan ekonomi yang terikat dan pilar ketiga dari ekonomi Islam yang terikat. Dalam definisi lain, jaminan sosial Islam berarti juga suatu jaminan yang disediakan bagi setiap orang agar seseorang terhindar dari kesulitan, dan bisa mencapai hidup yang layak.7

5

Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, ( Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 13.

6

Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 6.

7

Abdurrachman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), h. 215.


(13)

5

Sesungguhnya Islam ingin agar umatnya berilmu dan menjauhi kebodohan. Bahkan dalam beberapa hadis, Rasullullah SAW sering menekankan pentingnya umat Islam untuk berilmu. Ironisnya, ketika Islam menuntut umatnya untuk berilmu seperti yang telah disampaikan, justru sebagian besar umat Islam saat ini tidak berilmu. Banyak generasi belia negeri ini yang tak memperoleh kesempatan untuk menuntut ilmu yang memadai, dikarenakan dia kurang mampu dan miskin.

Siswa dhuafa dapat dikategorikan sebagai mustahiq ibnu sabil. Mereka layak diprioritaskan memperoleh dana zakat maupun infak pendidikan. Karena strategisnya penguasaan ilmu, maka amat besar pula pahala bagi yang mendukung siswa dhuafa

untuk menuntut ilmu tersebut.8 Dalam hal ini terdapat penekanan bahwa mereka yang kurang mampu, sungguh selayaknya mendapatkan bantuan dari pihak lain yang lebih mampu.

Namun pun demikian, etika dan aturan ini tidak hanya dimaksudkan pada si kaya saja, akan tetapi juga mencakup pada sikap dan moral si penerima bantuan. Sangatlah buruk andaikan mereka yang sebenarnya tidak berhak mendapatkan bantuan justru berlomba-lomba dengan berbagai cara untuk mendapatkan bantuan itu. Jelaslah terlihat betapa pentingnya seorang muslim untuk bersikap baik dan mengedepankan hati nurani serta memperhatikan norma-norma agama dalam memperoleh sesuatu yang diinginkan. Hal ini karena Islam tidak mengatur akan suatu peraturan yang hanya ditujukan pada si kaya saja, tapi seimbang menurut kadarnya.

8

Didin Hafidhuddin, Agar Harta Berkah & Bertambah, ( Jakarta: Gema Insani, 2007), h. 154.


(14)

6

Sebagai agama yang oleh Al-Quran dijuluki dengan agama terlengkap dan tersempurna (dinun kamil wa-dinun itmam), Islam memiliki dan mempersembahkan konsep-konsep pemikiran ekonomi yang filosofis, nilai-nilai etika ekonomi yang moralis, dan norma-norma hukum ekonomi yang tegas dan jelas9. Konsep-konsep dan etika itulah seharusnya menjadi pijakan bagi setiap kaum muslimin tanpa melihat dari golongan apa seseorang itu berada.

Tentu mereka yang sebenarnya tidak berhak menerima bantuan tersebut harus menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak saudara mereka yang membutuhkan bantuan tersebut dibandingkan mereka itu. Seharusnya mereka menyadari bahwa mereka bukanlah dari golongan yang layak untuk mendapatkan bantuan itu, bukan sebaliknya justru menjadikan dirinya pada posisi yang seolah-olah layak untuk mendapatkannya. Kategori tidak layak ini misalnya terlihat dari beberapa kriteria tidak berhaknya seseorang menerima bantuan zakat, yaitu: (1) Orang kaya, (2) Orang kuat yang mampu bekerja, (3) Orang yang tidak beragama dan orang kafir yang memerangi Islam, berdasarkan ijma ulama, dan kafir zimmi menurut jumhur fuqaha, (4) Anak-anak orang yang mengeluarkan zakat, kedua orang tua dan istrinya, (5) Keluarga Nabi saw.10

Fenomena ini ternyata sering terjadi di masyarakat, tak terkecuali di kalangan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mahasiswa yang merasa kurang mampu

9

Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat: Ekonomi & Keuangan Islam (Ciputat: Kholam Publishing, 2008) , h. 49.

10


(15)

7

biasanya akan senantiasa mengharap adanya bantuan demi tercapainya suatu tujuan mulia lagi suci yaitu menuntut ilmu. Tentu hal ini sangat baik lagi mulia dan selayaknya mendapat apresiasi dan respon yang positif dari berbagai kalangan dan golongan, utamanya adalah dari kaum yang Allah titipkan kepadanya amanah berupa kekayaan. Akan tetapi, setelah munculnya bantuan dari berbagai pihak, dan diumumkan secara luas, sepertinya terdapat beberapa ketidakberesan, dimana mahasiswa yang semestinya berhak mendapatkan bantuan tersebut justru tidak mendapatkannya atau bahkan sama sekali tidak mengetahui adanya bantuan dana pendidikan atau beasiswa tersebut, sementara di lain hal, mahasiswa yang sebenarnya tergolong mampu dan kurang layak mendapatkan bantuan tersebut malah mendapatkannya. Anehnya, sekalipun terang-terangan disebutkan persyaratan yang harus dipenuhi serta standar yang ditetapkan guna mendapatkan bantuan tersebut, ternyata tidak menjadi hambatan bagi mahasisa kelompok kedua ini untuk mendapatkan bantuan tersebut. Tentu ini menjadi permasalahan dan pertanyaan bagi kita semua. Sebenarnya apa, bagaimana, dan kenapa ketidakberesan tersebut terjadi? Dan apakah mahasiswa yang selama ini menerima beasiswa dari Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sepenuhnya berada dalam kategori layak mendapatkannya atau tidak?

Selanjutnya, berbicara tentang pola konsumsi mahasiswa biasanya berkisar pada pengeluaran-pengeluaran kecil yang dimaksudkan dalam memenuhi hajatnya dalam melanjutkan studi di perguruan tinggi. Pengeluaran-pengeluaran itu antara lain adalah pengeluaran untuk pembayaran uang semester, konsumsi harian, sewa kost,


(16)

8

pembelian buku, transportasi, dan hal-hal lainya yang berkaitan dengan pengeluaran akademisi. Namun tak jarang karena mendapatkan bantuan dana pendidikan, maka pola konsumsi tersebut pun berubah. Perubahan ini bisa mengubah gaya hidup mahasiswa tersebut secara total atau sama sekali tidak mempengaruhi gaya hidup mereka.

Melihat fenomena ini, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih dalam dan melakukan penelitian secara nyata tentang permasalah yang telah disebutkan. Karena itu penulis bermaksud ingin menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul:

"EVALUASI PEMBERIAN BEASISWA OLEH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA DITINJAU DARI SUDUT PANDANG POLA KONSUMSI MAHASISWA"

B. Identifikasi Masalah

Pada latar belakang telah dipaparkan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan konsumsi, termasuk di dalamnya adalah bagaimana sekilas tentang gambaran konsep kebutuhan, kelayakan, dan sikap saling tolong-menolong dalam kebaikan. Terlihat bahwa manusia akan selalu berusaha untuk mendapatkan kebutuhan dan keinginannya dan tidak akan merasa puas dengan apa yang telah dimilikinya, walaupun terkadang tidak semua manusia mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka itu karena dilatarbelakangi oleh tingkatan ekonomi yang terbatas. Untuk itu mereka membutuhkan bantuan dari pihak lain.


(17)

9

Fenomena ini sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya juga terjadi di kalangan akademisi, khususnya mahasiswa. Beberapa dari mereka mempunyai keinginan dan cita-cita yang tinggi untuk melanjutkan studi mereka di suatu perguruan tinggi, namun karena keterbatasan dana yang dimiliki, akhirnya tak jarang banyak dari mereka yang mendapatkan bantuan dana pendidikan dari universitas, lembaga, maupun instansi-instansi lainnya. Permasalahannya adalah apakah beasiswa tersebut diterima oleh mereka yang benar-benar membutuhkannya atau tidak? Apakah beasiswa yang diberikan merubah pola hidup mahasiswa yang bersangkutan? Sejauh mana beasiswa mempengaruhi peningkatan kualitas akademik mahasiswa? Apakah beasiswa yang diberikan melalui Fakultas Syariah dan Hukum telah cukup memadai untuk menutupi kebutuhan akademik mahasiswa? Dan masalah-masalah lainnya yang beraneka ragam.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Karena luasnya permasalahan yang berkaitan dengan pemberian beasiswa oleh Fakultas Syariah dan Hukum dan mengingat keterbatasan dana serta waktu yang dimiliki, maka penulis hanya membahas gambaran umum tentang pola konsumsi, konsep kebutuhan, konsep saling membantu, dan gambaran nyata tentang pola konsumsi mahasiswa penerima beasiswa Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka untuk mempermudah pembahasan, penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut:


(18)

10

1. Seperti apa pola konsumsi mahasiswa penerima beasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?

2. Apakah mahasiswa penerima beasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sepenuhnya merupakan mahasiswa yang layak untuk mendapatkan beasiswa tersebut?

D.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk memberikan gambaran nyata tentang pola konsumsi mahasiswa penerima beasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Untuk menganalisis apakah para penerima beasiswa tersebut memang sepenuhnya layak untuk mendapatkannya.

2. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa memberikan pencerahan, informasi, dan daya guna bagi pihak-pihak yang berkaitan, yakni sebagai berikut:

a. Bagi Penulis

1) Menambah khasanah keilmuan demi meningkatkan kompetensi diri, kecerdasan intelektual dan emosional.


(19)

11

2) Memperoleh dan menerapkan pengetahuan teoritis yang diperoleh di perkuliahan dalam berbagai permasalah riil di masyarakat.

b. Bagi Mahasiswa

1) Memberikan masukan terkait konsep keadilan dan kejujuran dalam hal pengajuan permohonan beasiswa.

2) Memberikan gambaran betapa pentingnya menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam khususnya dalam bidang konsumsi.

c. Bagi pihak lain

1) Sebagai bahan pertimbangan dan bahan referensi untuk penelitian di masa yang akan datang.

2) Pentingnya pemberian bantuan dana pendidikan demi terwujudnya generasi yang cerdas sebagai wujud nyata dari kepedulian sosial.

3) Memberikan informasi yang nyata tentang pola konsumsi mahasiswa penerima beasiswa sehingga diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam mendistribusikan bantuan tersebut agar tepat guna.

E. Review Studi Terdahulu

Penelitian terkait masalah konsumsi cukup banyak, namun baru sedikit yang membahas masalah tentang konsep pola konsumsi terutama yang


(20)

12

berkenaan dengan pola konsumsi mahasiswa. Salah seorang yang pernah membahas masalah konsumsi ini adalah :

1) Nurhidayati, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2003. Beliau membahas tentang " PENGARUH JUAL BELI KREDIT TERHADAP POLA KONSUMSI IBU RUMAH TANGGA DI DESA SUKAMULYA, KEC. RUMPIN, KAB. BOGOR (STUDI KASUS KAMPUNG LEUWIRANJI RT 04/ RW 02). Fokus utama dalam penelitiannya ini adalah jual beli kredit pakaian. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah perpaduan antara metode kualitatif dan kuantitatif. Data primernya adalah ibu-ibu rumah tangga di desa Sukamulya terutama di kampung Leuwiranji dan data sekundernya adalah dokumentasi.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitiannya adalah hal-hal terkait jual beli secara kredit termasuk di dalamnya faktor-faktor yang mempengaruhi ibu-ibu di desa tersebut untuk melakukan jual beli secara kredit, serta dampak jual beli kredit yang dilakukan secara tempo terhadap penjual. Di dalam skripsi tersebut juga dibahas berbagai hal terkait masalah konsumsi.

2) Astri Febiani, mahasiswa lulusan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007, beliau membahas tentang “PEMBELIAN SECARA KREDIT DAN PENGARUHNYA TERHADAP POLA KONSUMSI IBU RUMAH TANGGA DALAM


(21)

13

PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (STUDI KASUS PADA KECAMATAN TANAH SARAEL KOTA BOGOR).

Skripsi ini membahas tentang pola konsumsi masyarakat, serta dampak dari pembelian secara kredit tersebut terhadap pola konsumsi ibu rumah tangga di Kecamatan Tanah Sarael Kota Bogor. Objeknya adalah pembelian pakaian secara kredit dengan ibu-ibu rumah tangga di kecamatan tersebut sebagai responden.

Skripsi ini berbeda dengan skripsi terdahulu dimana waktu penelitian yang jauh berbeda, objek penelitian yang berbeda, serta responden yang dijadikan sampel pun berbeda. Selain itu, pada skripsi terdahulu tersebut, penelitinya tidak membedakan usia dan latar belakang pendidikan. Sehingga pada penelitian kali ini diharapkan tercermin apakah ada kesamaan pola konsumsi antara mahasiswa selaku kaum akademisi dengan ibu-ibu rumah tangga yang belum tentu semuanya berasal dari kaum akademisi.

Disamping itu pembahasan kedua skripsi tersebut lebih mendalami perihal dampak yang akan terjadi di masa yang akan datang, sedangkan skripsi saya membahas tentang sesuatu yang surut ke belakang.

F. Landasan Teori

a. Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar: (1) agama (al-dien), (2) hidup atau jiwa (nafs), keluarga atau keturunan


(22)

14

(nasl), (4) harta atau kekayaan (maal), dan intelek atau akal (aql). Ia menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan wahyu, “ kebaikan dunia ini dan akhirat (maslahat al-din wa al-dunya) merupakan tujuan utamanya.

Ia mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam kerangka sebuah hirearki utilitas individu dan sosial yang tripartit meliputi : kebutuhan (daruriat); kesenangan atau kenyamanan (hajaat); dan kemewahan (tahsiniaat)-sebuah klasifikasi peninggalan tradisi Aristotelian, yang disebut oleh seorang sarjana sebagai “kebutuhan ordinal”. Kunci pemeliharaan dari kelima tujuan dasar ini terletak pada penyediaan tingkatan pertama, yaitu kebutuhan seperti makanan, pakaian, dan perumahan. Namun demikian, Al-Ghazali menyadari bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar demikian cenderung fleksibel mengikuti waktu dan tempat dan dapat mencakup bahkan kebutuhan-kebutuhan sosiopsikologis. Kelompok kebutuhan kedua “terdiri dari semua kegiatan dan hal-hal yang tidak vital bagi lima fondasi tersebut, tetapi dibutuhkan untuk menghilangkan rintangan dan kesukaran dalam hidup “Kelompok ketiga “Mencakup kegiatan-kegiatan dan hal-hal yang lebih jauh dari sekadar kenyamanan saja;


(23)

15

meliputi hal-hal yang melengkapi, menerangi atau menghiasi hidup”

‘11

b. Tujuan ekonomi Islam menggunakan pendekatan antara lain: (a) konsumsi manusia dibatasi sampai pada tingkat yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia; (b) alat pemuas kebutuhan manusia seimbang dengan tingkat kualitas manusia agar ia mampu meningkatkan kecerdasan dan kemampuan teknologinya guna menggali sumber-sumber alam yang masih terpendam; (c) dalam pengaturan distribusi dan sirkulasi barang dan jasa, nilai-nilai moral harus diterapkan; (d) pemerataan pendapatan dilakukan dengan mengingat sumber kekayaan seseorang yang diperoleh dari usaha halal, maka zakat sebagai sarana distribusi pendapatan merupakan sarana yang ampuh’.12

c. Sunnatullah di dunia dan akhirat adalah setiap kita wajib mengetahui bahwa amal dalam Islam adalah wajib bagi setiap orang yang mampu. Seorang muslim tidak boleh duduk berpangku tangan, tidak mau beramal dan berusaha dengan alasan sibuk ibadah dan tawakkal kepada Allah. Karena sesungguhnya langit tidak akan menurunkan hujan emas, dan tidak pula menurunkan hujan perak. Islam juga tidak

11

Karim, Ekonomi Mikro Islami, h. 62.

12


(24)

16

akan membolehkan seseorang hanya mengandalkan pertolongan orang lain, padahal ia adalah orang kuat yang mampu bekerja.13 Berkaitan dengan hal ini, Rasullullah saw bersabda dalam sebuah hadis yang termaktub dalam kitab shahih al-Jami’ ash-Shaghir (7251) yang diriwayatkan Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, dan al-Hakim dari Ibnu Umar serta riwayat Nasai dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah:

ﻻوﻲﻨﻐ ﺔﻗﺪﺼ ا ﺤﺗﻻ يﻮﺳةﺮﻣيﺬ

“ Shadaqah itu tidak halal bagi orang yang kaya dan orang yang memiliki kekuatan fisik”

G. Metode Penelitian

a. Jenis dan Sifat Penelitian

Dilihat dari jenisnya, penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, karena datanya adalah kuantitatif. Penelitian ini juga bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan mengklasifikasikan suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskriptifkan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.14Serta digabungkan dengan tipe pendekatan studi kasus, yaitu suatu metode yang akan melibatkan kita dalam penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap tingkah

13

Yusuf qardawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, (Jakarta: Robbani Press, 2001), h. 144.

14

Syamsir Salam,Ms dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial ( Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 14.


(25)

17

laku seorang individu. 15 Walaupun demikian penelitian ini tidak sepenuhnya mengadopsi nilai-nilai yang terkandung dalam metode penelitian kuantitatif saja, tetapi juga menggunakan metode kualitatif sebagai alat untuk menerjemahkan diskripsi dan data-data yang diperoleh. Dengan kata lain penelitian ini mengkombinasikan antara metode kuantitatif dan kualitatif.

2. Objek Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi objeknya adalah mahasiswa yang yang menerima beasiswa dari Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jenis Sumber Data

Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan data primer dan sekunder. Data primer adalah yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penenilitan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan.16

Dengan demikian yang dimaksud sebagai sumber primer pada penelitian ini adalah mahasiswa sebagai responden, yaitu mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menerima beasiswa dari Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sedangkan data

15

Consuelo G. Sevilla, dkk, Pengantar Metode Penelitian (Jakarta: UI-Press, 1993) , h. 198.

16


(26)

18

sekunder sebagaimana dimaksud didapatkan dari dokumen-dokumen terkait masalah beasiswa, konsumsi, kebutuhan, dan kepedulian sosial seperti buku-buku, majalah, dan sebagainya.

4. Populasi dan Sampel a. Populasi

Karena penelitian ini berkaitan dengan mahasiswa, maka populasi yang diambil adalah seluruh mahasiswa penerima beasiswa untuk mahasiswa kurang mampu dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang terdiri dari:

1. Beasiswa BKM : 771 orang

2. Beasiswa SUPERSEMAR : 6 orang 3. Beasiswa DIPA : 888 orang

Dengan demikian total penerima beasiswa untuk mahasiswa kurang mampu dari Fakultas Syariah dan Hukum adalah 1665 orang. Namun mengingat kemungkinan beberapa mahasiswa penerima beasiswa tersebut telah lulus, maka pada penelitian ini penulis hanya mengambil populasi dari mahasiswa angkatan 2006 hingga 2008 program reguler saja. Setelah dikurangi mereka yang bernama ganda (mendapatkan lebih dari satu beasiswa), maka jumlah populasinya menjadi 835 orang.

b. Sampel

Permasalahan yang diangkat berkaitan dengan pola konsumsi mahasiswa penerima beasiswa fakultas syariah dan hukum UIN Syarif


(27)

19

Hidayatullah Jakarta, maka peneliti akan mengambil sampel dari data mahasiswa penerima beasiswa tersebut sebesar dengan rumus:17

2 1 Ne N n + =

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diingin (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi )

2 ) 05 , 0 ( 835 1 835 + = n ) 0025 , 0 ( 835 1 835 + = n 09 , 2 1 835 + = n

n = 270

Dengan demikian karena sampel yang didapat adalah 270 orang yang diambil dengan teknik penarikan Simple Random Sampling. Simple random sampling merupakan salah satu metode penarikan sampel probabilitas dilakukan dengan cara acak sederhana dan setiap responden memiliki kemungkinan yang sama untuk terpilih sebagai responden. 18

17

Sevilla, Pengantar Metode Penelitian, h. 161.

18

Muhammad Teguh, Metodologi Penelitian Ekonomi: Teori dan Aplikasi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 160.


(28)

20

Dalam metode ini, unit sampling dan kerangka sampling adalah juga merupakan unsur sampling. Dengan kata lain perkataan anggota populasi merupakan unsur sampling.

Secara umum penelitian ini memakai pendekatan statistic inferensial non parametric, artinya apa yang terjadi pada sampel akan digeneralisasikan kepada populasi dan memakai skala ordinal.

Penarikan sampel dengan menggunakan simple random sampling

ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:

• Cara undian

Cara ini dipergunakan apabila anggota populasi sedikit. Tahap awal dari cara ini adalah menentukan terlebih dahulu jumlah sampel yang akan diambil.

• Cara ordinal

Cara ini diselenggarakan dengan mereka-mereka yang akan ditugaskan ke dalam sampel dari atas ke bawah dengan jalan misalnya mengambil mereka yang bernomor ganjil atau genap, yang bernomor kelipatan angka tiga, kelipatan angka lima, dan sebagainya. 19

19


(29)

21

• Cara undian dengan pengembalian

Merupakan modifikasi dari cara undian. Pada cara ini kertas gulungan yang sudah diambil sebagai sampel digulung kembali dan dimasukkan ke dalam kotak undian. Kotak undian digoyang-goyang supaya antar gulungan yang ada tercampur baur. Untuk selanjutnya gulungan kertas yang kedua diambil dan dibuka untuk dicatat nomornya sebagai sampel kedua. Begitu seterusnya sehingga banyaknya jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi.

• Cara random

Cara ini dilakukan apabila jumlah anggota populasi cukup banyak.20 5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah observasi (pengamatan), kuesioner (angket), dan studi dokumentasi.

Penulis menggunakan teknik observasi karena dianggap sebagai asumsi awal untuk memunculkan hipotesa sehingga dapat merangsang pemikiran dan analisis terhadap hipotesa tersebut. Adapun pengamatan yang akan dilakukan adalah pengamatan tidak terstruktur, yaitu pengamatan yang fleksibel dan terbuka.21. Selanjutnya penulis menggunakan kuesioner atau angket untuk mengetahui fakta yang

20

Sukandarrumidi, Metode Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004), h. 57.

21


(30)

22

sebenarnya terjadi atas pola konsumsi mahasiswa penerima beasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Angket adalah sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh data dari responden, dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal lain yang lain yang diketahuinya.22 Dengan cara mengajukan daftar pertanyaan berupa kuesioner, pada setiap pertanyaan telah disediakan jawaban untuk memilih.

Penyebaran angket dilakukan dengan cara menyebarkan skala yang berisi pernyataan, skala adalah ukuran gabungan untuk suatu variabel. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert, dimana pernyataan menyatakan dua kutub sikap, dari yang paling positif sampai yang paling negatif. Skala ini disusun berdasarkan indikator – indikator variabel yang merupakan ciri-ciri perilaku yang hendak diteliti.

Format respon yang diberikan dengan menggunakan skala model Likert dengan 5 alternatuf pilihan jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu(R), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).

Tabel1.1

Jawaban Bobot

Sangat setuju 5

Setuju 4

22


(31)

23

Ragu 3

Tidak setuju 2

Sangat tidak setuju 1

Tabel diatas ditujukan untuk penilaian dari pertanyaan positif, dan untuk pertanyaan yang bentuknya positif, namun bersifat negatif maka penilaiannya yaitu:

Tabel 1.2

Jawaban Bobot

Sangat setuju 1

Setuju 2 Ragu 3

Tidak setuju 4

Sangat tidak setuju 5

Adapun studi dokumentasi digunakan untuk memudahkan penulis dalam mencari teori-teori yang berkenaan dengan konsumsi, pola konsumsi , kebutuhan, jaminan sosial atau hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti.


(32)

24

6. Teknik Analisa Data

a. Teknik Uji Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, alat ukur yang digunakan untuk memperoleh data adalah kuisioner. Untuk menguji apakah tiap butir pertanyaan yang disebar melalui kuisioner itu adalah valid dan reliable, maka perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

Validitas adalah ukuran yang benar-benar mengukur apa yang akan diukur.23 Dalam penelitian ini teknik uji Validitas menggunakan ‘product moment’ dengan menghitung korelasi antar masing-masing pernyataan dengan skor total, yang rumusnya seperti berikut:24

Keterangan rumus

r = koefisien korelasi product moment

∑xy = Jumlah hasil dari perkalian skor x dan skor y

∑x = Jumlah nilai tiap butir

∑y = Jumlah nilai skor total N = Jumlah subjek penelitian

23

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1995), h. 124

24


(33)

25

Untuk mengetahui apakah tiap-tiap butir dari pertanyaan yang diberikan dinilai valid atau tidak dilakukan dengan membandingkan r hitung dengan r tabel. Jika r hitung > r table, maka pertanyaan tersebut dinilai valid. Untuk menguji validitas dan reliabelitas ini, penulis menarik 30 sampel. Penarikan sampel sebanyak 30 orang ini adalah jumlah sampel minimal agar distribusi skor ( nilai) lebih mendekati kurva normal. Asumsi kurva normal ini sangat diperlukan di dalam perhitungan statistik.

Dengan demikian untuk sampel 30, maka didapat degree of freedom (df) sebesar n-2 = 28 sampel. Jadi, besarnya r tabel untuk 30 sampel pada

error 5% adalah 0.36125. Artinya, jika r hitung > 0.361, maka butir-butir pertanyaan tersebut dinilai valid.

Setelah uji validitas, selanjutnya diberlakukan uji reabilitas yaitu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Pada penelitian ini, pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus alpha cronbach perhitungan statistik menggunakan alat bantu SPSS. Rumus alpha cronbach yang digunakan adalah:

Keterangan rumus:

r = Koefisien instumen reabilitas

25

Agus Irianto, Statistik: Konsep Dasar & Aplikasinya (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 291.


(34)

26

k = banyaknya butir pertanyaan atau soal = total varians butir

= total varians

Adapun tingkat reliabilitas suatu rangkaian pertanyaan dari hasil pengujian tersebut adalah sebagai berikut:26

Tabel 1.3

<0.2 Tidak reliabel 0.2-0.39 Kurang reliable 0.4-0.69 Cukup reliable 0.7-0.89 Reliabel

>0.9 Sangat reliabel

b. Analisa data

Semua data yang didapat dari hasil pengamatan, kuesioner/ wawancara, dan studi dokumentasi terlebih dahulu diedit. Tujuannya adalah untuk menghindari kesalahan atau data-data ganda. Proses ini sagat penting dilakukan mengingat data yang diperoleh merupakan pijakan dalam penarikan kesimpulan nantinya.

Setelah itu penulis akan melakukan tabulasi data. Caranya adalah dengan menggolongkan data-data sesuai dengan permasalahannya dan

26

Ety rochaety, dkk, Metodologi Penelitian Bisnis Dengan Aplikasi SPSS (Jakarta :Mitra Wacana Media, 2007), h.55.


(35)

27

melihat persentase data tersebut terhadap permasalahan. Rumus yang digunakan adalah:27

% 100

x N F P =

Dimana:

P = Angka Persentase

F = Frekuensi Yang Sedang Dicari Persentasenya

N = Jumlah Frekuensi

Besarnya persentase dari rumus diatas dapat disimpulkan dan dijelaskan dengan beberapa criteria sebagai berikut:28

100% = Seluruhnya

82-99% = Hampir seluruh

67-81% = Sebagian besar

51-66% = Lebih dari setengah

50% = Setengah

34%-49% = Hampir setengah 18%-33% = Sebagian kecil 1-17% = Sedikit sekali

Selanjutnya analisa data pada penelitian ini menggabungkan kualitatif dan kuantitatif. Hal ini dilakukan karena data-data kuantitatif

27

M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Statistic I: Statistic Deskriptif, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), h. 18.

28


(36)

28

yang didapat dipandang perlu untuk dianalisa dan diterjemahkan secara kualitatif.

Artinya, dari persentase tersebut dapat diketahui gambaran tentang kondisi ekonomi keluarga dan pola konsumsi mahasiswa penerima beasiswa dari Fakultas Syariah dan Hukum. Selanjutnya dengan membandingkan antar faktor penentu kondisi ekonomi mereka, penulis akan menganalisis apakah mereka sebenarnya layak atau tidak untuk menerima beasiswa dari fakultas syariah dan hukum.

Analisis data akan dilakukan dengan bantuan SPSS, dengan pengolahan data statistik deskriptif, yaitu frequencies. Penggunaan frequencies ini hanya untuk mengetahui besarnya presentase jawaban responden untuk menilai kemampuan ekonomi mahasiswa penerima beasiswa Fakultas Syariah dan Hukum.

8. Metode Penulisan

Adapun metode penulisan dalam penulisan penelitian ini merujuk pada buku "Pedoman Penulisan Skripsi" Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

H. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi ini, penulis membagi pembahasan penelitian ke dalam lima bab. Pada tiap-tiap bab terdapat sub-sub bab. Maka dari itu, dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:


(37)

29

BAB I Pendahuluan, yang mencakup latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, landasan teori, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu, dan sistematika penulisan.

BAB II Gambaran Umum Tentang Konsumsi, pada tahap pertama ini penulis akan mencoba menjelaskan tentang: (1) Pengertian konsumsi untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan konsumsi, (2) Jenis-jenis kebutuhan yang dimaksudkan untuk menjelaskan pembagian kebutuhan dalam konsumsi ekonomi konvensional dan ekonomi islam, (3) Teori tentang standar kehidupan dan perilaku konsumsi yang dimaksudkan untuk mengenal beberapa jenis dan bentuk dari standar kehidupan masyarakat serta prilaku konsumsi mereka secara umum, (4) Etika konsumsi yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana seharusnya seorang muslim beretika dalam melakukan konsumsi, (5) Tujuan konsumsi termasuk di dalamnya adalah fungsi utility dan bentuk-bentuknya yang dimaksudkan untuk mengenal bagaimana seseorang akan mendapatkan utilitas dalam mengkonsumsi suatu barang, (5) Hubungan pemberian bantuan terhadap perubahan pola konsumsi.

BAB III Hal-Hal Teknis, yang meliputi: (1) Teknis pengajuan beasiswa, (2) Syarat-syarat pengajuan yang harus dipenuhi, (3) Prosedur penyeleksian dan alat ukur ketidakmampuan mahasiswa, (4)


(38)

30

Sosialisasi terkait pemberian beasiswa oleh Fakultas Syariah dan Hukum.

BAB IV Analisis, yang akan memaparkan hasil penelitian mengenai gambaran nyata yang terjadi di lapangan tentang pola konsumsi mahasiswa penerima beasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan analisis kelayakan mereka dalam menerima beasiswa tersebut.

BAB V Penutup, pada akhir bagian skripsi ini, penulis akan berusaha memberikan beberapa kesimpulan tentang tema yang dibahas, sekaligus juga berusaha memberikan beberapa kritik dan saran-saran yang membangun bagi pembaca menuju kea rah yang lebih baik lagi.


(39)

31

BAB II KONSUMSI

A. Pengertian Konsumsi

Islam memandang bahwa bumi dan segala isinya merupakan amanah Allah SWT kepada sang khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kepentingan bersama. Salah satu pemanfaatan yang telah diberikan kepada sang khalifah adalah kegiatan ekonomi (umum) dan lebih sempit lagi kegaiatan konsumsi (khusus). Islam mengajarkan kepada sang khalifah untuk memakai dasar yang benar agar mendapatkan keridhaan dari Allah Sang Pencipta. Dasar yang benar itu merupakan sumber hukum yang telah ditetapkan dan harus diikuti oleh penganut Islam.

Sebelum kita membahas hal-hal yang terkait dengan konsumsi, maka selayaknya kita harus memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan konsumsi. Konsumsi identik dengan penggunaan atau pemakaian suatu barang ataupun jasa baik untuk dihabiskan ataupun hanya untuk diambil manfaat dari kegunaannya. Untuk mengetahui lebih dalam, maka berikut dijelaskan beberapa definisi konsumsi:

1. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, konsumsi adalah pemakaian barang-barang hasil industry (bahan pakaian, makanan, dsb) atau barang-barang-barang-barang yang langsung memenuhi keperluan hidup kita.1

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai


(40)

32

2. Konsumsi adalah kepuasan yang didapat oleh konsumen dari pemakaian barang dan jasa.2

3. Konsumsi dalam ilmu makro ekonomi merupakan jumlah seluruh pengeluaran perorangan atau Negara untuk barang-barang konsumsi selama suatu periode tertentu.

Dalam hal ini konsumsi dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Consumption diseconomies (konsumsi yang tidak ekonomis): yaitu masalah yang harus ditanggung oleh suatu masyarakat secara keseluruhan sebagai akibat dari adanya pola perilaku atau kebiasaan konsumsi yang berlebihan atau yang tidak terpuji dari sebagian anggota masyarakatnya. Misal: alkoholisme, penalahgunaan obat-obat bius, dan narkotika.

b. Consumption economies (konsumsi ekonomis): yaitu faedah-faedah yang diterima oleh perorangan atau masyarakat secara keseluruhan sehubungan dengan adanya peningkatan konsumsi atau jenis-jenis barang atau jasa tertentu oleh sebagian anggota masyarakat yang bersangkutan. Misal : pendidikan, kesehatan.3

2

Christopher pass, dkk, Kamus Lengkap Ekonomi ( Jakarta: Erlangga, 1998), h. 112.

3

Indra Darmawan, Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer (Yogyakarta: Pustaka Widyatama,


(41)

33

Meskipun terdapat perbedaan pendapat di antara para ekonom tentang definisi konsumsi, namun mayoritas definisi berkisar pada: penggunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Di dalam ilmu ekonomi, konsumsi berarti penggunaan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan manusiawi (the use of goods and services in the statisfaction of human wants). Konsumsi haruslah dianggap sebagai maksud serta tujuan yang esensial pada produksi. Atau dengan perkataan lain, produksi adalah alat bagi konsumsi. Melalui kenyataan-kenyataan itu, maka dapatlah diambil semacam kesimpulan bahwa produksi itu diperlukan semasih diperlukan pula konsumsi. Kalau saja- misalnya, sekalipun sama sekali tidak realistic-konsumsi berhenti sama sekali, dalam arti bahwa masyarakat tidak memerlukan konsumsi lagi, maka produksi pun tidak diperlukan lagi, tetapi logika ini tidak dapat berlaku sebaliknya, yakni tidak dapat dikatakan bahwa apabila produksi berhenti, maka konsumsipun harus berhenti pula.

Apabila dipergunakan tanpa kualifikasi apapun, maka istilah “konsumsi” itu, di dalam ilmu ekonomi, akan secara umum diartikan sebagai penggunaan barang-barang dan jasa-jasa yang secara langsung akan memenuhi kebutuhan manusia. Tetapi harap diingat bahwa beberapa macam barang, seperti mesin-mesin maupun bahan mentah, dipergunakan untuk menghasilkan barang lain. Hal ini dapat kita sebut sebagai konsumsi produktif (productive consumption), sedangkan konsumsi yang langsung dapat memuaskan kebutuhan disebut sebagai konsumsi akhir (final consumption).


(42)

34

Sekarang ini sudah tidak lagi ada yang memperdebatkan, bahwa makan yang dimakan oleh para buruh demi pekerjaan mereka adalah konsumsi produktif.4

Sedangkan definisi konsumsi menurut para peneliti ekonomi Islam tidak berbeda dengan definisi tersebut. Akan tetapi kesamaan definisi tidak berarti kesamaan dalam setiap yang meliputinya. Sebab barang dan jasa yang dipergunakan dalam memenuhi kebutuhan seorang muslim dan keinginannya harus halal. Sebagaimana kebutuhan dan keinginan tersebut juga harus benar sesuai syariah. Demikian pula tujuan konsumen muslim seyogianya berbeda dengan tujuan konsumen non-muslim. Dan, bentuk-bentuk perbedaan penting yang lainnya antara konsumsi dalam ekonomi konvensional dan konsumsi dalam ekonomi Islam.5

B. Teori tentang kebutuhan

Di dalam hidup dan kehidupannya, orang memiliki banyak, banyak sekali kebutuhan, keinginan, dan keperluan yang kesemuanya itu menghendaki pemenuhan. Mereka membutuhkan makan, pakaian, ilmu, pelayanan, kehormatan dan sekian juga kebutuhan lagi. Secara garis besar, maka kebutuhan manusia itu dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu kebutuhan fisik atau kebutuhan badaniah, dan kebutuhan psikis atau kebutuhan kejiwaan.

4

Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro &

Makro (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999). h. 147-148.

5

Jaribah bin Ahmad al-Haritsi. Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khathab, (Jakarta: Khalifa, 2006), h.


(43)

35

Ingin kenyang, ingin punya motor, ingin sehat, adalah contoh-contoh untuk kebutuhan badaniah atau kebutuhan fisik. Sedangkan ingin terhormat, ingin punya anak, ingin rumah tangga bahagia, adalah contoh-contoh untuk kebutuhan psikis atau kebutuhan kejiwaan. Semua kebutuhan itu membutuhkan pemenuhan, dan pemenuhannya itu tak lain adalah barang dan jasa.

Adapun kebutuhan manusia itu, bertingkat-tingkat adanya, pada tingkat

pertama-Primary needs (kebutuhan primer)-orang membutuhkan sandang (pakaian), pangan (makanan dan minuman), dan papan (tempat tinggal). Kalau kebutuhan primer ini sudah tercapai, maka muncullah di dalam pikiran manusia untuk memenuhi

secondary needs.Secondary needs (kebutuhan tingkat kedua) : berisi kebutuhan akan sepatu, sepeda, pendidikan, dan sebagainya. Demikianlah adanya, sehingga terdapatlah kebutuhan tingkat ketiga (tertiary needs), kebutuhan tingkat keempat (

quartiary needs), dan seterusnya. Orang akan sampai pada suatu tingkat kebutuhan tertentu hanya sesudah tingkat kebutuan sebelumnya teralmpaui.6

Hingga saat ini, umumnya orang berpendapat bahwa kebutuhan pokok manusia terdiri dari pangan, sandang, dan papan. Tanpa terpenuhinya tiga jenis kebutuhan ini manusia tak akan bisa hidup dengan baik. Memang benar bahwa tiga jenis kebutuhan tersebut sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, tetapi sebenarnya masih sebatas pada bentuk materi saja. Belum ada muatan spiritual yang sebetulnya tak boleh diabaikan. Pandangan Islam lebih luas dari sekedar pangan, sandang, dan

6


(44)

36

papan, sebab mereka hanya terkait dengan urusan duniawi semata. Menurut al-Syatibi, rumusan kebutuhan manusia dalam Islam terdiri dari tiga jenjang, yaitu:

1. Dharuruyat yang mencakup: a. Agama (din)

b. Kehidupan (nafs) c. Pendidikan (‘aql) d. Keturunan (nasl) e. Harta (mal)

2. Hajiyat. Jenjang ini merupakan pelengkap yang mengokohkan, menguatkan, dan melindungi jenjang dharuriyat.

3. Tahsiniyat. Jenjang ini merupakan penambah bentuk kesenangan dan keindahan dharuriyat dan hajiyat.

Lima kebutuhan dharuriyat (esensial) yang mencakup din, nafs, ‘aql, nasl, dan

mal merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Bila ada satu jenis yang sengaja diabaikan, akan menimbulkan ketimpangan dalam hidup manusia. Manusia hanya dapat melangsungkan hidupnya dengan baik jika kelima macam kebutuhan itu terpenuhi dengan baik pula.

Inilah kiranya bentuk keseimbangan kebutuhan hidup dan kehidupan di dunia dan akhirat kelak. Dalam bentuk keseimbangan ini, manusia butuh agama karena dia berkaitan dengan keimanan dan ketakwaan. Pilar pokok yang perlu segera manusia bangun ialah lima rukun Islam yang terdiri dari (1) syahadat, (2) shalat, (3) puasa, (4)


(45)

37

zakat, dan (5) haji. Lima rukun ini yang mendasari identitas keberagaman dan ketakwaannya kepada Allah yang harus dijalankan dengan sempurna. Kemudian bersamaan dengan itu, manusia membutuhkan pula kehidupan yang aman, nyaman, sehat, terpenuhi hak-haknya, dan tentram. Semua ini terbingkai dalam nafs. Aktivitas hidup seperti bekerja dan beribadah akan berjalan dengan baik jika ditopang dengan tubuh yang sehat. Pekerjaan akan tuntas bila lingkungannya aman, nyaman, dan tentram. Kunci terbangunnya nafs terdiri dari dua aspek, yakni aspek kesadaran terhadap diri sendiri (internal) dan kesadaran terhadap lingkungan (eksternal). Keduanya dibangun oleh kesadaran, kemauan, dan disiplin yang kuat. Seiring dengan agama (din) dan kehidupan (nafs), manusia perlu pendidikan (aql).

Islam mencanangkan pendidikan manusia seumur hidup (long life education) sebagaimana yang diungkapkan dalam hadis Nabi Muhammad Saw. Tuntutlah ilmu sejak kamu lahir hingga ke liang lahat. Sasaran utama pendidikan adalah terbentuknya manusia yang cerdas dan kreatif.

Di dunia ini banyak orang yang berakal tetapi tidak cerdas. Oleh karena itu, pendidikan sangat membantu proses pengembangan otak dan nalar manusia sehingga mereka mampu mengendalikan perubahan-perubahan zaman.

Hal itu saja belum cukup, karena manusia masih sangat perlu rumah tangga yang sakinah (nasl). Inilah kiranya yang mendorong kebahagiaan hidup manusia. Banyak sekali anak yang terganggu kenyamanan hidupnya karena hubungan ayah dan ibunya tidak harmonis. Dalam keadaan ini, karena kurangnya perhatian orang tua sebagai


(46)

38

dampak disharmonisasi tersebut, banyak diantara mereka yang menceburkan diri dalam dunia gelap sebagai bentuk ekspres kegalauannya menjalani hidup ini. Ini baru satu contoh, tentu masih banyak contoh kerusakan anak lain yang sama menyedihkannya.

Keluarga yang sakinah sebenarnya membentuk masa depan keturunan yang cerah, beriman, dan bertakwa. Terbangunnya keluarga sakinah sebenarnya dimulai dari hubungan suami istri yang baik. Dalam hal ini, istri memahami kekurangan suami, dan suami mau mengurangi kekurangan istri. Rupanya masih belum lengkap, karena manusia masih butuh harta (mal). Disinilah kita berbicara soal pangan, sandang, dan papan. Ketiganya memang sangat penting, dan kekurangan ketiga hal tersebut akan menghambat aktivitas empat kebutuhan dasar lainnya.

Kemudian kebutuah hajiyat berfungsi melengkapi aspek dharuriyat supaya dia lebih kokoh. Kemudian kebutuhan hajiyat baru bisa dipenuhi apabila yang dharuriyat

telah terpenuhi terlebih dahulu. Contoh hajiyat adalah ibadah sunat setelah ibadah wajib terpenuhi. Pendidikan S1 misalnya, setelah pendidikan SD, SMP, dan SMU dilewati, jaket untuk melindungi tubuh dari cuaca dingin setelah pakaian yang menutup aurat terpenuhi, dan susu dan telur untuk penambha vitamin setelah makanan pokok terpenuhi. Tidak terpenuhinya kebutuhan hajiyat sebenarnya tidak mengancam aspek dharuriyat salama yang dharuriyat itu masih ada.

Sedangkan kebutuhan tahsiniyat berfungsi menambah keindahan dan kesenangan hidup. Sekali-sekali manusia perlu aspek tahsiniyati ini. Ia boleh dipenuhi jika yang


(47)

39

dharuriyat dan hajiyat telah terpenuhi terlebih dahulu. Tanpa tahsiniyat sebetulnya manusia bisa hidup selama yang dharuriyat masih terpelihara, tetapi kurang indah dan menyenangkan. Misalnya, ruang kamar tidur akan tambah nyaman bila ditambah AC, komunikasi manusia akan lebih cepat dan nyaman bila menggunakan telepon genggam terbaru, dan penampilan wanita akan lebih cantik bila dihiasi cincin dan gelang.

Konsumsi manusia pun demikian. Konsumsi dharuriyat harus lebih utama ketimbang konsumsi hajiyat dan tahsiniyat. Jangan sampai yang tahsiniyat

mengancam terpenuhinya konsumsi dharuriyat. Misalnya, buah apel memang kaya vitamin, selain itu mampu menambah prestise bagi yang memakannya. Bila dalam keadaan keuangan yang terbatas seorang konsumen tidak membeli nasi dan lauk pauk malah membeli buah apel sudah tentu lambungnya akan sakit, dan dia akan kelaparan lagi. Karena bagaimanapun juga, porsi hajiyat dan bahkan tahsiniyat, berdasarkan paparan di atas, layak dipenuhi manakala seorang konsumen punya kelebihan uang setelah dharuriyat telah terpenuhi lebih dahulu.7

Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar: (1) agama (al-dien), (2) hidup atau jiwa (nafs), keluarga atau keturunan (nasl), (4) harta atau kekayaan (maal), dan intelek atau akal (aql). Ia menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan wahyu, “ kebaikan dunia ini dan akhirat (maslahat al-din wa al-dunya) merupakan tujuan utamanya.

7

Muhammad Muflih, Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam, (Jakarta:


(48)

40

Ia mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam kerangka sebuah hirearki utilitas individu dan social yang tripartite meliputi : kebutuhan (daruriat); kesenangan atau kenyamanan (hajaat); dan kemewahan (tahsiniaat)-sebuah klasifikasi peninggalan tradisi Aristotelian, yang disebut oleh seorang sarjana sebagai “kebutuhan ordinal”. Kunci pemeliharaan dari kelima tujuan dasar ini terletak pada penyediaan tingkatan pertama, yaitu kebutuhan seperti makanan, pakaian, dan perumahan. Namun demikian, Al-Ghazali menyadari bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar demikian cenderung fleksibel mengikuti waktu dan tempat dan dapat mencakup bahkan kebutuhan-kebutuhan sosiopsikologis. Kelompok kebutuhan kedua “terdiri dari semua kegiatan dan hal-hal yang tidak vital bagi lima fondasi tersebut, tetapi dibutuhkan untuk menghilangkan rintangan dan kesukaran dalam hidup “Kelompok ketiga “Mencakup kegiatan-kegiatan dan hal-hal yang lebih jauh dari sekadar kenyamanan saja; meliputi hal-hal yang melengkapi, menerangi atau menghiasi hidup”8

C. Perilaku Konsumsi

Dalam bidang konsumsi, Islam tidak menganjurkan pemenuhan keinginan yang tak terbatas. Norma Islam adalah memenuhi kebutuhan manusia. Secara hirarkinya, kebutuhan manusia meliputi; keperluan, kesenangan dan kemewahan. Dalam pemenuhan kebutuhan manusia, Islam menyarankan agar manusia dapat bertindak di tengah-tengah (modernity) dan sederhana (simplicity). Banyak norma-norma penting

8

Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.


(49)

41

yang berkaitan dengan larangan bagi konsumen, diantaranya adalah ishraf dan tabzir,

juga norma yang berkaitan dengan anjuran untuk melakukan infak.

Ishraf berarti mengeluarkan pembelanjaan yang tidak memiliki manfaat dan dilarang menurut hukum Islam. Pembelanjaan yang dianjurkan dalam Islam adalah yang digunakan untuk memenuhi “kebutuhan” dan dilakukan dengan cara rasional.

Ishraf dilarang dalam al-Quran. Tabzir berarti membelanjakan uang untuk sesuatu yang dilarang menurut hukum Islam. Perilaku ini sangat dilarang oleh Allah SWT.9

Ketika seorang konsumen muslim yang beriman dan betakwa mendapatkan penghasilan rutinnya, baik mingguan, bulanan, atau tahunan, dia tidak berfikir pendapatan yang diraihnya itu dihabiskan semuanya untuk dirinya sendiri. Namun, yang menakjubkan karena keimanan dan ketakwaan itu, dalam kondisinya sebagai makhluk yang hanya sepintas melanglang di bahtera dunia yang fana ini, dan atas kesadarannya bahwa dia hidup semata untuk mencapai ridha Allah, dia berpikir sinergis. Harta yang dihasilkannya setiap bulan itu sebagian dimanfaatkan untuk kebutuhan individual dan keluarga dan sebagiannya lagi dibelanjakan di jalan Allah (fi sabilillah), atau kita sebut saja penyaluran sosial. Dia merasa bahwa penggunaan pendapatannya memiliki dua sisi. Sisi yang pertama ialah untuk dirinya. Kemudian sisi yang kedua untuk orang lain, tepatnya saudara-saudara seimannya yang miskin. Bila hanya satu sisi saja, misalnya sisi yang pertama hanya dia penuhi, dia merasa jalannya “oleng” (tidak seimabang). Dia akan terkesan kikir, tamak, dan buta

9

Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta,


(50)

42

lingkungan. Begitu pula bila hanya sisi kedua saja yang dipenuhi, dia lebih tepat dikatakan pemerhati sosial tetapi sebenarnya tidak sosial terhadap dirinya sendiri. Dia tidak mau orang lain susah, tetapi dia lupa bahwa dirinya sendiri dibikin susah.

Sesungguhnya Islam dalam ajarannya di bidang konsumsi tidak mempersulit jalan hidup seorang konsumen. Jika seseorang mendapatkan penghasilan dan setelah dihitung secara cermat hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga saja, tak ada keharusan baginya untuk mengeluarkan konsumsi sosial. Orang ini termasuk dalam kategori kelas pendapatan rendah yang pas-pasan. Akan tetapi bagi yang pendapatannya lebih banyak dari itu, dan rupanya melebihi dari kebutuhan pokoknya, maka tak ada alasan baginya untuk tidak mengeluarkan konsumsi sosial.10

Sebagaimana cerminan dari karakteristik ekonomi Islam, fokus pembahasan ekonomi Islam pada hakekatnya terletak pada penyikapan manusia pada harta. Termasuk di dalamnya semua prilaku manusia dalam mencari harta (produksi), menyimpan harta (mengelola kekayaan), dan membelanjakan harta (konsumsi).

Fungsi harta sebagai pokok kehidupan memiliki pengaruh pada perilaku manusia dalam produksi dan konsumsi dari harta yang mereka punya. Pokok kehidupan disini bukan hanya menjaga berlangsungnya kehidupan si pemilik harta tapi juga bermakna bahwa harta yang dimiliki itu dapat menjamin berlangsungnya kehidupan secara luas.


(51)

43

Karena peran manusia dalam Islam bukan hanya terfokus pada dia secara pribadi tapi juga pada lingkungannya, yaitu pada interaksi manusia dengan manusia lain.

Dalam prinsip ekonomi Islam, harta bukanlah tujuan, ia hanya sekedar alat untuk menumpukkan pahala demi tercapainya falah, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat. Selain itu Islam memang memandang bahwa segala apa yang ada di dunia ini adalah milik Allah SWT, sehingga pada hakikatnya apa yang dimilliki manusia itu hanyalah sebuah amanah. Dan nilai amanah itulah yang menuntut manusia untuk mentikapi harta tersebut dengan benar.

Sedangkan dari perspektif konvensional, harta merupakan aset yang menjadi hak pribadi seseorang. Sepanjang proses kepemilikan harta tadi tidak melanggar hukum atau undang-undang, menjadi hak si pemilik hartalah kemana harta tersebut akan dipergunakan. Jadi perbedaan Islam dan konvensional dalam pentikapan harta ini terletak pada cara pandangnya, Islam cenderung melihat harta berdasarkan flow concept sedangkan konvensional cenderung memandangnya stock concept.11

Pada dasarnya elemen yang sangat penting dalam Islam sebagai sistem hidup adalah akidah yang teraplifikasi melalui keimanan. Iman dari seorang manusia pada Tuhan dengan segala konsekuensinya, merupakan faktor penentu dari eksistensi kemanfaatan Islam sebagai sistem hidup di tengah-tengah manusia. Sehingga pada tingkatan praktis, prilaku ekonomi (economic behavior) baik motivasi tindakan

11 Ali Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam, (Jakarta: Paradigma Aqsa Publishing,2007), h.


(52)

44

maupun bentuk tindakan itu sendiri, sangat ditentukan oleh tingkat keyakinan atau keimanan seseorang atau sekelompok orang. Lebih spesifik keimanan pada akhirnya akan membentuk kecenderungan prilaku konsumsi, produksi dan distribusi manusia baik individu maupun berkelompok (kolektif) dalam perekonomian. Jadi dapat disimpulkan ada tiga karakteristik prilaku ekonomi dengan menggunakan tingkat keimanan sebagai asumsi.

1. Ketika keimanan ada pada tingkat yang cukup baik, maka motif berkonsumsi atau berproduksi akan didominasi oleh tiga motif utama tadi; mashlahah, kebutuhan dan kewajiban.

2. Ketika keimanan ada pada tingkat yang kurang baik, maka motifnya tidak didominasi hanya oleh tiga hal tadi tapi juga kemudian akan dipengaruhi secara signifikan oleh ego, rasionalisme (materialisme) dan keinginan-keinginan yang bersifat individualism.

3. Ketika keimanan ada pada tingkat yang buruk, maka motif berekonomi tentu saja akan didominasi olh nilai-nilai individualistis (selfishness); ego, keinginan dan rasionalisme.

Dari asumsi di atas, diketahui iman kemudian menjadi faktor yang cukup signifikan dalam membedakan corak prilaku ekonomi Islam dengan prilaku ekonomi konvensional. Jadi jika dilihat dari awal, faktor Tuhan kemudian mempengaruhi corak aktivitas ekonomi melalui prilaku manusia itu sendiri. Oleh sebab itu Islam begitu menaruh perhatian yang sangat besar pada pembentukan manusia dalam


(53)

45

rangka memperoleh bentuk sistem perekonomian yang lebih baik yaitu sistem ekonomi Islam. Setelah pembentukan manusia dan interaksi antar manusia, baru kemudian Islam memberikan panduan pelaksanaan, tatacara perekonomian, ketentuan syariat, kebijakan dan institusi ekonomi dalam rangka aplikasi perekonomian. Sehingga betul-betul akan terlihat bahwa Islam begitu komprehensif mengatur system perekonomian.

Dalam teori ekonomi Islam, diakui bahwa nilai di luar diri manusia dapat membentuk prilaku, dalam hal ini nilai moral yang bersumber dari agama atau idiologi yang dianut pelaku ekonomi Islam (muslim).

Berbeda dengan klaim konvensional yang mengaku bahwa ekonomi merupakan ilmu yang bebas nilai, karena memang betul-betul berdasarkan pada nilai yang dibawa secara alamiah yang ada dalam diri manusia. Sehingga siapapun manusianya sumber motifnya sama yaitu nilai alamiah yang ada di dirinya. Jadi karena tak tergantung pada idiologi yang dianut tersebut, maka konvensional mengkalim bahwa ekonomi tersebut (sepatutnya) bebas nilai. Padahal kini mulai diakui bahwa nilai alamiah dalam diri manusia itulah yang kemudian membentuk perekonomian konvensional menjadi bangunan yang begitu rapuh dan bermasalah, bukan hanya secara spesifik tapi juga pondasi sistemnya. Nilai alamiah seperti ego, rasionalitas dan materi membentuk perekonomian konvensional menjadi sangat individualistik, materialistik dan konsumemeristik.12


(54)

46

Terdapat lima cara yang penting yang mempengaruhi perilaku konsumen: 1. Sumber Daya Konsumen

Setiap orang membawa tiga sumber daya dalam setiap pengambilan keputusan yaitu: (a) waktu, (b) uang, (c) perhatian (penerima informasi dan kemampuan pengelolaan) umumnya terdapat keterbatasan yang jelas pada kesediaan masing-masing sehingga memerlukan semacam alokasi yang cermat.

2. Motivasi Dan Keterlibatan

Psikolog dan pemasar bersama-sama selalu berkepentingan untuk menjelaskan apa yang terjadi bila perilaku yang diarahkan pada tujuan diberi energi dan diaktifkan.

3. Pengetahuan

Pengetahuan, hasil belajar dapat didefinisikan secara sederhana sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan.

4. Sikap

Sikap sebagai suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang berespons dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternative yang berikat.


(55)

47

Kepribadian; Penelitian kepribadian selalu penting dalam psikologi klinis, tetapi sebuah konsep yang menarik diperkenalkan oleh Pierre Martinequ pada tahun 1950-an ketika ia mengajukan hipotesis bahwa produk juga mempunyai kepribadian citra merek.

Gaya Hidup; Barang hasil terbesar dari era penelitian kepribadian adalah perluasan focus untuk mencukupi gaya hidup, pola yang digunakan untuk menghabiskan waktu serta uang.

Demografi adalah di mana sasarannya mendiskripsikan pangsa konsumen dalam istilah seperti usia, pendapatan dan pendidikan.13 Adapun dalam hal mengenal perilaku konsumsi, maka terdapat beberapa prinsip dasar, yaitu:

1. Kelangkaan dan terbatasnya pendapatan. Adanya kelangkaan dan terbatasnya pendapatan memaksa orang menentukan pilihan. Agar pengeluaran senantiasa berada di anggaran yang sudah ditetapkan, meningkatkan konsumsi suatu barang atau jasa harus disertai dengan pengurangan konsumsi pada baranga atau jasa yang lain.

2. Konsumen mampu membandingkan biaya dengan manfaat. Jika dua barang member manfaat yang sama, konsumen akan memilih yang biayanya lebih kecil. Di sisi lain, bila untuk memperoleh dua jenis barang dibutuhkan

13 Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen Konsep dan Implikasi Untuk Strategi dan


(56)

48

biaya yang sama, maka konsumen akan memilih barang yang member manfaat lebih besar.

3. Tidak selamanya konsumen dapat memperkirakan manfaat dengan tepat. Saat membeli suatu barang, bisa jadi manfaat yang diperoleh tidak sesuai dengan harga yang harus dibayarkan: segelas kopi starsbuck, misalnya ternyata terlalu pahit untuk harga Rp. 40.000,- per cangkir. Lebih nikmat kopi tubruk di warung kopi yang Rp.3000,- per gelasnya. Pengalaman tersebut akan menjadi informasi bagi konsumen yang akan memengaruhi keputusan konsumen mengenai kopi di masa yang akan dating.

4. Setiap barang dapat disubtitusi dengan barang lain. Dengan demikian konsumen dapat memperoleh kepuasan dengan berbagai cara.

5. Konsumen tunduk pada hukum berkurangnya tambahan kepuasan (The Law of Diminishing Marginal Utility). Semakin banyak jumlah barang dikonsumsi, semakin kecil tambahan kepuasan yang dihasilkan. Jika untuk setiap tambahan barang diperlukan biaya sebesar harga barang tersebut (P), maka konsumen akan berhenti membeli barang tersebut manakala tambahan manfaat yang diperolehnya (MU) sama besar dengan tambahan biaya yang harus dikeluarkan. Maka jumlah konsumsi yang optimal adalah jumlah dimana MU=P.14

14

Mustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Prenada


(57)

49

D. Etika konsumsi

Kata etika berasal dari kata ethos dalam bahasa Yunani yang berarti kebiasaan

(custom) atau karakter (character). Dalam kata lain seperti dalam pemaknaan dari kamus Webster berarti “the distinguishing character, sentiment, moral nature, or guiding beliefs of a person, group, or institution.” (karakter istimewa, sentiment, tabiat moral, atau keyakinan yang membimbing seseorang, kelompok, atau institusi).

Sementara ethics yang menjadi padanan dari etika, secara etimologi berarti ‘ the discipline dealing with what is good and bad and with moral duty and obligation’, ‘ a set of moral principles or values’, ‘ a theory or system of moral values’. Definisi lain tentang etika mengatakan sebagai philosophical inquiry into the nature and grounds of morality’.15

Dalam makna yang lebih tegas yaitu kutipan dalam buku Kuliah Etika

mendifinisikan etika secara terminologis sebagai berikut: ‘The systematic study of the nature of value concepts, good, bad, ought, right, wrong, etc. and of the general principles which justify us in applying them to anything; also called moral philosophy.’ Ini artinya bahwa etika merupakan studi sistematis tentang tabiat konsep nilai, baik, buruk, harus, benar, salah dan lain sebagainya dan prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja. Di sini etika


(58)

50

dapat dimaknai sebagai dasar moralitas seseorang dan disaat bersamaan juga sebagai filosofinya dalam berperilaku.16

Etika bagi seseorang terwujud dalam kesadaran moral yang membuat keyakinan ‘benar dan tidak’ sesuatu. Perasaan yang muncul bahwa ia akan salah bila melakukan sesuatu yang diyakininya tidak benar berangkat dari norma-norma moral dan perasaan self-respect (menghargai diri) bila ia meninggalkannya. Tindakan yang diambil olehnya harus ia pertanggung jawabkan pada diri sendiri. Begitu juga dengan sikapnya terhadap orang lain bila pekerjaan tersebut mengganggu atau sebaliknya mendapat pujian.

Secara etimologis arti kata etika sangat dekat pengertiannya denngan istilah al-Quran al-khuluq. Untuk mendiskripsikan konsep kebajikan, al-Quran menggunakan sejumlah terminologi sebagai berikut: khair, bir, qist, ‘adl, haqq, ma’ruf, dan

taqwa.17

Hal yang membedakan antara sistem Islam dengan sistem maupun agama lain adalah bahwa antara ekonomi dan akhlak tidak pernah terpisah sama sekali seperti halnya tidak pernah terpisah antara ilmu dan akhlak, antara politik dan akhlak, dan antara perangai dan akhlak. Akhlak adalah daging dan urat nadi kehidupan islami. Karena Risalah Islam adalah risalah akhlak, sehingga Rasullullah saw bersabda:

“Sesungguhnya tiadalah aku diutus, melainkan hanya untuk menyempurnakan akhlak”

16

Ibid 17


(59)

51

Sebagaimana pula tidak pernah terpisah antara agama dan Negara dan antara materi dan ruhani. Seorang muslim yakin akan kesatuan hidup dan kesatuan kemanusiaan. Karena itu, tidak bisa diterima sama sekali tindakan pemisahan antara kehidupan dunia dan agama sebagaimana yang terjadi di Eropa. Demikian pula yang digembar-gemborkan oleh faham kapitalis maupun lainnya.18

Sesungguhnya Islam sama sekali tidak mengizinkan umatnya untuk mendahulukan kepentingan ekonomi diatas pemeliharaan nilai dan keutamaan yang diajarkan agama. Saat ini kita mendapatkan sistem-sistem lain yang lebih mendahulukan usaha-usaha ekonomi dengan mengabaikan akhlak dan berbagai konsekuensi keimanan.

Kesatuan antara ekonomi dan akhlak ini akan semakin jelas pada setiap langkah-langkah ekonomi, baik yang berkaitan dengan produksi, distribusi, perdaran, dan konsumsi. Seorang muslim--baik secara pribadi maupun secara bersama-sama--tidak bebas mengerjakan apa saja yang diinginkannya, atau apa yang menguntungkan saja. Tidak, sesungguhnya setiap muslim terikat oleh iman dan usaha, mengembangkan maupun menginfaqkan hartanya.

Masyarakat muslim juga tidak bebas sebebas-bebasnya dalam memproduksi berbagai macam barang, mendistribusikan, mengeluarkan, dan mengkonsumsinya,

18 Ibid


(60)

52

tetapi ia terikat oleh ikatan akidah dan nilai-nilai yang sangat tinggi, disamping terikat oleh undang-undang Islam dan hukum syari’atnya.19

Islam adalah agama yang memiliki keunikan tersendiri dalam hal syariah. Syariah ini bukan saja menyeluruh atau komprehensif tetapi juga universal. Karakter istimewa ini diperlukan sebab tidak aka nada syariah lain yang dating untuk menyempurnakannya.

Berbeda dengan sistem lainnya, Islam mengajarkan pola konsumsi yang moderat, tidak berlebihan tidak juga keterlaluan, lebih lanjut al-Quran melarang terjadinya perbuatan tabzir dan mubazir.

Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata-mata dan pola konsumsi modern. Islam berusaha mengurangi kebutuhan material manusia yang luar biasa sekarang ini. Untuk menghasilkan energi manusia akan selalu mengejar cita-cita spritualnya. Menurut seorang tokoh bernama Mannan20 bahwa perintah islam mengenai konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip, yaitu:

1. Prinsip Keadilan 2. Prinsip Kebersihan 3. Prinsip Kesederhanaan 4. Prinsip Kemurahan Hati 5. Prinsip Moralitas

19 Yusuf Qardawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam (Jakarta: Robbani

Press, 2001), h. 57. 20


(61)

53

Lebih lanjut, Mannan menjelaskan, bahwa aturan pertama mengenai konsumsi terdapat dalam QS. Al-Baqarah (02): 168

Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.

Syarat ini mengandung arti ganda, baik mengenai mencari rezeki secara halal dan yang dilarang menurut hukum. Syarat kedua tercantum dalam kitab suci al-Quran maupun as-sunnah, yaitu: makanan harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Oleh karena itu tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan makan dan minumlah yang bersih dan bermanfaat.21

Prinsip ketiga yang mengatur prilaku manusia mengenai makan dan minum adalah sikap tidak berlebihan yang berarti janganlah makan secara berlebihan. Arti penting ayat ini adalah kenyataan bahwa kurang makan dapat mempengaruhi pembangunan jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi secara berlebihan tentu aka nada pengaruhnya pada pencernaan (perut). Praktek memantangkan jenis makan tertentu, dengan tegas tidak dibolehkan dalam Islam.22

Prinsip keempat adalah kemurahan hati; dengan berpegang dan menaati syariat Islam dan tidak ada bahaya maupun dosa ketika makan makanan dan minum

21 Ibid.

22


(62)

54

minuman yang halal yang disediakan Allah karena kemurahannya. Selama maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik dengan tujuan menunaikan perintah Allah dengan keimanan yang kuat dalam tuntunannya, dan perbuatan adil yang sesuai dengan itu, dengan menjamin persesuaian bagi semua perintah-Nya. Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah (5): 96

Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”.

Dengan demikian dalam hal ini terdapat peralihan berangsur yang sifatnya elastis dan memperhitungkan tujuan makan dan minum langsung dan pokok. Makanan dan minuman berbahya dilarang sekali.23

Prinsip kelima adalah prinsip mengenai konsumsi kondisi moralitas. Prinsip ini bukan hanya mengenai makanan dan minuman. Tujuan akhir dari makan dan minum adalah untuk meningkatkan kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual. Prinsip ini didasarkan pada kaidah Al-Quran, bahwa semntara orang mungkin merasakan sedikit kenikmatan dan keuntungan dengan minum-minuman keras dan makan makanan terlarang lainnya, tetapi hal itu dilarang karena adanya bahaya yang mungkin

23


(63)

55

ditimbulkannya lebih besar daripada kenikmatan atau keuntungan yang mungkin diperolehnya.24

Adapun dalam melakukan konsumsi, maka seorang muslim harus memperhatikan etika konsumsi, perioritas konsumsi, kepuasan dalam konsumsi, dan perilaku konsumsi dalam perspektif Islam.

Prilaku ekonomi memang sangat terkait dengan preferensi manusia dalam berfikir dan bertindak. Preferensi manusia tersebut sangat tergantung pada nilai-nilai yng diyakininya, baik nilai yang memang telah melekat pada dirinya sebagai kefitrahan manusia yang bersifat internal, maupun nilai yang berasal dari luar diri dimana lingkungan manusia hidup yang bersifat eksternal. Nilai-nilai internal tersebut meliputi nilai egoism, nafsu, kebutuhan, keinginan atau kepentingan. Sementara nilai eksternal dapat berupa keyakinan agama, nilai hidup dan kehidupan, pengetahuan atau pengalaman.25

Dalam ekonomi Islam, Islam sebagai agama sekaligus pedoman hidup, menjadi rujukan pertama dan utama bagi manusia dalam berprilaku ekonomi. Dengan kata lain, Islam bukan hanya menjadi ketentuan yang mengikat bagi manusia dalam bertindak ekonomi tetapi juga menjadi sumber inspirasi dalam pengembangan-pengembangan aktifitas dan sistem perekonomian. Dengan demikian nilai-nilai Islam menjadi warna yang dominan dalam perilaku manusia pada semua jenis aktifitas ekonomi, seperti perilaku konsumsi, produksi, distribusi, menabung dan investasi.

24

Ibid, h. 167. 25


(64)

56

Dan adopsi nilai-nilai Islam ini pada dasarnya menggambarkan seberapa jauh kadar keimanan manusia (Islam) dalam berprilaku ekonomi.26

Dan dari nilai Islam ini akan terlihat warna perilaku ekonomi yang senada pada semua aktivitasnya, misalnya unsur prilaku ekonomi yang tidak melepaskan diri pada motif sosial atau amal shaleh. Motif amal shaleh tersebut tentu akan tergambar dalam perilaku konsumsi, produksi, distribusi, menabung dan investasi para pelaku ekonomi. Ciri khas yang menggambarkan warna Islam dalam motif prilaku ekonomi tergambar misalnya dalam produk atau barang dan jasa yang tersedia di pasar. Contohnya semakin besar nilai-nilai Islam dianut atau ketika keimanan para pelaku ekonomi cukup baik, maka diyakini produk yang tercipta dan tersedia adalah produk-produk yang tidak memperlihatkan ketimpangan. Artinya dengan keimanan yang baik yang dimiliki oleh masyarakat maka tidak akan nada kecenderungan terjadi fenomena-fenomena paradoks ekonomi, seperti larisnya produk luxury namun pada saat yang sama produk kebutuhan pokok sulit diakses oleh sebagian masyarakat. Dari warna yang memiliki karakteristik seperti ini, pada akhirnya perekonomian dapat memiliki parameter khas sejauh mana para pelaku ekonomi sejalan dengan nilai-nilai Islam sebagai landasan bertindak ekonomi. Parameter-parameter tersebut seperti konsumsi atau investasi yang bermotif amal shaleh. Selanjutnya parameter ini bahkan dapat menjadi ukuran kesuksesan makroekonomi sebuah Negara, karena pada dasarnya kesuksesan Negara dalam ekonomi adalah sejauh mana perekonomian

26 Ibid


(1)

117

dengan pihak-pihak Program Studi dan beberapa mahasiswa, maka hal ini terjadi karena berbagai faktor, diantaranya adalah:

1. Kuota yang diterima Fakultas Syariah dan Hukum cukup banyak, sehingga memungkinkan kuota yang belum terpenuhi diisi oleh mahasiswa yang memenuhi persyaratan.

2. Tatkala itu beasiswa BKM hanya berkisar pada angka Rp. 500.000, sedangkan kebutuhan akademik bagi mahasiswa melebihi angka itu, sehingga tatkala mendengar adanya beasiswa dari DIPA, maka mereka yang merasa kurang mampu karena berbagai persoalan ekonomi yang mereka alami mendorong mereka untuk mengajukan kembali beasiswa dari DIPA tersebut. 3. Dari beberapa mahasiswa yang sempat diwawancarai oleh penulis, beberapa

dari mereka menyatakan hanya sebatas iseng atau coba-coba saja untuk mengajukan kembali beasiswa dari DIPA walau mereka sebelumnya telah memperoleh beasiswa dari BKM. Adapun sikap iseng mereka ini dikategorikan dalam dua hal, yaitu hanya sebatas iseng untuk menambah uang jajan atau membeli berbagai kebutuhan mereka, dan adapula yang kala itu kondisi ekonomi mereka berada dalam masa sulit, sehingga peluang beasiswa yang kembali ditawarkan oleh pihak Fakultas benar-benar dimanfaatkan sebaik-baiknya.


(2)

PANDUAN INTERVIEW

Pola Konsumsi Mahasiswa Penerima Beasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Nara Sumber : Jabatan : Tempat Wawancara :

Tanggal :

Pertanyaan :

1. Apa sajakah syarat yang harus dipenuhi mahasiswa untuk mendapatkan beasiswa (BKM, DIPA, SUPERSEMAR, BI)?

2. Darimana beasiswa ini bersumber? 3. Berapa kuota penerimaan beasiswa ini?

4. Seperti apa sistematika penyeleksian calon penerima beasiswa hingga ditetapkan bahwa calon tersebut layak menerima beasiswa ini?

5. Apakah beasiswa ini bersifat tahunan?

6. Seperti apa sosialisasi kepada mahasiswa terhadap pemberian beasiswa ini?

7. Adakah kriteria khusus yang dapat menentukan bahwa mahasiswa tersebut dinyatakan layak menerima beasiswa ini?

8. Khusus untuk penilaian terhadap mahasiswa kurang mampu, selain dengan surat tanda tidak mampu, adakah hal lain yang dapat menggambarkan bahwa mahasiswa yang bersangkutan adalah benar kurang mampu?

9. Adakah tim khusus yang menyeleksi beasiswa ini atau ditangani secara umum oleh bagian akademik?

10.Jika ada, berap orang?


(3)

1 Pengantar

Kuesioner ini dibuat untuk mendapatkan gambaran mengenai pola konsumsi mahasiswa penerima beasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Harap dijawab dengan cara mencontreng pada jawaban yang dipilih) Data Diri

1. Nama Responden / inisial :

2. Usia : ... tahun

3. Jenis kelamin : Laki-laki/ Perempuan (coret yang tidak perlu) 4. Pendidikan terakhir orang tua:

1) Ayah a. SD/ SR b. SMP/ Mts c. SMA / MA d. SMK/ STM e. D2

f. D3 g. S1 h. S2 i. S3

j. Lainnya... 2) Ibu

a. SD/ SR b. SMP/ Mts c. SMA / MA d. SMK/ STM e. D2

f. D3 g. S1 h. S2 i. S3

j. Lainnya... 5. Pekerjaan orang tua:

1) Ayah

a. Tidak bekerja b. Buruh

c. Petani d. Pedagang e. Wiraswasta f. Guru g. PNS

h. Karyawan Swasta i. Dosen


(4)

2 j. POLRI

k. Pengusaha l. Konsultan

m. Lainnya... 2) Ibu

a. Tidak bekerja b. Buruh

c. Petani d. Pedagang e. Wiraswasta f. Guru g. PNS

h. Karyawan Swasta i. Dosen

j. POLRI k. Pengusaha l. Konsultan

m. Lainnya... 6. Pendapatan orang tua perbulan:

1) Ayah

a. 0 – 1 juta b. 1 – 5 juta c. 5 – 10 juta d. 10 – 15 juta e. ≥ 15 juta 2) Ibu

a. 0 – 1 juta b. 1 – 5 juta c. 5 – 10 juta d. 10 – 15 juta e. ≥ 15 juta

7. Jumlah saudara kandung a. Tidak ada

b. 1 c. 2 d. 3

e. 4 atau lebih 8. Uang jajan perbulan

a. < 300.000 b. 301.000-500.000 c. 501.000-700.000 d. 701.000-1000.000


(5)

3 e. > 1.000.000

9. Jika bepergian ke luar kota bersama keluarga, transportasi apa yang anda gunakan? a. Angkot

b. Bis umum c. Kreta api d. Mobil pribadi e. Pesawat

f. Lainnya………

10.Pengeluaran:

a. Sewa kost (jika ngekost) : 1. < 250.000

2. 251.000-300.000 3. 301.000-350.000 4. 351.000-400.000 5. > 400.000

b. Transportasi :

1. < 60.000 2. 61.000-100.000 3. 101.000-200.000 4. 201.000-300.000 5. > 300.000

c. Uang rokok perhari (jika merokok) : 1. < 10.000

2. 11.000-20.000 3. 21.000-30.000 4. 31.000-40.000 5. > 40.000

d. Biaya buku, fotocopy, pulpen, dll (perbulan) : 1. < 30.000

2. 31.000-50.000 3. 51.000-70.000 4. 71.000-100.000 5. > 100.000

e. Jalan-jalan/ refreshing (perbulan) : 1. < 50.000

2. 51.000-100.000 3. 101.000-300.000 4. 300.000-500.000 5. > 500.000

f. Biaya makan harian : 1. < 15.000

2. 16.000-20.000 3. 21.000-30.000


(6)

4 4. 31.000-50.000

5. > 50.000 g. Lain-lain:

1. ……….. : Rp.

2. ……….. : Rp.

3. ……….. : Rp.

================================================================== Petunjuk pengisian:

Jawablah dengan memberikan tanda checklist (√) pada kolom yang disediakan. Contoh pengisian kuesioner:

No Pernyataan SS S R TS STS

1 Saya Adalah Mahasiswa √

SS = Sangat Setuju

S = Setuju

R = Ragu

TS = Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

Gaya Hidup

No Daftar Pernyataan SS S R TS STS

1 Saya ke kampus naik motor pribadi 2 Saya sering berbelanja di mall 3 Saya sering gonta ganti HP

4 Saya mempunyai banyak koleksi baju untuk kuliah

5 Saya mengerjakan tugas di laptop pribadi 6 Saya memiliki banyak koleksi sepatu mahal 7 Saya sering makan di restaurant

8 Saya sering bepergian dengan menggunakan taxi