datang dari para ahli filsafat dan ahli ilmu kejahatan.
77
Dalam kasus-kasus pengampunan individu mendapat kritikan tajam, terutama oleh Cesare Beccaria
dalam esai terkenalnya On Crimes and Punishments. Hak penguasa untuk mencampuri pelaksanaan undang-undang dianggap sebagai ancaman bagi konsep
pemisahan kekuasaan dalam pengurangan otonomi baik legislatif dan yudikatif, meskipun Montesquieu, sebagai penggagas konsep pemisahan kekuasaan, tidak
menentang kekuasaan untuk memberikan grasimemberikan pengampunan Intervensi tersebut juga terlihat sebagai hal yang merugikan efek jera hukum,
yang didasarkan pada sifat hukum yang berkekuatan tetap yang tidak dapat ditawar-tawar pada pelaksanaannya. Akhirnya, penggunaan grasi yang merajalela
dipandang sebagai sumber ketidak pastian, korupsi dan penyalah gunaan. Kritik- kritik ini membuahkan hasil setelah pecahnya Revolusi Perancis dengan
diterapkannya KUHP pada tahun 1791, yang menghapuskan semua kekuasaan pengampunan dalam hubungannya dengan pelanggaran yang dapat diuji oleh juri.
Namur, kemenangan para kritikus berumur pendek, untuk kekuasaan memberikan grasi atau pengampunan dihidupkan kembali ketika Napoleon
Bonaparte menjadi penguasa seumur hidup ditahun 1802. Gema kontroversi abad kedelapan belas itu pun, masih berkumandang hingga saat ini.
78
Seorang raja dipandang menjadi sumber kekuasaan dan sumber keadilan, mempunyai wewenang untuk mengadili dan kekuasaan memberikan
3. Fungsi
77
Mohamad Ridhwan Indra dan Satya Arinanto, Op.Cit, hal. 20.
78
Lihat dalam http:Iaw.jrank.orgpages505Amnesty-Pardon-Terminology-etymology. htmlAmnesty and Pardon - Terminology And Etymologya diunduh tanggal 12 Januari
2014.
Universitas Sumatera Utara
pengampunan Namun dalam perjalannya, setelah dilepasnya wewenang mengadili dari tangan raja sebagai akibat dari prinsip the separation of power yang digagas
oleh Montesquieu dengan Trial Politics Maka, setelah melihat sejarah dan fungsi grasi di masa lalu sebagai kemurahan hari seorang raja dan ratu, lalu
bagaimana dengan fungsi grasi di masa kini. Kekuasaan kehakiman yang membawahi badan-badan peradilan
merupakan kekuasaaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
79
Salah satu jaminan bagi pengadilan ialah ketentuan bahwa untuk menjalankan keadilan, pengadilan harus bebas dari segala bentuk campur tangan
pihak manapun. Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia Pasal 103 menyatakan: Segala campur tangan dalam urusan pengadilan oleh alat-alat
perlengkapan yang bukan perlengkapan pengadilan, dilarang kecuali jika diizinkan oleh undang-undang.
80
79
Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan ketiga, Bab IX Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 ayat 1;2.
80
Ahmad Rajafi, Loc.Cit.
Hal ini bertujuan agar hakim dapat menjalankan keadilan secara bebas dan objektif. Pengecualian terhadap larangan itu ialah
adanya hak memberi grasi yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan, mengurangi atau meniadakan tuntutan atau hukuman-hukuman yang dijatuhkan
dengan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Wewenang Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, grasi adalah penerobosan batas antara
wewenang kekuasaan pemerintah dengan kekuasaan kehakiman dalam arti bahwa kini Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan diizinkan
campur tangan dalam perkara-perkara pidana yang seharusnya melulu masuk
Universitas Sumatera Utara
kekuasaan pengadilan.
81
Maka sifat grasi harus dilihat semata-mata sebagai tindakan keadilan, untuk menghapuskan atau mengurangi ketidak adilan didalam
menerapkanundang-undang, yang tidak mungkin atau menurut perasaan hakim tidak mungkin dihindarkan. Oleh karena itu, fungsi grasi adalah sebagai jalan bagi
seorang kepala negara untuk dapat mencampuri pekerjaan peradilan dengan pertimbangan- pertimbangan yang matang dalam usaha memindahkan terpidana
dari hukuman yang sedang berlaku demi alasan-alasan tertentu.
82
Fungsi pemberian grasi juga dipandang sebagai instrumen untuk meniadakan hukuman pidana mati di Indonesia. Seperti yang kita ketahui bahwa
dalam hukum positif Indonesia kita mengenal dengan adanya hukuman mati atau pidana mati. Dalam KUHP Bab 11 mengenai Pidana, pasal 10 menyatakan
mengenai macam-macam bentuk pidana, yaitu terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan. Dan pidana mati termasuk jenis pidana pokok yang menempati
urutan yang pertama. Peraturan perundang-undang yang lain yang ada di Indonesia, juga banyak yang mencantumkan ancaman pemidanaan berupa pidana
mati, misalkan Undang-undang No. 7Drt1955 tentang Tindak Pidana Ekonorni, Undang-undang No. 22 tahun 1997 tentang Tindak Pidana Narkotik dan
Psikotropika, Undangundang No. 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, Undang-
undang No. 26 tahun 2000 tentang Tindak Pidana Terhadap Hak Asasi Manusia, Perpu Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah disahkan menjadi
81
Ridhwan Indra dan Satya Arinanto, Op.Cit, hal. 20 .
82
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang. Jika terpidana yang dijatuhi hukuman mati telah melakukan upaya
hukum biasa dan upaya hukum luar biasa, namun mengalami kebuntuan, maka upaya grasi merupakan upaya hukum istimewa
83
1. Pemberian Grasi Sebelum Perubahan UUD 1945