Pembahasan .1 Isolasi α-Selulosa dari TKKS

Departmen Kimia Tabel 4.7 Data Viskositas reduksi terhadap konsentrasi Konsentrasi V. reduksi 0,1 2 0,2 3,5 0,3 8 0,4 6,5 0,5 5,6 4.2 Pembahasan 4.2.1 Isolasi α-Selulosa dari TKKS Sebelum dilakukan proses isolasi α-selulosa, pertama TKKS dicuci dengan air bersih. Kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari hingga bebas air. Setelah itu digunting kecil- kecil untuk mempermudah proses delignifikasi selulosa. Ada beberapa tahapan dalam isolasi α-selulosa yaitu delignifikasi menggunakan campuran HNO 3 3,5 dan NaNO 2 kemudian dinetralkan. Pada pencampuran ini menyebabkan TKKS kehilangan sebagian zatnya, meninggalkan sisa padat dan berserat yang dinamakan selulosa. Proses yang kedua yaitu pulping atau pembuburan ditambahkan campuran NaOH 2 dan Na 2 SO 3 2. Warna hasil dari delignifikasi adalah putih kekuningan sampai putih kecoklatan kemudian disaring dan dicuci hingga netral. Untuk menghilangkan warna coklat dari selulosa dilakukan pemutihan dengan NaOCL 1,75. Agar α-selulosa yang dihasilkan benar-benar murni, maka dilakukan penambahan dengan NaOH 17,5 untuk menghilangkan β-selulosa, dimana β-selulosa akan larut dalam NaOH 17,5 kemudian disaring dan dinetralkan. Hasil dari penambahan ini α- selulosa kembali menjadi kuning kecoklatan.Untuk menghilangkan warna coklat dari α- selulosa maka dilakukan pemutihan dengan menggunakan H 2 O 2 10. α-selulosa yang dihasilkan dari proses ini memiliki bentuk berupa pulp yang berwarna putih yang kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 60 o C. Universitas Sumatera Utara Departmen Kimia

4.2.2 Analisa Gugus Fungsi α-selulosa dengan Menggunakan FTIR

Dari spektra FTIR diatas terdapat pita yang melebar pada daerah serapan 3300-3400 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi regangan O-H dari alkohol dalam molekul selulosa, yang diikuti oleh vibrasi regangan C-H dari rantai alkana pada daerah serapan 2880-2895 cm -1 , dan puncak vibrasi regangan C-O pada daerah serapan 1020-1090 cm -1 Khalil et al, 2001. Dari hasil analisa FTIR diperoleh pita yang melebar pada daerah serapan 3394 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi regangan O-H dari alkohol dalam molekul selulosa, yang diikuti oleh vibrasi C-H dari rantai alkana pada daerah serapan 2893 cm -1 , dan puncak vibrasi regangan C-O pada daerah serapan 1064 cm -1 . Maka dapat disimpulkan bahwa sampel merupakan senyawa α-selulosa.

4.2.3 Sintesis Karboksimetil Selulosa dengan penambahan α-selulosa TKKS

α-selulosa yang dihasilkan kemudian dialkalisasi menggunakan isopropanol, metanol, aquades diaduk selama 10 menit. Kemudian ditambahkan NaOH 40 dipanaskan pada suhu 60 o C selama 1 jam. Tahap ini berfungsi sebagai pembentuk selulosa alkali, dan juga berfungsi mengaktifkan gugus –OH yang ada. Tahap berikutnya adalah karboksimetilasi. Penambahan natrium monokloroasetat dengan bervariasi α-selulosa : natrium monokloroasetat variasi 5:5, 5:6, 5:7, 5:8, dan 5:9 g dengan variasi waktu selama 1, 2, 3, 4, dan 5 jam, diaduk pada suhu 60 o C. Tujuannya adalah sebagai agen eterifikasi selulosa alkali. Tahap terakhir adalah netralisasi dengan penambahan asama setat glasial sampai pH netral dan didekantasi. Residu ditambah 200 ml metanol diaduk dan disaring. Dibungkus dengan aluminium foil di keringkan dalam oven selama 4 jam pada suhu 60 o C. Penetralan disini berfungsi untuk memisahkan zat pengotor dari CMC. Hingga akhirnya didapatkan CMC kering berwarna putih. Maka perbandingan natrium monokloroasetat dan waktu reaksi yang paling optimum adalah 7 g, dan pada waktu 3 jam. Karena apabila jumlah natrium monokloroasetat ditambahkan lebih dari 7 g maka akan mengakibatkan pembentukan glikolat semakin tinggi, dan apabila waktu nya dinaiikan maka akan menghasilkan derajat substitusi yang tinggi disebabkan terjadi reaksi substitusi yang tepat. Tapi apabila lebih dari 3 jam, maka akan terjadi proses degradasi polimer kebentuk yang lebih sederhana pada CMC. Kemungkinan mekanisme reaksi selulosa dengan asam monokloroasetat dapat dilihat pada Gambar 4.4 Universitas Sumatera Utara Departmen Kimia Universitas Sumatera Utara Departmen Kimia O H OH H CH 2 OH OH H O H O O CH 2 OH H OH H OH H H H O n + n NaOH O H OH H CH 2 ONa OH H O H O O CH 2 ONa H OH H OH H H H O n + n H 2 O O H OH H CH 2 ONa OH H O H O O CH 2 ONa H OH H OH H H H O n + n ClCH 2 COOH O H OH H OH H O H O O CH 2 H OH H OH H H H O n + n NaCl O H 2 C C O OH Selulosa Natrium Selulosa Natrium Selulosa C M C CH 2 ONa Gambar 4.4 mekanisme reaksi α-selulosa dengan asam monokloroasetat Heinze, 2005. Universitas Sumatera Utara Departmen Kimia

4.2.4 Hasil analisa variasi ANAVA Berat Monokloroaseat terhadap Derajat Substitusi

Dari hipotesa -1 diperoleh harga F hitung lebih kecil dari F tabel , maka H A 1 diterima dan H 1 ditolak sehingga bias disimpulkan bahwa ada pengaruh penambahan variasi berat monokloroaseat terhadap derajat substitusi, dapat dilihat pada lampiran 8, dan pada tabel 4.8 berikut: Tabel 4.8 variasi berat monokloroasetat terhadap derajat substitusi Berat α-selulosa g Berat monokloroasetat g Derajat substitusi 5 5 0,42 5 6 0,42 5 7 0,84 5 8 0,11 5 9 0,42

4.2.5 Hasil analisa variasi ANAVA Waktu Sintesis CMC terhadap Derajat Substitusi

Dari hipotesa -2 diperoleh harga F hitung lebih kecil dari F tabel , maka H A 1 diterima dan H 1 ditolak sehingga bias disimpulkan bahwa ada pengaruh penambahan variasi berat monokloroasetat terhadap derajat substitusi. Dapat dilihat pada lampiran 9, dan pada tabel 4.9 berikut: Tabel 4.9 variasi waktu sintesis CMC terhadap derajat substitusi Berat α-selulosa: natrium Waktu sintesis CMC jam Derajat Substitusi Monokloroasetat g 5:5 1 0,40 5:5 2 0,42 5:5 3 0,80 5:5 4 0,11 5:5 5 0,42 Universitas Sumatera Utara Departmen Kimia

4.2.6 Optimasi Berat Monokloroasetat terhadap Derajat Substitusi

Gambar 4.5 Grafik berat natrium monoklotroasetat terhadap derajat substitusi Dapat dilihat dari grafik bahwa kondisi optimum reaksi sintesis karboksimetil selulosa dengan variasi jumlah natrium monokloroasetat pada rasio 7:5 g dengan derajat substitusi dari karboksimetil selulosa 0,84. Pushpamalar et al 2005 menyatakan bahwa kemurnian dari CMC hasil penelitian mengalami penurunan bila CLCH 2 COONa semakin naik, akibat dari semakin banyaknya terbentuk NaCl dan HOCH 2 COONa yang mengakibatkan turunnya derajat substitusi. Pada penambahan natrium monokloroasetat yang lebih dari 6,0 g, pembentukan glikolat semakin tinggi dan menurunkan efisiensi reaksi. 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 2 4 6 8 10 berat monokloroasetat g d er aj at s u b stitu si variasi berat monokloroasetat terhadap derajat substitusi Universitas Sumatera Utara Departmen Kimia

4.2.7 Optimasi waktu reaksi sintesis CMC terhadap Derajat Substitusi

Gambar 4.6 Grafik waktu reaksi sintesis CMC terhadap derajat substitusi Dapat dilihat pada grafik bahwa karboksimetil selulosa yang mempunyai nilai derajat substitusi yang tertinggi diperoleh pada waktu reaksi 3 jam. Menunjukkan derajat substitusi tertinggi yaitu 0.80. Battacharyya et al 1995 Menyatakan pada waktu 1 sampai 3 jam, terjadi peningkatan derajat substitusi. Peningkatan ini terjadi karena dengan bertambahnya waktu reaksi yang digunakan dalam proses karboksimetilasi akan meningkatkan terjadinya reaksi substitusi yang terjadi. Pada waktu tersebut reaksi berlangsung secara efektif sehingga kontak yang lebih baik antara agen eterifikasi dengan α-selulosa dan molekul karboksimetil terbentuk secara sempurna. Pushpamalar et al 2005 Menyatakan bahwa penurunan derajat substitusi dikarenakan terjadinya proses degradasi polimer merupakan pemecahan molekul- molekul kompleks menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana pada CMC. 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 2 3 4 5 6 D e ra ja t S u b st it u si Waktu jam variasi waktu reaksi sintesis CMC terhadap derajat substitusi Universitas Sumatera Utara Departmen Kimia

4.2.8 Analisa Gugus Fungsi CMC dengan menggunakan FTIR

Dari spektra FTIR diatas terdapat pita yang melebar pada daerah serapan 3300-3400 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi regangan O-H dari alkohol dalam molekul selulosa, yang diikuti oleh vibrasi regangan C-H dari rantai alkana pada daerah serapan 2880-2895 cm -1 , dan puncak vibrasi C-O pada daerah serapan 1020-1090 cm -1 , serta puncak vibrasi C=O pada daerah serapan 1500-1730 Khalil et al, 2001. Dari hasil analisa FTIR diperoleh pita yang melebar pada daerah serapan 3425 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi regangan O-H dari alkohol dalam molekul selulosa, yang diikuti oleh vibrasi regangan C-H dari rantai alkana pada daerah serapan 2939 cm -1 , dan puncak vibrasi regangan C-O pada daerah serapan 1072 cm -1 , serta puncak vibrasi C=O pada daerah serapan 1573 cm -1 . Maka dapat disimpulkan bahwa sampel merupakan senyawa karboksimetil selulosa.

4.2.9 Analisa Kualitatif pada CMC

Hasil analisis kualitatif pada CMC, bila ditambahkan dengan beberapa larutan akan menghasilkan warna yang khas. Ini juga yang akan menjadi acuan untuk membuktikan adanya kandungan CMC. Hasilnya sama seperti tabel 4.10 berikut: Tabel 4.10 Uji Kualitatif pada CMC CMC yang ditambahkan dengan larutan Warna yang dihasilkan Aseton Larutan Putih 1-naftol Cincin Merah Keunguan CuSO 4 2 N Flokulan Biru Muda Coei, 2009

4.2.10 PenentuanViskositas CMC

Pengujian Viskositas CMC Penentuan viskositas berdasarkan viskositas Ostwald menggunakan alat viskosimeter, maka diperoleh data sebagai berikut. Dapat dilihat pada Tabel 4.6. Dari data diatas dapat dilihat untuk waktu rata-rata alir diperoleh semakin besar dengan penambahan konsentrasi dari CMC. Hal ini dikarenakan sampel yang ditambahkan konsentrasinya semakin besar sehingga memiliki kekentalan yang tinggi. Hal ini dapat dilihat meningkatnya nilai viskositas relatif dan viskositas spesifik. Dapat dilihat pada lampiran 10. Universitas Sumatera Utara Departmen Kimia Dari Tabel 4.7 maka terbukti viskositas reduksi semakin menurun dengan adanya penambahan konsentrasi CMC yang semakin besar. Universitas Sumatera Utara Departmen Kimia

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN