Alur Berbahasa Indonesia dengan Efektif Kelas 11 Erwan Juhara Eriyandi Budiman Rita Rochayati 2009

135 135 Menelaah Teks Drama Jam sepuluh baru kota Jakarta tampak dari kejauhan. Kerlip lampunya yang beribu-ribu menjanjikan kehidupan enak, tapi itu untuk yang mampu saja. Kalau tidak mampu jangan coba-coba masuk kota Jakarta, dan aku mem bandingkan dengan banyaknya lampu yang pernah kulihat di tanah suci, benar-benar berbeda. Sumber: Novel Dari Lembah ke Coolibah karya Titis Basino Dipilihnya kota Jakarta dan waktu malam dalam penggalan cerita tersebut tentunya bukanlah suatu kebetulan. Pengarang memilih latar tersebut tentunya didasari oleh kepentingan atas tema, alur, penokohan cerita itu. Dengan demikian, kehadiran suatu latar berkaitan erat dengan unsur-unsur intrinsik lainnya dalam cerita itu. Namun demikian, tentu saja pemilihan latar tidak hanya didasari oleh unsur-unsur intrinsik cerita itu, tetapi juga ditentu- kan oleh kepentingan pengarang untuk memberi kesan menarik kepada pembacanya. Seperti, pemilihan pojok kampung atau dalam hutan untuk cerita tentang kesunyian memang relevan hanya tidak menarik; sudah terlalu klise. Akan lebih unik jika latar kesunyian itu, misalnya, di tengah kota yang penuh hiruk- pikuk kehidupan. 4. Penokohan Penokohan merupakan salah satu unsur intrinsik karya sastra, di samping tema, plot, setting, sudut pandang, serta amanat. Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembang kan karakter tokoh- tokoh dalam cerita. Untuk menggambarkan karakter seorang tokoh tersebut, pengarang dapat menggunakan teknik sebagai berikut. a. Teknik analitik Ibu Noor memang patut jadi panutan. Sifat pemurahnya tampak ketika rumahnya yang setengah lusin jumlahnya, dititipkan kepada orang lain, untuk disewakan, dan hasilnya dibagi-bagikan untuk kebahagian bersama. Ibu Noor juga memungut anak-anak orang tidak mampu, bahkan anak pungut tersebut di kemudian hari ada yang jadi dokter atau insinyur. Sumber: Novel Dari Lembah ke Coolibah karya Titis Basino b. Penggambaran i sik dan perilaku tokoh Amin menarik napas. Ia merasa bergetar setengah mati. Di bawah todongan pistol penjahat, wajahnya sangat pucat. c. Penggambaran lingkungan kehidupan tokoh Rumah yang dengan taman nan asri itu membuat Tanti merasa betah. Setiap pagi disiraminya taman itu dengan 136 136 Berbahasa Indonesia dengan Efektif untuk Kelas XI Program Bahasa perasaan riang. Jika sesegar taman itu, pikiran menjadi terasa rileks. d. Penggambaran tata kebahasaan tokoh Bapak-bapak dan ibu-ibu, saat ini kita sedang dilanda korup, ya korup yang sudah memborok di masyarakat kita, sampai kita tidak merasa bahwa orang korupsi itu satu kesalahan dan malah satu dosa. Sumber: Novel Dari Lembah ke Coolibah karya Titis Basino e. Pengungkapan jalan pikiran tokoh

5. Sudut Pandang Pengarang

Sudut pandang point of view adalah posisi pengarang dalam mem bawakan cerita. Posisi pengarang ini terdiri atas dua. a. Berperan langsung sebagai orang pertama, sebagai tokoh yang terlihat dalam cerita yang bersangkutan. Perhatikan contoh berikut. f. Penggambaran tokoh- tokoh lain Ia ingin menemui anak gadisnya itu pikirannya, cuma anak gadisnya yang masih mau menyambut dirinya. Dan Mungkin ibunya seorang janda yang renta tubuhnya, masih berlapang dada menerima kepulangannya tanpa ketakutan; ingin ia mendekapnya, mencium bau keringatnya. Sumber: Novel Dari Lembah ke Coolibah karya Titis Basino Ibu Noor mengomentari Ahmad, pembimbing itu meng- ulangi katanya satu demi satu. Ternyata itu memang juga bicaranya setelah aku akrab dan itu memberi daya tarik orang untuk memerhatikan kata-katanya yang diulang-ulang. Aku mengakui Ahmad sebagai anak muda berkualitas, mandiri, dan percaya diri. Sumber: Novel Dari Lembah ke Coolibah karya Titis Basino Setelah makan nasi rames yang sangat terkenal itu, aku pergi ke pasar keliling dan terus menuju jalan ke Gunung Padang. Monyet- monyet dan jambu yang terkenal menurut dongeng Marah Rusli tiada kutemui di remang begini. Dan mungkin tiada sama sekali. Dari sini, mulai perjalanan di pasir pantai menuju arah ke Purus. Sumber: Novel Dari Lembah ke Coolibah karya Titis Basino Tokoh aku atau saya mungkin menceritakan sebagian pe ngalamannya yang dapat ditonjolkan sebagai bahan cerita, atau hanya merupakan angan-angannya belaka. Dapat juga pengarangnya memakai istilah aku atau saya, tetapi ia bukan tokoh utama, melainkan tokoh pembantu atau hanya memegang peranan kecil. 137 137 Menelaah Teks Drama b. Hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai peng- amat. Perhatikan contoh sudut pandang berikut. Pak Soleh mengumpulkan pakaian anak-anak. Pakaian itu diangkut ke balik pintu masjid. Ia sembunyi mengintip. Dari sana ia dapat melihat segerombolan anak-anak bersuka ria mandi di kolam. Muli, Baria, Ganang, dan tujuh anak lainnya masih sibuk mandi. Mereka sembur-semburan air. Ada yang menyela jungkir balik. Ada pula yang mengapung berhanyut-hanyut. Mereka tertawa sambil bersorak-sorak. Tak ada yang tahu pakaiannya sudah pindah tempat. Sumber: Novel Dari Lembah ke Coolibah karya Titis Basino Dalam cerita itu, pengarang memakai sudut pandangan orang ketiga atau cara bercerita orang ketiga. Novelis mem per gunakan kata ia, dia, atau memakai nama orang. Pengarang seakan-akan berdiri di luar pagar. Pengarang tidak memegang peranan apa pun. Ia hanya menceritakan apa yang terjadi di antara tokoh- tokoh cerita yang di karangnya. 6. Amanat Amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Sebuah novel dapat terdiri atas beberapa amanat. Contohnya, pada novel Atheis terdapat beberapa amanat berikut. a. Pergaulan mempengaruhi pola pikir. Jika pergaulan buruk, pengaruhnya juga buruk. b. Sikap tidak percaya tuhan atheis bertentangan dengan kodrat manusia. c. Pendidikan keagamaan harus ditanamkan dan diamalkan secara sungguh-sungguh.

7. Gaya Bahasa

Dalam cerita, penggunaan bahasa berfungsi men ciptakan suatu nada atau suasana persuasif serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan antarsesama tokoh. Kemampuan sang pengarang memper guna kan bahasa secara cermat dapat mewujudkan suatu suasana yang berterus terang atau satiris, simpatik atau menjengkelkan. Bahasa dapat me nimbulkan suasana yang tepat guna bagi adegan yang seram, adegan cinta, ataupun pe perang an, keputusan, maupun harapan. Bahasa dapat pula digunakan pengarang untuk menandai karakter seorang tokoh. Karakter jahat dan bijak dapat di- gambarkan dengan jelas melalui kata-kata yang digunakan nya. Demikian pula dengan tokoh anak-anak atau dewasa, dapat pula 138 138 Berbahasa Indonesia dengan Efektif untuk Kelas XI Program Bahasa diketahui dari kosakata ataupun struktur kalimat yang digunakan tokoh- tokoh yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya. Bacalah penggalan novel berikut. Perhatikan penggunaan gaya bahasanya. Pagi itu udara cerah. Ketika sembahyang subuh, kurasakan kedinginan yang menghunjam. Di kota kecil seperti Purwodadi pastilah orang dapat melihat pohon-pohon mangga yang lebat berbunga. Masa-masa peralihan dari mu sim kemarau ke musim hujan dinamakan bediding di daerah kami. Dan karena pada waktu demikian udara selalu dingin, apabila orang mengatakan Ini sedang bediding, berarti bahwa itulah musim dingin. Di kala itu cabang-cabang mempelam sarat oleh warna kembangnya. Belum tentu semuanya akan menjadi buah. Kedatangan hujan semakin tidak menentu di zaman sekarang. Menurut kebiasaan, hujan musim baru mulai akhir bu lan Agustus atau per mula an September. Itu adalah perhitungan yang paling dini. Tetapi sejak bertahun-tahun belakang an ini, musim tidak lagi teratur. Dalam hal demikian, maka buah mangga merupakan dagangan mahal di pasar. Yang memiliki pohon pun tidak memetik hasil banyak karena bunga nya rontok tertimpa air dari langit. Hari itu kami naik becak ke sekolah. Anakku yang kedua masih meneruskan minum obat pemberian dokter perusahaan. Dia tidak mau kutinggal di rumah. Badannya tidak panas lagi, ingusnya sudah berhenti meng alir. Sebab itu kami memutuskan mem- bawanya masuk sekolah. Jam sepuluh dia akan di jemput pembantu. Kini dia duduk di pang ku- an ku, kedengaran penuh gairah menanya kan berbagai hal yang kami lihat di jalan. Merasa- kan nya begitu gembira di dalam pelukanku, aku berharap mudah-mudahan dokter muda di kantor suami ku keliru dengan kecurigaan yang di tunjuk kannya. Mudah-mudahan anak- ku tidak perlu di bawa ke mana pun untuk pemeriksaan lebih lanjut. Lalu pikiran me- ngenai penyakit itu pun kuhalau jauh-jauh. Ber sama anak sulungku, kami berlomba men- cari pohon mangga yang tumbuh di se panjang jalan. Halaman rumah orang kota besar jarang ditanami buah-buahan. Barangkali karena kami tinggal jauh dari pusat kami masih menemukan lebih dari lima pohon. Kemudian kami menerka jenis mangga apa. Warna bunga nya pun ber- lainan. Ada yang kuning jernih. Ada yang agak ke merah an atau cokelat muda. Anak ku mem- bandingkan tempat tinggal kami yang sekarang dengan Purwodadi. Di sana lebih banyak pohon buah ya, Bu, kata sulungku. Karena kebanyakan rumah di sana punya pekarangan, sahutku. Di rumah kita malahan ada tiga macam: golek, lalijiwo, lalu apa Bu, satunya lagi? Gadung, jawabku, dan kuteruskan, Di tempat Kakek lebih banyak lagi. Hampir semua jenis mangga, ada. Waskito Karya Nh. Dini Ah, seperti kemarin saja masa kanak-kanak dirasakan Bu Antana; di zaman yang tidak pernah ada perang dan revolusi. Sumber: Novel Burung-Burung Manyar, karya Y B. Mangunwijaya Bacalah penggalan novel Pertemuan Dua Hati berikut.