Dampak Terhadap Pembangunan Ekonomi Desa Asal

Bab VI. Hasil dan Pembahasan 95 95 Dalam wawancara, menurut penuturan informan kunci bahwa sebagian besar masyarakat yang memutuskan menjadi migran sirkuler umumnya “berhasil”. Ketika ditanyakan lebih lanjut maksud dari kata”berhasil”, informan kunci menyatakan bahwa sebagian besar migran sirkuler mengalami perbaikan dalam hal kondisi fisik rumah dan kebutuhan sehari-hari dibanding sebelum menjadi migran sirkuler. Terjadi perbaikan kondisi fisik rumah dan terpenuhinya kebutuhan primer sandang, pangan, papan adalah indikator terjadinya keberhasilan dari segi ekonomi rumahtangga.

6.4. Dampak Terhadap Pembangunan Ekonomi Desa Asal

Diskripsi dampak yang dijelaskan dalam penelitian ini adalah dampak yang timbul akibat gerak penduduk perdesaan yang memutuskan bersirkulasi di daerah tujuan. Konsentrasi dampak yang dijelaskan adalah pada penggunan remittances oleh rumahtangga migran di daerah asal migran.

6.4.1. Dampak Terhadap Penciptaan Faktor Produktif di Desa Asal

Migrasi memang banyak menimbulkan dampak. Sifat dari dampak tersebut dapat positif maupun negatif. Bila ditinjau dari segi perwilyahan, migrasi bisa berdampak bagi daerah pengirim maupun bagi daerah yang dikirimi yaitu daerah tujuan migran. Bagi daerah pengirim atau daerah asal migran, dampak positif yang sering timbul adalah mengalirnya materi balik remittances yang dikirim oleh migran dari hasil bekerja di daerah tujuan. Dalam beberapa setudi remittances yang dikirim oleh migran sirkuler digunakan oleh keluarga migran didesa asalnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pendidikan anak-anaknya dan sisanya untuk ditabung. Pembentukan faktor produksi didesa asal oleh sebagian keluarga migran merupakan bentuk tabungan yang diharapkan dapat diambil hasilnya dimasa yang akan datang, yaitu masa dimana dia sudah tidak menjadi migran. Definisi faktor produktif disini akan dibatasi dalam bentuk modal dan tanah. Modal yang dimaksud yaitu berupa uang, difungsikan sebagai penunjang bagi kehidupan rumahtangga di desa asal. Sebagaimana dalam definisi operasional faktor produktif adalah sesuatu baik berupa modal, tanah dan tenaga kerja yang dapat memberikan hasil atau kesejahteraan bagi rumahtangga di desa asal. Oleh Bab VI. Hasil dan Pembahasan 96 96 karena desa-desa tempat penelitian adalah merupakan desa yang berbasis pada sektor pertanian padi dan sawah, sehingga pada umumnya faktor produksi yang sering menjadi prioritas untuk diadakan adalah yang dapat menunjang pendapatan di desa asal, seperti alat-alat pertanian: mesin pengering padi, bajak dan mesin penggiling padi. Pembentukan jenis faktor produktif tersebut lazim berlaku pada masyarakat perdesaan di kabupaten Lamongan. Terdapat investasi yang paling menonjol di dua desa tempat penelitian di kecamatan Pucuk desa Pucuk dan desa Kesambi adalah dibidang pendidikan. Hampir 100 persen responden yang berasal dari dua desa ini mengatakan bahwa remitance digunakan untuk biaya pendidikan anak. Masyarakat di dua desa ini mempunyai perhatian yang relatif tinggi pada bidang pendidikan, bila dibanding desa-desa di kecamatan lain. Terutama di desa Pucuk data bulan Agustus, tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 80 persen dari 3.095 orang penduduk di desa ini sudah mengenyam pendidikan, angka tersebut sudah termasuk pendidikan pesantren sebesar 47 Orang. Di desa Kesambi, sekitar 15 rumahtangga dari 378 rumahtangga yang mempunyai anggota masih bersekolah, walaupun biaya pendidikan relatif sebagian besar mengandalkan remittances yang dikirim. Kecamatan Sukodadi, faktor produksi sebagai tabungan dari hasil migran remittances relatif lebih variatif di banding dua desa di kecamatan Pucuk. Dua desa di kecamatan Sukodadi lebih mengarahkan remittances nya pada penciptaan faktor produksi dibidang perdagangan seperti: Toko bahan makanan pokok, bibit pertaniaan sampai alat-alat elektronik. Data BPS kabupaten Lamongan mencatat bahwa pertumbuhan faktor produksi di dua kecamatan asal Sukodadi dan Pucuk khususnya industri non formal kerajinan rumahtangga pertumbuhannya terus meningkat, unit sektor usaha tersebut kebanyakan permodalannya dari remittances migran sirkuler. Kecamatan Sukodadi dan kecamatan Pucuk, jumlah unit usaha non formalkerajinan rumahtangga pada tahun ke tahun mengalami pertambahan 25 persen, perkembangan terakhir tentang jumlah faktor produksi unit usaha industri non formal atau kerajinan rumahtangga yang tercatat tahun 2003 adalah sebesar 2.617 unit, sedangkan di kecamatan pucuk sebesar 357 unit. Angka tersebut adalah 12,7 persen dari jumlah total sektor kerajinan rumahtangga non formal di kabupaten Lamongan pada tahun 2003 23.505 Unit. Tabel 39 menunjukkan banyaknya unit usaha Bab VI. Hasil dan Pembahasan 97 97 industri besarsedang dan kategori perusahaan menurut sumber BPS daerah tahun 2003. Kategori industri non formal kerajinan rumahtangga meliputi: kerajinan tangan olahan hasil pertanian dan anyaman dengan bahan dasar limbah pertanian. Tabel 37 Banyaknya Unit Usaha nonformalkerajinan tangan rumahtangga di kecamatan asal tahun 2003 dan 2004 Usaha Non-formal Kerajinan Rumahtangga Kecamatan 2003 2004 Pucuk 357 361 Sukodadi 2.617 2651 Total 2.974 3012 Sumber: BPS Kabupaten Lamongan, 2003 dan 2004 Perbedaan penciptaan faktor produksi sebagai investasi dari sebagian remittances yang dikirim oleh migran di desa-desa asal migran memang tergolong sangat ekstrim. Perbedaan tersebut tampak terkait dengan orientasi pribadi masyarakat yang sudah berkembang, penduduk perdesaan di kecamatan Pucuk lebih mengutamakan pada investasi sumberdaya manusia, sedangkan penduduk di desa-desa di kecamatan Sukodadi lebih berorientasi ke penciptaan lapangan kerja baru yang mandiri di desa sebagai aktifitas lanjutan pemenuhan “kebutuhan” keluarga dan penduduk lainnya. Orientasi tersebut juga secara tidak langsung dapat menciptakan lapangan kerja barutambahan di luar sektor pertanian. Lapangan kerja baru merupakan wujud investasi dari remittances yang berupa usaha non formal baik berupa kerajinan rumahtangga maupun usaha-usaha makanan olahan hasil pertanian terbukti mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak, sebesar 5.400 orang. Bila dibandingkan usaha formal, usaha formal katagori sedang dan kecil hanya mampu menyerap tenaga kerja sebayak 22,6 persen sedang 930 orang dan usaha formal kecil 294 orang, jumlah keseluruhan dari usaha formal 1.224 orang dari usaha non formal BPS kabupaten Lamongan, 2003. Bab VI. Hasil dan Pembahasan 98 98 Tabel 38 Banyaknya tenaga kerja yang diserap oleh usaha non-formal dan formal tahun 2004 di dua kecamatan asal migran Kecamatan Usaha NonformalKerajinan Rumatangga Orang Usaha Formal Orang Pucuk 712 781 Sukodadi 4.688 5.843 Total 5.400 6.624 Sumber: BPS Kabupaten Lamongan, 2004 Akibat perbedaan orientasi pribadi anggota masyarakat di dua kecamatan tersebut mempengaruhi jumlah penciptaan faktor produksi. Desa-desa di kecamatan Pucuk lebih berorientasi pada investasi sumberdaya manusia, sedangkan desa-desa di kecamatan Sukodadi lebih menggandalkan investasi dibidang penciptaan lapangan kerja baru untuk mengembangkan remittances yang sudah didapat. Lebih lanjut, ramainya aktifitas perekonomian desa di dua kecamatan asal jelas menggambarkan keberhasilan sebagian besar keluarga migran mengelola sekaligus menginvestasikan remittances didesa. Walaupun terjadi perbedaan yang jelas secara kuantitatif antara masyarakat dikecamatan Pucuk dan Sukodadi. Perbedaan tersebut disebabkan adanya orientasi yang berbeda dikalangan masyarakat dua kecamatan asal tersebut.

6.4.2. Dampak Terhadap Keadaan Ekonomi dan Kemakmuran Desa

Masuknya pendapatan yang berasal dari luar desa melalui remitances yang dikirim oleh migran sektor informal desa asal menambah jumlah uang yang beredar di desa. Bertambahnya uang yang beredar di masyarakat adalah salah satu keuntungan yang diperoleh masyarakat desa akibat migrasi sirkuler penduduk ke luar desa. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa pendapatan migran dari desa asal kecamatan Pucuk yang dikumpulkan dalam waktu sebulan oleh 100 migran sebesar Rp.122.975.000,- dan pendapatan yang diperoleh migran dari desa asal kecamatan Sukodadi sebesar Rp. 73.555.000,- lihat Tabel 41, jumlah total pendapatan tersebut setidaknya berdampak pada bertambahnya jumlah uang yang beredar dimasyarakat perdesaan dua kecamatan asal tersebut. Bab VI. Hasil dan Pembahasan 99 99 Tabel 39 Jumlah migran per kecamatan dan total pendapatan tahun 2005 Kecamatan Jumlah Migran Orang Total Pendapatan Rp Jumlah Faktor Produksi Nonformal Unit Pucuk 100 122.975.000,- 357 Sukodadi 59 73.555.000,- 3.617 Total 159 196.530.000,- 3.974 Sumber: Survei Lapangan, 2005 Besar pendapatan migran berdasarkan jenis pekerjaan yang dijalani di daerah tujuan umumnya relatif bervariatif. Data pembanding Boxplot menunjukkan bahwa migran yang berjualan makanan siap saji keliling Nasi Goreng, Bakso, Mie, Gorengan, Pecel Lele, Soto, Bubur dst di daerah tujuan yaitu Kelurahan Blimbing umumnya memiliki pendapatan bersih lebih besar dari pada berjualan jenis yang lain, yaitu antara Rp. 950.000,- sampai Rp. 1.700.000,- per bulan. Sedangkan pendapatan terendah adalah migran yang bejualan sejenis minuman di daerah kelurahan Brondong berpenghasilan Rp. 750.000 – Rp. 960.000,-, hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa disamping modal usaha yang dikeluarkan oleh migran sedikit, juga banyak persaingan antar sesama migran yang berjualan pada jenis pekerjaan pedagangpejual minuman. Mengingat daerah lamongan beriklim panas dan daya beli masyarakat daerah tujuan terhadap minuman siap saji sangat tinggi maka kondisi tersebut mendorong banyaknya migran yang berjualan jenis minuman siap saji Teh Botol, Es keliling, Es Kelapa, dst.. Berikut Gambar 9 menunjukkan Boxplot pendapatan migran berdasarkann pekerjaan yang dijalankan di empat daerah tujuan. Bab VI. Hasil dan Pembahasan 100 100 Paciran Blimbing Brondong Sedayulawas t_tujuan Boxplot Besar Pendapatan Migran Berdasarkan Pekerjaan di Daerah Tujuan Migran Sirkuler Di Kabupaten Lamongan ikan, bumbu dapur, sayur, etc minuman es, tehBotol, minuman lain nasgor,mie pangsit, bakso, soto, pcLele, krupuk,bubur,etc pakaian, mainan, lampu, etc j_pkjaan 800000 1200000 1600000 2000000 income A A A 37 35 30 Gambar 11 Boxplot pendapatan migran berdasarkan jenis pekerjaan di daerah tujuan Sedangkan bila dilihat dari gambar boxplot dapat diketahui bahwa rata- rata migran mengirim hasil pendapatannya lebih dari 75 persen dari hasil pendapatannya di daerah tujuan. Hanya terdapat 1 orang responden yang mengirim pendapatannya terkecil adalah sebesar Rp. 400.000,-. Persentase terbesar adalah 40 responden yang mengirim pendapatannya sebesar Rp. 900.000,- jumlah uang yang dikirim ke desa asal tersebut adalah mencapai 60 persen dari jumlah total pendapatan yang di dapat dan sisanya untuk dikonsumsi didaerah tujuan. Kondisi yang paling menarik adalah responden yang mengirim remittances sebesar Rp. 1.120.000, sejumlah 4 orang dengan pendapatan sebesar rata-rata Rp. 1.200.000, artinya hanya sebesar Rp. 80.000,- uang yang dikonsumsi didaerah tujuan. Bila dilihat per jumlah individu jumlah pendapatan dengan besarnya remittances yang dikirim, berikut Gambar 10 menunjukkan besarnya materi balik berupa uang yang dikirim migran ke desa asal. Bab VI. Hasil dan Pembahasan 101 101 e Pucuk e Sukodadi Kecamatan Asal Gambar 12 Kiriman dan pendapatan migran sirkuler di dua kecamatan, Kabupaten Lamongan Tahun 2005 570000 700000 850000 950000 1000000 1200000 1350000 1450000 1575000 1700000 1800000 2100000 Pendapatan 400000 560000 750000 1100000 1500000 K I R I M A N e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e ee e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e e Besar kiriman migran kedesa asal juga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian di daerah tujuan. Karena daerah tujuan yang daya beli masyarakatnya tinggi akan menguntungkan bagi sektor perdagangan di daerah tersebut. Migran yang berjualan dengan pembeli yang banyak akan mendapatkan pendapaan yang tinggi. Dengan pendapatan yang tinggi uang yang dapat dikirim oleh migran kedesa asal juga akan besar. Sedangkan bila dilihat seberapa besar kiriman migran berdasarkan tempat bekerja di daerah tujuan adalah migran yang berasal dari kecamatan Sukodadi yang bekerja di daerah tujuan kelurahan Blimbing kecamatan Paciran, tedpat seorang responden berusia 38 tahun berpendapatan lebih dari Rp. 1.500.000,- perbulan. Tetapi apabila dilihat dari total keseluruhan pendapatan yang relatif merata adalah migran yang bekerja di daerah tujuan Brondong yang berasal dari kecamatan Sukodadi mengirim pendapatannya sebesar Rp. 600.000,- sampai Rp. 1.100.000,- ke desa asal. Berikut Gambar 11 Boxplot kiriman migran berdasarkan daerah tujuan, yaitu migran yang bekerja di sektor informal Bab VI. Hasil dan Pembahasan 102 102 pedangan keliling dan kaki lima di daerah tujuan Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran. 1=Pucuk 2= Sukodadi as_kec Paciran Blimbing Brondong Sedayulawas t_tujuan 500000 750000 1000000 1250000 1500000 kiriman A A A A A S 21 44 38 35 38 25 Boxplot KIRIMAN MIGRAN BERDASARKAN DAERAH TUJUAN MIGRAN SIRKULER DI KABUPATEN LAMONGAN Gambar 13 Boxplot kiriman migran berdasarkan daerah tujuan Penelitian Abustam di desa Caba-Caba dan Tikala, Sulawesi Selatan dalam Sutarno, 1987 menemukan bahwa remitances dalam bentuk uang yang dikirim para migran kedesa asalnya selain sangat diharapkan oleh keluarganya juga digunakan untuk membayar pajak dan untuk membantu pambangunan desa. Dalam pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner pada migran sektor informal tentang “Jenis materi balik yang biasanya dibawa pulang ke desa asal”, dari 159 responden yang sengaja dipilih terdapat 100 persen migran yang mengirimkan pendapatannya dalam bentuk uang, 25 persen migran mengirimkan remitancesnya disertai barang yang lain, seperti barang elektronik, ikan, makanan serta pakaian. Namun ada hal yang menarik dalam mengetahui berapa besar hasil pendapatan yang digunakan untuk membayar pajak dan atau iuran kas desa Bab VI. Hasil dan Pembahasan 103 103 semisal pembangunan jalan setapak dan pengurusan administrasi kependudukan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut sebagian besar responden merasa kesulitan, kondisi tersebut juga diakui oleh Mantra 1994 dalam menemukan hubungan antara remittances dengan pembangunan ekonomi semisal retribusi untuk pembangunan desa asal sulit untuk dapat diukur dengan statistik, tetapi secara visual tampak dengan nyata. Sehubungan dengan kesulitan dalam mengukur penggunaan pendapatan hasil migrasi di desa asal, pertanyaan “selama satu tahun terakhir, berapa pajak dan atau iuran yang sudah bapakibusdr bayar di kantor desa asal dengan menggunkan uang hasil migrasi sirkuler?” terdapat 21,4 persen responden tidak menjawab dan 27 orang menggunakan sekitar Rp. 100.000,- untuk membayar Pajak dan iuran di desa asal. Tabel 40 menunjukkan gambaran secara langsung dampak yang dirasakan oleh desa asal dari menggalirnya remittances berupa uang ke desa asal migran. Tabel 40 Banyaknya rupiah untuk pajak dan atau iuran desa dari uang hasil migrasi sirkuler tahun 2005 No. Jumlah Rupiah Frekuensi Persentase 1. Rp.5.000 16 10 2. Rp.6.000 1 0.6 3. Rp.9.000 1 0.6 4. Rp.10.000 7 4.4 5. Rp.11.500 1 0.6 6. Rp.12.000 1 0.6 7. Rp.12.500 1 0.6 8. Rp.15.000 5 3.1 9. Rp.16.000 1 0.6 10. Rp.20.000 4 2.5 11. Rp.22.000 1 0.6 12. Rp.24.000 1 0.6 13. Rp.25.000 2 1.2 14. Rp.35.000 6 3.7 15. Rp.34.000 1 0.6 16. Rp.40.000 1 0.6 17. Rp.50.000 25 15.7 18. Rp.75.000 21 13.2 19. Rp.100.000 27 16.9 20. Rp.110.000 1 0.6 21. Rp.120.000 1 0.6 22. 0Tidak Menjawab 34 21,4 Rata-Rata Uang: Rp. 4.729,56 N = 159 100 Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005 Bab VI. Hasil dan Pembahasan 104 104 Walaupun jumlah rata-rata relatif sedikit Rp. 4.729,56, setidaknya, namun besar migran merasakan bahwa pendapatan yang dibawa ke desa asal sangat berarti bagi sumbangan pembangunan baik fisik maupun non fisik di desa. Mereka juga menyimpulkan jika penduduk desa tidak bekerja keluar desa migrasi sirkuler maka selain tidak ada tambahan uang yang beredar di desa dan sumbanganiurankelancaran membayar pajak, tidak akan ada sumbangan tambahan pendapatan dan tambahan pengetahuan atau ide-ide baru bagi rumahtangga serta desa asal mereka. Selanjutnya, jika peningkatan pendapatan dan mengalirnya remittances kedesa asal akibat keputusan migrasi sirkuler dapat dipandang sebagai peningkatan kemakmuran desa, maka secara langsung juga dapat disimpulkan bahwa migrasi sirkuler berdampak positif bagi peningkatan keadaan ekonomi dan kemakmuran desa. Walaupun sangat sulit untuk di kuantitatifkan, uang yang digunakan untuk membantu secara langsung ke desa asal, tetapi secara langsung dapat dikatakan sangat membantu bemasukan kas desa.

6.5. Dampak Terhadap Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian