Bab II. Tinjauan Pustaka
26
26
2.8. Pengertian Ekonomi Desa dan Pembangunan Ekonomi Perdesaan
Pengertian ekonomi desa menurut Scott 1981, adalah desa yang umumnya mempunyai kegiatan ekonomi yang bertumpu pada petani padi dan
sawah. Meski demikian, masyarakat yang mempunyai kegiatan yang serupa juga dapat digolongkan petani, misalnya masyarakat dengan kegiatan ekonomi
memelihara ikan di tambak atau masyarakat yang melakukan kegiatan ekonomi seperti tambak yang diatasnya diberi ternak serta pematang sawahnya ditanami
pohon pisang tamyamsang dapat disebut sebagai petani. Lebih lanjut, menurut Scott, para petani tradisional di Asia Tenggara
selalu mendasarkan tindakan ekonominya berdasarkan moral. Keputusan-
keputusan strategis tentang ekonomi dan sosial mereka cenderung didasarkan pada prinsip moral subsisten.
Prinsip moral subsisten masih banyak tercermin dalam kehidupan ekonomi sebagian masyarakat petani di Indonesia. Kondisi
ekonomi petani tersebut relatif banyak ditemukan didaerah pedesaan Pulau Jawa. Kondisi ekonomi perdesaan di Indonesia menurut Boeke 1953,
mengatakan bahwa petani tradisional di Indonesia tidak mempunyai rasionalitas dalam prilaku ekonominya. Rasionalitas mereka lebih didasarkan pada
kepentingan-kepentingan sosial yang lebih dominan dan paling menonjol diantara sekian banyak kepentingan. Pengakuan sosial dan hubungan
kekerabatan yang lebih erat mengalahkan hubungan-hubungan lain yang bersifat rasional.
Ekonomi masyarakat petani tradisional yang banyak berada di daerah perdesaan Indonesia terperangkap pada keseimbangan yang sangat rendah.
Proses involusi terjadi bukan hanya pada methode produksinya yang tradisional, tetapi juga karena caranorma bagaimana hasil produksi dibagikan. Yang lebih
tragis lagi dengan mengatakan bahwa bentuk perbaikan macam apapun benih unggul, pemakaian pupuk dan pestisida, yang di sarankan Boeke tidak mungkin
akan berhasil dilakukan. Dengan menambahkan pernyataan bahwa pertanian di Jawa cenderung tumbuh seiring dengan bertambahnya penduduk yang
mengakibatkan keadaan stagnasi dari sektor pertanian dan berhentinya pertumbuhan output pertenagakerja Geertz, 1970.
Melihat analisis diatas, salah satu masalah pokok dalam pembangunan ekonomi pedesaan adalah bagaimana mewujudkan keterpaduan tujuan
Bab II. Tinjauan Pustaka
27
27
pembangunan nasional yang tidak lagi urban-bias dapat diatasi melalui upaya- upaya: 1 Meningkatkan pendapatan riil rumah tangga di pedesaan baik pada
sektor pertanian maupun nonpertanian, melalui penciptaan lapangan kerja, industrialisasi pedesaan, pembenahan pendidikan, kesehatan dan gizi serta
penyediaan layanan sosial lainnya, 2 penanggulangan masalah ketimpangan distribusi pendapatan di daerah pedesaan, serta ketidakseimbangan pendapatan
dan kesempatan ekonomi antara daerah pedesaan dengan perkotaan, 3 pengembangan kapasitas sektor pedesaan dalam rangka menopang langkah-
langkah perbaikan masa mendatang. Untuk pencapaian ketiga asumsi tersebut sangat peting bagi keberhasilan pembangunan nasional, hal tersebut tidak saja
disebabkan sebagian besar penduduk di negara-negara berkembang berada di pedesaan. Oleh karena itu, sinergisitas pembangunan nasional sangat di
butuhkan untuk memenuhi keseimbangan ekonomi masyarakat pedesaan agar dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antardaerah pedesaan dan
antardaerah perkotaan. Pembangunan ekonomi di desa bukan hanya merupakan tanggung jawab
penduduk tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama. Podes 2003 memuat tentang komposisi keuangan desa yang dapat digunakan untuk usaha
pembangunan sosial dan ekonomi bagi kesejahteraan penduduk desa, keuangan yang dapat menunjang kearah tersebut adalah: 1 keuangan yang terdiri dari
sisa anggaran tahun lalu 2 penerimaan daerah 3 pengeluaran anggaran rutin 4 pengeluaran anggaran pembangunan dan 5 sumber pendapatan asli desa.
Sedangkan yang dimaksud pendapatan asli desa adalah penerimaan yang diperoleh pemerintahan desa yang terdiri dari penerimaan yang diperoleh
dari usaha produktif tanah khas desa, pungutan desa, swadaya masyarakat, hasil gotong royong dan sumber lain dari usaha desa Podes Propinsi Jawa
Timur, 2003. Pembangunan ekonomi perdesaan di era otonomi adalah suatu self
governing community yang dinamikanya disesuaikan dengan kebutuhan desa serta adat istiadat masyarakat setempat Sumodiningrat, 2005. Seiring dengan
pendapat tersebut, diperlukan strategi dan kebijakan pembangunan di pedesaan yang kontekstual dan obyektif.
Pembangunan ekonomi perdesaan, sebagai bagian dari pembangunan ekonomi daerah adalah merupakan bagian dari terbentuknya beberapa elemen
Bab II. Tinjauan Pustaka
28
28
perubahan dalam masyarakat desa, baik dalam bentuk meningkatnya taraf hidup sebagian masyarakat, terrealisasinya berbagai sarana dan prasarana yang
memperluas pelayanan dasar kepada masyarakat desa. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat tersebut biasanya ditandai dengan meningkatnya
konsumsi sebagai akibat dari meningkatnya pendapatan dan meningkatnya pendapatan diakibatkan pula oleh meningkatnya produksi. Menurut
Sumodiningrat bahwa proses pembangunan tersebut akan dapat terpenuhi apabila terpenuhi asumsi-asumsi pembangunan yaitu kesempatan kerja sudah
dimanfaatkan secara penuh full employment, semua orang mempunyai kemampuan yang sama equal productivity, dan setiap pelaku ekonomi
bertindak rasional rational-efficient. Penduduk pedesaan adalah bagian dari pelaku ekonomi. Tidak semua
pelaku ekonomi ikut serta dalam proses pembangunan dan tidak semua penduduk pedesaan menikmati peningkatan pendapatan sebagai hasil dari
proses pembangunan. Pelaku pembangunan yang tidak memiliki akses dan sumberdaya dalam pembangunan akan menganggur. Karena menganggur, akan
menyebabkan berbagai kerawanan sosial, ketimpangan antargolongan penduduk, antarsektor kegiatan ekonomi daerah dan pada akhirnya masalah
kemiskinan penduduk. Inti dari masalah tersebut adalah adanya disparitas pembangunan antardaerah dan antarsektor.
Disparitas pembangunan menurut Anwar 2005 akan menghasilkan struktur hubungan antar wilayah yang membentuk interaksi yang saling
memperlemah satu dengan lainnya. Hal itu disebabkan adanya pengurasan sumberdaya yang berlebihan backwash, pengangguran besar yang
mengakibatkan terjadinya aliran bersih net-transfer dan akumulasi nilai tambah dipusat-pusat secara berlebihan. Sehubungan dengan kondisi tersebut, daerah
pedesaan perlu pendekatan yang lebih partisipatif. Pembangunan partisipatif mengandung makna bahwa pembangunan itu harus mengandung prinsip
pemberdayaan masyarakat, aparat birokrasi serta usaha nasional melalui keterpaduan peran pemerintah dan masyarakat melalui mekanisme musyawarah
berdasarkan mekanisme yang disetujui bersama. Menurut Sumodiningrat dengan pembangunan partisipatif pembangunan nasional yang dilaksanakan di
perdesaan akan terlaksana secara optimal, memungkinkan rakyat memperoleh
Bab II. Tinjauan Pustaka
29
29
pemerataan dan keadilan serta akan memperluas basis pembangunan yaitu keluarga dan masyarakat.
Melihat kenyataan pembangunan yang ada di daerah perdesaan, masih banyak kekurangan atas kesiapan sumberdaya-sumberdaya termasuk pranata
misalnya; rendahnya mutu sum berdaya manusia, lemahnya lembaga pemerintahan desa dan lembaga masyarakat desa dalam menampung dan
menyampaikan aspirasi masyarakat, utamanya masih terbatasnya jangkauan pelayanan lembaga perekonomian dalam mendukung usaha ekonomi desa,
serta belum meratanya prasarana dan sarana sosial ekonomi dalam melayani kebutuhan masyarakat desa. Dengan demikin, tantangan yang dihadapi dalam
pembangunan desa menurut Sumodiningrat adalah meningkatkan fungsi lembaga pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan desa untuk menciptakan
kesejahteraan kemakmuran masyarakat desa, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat berpartisipatif aktif dalam pembangunan, mengurangi
kesenjangan antardesa dan antara desa dengan kota. Lebih lanjut, perlu adanya keberpihakan dan komitmen pemberdayaan
masyarakat melalui pembangunan ekonomian rakyat. Keberpihakan terhadap perekonomian rakyat berarti memberikan perhatian khusus kepada upaya
peningkatan ekonomi rakyat, termasuk upaya mencari penghasilan melalui migrasi sirkuler dalam mengisi waktu luang disela waktu tanam dan waktu panen.
Seharusnya perhatian khusus ini diwujudkan dalam langkah-langkah strategis yang diarahkan secara langsung pada perluasan akses rakyat pada sumberdaya
pembangunan disertai penciptaan peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat di lapisan bawah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan sehingga
mampu mengatasi kondisi keterbelakangan dan memperkuat posisi daya saing ekonominya.
2.9. Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu