Implementasi Pemungutan PBB di Kabupaten Karanganyar

44 yang dimiliki oleh orang-orang diluar daerah dan tidak diserahkan pengel;olaannya kepada warga setempat, sehingga pada saatnya membayar pajak subyek pajak tersebut tidak jelas domisilinya. Jika hal ini dikejar pelunasannya terutama pada lahan yang tidak luas akan mengakibatkan biaya penarikan bisa lebih besar daripada besaran pajak itu sendiri. Selama lima tahun terakhir, yaitu sejak tahun 2001 sampai tahun 2005 masih ada tunggakan pajak yang belum dibayar. Adanya tunggakan yang masih cukup banyak menggambarkan implementasi kebijakan pemungutan PBB belum sepenuhnya mencapai sasaran seperti yang diharapkan.

B. Implementasi Pemungutan PBB di Kabupaten Karanganyar

Proses pemungutan PBB diawali dengan menyampaikan SPPT kepada Wajib Pajak. SPPT merupakan surat ketetapan yang yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak Melalui KP PBB. Mekanisme penyampaian SPPT ini di mulai dari pencetakan oleh KP PBB kemudian diteruskan oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Karanganyar selanjutnya baru didistribusikan ke desakelurahan melaui kecamatan-kecamatan. Di Desa selanjutnya di pilah-pilah perdusun dan dibuatkan daftar nominatif PBB masing-masing dusung sambil di cek kebenaran datanya. Setelah menyampaikan SPPT kepada Wajib Pajak petugas melaporkan hasilnya kepada petugas administrasi desa untuk dilaporkabn kepada camat dan selanjutnya Camat menyampaikan laporan perkembangan penyampaian SPPT kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah dengan tembusan Kepala 45 Dinas Pendapatan dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Surakarta. Di tingkat desa yaitu koordinator, sebulan sekali melaporkan perkembangan penyampaian SPPT dan STTS Pajak Bumi dan Bangunan Kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karanganyar lewat Camat Jaten dan menyerahkan Berita Acara penyetotan uang Pajak Bumi dan Bangunan lembar ketiga dan keempat kepada Camat Jaten. Petugas pemungut mempunyai tugas mencocokan nama-nama wajib pajak yang tertera dalam DHKP Daftar Himpunan Ketetapan Pajak dengan SPPT Wajib pajak, karena banyak dijumpai SPPT dengan alamat yang tidak jelas, Jumlah Ketetapan Pajak dalam SPPT tidak sama dengan yang tertera dalam DHKP, SPPT wajib pajak yang dobel nama. Penyampaian SPPT Surat Pemberitahuan Pajak terhutang dari Pemerintah Kecamatan Jaten kepada Desa-desa serta dari Desa kepada para Pemungut Pajak kemudian sampai pada para Wajib Pajak merupakan hal yang wajib dilaksanakan. Setelah SPPT sampai kepada Wajib Pajak masih dimungkinkan merasa kurang puas, ketidak puasan Wajib Pajak yaitu dengan dengan cara mengajukan keberatan kepada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan di Surakarta, di karenakan penetapan pajak yang terlalu tinggi, luas tanah yang tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan atau nama Wajib Pajak yang tertulis di SPPT tidak sesuai dengan nama yang tertera pada Kartu Tanda Penduduk. Untuk mendata pemasukan PBB, Petugas Pemungut di Desa harus membuat Daftar Penerimaan Harian DPH. DPH PBB yang dibuat oleh 46 petugas pemungut di tiap-tiap desa, menjadi surat bukti bahwa para wajib pajak telah menitipkan uang setoran PBB nya untuk disetorkan kepada Bank persepsi, serta untuk mengetahui wajib pajak yang telah membayar lunas PBB dan yang belum membayar PBB nya. Laporan bulanan penerimaan PBB tahun yang bersangkutan dibuat secara rutin oleh Camat dan dilaporkan kepada Bupati Karanganyar, serta tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah, Kepala Badan Pengawas Kabupaten Karanganyar, Kepala Kantor Pelayanan PBB Surakarta dan Kepala Desa se-Wilayah Kecamatan Jaten, untuk mengetahui realisasi PBB pada bulan yang bersangkutan serta langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk mengejar target yang telah ditetapkan.

1. Isi Kebijakan a. Kewenangan

Menurut grindle 1980:8-12 Implementasi suatu kebijakan sangat ditentukan oleh isi kebijakan content of policy dan konteks kebijakan context of policy. Studi ini melihat adanya salah satu aspek penting dari isi kebijakan yang sangat menentukan keberhasilan implementasi kebijakan yaitu aspek kejelasan kebijakan dalam mengatur peran masing-masing pelaksana kebijakan Pemungutan PBB. Posisi dari pejabat selaku pembuat kebijakan sangatlah menentukan sekali bagi keberhasilan implementasi, maka dalam menformulasikan kebijakan harus diperhatikan implementornya. Suatu kebijakan yang diformulasikan oleh bidang diluar lingkup tugas implementor akan memiliki peluang gagal yang lebih besar. 47 Ketika implementasi suatu kebijakan mulai dilaksanakan, para pelaku program seharusnya sudah dibekali dengan berbagai sumberdaya yang memadai. Sehingga perpaduan sumberdaya manusia dan sumber daya lain yang meliputi sarana dan prasarana pendukung kebijakan akan memudahkan dalam pencapaian tujuan kebijakan. Suatu kebijakan yang melibatkan partisipasi kelompok yang memang diperlukan dalam mencapai sasaran program akan semakin efektif diimplementasikan daripada melibatkan kelompok lain yang kurang berkepentingan atas kebijakan tersebut. Tentang pihak yang berwenang dan berkepentingan terhadap PPBB ini, berdasarkan wawancara tanggal 15 Oktober 2006, Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karanganyar mengemukakan : “Ketentuan yang ada secara eksplisit menyebutkan bahwa kewenangan dalam kebijakan PBB pada prinsipnya berada di Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak Dirjen Pajak dan Pemerintah Daerah. Tetapi diluar itu sebenarnya ada Badan Pertanahan Nasional BPN yang juga perlu berperan dalam kebijakan PBB. Selanjutnya agar kebijakan ini dapat dijalankan secara baik maka dimana masing masing pihak mengerahkan instansi dibawahnya yang terkait. Berdasarkan keterangan tersebut diketahui bahwa ada lebih dari satu pihak yang berperan dalam melaksanakan kebijakan PBB. Pemerintah Pusat memiliki Dirjen Pajak yang menggunakan Kantor Pelayanan PBB KP PBB sebagai tangan panjangnya dan Pemerintah Daerah dalam hal ini Gubernur dan BupatiWalikota yang menggunakan instansi Dinas Pendapatan dan para pamong praja yang ada di daerah sebagai pelaksana di lapangan. Instansi lain yang juga 48 terkait dengan PBB adalah badan pertanahan nasional BPN sebagi institusi yang membidangi administrasi pertanahan. Penjelasan Undang-undang PBB sebagaimana dikutip Soemitro 1989:53 menyebutkan pejabat yang tugas pekerjaannya berkaitan dengan obyek PBB antara lain adalah : 1 Pejabat pembuat Akte Tanah PPAT baik dipegang oleh Camat atau Notaris. 2 Kepala kelurahan atau kepala desa. 3 Pejabat Tata Kota berkaitan dengan perijinan mendirikan bangunan 4 Pejabat agraria sebagai pihak yang mengeluarkan sertifikat tanah. 5 Pejabat Pengawasan Bangunan. 6 Pejabat balai Harta Peninggalan Sedangkan pejabat yang bertanggung jawab secara langsung mengenai kebijakan PBB adalah Direktorat Jenderal Pajak. Di daerah tugas Dirjen Pajak dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan KP PBB. Tugas KP PBB dalam Kebijakan PBB ini sebagaimana keterangan petugas di kantor Pelayanan PBB dalam wawancara tanggal 16 Oktober 2006, dikemukakan sebagai berikut : “Kami di KP PBB menentukan Subyek Pajak, Obyekl Pajak dan besarnya NJOP dari masing masing Obyek pajak yang nantinya akan dijadikan dasar menentukan berapa pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Kami juga melayani keberatan atas beban pajak terhutang dari wajib pajak. Pada prinsipnya KP PBB melayani pelayanan secara administratif mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian sampai pada evaluasi Kebijakan PBB.” 49 Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa kewenangan KP PBB adalah melaksanakan kegiatan administratif dalam hal penentuan Obyek, Subyek dan Nilai PBB. Penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang SPPT PBB juga menjadi tanggung jawab KP PBB. Peran Pemerintah Daerah dalam kebijakan PBB adalah melaksanakan pemungutan PBB dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga keuangan yang telah ditunjuk. Tentang peran Pemerintah daerah ini Kepala Dinas Pendapatan dalam wawancara tanggal 15 Oktober 2006 mengemukakan : “Pemerintah Daerah sebenarnya mendapatkan manfaat yang terbesar dari pemasukan PBB, maka Pemerintah Daerah yang diberikan kewenangan melaksanakan Pemungutan PBB harus bekerja intensif agar target pendapatan PBB dapat masuk. Hal ini sungguh sangat strategis untuk dimanfaatkan secara optimal mengingat PBB Merupuakan komponen yang memnyumbang kontribusi terbesar terhadap Pendapatan Asli Daerah PADS”. Pernyataan tersebut diperkuat oleh camat Jaten sebagaimana terungkap dalam hasil wawancara tanggal 18 Oktober 2006 sebagai berikut : “Tugas kami selaku aparat Pemerintah Daerah adalah mengoptimalkan penerimaan PBB dan membantu masyarakat agar lebih mudah melaksanakan pembayaran PBB”. Berdasarkan berbagai informasi diatas terungkap bahwa secara umum isi kebijakan PBB telah secara jelas mengatur kewenangan masing masing instansi dalam mendukung proses implementasinya. Tetapi yang menjadi catatan adalah peran BPN sebagai institusi yang menguasai data dan administrasi pertanahan 50 secara lebih komprehensif belum diatur keterlibatannya secara eksplisit. Keterkaitan beberapa institusi dalam pelaksanaan sebuah kebijakan membutuhkan komunikasi dan pengendalian yang baik agar terjadi hubungan sinergis yang saling membantu demi tercapainya tujuan kebijakan tersebut.

B. Sistem Rewards And Punishmet