VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Migrasi Sirkuler
Memahami penyebab munculnya keputusan migrasi dibutuhkan analisa faktor-faktor pada tingkat objektif. Menurut Germani dalam Rusli, 1982 tingkat
objektif menganalisa semua faktor-faktor “pendorong-penarik” dan berbagai kondisi komunikasi, aksessibilitas serta hubungan antara daerah asal dan daerah
tujuan. Pada umumnya analisa sepasial memang relatif agak rumit, hal tersebut tergantung pemahaman daerah atau wilyah penelitian. Tiga faktor penting yang
akan dibahas dalam analisa tingkat obyektif untuk melihat faktor-faktor yang menyebabkan keputusan migrasi sirkuler rumahtangga migran sektor informal
adalah; faktor pendorong dari desa asal, titik berat faktor pendorong meliputi: Potensi sumberdaya manusia memuat rangkaian penjelasan tentang banyaknya
tanggungan anggota rumah tangga di desa asal, jenis pekerjan sebelumnya di desa asal dan pendapatan harian di desa. Kedua adalah potensi sumberdaya
alam desa asal, menjelaskan tentang kepemilikan lahan pertanian di desa asal dan jenis pekerjaan di desa sebelum memutuskan menjadi migran sirkuler.
Faktor penarik dari daerah tujuan membahas tentang: jenis dan lama pekerjaan yang masih dijalani, asal informasi pekerjaan, pendapatan harian yang diperoleh,
dan alasan utama bekerja pada sektor yang di jalani sekarang. Faktor penghambat dan pelancar meliputi: jarak yang ditempuh oleh migran dari daerah
asal ke pemondokan, alat dan kondisi transportasi, ketersediaan transportasi dan ongkos yang dikeluarkan sampai ke daerah tujuan serta faktor pribadi yang
membahas tentang alasan dalam memilih bentuk sirkulasi, karakteristik dan motivasi pribadipersepsi terhadap daerah tujuan.
6.1.1. Faktor Pendorong Rumahtangga Migran Sektor Informal
Sebagai suatu ekosistem, desa memiliki asset pendukung yang penting antara lain berupa sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Dua
sumberdaya ini saling berinteraksi dan saling berinterdependensi. Masyarakat perdesaan akan mampu bertahan hidup secara layak jika mampu melihat
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
68
68
peluang yang bisa dikembangkan dari daya dukung sumber daya alam yang dimiliki.
Potensi sumber daya alam dalam suatu desa, merupakan faktor penting dan berpengaruh besar terhadap sikap setiap warga desa dalam memilih jenis
pekerjaan serta bentuk pekerjaan yang sesuai dengan apa yang disediakan oleh alamnya. Masyarakat yang mendiami daerah pantai cenderung menjadi nelayan.
Penduduk yang tinggal di daerah pegunungan cenderung menjadi petani sayur- sayuran dan tanaman perkebunan. Penduduk yang mendiami daerah rawa-rawa
akan cenderung mengusahakan tanaman rawa dan perikanan air tawar. Sebagaimana lingkungan pedesaan pada umumnya, desa-desa tempat
penelitian merupakan areal desa yang terdiri dari bentang sawah yang luas, ditanami dengan padi dan tanaman palawija. Kondisi geologis perdesaan daerah
asal, tempat penelitian memiliki struktur tanah yang kurang subur dan dengan posisi ± 0,5 m lebih rendah dari posisi jalan raya. Kondisi tersebut mempegaruhi
jenis pekerjaan yang dipilih oleh masyarakat. Jenis pekerjaan mempengaruhi tingkat pendapatan. Tingkat pendapatan seseorang dapat mempengaruhi tingkat
kesejahteraan keluarga. Pada umumnya jenis lapangan pekerjaan yang tersedia di desa-desa tersebut hanya sekitar sektor pertanian padi dan sawah, lebih
meningkat lagi peternakan Unggas. Bila dibandingkan di daerah perkotaan, daerah perdesaan di pulau Jawa jauh dari ketersediaan lapangan pekerjaan,
masyarakat daerah perdesaan sering tidak memiliki alternatif lain selain bertani dan berternak di ladangsawah.
Survei di dua kecamatan asal migran Kabupaten Lamongan, menunjukkan bahwa rata-rata tanggungan anggota rumahtangga di perdesaan
adalah 5 orang. Sebelum mendapatkan pekerjaan yang cocok pada umumnya migran enggan untuk mengajak anggota keluarganya. Namun kemudian,
berangsur akan mengajak kalau telah menemukan pekerjaan yang cocok dan penghasilan yang cukup. Anggota keluarga migran yang biasanya ditinggalkan di
desa asal adalah anak-anak dan orang tua mereka ibu atau bapak kadung, mertua, nenek atau kakek. Tabel 11 menunjukkan jumlah tanggungan anggota
rumahtangga migran di desa asal, sebesar 34,6 persen berjumlah 3 orang, sebesar 28,3 persen mempunyai tanggungan sebanyak 4 orang, sebesar 26,4
persen berjumlah 2 orang dan jumlah 5–6 orang berjumlah 10,7 persen.
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
69
69
Tabel 11 Jumlah tanggungan anggota rumahtangga didesa asal Jumlah Tanggungan
orang Frekuensi
Persentase 2
42 26.4
3 55
34.6 4
45 28.3
5 7
4.4 6
10 6.3
Total 159
100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Migran datang kedaerah tujuan pada umumnya secara bertahap. Anggota rumahtangga yang dibawa migran ke daerah tujuan tergantung pada jenis
pekerjaan dan banyaknya penghasilan di daerah tujuan. Sama hal nya jumlah tanggungan anggota keluarga di daerah asal, jumlah tanggungan anggota
keluarga didaerah tujuan sebagian besar 49 adalah satu orang berjumlah 78 responden. Sedangkan yang membawa anggota keluarga ke daerah tujuan dua
orang satu anak dan istri berjumlah 28,9 persen 46 orang, sisanya sebesar 6,9 persen mempunyai tanggungan anggota rumahtangga berjumlah 4–6 orang.
Tabel 12 menunjukkan banyaknya tanggungan anggota rumahtangga di daerah tujuan, yaitu berada di Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran.
Tabel 12 Banyaknya tanggungan anggota rumahtangga di desa tujuan Tanggungan
Orang Frekuensi
Persentase 1
78 49
2 46
28.9 4
24 15.1
Lebih dari 5 5
3.1 Tidak Jawab
6 3.8
Total 159
100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Mengenai jenis pekerjaan migran di desa asal, dari 159 responden yang diambil sampelnya, sejumlah 59,1 persen berlatar belakang sebagai keluarga
petani yang tidak memiliki lahan cukup atau buruh tani, sebesar 10,1 persen berasal dari petani pemilik lahan dan sisanya 49 orang sebesar 30,8 persen
berlatar belakang pekerjaan wiraswasta. Tabel 13 menyebutkan jenis pekerjaan sebelumnya di desa asal migran.
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
70
70
Tabe 13 Jenis pekerjaan sebelumnya di desa asal Jenis Pekerjaan
Frekuensi Persentase
Petani Pemilik 16
10.1 Petani Buruh
94 59.1
Wiraswasta 49
30.8 Total
159 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Sedangkan alasan utama para migran memilih menjadi migran sirkuler sebagian besar didasarkan pada alasan ekonomi sebesar 62,3 persen. Alasan
ekonomi pada umumnya didasarkan pada rendahnya tingkat pendapatan. Hal itu terkait dengan kepemilikan lahan dan upah buruh mencangkul, membajak,
menanam, menyiangi sektor pertanian yang didapat oleh rumahtangga migran di desa asal. Sedangkan alasan nonekonomi rumahtangga migran yang
memutuskan untuk bersirkulasi banyak didasarkan pada tingginya tingkat pengaruh pihak lain kaum kerabat dan tetangga yang sudah terlebih dahulu
memutuskan bersirkulasi. Dari 159 responden alasan non ekonomi diketahui sebesar 34,6 persen. Berikut Tabel 14 menunjukkan alasan utama keluar dari
desa asal. Tabel 14 Alasan utama memutuskan menjadi migran sirkuler
Keterangan Frekuensi
Persentase Ekonomi
99 62.3
Nonekonomi 55
34.6 Tidak JawabTau
5 3.1
Total 159
100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Alasan non-ekonomi lebih didasarkan pada keinginan seseorang atau individu untuk berbuat sesuatu terhadap masa depan dan keluar dari rasa bosan
untuk mencoba hal yang baru. Umumnya responden yang menginginkannya adalah mereka yang berusia antara 16 sampai 22 tahun.
6.1.2. Faktor Penarik Rumahtangga Migran Sektor Informal
Kabupaten Lamongan terdiri dari 27 kecamatan, hanya terdapat dua kecamatan yang berada di pesisir pantai utara Pulau Jawa. Kecamatan Paciran
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
71
71
dan kecamatan Brondong adalah dua kecamatan yang berada di deretan pesisir pantai utara pulau Jawa. Dahulu merupakan pusat-pusat perkembangan agama
islam di pulau Jawa, dimana Islam tersebar melalui jalur Pantai utara dengan sistem perdagangan. Sehingga, dikalangan masyarakat di dua kecamatan
tersebut perdagangan adalah merupakan pekerjaan yang sangat ditekuni dan merupakan pilar utama perekonomian rakyat setemat. Secara fisik pembangunan
yang berlangsung di dua kecamatan tujuan migran berkembang sangat pesat. Pada tahun 2003 telah dibuka Sour Base serta pada tahun 2004 dibuka pusat
Wisata Bahari Lamongan terbesar di Jawa Timur. Sebagai berkembangnya kota industri Gerbangkertasusila, dua
kecamatan tujuan tersebut merupakan daerah subur bagi berkembangnya perdagangan formal maupun informal. Masyarakat banyak berdatangan untuk
megadu nasib melalui usaha perdagangan. Masyarakat yang datang selain berasal dari luar kabupaten juga datang dari penduduk tetangga desa.
Masyarakat lokal yang datang umumnya bekerja pada sektor informal, dengan pengalaman kerja rata-rata lebih dari satu tahun. Hasil survei dari 159 responden
diketahui sebesar 79,2 persen sudah bekerja menjadi migran sirkuler selama lebih dari satu tahun, sebesar 8,3 persen migran sirkuler sudah bekerja di daerah
tujuan antara 1 sampai 6 bulan dan sisanya sebesar 6,9 serta 5,6 persen responden bekerja kurang dari satu bulan. Tabel 15 menunjukkan Lama
pekerjaan yang sedang dijalani migran sirkuler di daerah tujuan, yitu di Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran.
Tabel 15 Lama pekerjaan yang sedang dijalani migran sirkuler
Waktu Frekuensi
Persentase Kurang dari 1 Bulan
11 6.9
Antara 1 - 6 Bulan 13
8.3 Setahun Lebih
126 79.2
LainnyaTidak terhitung 9
5.6 Total
159 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Sejalan dengan lama kerja yang sudah dijalani oleh migran sirkuler didesa tujuan, umumnya migran bekerja pada perdagangan di sektor informal.
Hasil wawancara langsung ke responden diperoleh keterangan bahwa sektor ini yang dirasa cocok dan cepat menghasilkan pendapatan dengan modal yang
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
72
72
relatif terjangkau. Pada dasarnya migran mengetahui bahwa jenis pekerjaan, modal dan curahan kerja mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh.
Namun, setidaknya usaha yang dilakukan masyarakat perdesaan untuk memenuhi kebutuhan hidup telah dilakukan. Terdapat 56 orang responden yang
mengatakan bahwa keuntungannya bekerja disektor informal lebih dari Rp. 50.000,- perhari. Sedangkan yang mendapatkan penghasilan antara Rp. 31.000
sampai Rp. 50.000,- sebesar 29,5 persen. Sisanya 28,3 persen berpenghasilan kurang dari Rp. 20.000,- serta antara 20.000-30.000 rupiah.
Tabel 16 Distribusi pendapatan migran setiap hari di daerah tujuan Jumlah
Rp. 000 Frekuensi
Persentase Kurang Dari 20
11 6.9
Antara 20-30 34
21.4 Antara 31-50
47 29.5
Lebih Dari 50 56
35.2 Tidak Menjawab
11 6.9
Total 159
100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Mengenai asal informasi pekerjan yang didapat migran sirkuler dari 159 responden, sebesar 48,4 persen yang mengatakan mendapatkan pekerjaan
didesa asal pada awalnya diajak oleh teman atau keluarga yang terlebih dahulu memutuskan menjadi migran. Mendapatkan informasi pekerjaan melalui inisiatif
sendiri sebesar 45,3 persen dan migran yang tidak mengetahui dari mana asal informasi pekerjaan di daerah tujuan sebesar 6,3 persen. Tabel 17 menunjukkan
sumber informasi pekerjaan yang didapat migran di daerah tujuan. Tabel 17 Sumber informasi pekerjaan yang dapat migran sirkuler
Sumber Informasi Pekerjaan Frekuensi
Persentase Mencari Sendiri
72 45.3
Ajakan temankeluarga 77
48.4 Tidak Jawab
10 6.3
Total 159
100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Tentang motivasi dan cita-cita menjadi migran sirkuler, penduduk pedesaan yang bersirkulasi ke daerah tujuan memiliki keinginan yang sama
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
73
73
antara yang berkeinginan untuk tetap menjadi migran dan yang berkeinginan tidak menjadi migran hampir sama. Sebesar 49,7 persen yang tidak berkeinginan
untuk terus bersirkulasi dan 48,4 persen yang berkeinginan menjadi migran sirkuler di daerah tujuan, sisanya tidak menjawabtidak mengetahui. Alasan
utama migran memilih untuk terus menjadi migran sirkuler lebih didasarkan pada faktor ekonomi, yaitu mudah mencari uang dan hasil bekerja didaerah tujuan
relatif dapat memenuhi kebutuhan rumahtangga. Migran yang tidak berkeinginan lebih lama menjadi migran sirkuler lebih didasarkan pada kondisi fisik yaitu capek
ingin istirahat. Tabel 18 menunjukkan keinginan lebih lanjut mengenai kuputusan menjadi migran sirkuler. Sedangkan faktor penarik lain yang dominan menarik
rumahtangga migran pergi kedaerah tujuan adalah karena fasilitan dan faktor keamanan yang terdapat didaerah tujuan sebesar 95 responden yang menjawab
59,7 dan sisanya tidak mengetahui. Tabel 18 Keinginan kedepan mengenai keputusan menjadi migran
sirkuler Uraian
Frekuensi Persentase
Non-Respon 79
49.7 Ya, setuju menjadi migran sirkuler
77 48.4
Tidak Tau 3
1.8 Total
159 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
6.1.3. Faktor Pelancar Migrasi Sirkuler
Jika daerah tujuan dilihat sebagai suatu ekosistem akan terlihat bahwa dua kecamatan tujuan merupakan tempat usaha yang ideal, karena memilikai
faritasi atau keaneka ragaman dalam sektor usaha. Desa atau kelurahan tujuan migran mememiliki aneka ragam kegiatan ekonomi yang tidak dimiliki oleh
kecamatan yang lain. Membahas tentang keaneka ragaman kegiatan ekonomi didaerah tujuan tidak akan terlepas dari fasilitas yang menyebabkan kelancaran
dan penghambat migran sirkuler. Faktor–faktor penghambat dan pelancar migran sirkuler antara lain adalah: Jarak, alat Transportasi, kondisi Transportasi, kondisi
Transportasi, waktu ketersediaan Transportasi dan biaya Transportasi dari daerah asal ke daerah tujuan.
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
74
74
Faktor jarak, jarak bagi migran sirkuler dari perdesaan bagian Selatan kabupten Lamongan ternyata tidak menjadi penghalang untuk bersirkulasi dan
nginap atau mondok di daerah tujuan. Ternyata migran yang memutuskan sirkulasi ke daerah tujuan dengan cara mondoknginap untuk beberapa bulan
adalah berasal dari desa yang berjarak lebih dari 16 Km dari daerah asal menuju daerah tujuan perdesaan dari kecamatan Sukodadi dan Kecamatan Pucuk
berjumlah 117 orang 73,6 , migran yang berasal dari jarak antara 10 sampai 15 Km sebesar 25,8 persen 41 orang. Tabel 19 menunjukkan jarak migran dari
daerah asal ke tempat pemondokan di daerah tujuan. Tabel 19 Jarak migran dari daerah asal ke daerah tujuan
Jarak Frekuensi
Persentase Antara 10 -15 Km
41 25.8
Lebih Dari 16 Km 117
73.6 Tidak Jawab
1 0.6
Total 159
100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Hasil pengamatan kondisi transportasi di daerah asal juga berperan besar dalam memperlancar migran sirkuler. Jalan raya menuju daerah asal relatif
bagus dan beraspal, walaupun sedikit agak berbahaya pada musim penghujan. Alat transportasi yang banyak digunakan migran menuju daerah tujuan adalah
mobil L300 sebanyak 60,4 persen 96 orang, sisanya sering menggunakan Ojek Motor dan TrukPickup yang biasa melintas dengan membawa hasil pertanian
sebanyak 57 Orang 35,8 . Tabel 20 mencatat tentang alat transportasi yang biasa digunakan migran menuju ke pemondokan.
Tabel 20 Alat transportasi yang biasa digunakan migran menuju ke pemondokan
Jenis Kendaraan Frekuensi
Persentase Mobil L 300
96 60.4
TruckPickUp 55
34.6 Ojek Sepeda Motor
2 1.2
Tidak Jawab 6
3.7 Total
159 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
75
75
Mengenai kondisi Transpotasi yang memperlancar proses migrasi sirkuler penduduk perdesaan ke daerah tujuan, berdasarkan hasil pengamatan lapangan
menunjukkan bahwa kondisi tersebut pada umumnya lancar dan relatif tidak mempunyai masalah, misalnya keadaan fisik mobil dan kondisi jalan raya yang
rawan. Faktor kelancaran yang dimaksud disini adalah dalam kondisi tertib dan relatif terjadi keseimbangan antara jumlah penumpang dan jumlah kendaraan
yang tersedia. Kondisi tersebut dijawab oleh 124 orang responden 77,9, dan responden yang mengatakan bahwa kondisi transportasi masih jarang dan antri
sebanyak 16 orang. Tabel 21 menunjukkan pendapat migran mengenai kondisi transportasi dari daerah asal menuju daerah tujuan.
Tabel 21 Kondisi transportasi dari daerah asal ke daerah tujuan Kondisi ransportasi
Frekuensi Persentase
Lancar dan Bagus 124
77.9 Masih Jarang dan Antri
16 10.1
Biasa 19
11.9 Total
159 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa Terminal yang tersedia di daerah asal pada umumnya hanya beroperasi selama 12 Jam, yaitu mulai jam
06.00 sampai dengan jam 18.00 WIB. Pengamatan tersebut ternyata berbeda dari jawaban responden melalui kuesioner. Responden yang mengatakan bahwa
ketersediaan alat Transportasi di Terminal yang ada di desa asal adalah 24 jam dijawab oleh 78 orang dan sisanya kuarang dari 12 jam dan hanya 12 jam
dijawab oleh 81 orang responden berikut Tabel 22 menunjukkan waktu ketersediaan transportasi di desa asal migran sirkuler.
Tabel 22 Waktu ketersediaan transportasi di desa asal Waktu Ketersediaan Transportasi
jam Frekuensi
Persentase 24
78 49
12 36
22.6 Kurang 12
45 28.3
Total 159
100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
76
76
Ongkos transportasi menuju daerah tujuan sebelum terjadi kenaikan harga BBM per bulan September 2005 sebesar kurang dari Rp 5000, dijawab
oleh 111 responden, lebih dari Rp. 11000 dijawab oleh 47 responden. Perbedaan yang mencapai kelipatan 100 persen lebih tersebut pada kenyataanya karena
alat transportasi yang digunakan. Migran yang membayar lebih mahal disebabkan naik ojek dan yang lebih murah biasanya mengendarai mobil L 300
serta menggunakan kendaraan Truck atau Pickup. Tabel 23 mengenai besarnya ongkos transportasi migran ke daerah tujuan.
Tabel 23 Besarnya ongkos transportasi ke daerah tujuan Keterangan
Rp Frekuensi
Persentase Kurang dari 5000
111 69.8
Antara 6000 - 10000 Lebih dari 11000
47 29.5
Tidak Jawab 1
0.6 Total
159 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Faktor pelancar migran sirkuler lainnya adalah banyak didasarkan pada faktor ekonomi, yaitu keinginan kuat migran mendapatkan pekerjaan selain
sektor pertanian. Hal tersebut terbukti dengan jumlah responden yang mengatakan bahwa bersirkulasi karena faktor pekerjaan sebanyak 148 orang
93,1 , karena motivasi ingin maju dan ingin mendapatkan pengetahuan baru masing masing sebesar 5 orang 3,1 dan sebesar 6 orang 3,7 . Tabel 24
menunjukkan uraian alasan faktor penarik lain terhadap terjadinya migrasi sirkuler.
Tabel 24 Faktor pelancar migrasi sirkuler lain Faktor Penarik Lain
Frekuensi Persentase
Mendapat Pekerjaan 148
93.1 Ingin Maju
5 3.1
Pengetahuan Baru 6
3.7 Total
159 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
77
77
6.1.4. Faktor Pribadi Migran Sirkuler
Pada dasarnya tidak ada aturan atau norma yang mendorong masyarakat perdesaan di Kabupaten Lamongan untuk bersirkulasi kedaerah pesisir pantai
utara. Namun ada semacam tradisi yang sudah sekian lama mendasari cara hidup masyarakat perdesaan di kabupaten Lamongan. Tradisi tersebut masih
berlanjut sampai sekarang. Walaupun hal tersebut hanya sebatas anjuran atau pendapat dari seorang pemuka agama Alim Ulama.
Peran birokrasi formal seperti kepala desa tidak mampu mengatasi dan mencegah penduduknya dari proses sirkulasi. Hingga tahun 2003 kepala desa
adalah penduduk asli yang dipilih melalui pemilihan kepala desa. Terpilih menjadi kepala desa adalah mereka yang direstuidistujui oleh pimpinan ulamakaum
agama yang berpengaruh didesa. Tidak jarang pada kemudian hari dualisme kepemimpinan didesa terjadi, kepala desa sering kali menempati posisi yang
kedua dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang ditentukan oleh pemuka agama seringkali menjadi ”petuah” bagi penduduk desa. Fanatisme sosok
pemuka agama di perdesaan Kabupaten Lamongan masih sangat besar. Alim Ulama lebih memiliki karisma dalam menyerukan kebijakan atau pun perintah
bila dibandingkan kepala desa, karena pada sebagian besar Alim Ulama di pedesaan mempunyai fasilitas dan dukungan massa yang besar, fasilitas
tersebut berupa pesantren dengan akses yang berlebih bila dibandingkan dengan lembaga formal yang dimiliki oleh desa. Data departemen agama
Kabupaten Lamongan menyebutkan bahwa lebih dari 300 Pondok Pesantren yang ada di kabupaten Lamongan, dan lebih dari 85 persen berlokasi di wilayah
pedesaan. Kekuatan tersebut seringkali mengantarkan dengan mudah seorang menjadi kepala desa atau turun dari jabatan kepala desa menjadi warga biasa.
Alim Ulama adalah kelompok elit desa dan kepala desa adalah kepanjangan tangan dari Alim Ulama.
Dominasi politik yang kuat kalangan pemuka agama di perdesaan kabupaten Lamongan mampu melemahkan peran birokrasi formal, karena sering
kali orientasi pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah diatas birokrasi formal desa terhalang oleh kepentingan pemuka agama yang berbeda. Artinya
hanya kalangan elit yang selama ini berperan utama dalam mengendalikan birokrasi formal di desa, termasuk yang menikmati akses sumberdaya desa.
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
78
78
Tarik-ulur kekuatan politik agama, budaya dan birokrasi formal sering kali di menangkan kaum pemuka agama. Penduduk desa dalam kuantitas yang
seharusnya merupakan pemilik kekayaan sumberdaya desa seringkali tidak dilibatkan. Sehingga, untuk bisa menikmati akses terhadap kekayaan
sumberdaya desa terlebih dahulu seseorangmereka harus masuk dalam lingkaran elite desa.
Migrasi sirkuler penduduk desa diyakini dan disamakan dengan anjuran lelana mengembara” dalam kisah-kisah pengembara tempo dulu. Seseorang
laki-laki dewasa dapat dikatakan kesatria apabila semasa hidupnya pernah menjalani anjuran lelana yang diperintahkan oleh seorang ulama di desa. Lelana
dapat disama artikan dengan pengembaraan untuk mencari sesuatu yang baru, yang belum dimiliki oleh seseorang selama hidup didesa. Setelah dalam tahapan
lelana, seseorang biasanya kembali ke desa dengan berbekal pengalaman yang didapat di daerah yang pernah di singgahi untuk memperoleh ilmu baru.
Seseorang yang berbekal ilmu baru, kemudian diuji untuk menentukan pantas atau tidak masuk dalam kelompok elit desa dalam sebuah pesantren atau
jamaah penajian agama. Namun, kondisi sekarang masyarakat perdesaan yang mengembara atau
lelana tidak lagi karena keinginan masuk dalam lingkaran elit desa, dalam pengembaraan juga tidak lagi seorang pemuda dewasa yang masih berstatus
sendiri. Tetapi, terdapat pergeseran nilai-nilai yang semula dianjurkan, yaitu faktor ekonomi yang membawa seseorangmereka kepala rumahtangga untuk
mengembara mencarai sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan hidup, yang selama ini hanya dirasakan oleh kelompok elit desa.
Data survei menemukan bahwa anjuran lelana sekarang telah bergeser menjadi alasan ekonomi 33,3 yang mendasari pola sirkulasi penduduk
perdesan. Sebesar 25,1 persen beralasan karena ingin melatih kemandirian berumahtangga dan sebesar 25,1 persen mengatakan untuk masa depan ingin
mencari yang lebih baik dari yang sudah ada di desa serta 16,4 persen responden tidak mengetahui alasan secara pribadi mengapa memilih bersirkulasi
ke daerah tujuan. Berikut Tabel 25 menunjukkan Alasan pribadi 159 responden mengapa memilih bentuk mobilitas sirkuler.
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
79
79
Tabel 25 Alasan pribadi bersirkulasi Alasan Pribadi
Frekuensi Persentase
Melatih Kemandirian 40
25.1 Ekonomi
53 33.3
Masa Depan 40
25.1 Tidak Mengetahui
26 16.4
Total 159
100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Akses sumber daya yang dinikmati dan dikuasai oleh sekelompok elit desa terjadi akibat lemahnya birokrasi formal desa, kepala desa yang
seharusnya menjadi decision maker pembangunan tidak mampu lagi membagikan sumber daya desa kepada yang berhak, yaitu penduduk desa yang
merupakan aset bagi kemajuan pembangunan desa. Biasanya kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga formal desa kepala desa sering ditentang oleh elit
desa melalui peran tokoh utama desa yang berada dalam lembaga musyawarah desa LMDBPD.
Masyarakat desa yang sudah memilih bersirkulasi ke daerah tujuan masih memiliki bentuk mobilitas yang lebih cocok untuk memaksimalkan
pendapatannya. Hal ini terlihat dengan pendapat meraka tentang pola yang dipilih sekarang sirkulasi denga nginapmondok. Sebanyak 68 responden yang
mengatakan ”biasa” terhadap sirkulasi. Ketika ditanyakan lebih lajut tentang jawaban biasa, menyatakan bahwa tidak terlalu cocok atau menyenangi, tetapi
kalau ada pola yang lebih baik untuk menambah pendapatan mereka akan merubah keputusannya untuk bersirkulasi. Sebesar 24 responden mengatakan
Sangat senang dan puas denga pendapatan yang diperoleh, serta 23 responden yang mengatakan tidak senang karena belum terpenuhi harapan, sisanya
responden tidak mengetahui mengapa mereka harus memilih pola sirkulasi. Tabel 26 Tingkat kepuasan responden terhadap pola sirkulasi
Tingkat Kepuasan Frekuensi
Persentase Sangat senangPuas
24 15.1
Biasa 68
42.7 Tdak senangTidak Puas
23 14.4
Tidak Menjawab 44
27.6 Total
159 100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
80
80
Alasan memilih pekerjaan sebagai pedagang di daerah tujuan, lebih banyak didasarkan pada bahan baku dan ramainya pembeli daya beli
masyarakat daerah tujuan yang disertai dengan tingkat kebutuhan masyarakat tinggi sebesar 66 responden. Responden yang mengatakan bahwa barang
dagangannya paling dibutuhkan sebesar 58 orang dan yang beralasan memilih berjualan karena modal yang dibutuhkan sedikit sebesar 33 orang responden,
dan yang tidak mengetahui alasan 2 orang responden. Tabel 27 menujukkan alasan responden memilih jenis pekerjaan didaerah tujuan
Tabel 27 Alasan memilih jenis pekerjaan didaerah tujuan Alasan Memilih Pekerjaan
Frekuensi Persentase
Bahan baku mudah didapat 66
41.5 Paling dibutuhkan
58 36.4
Modalnya sedikit 33
20.7 Lainnya
2 1.2
Total 159
100
Sumber: Survei Lapangan, Juli 2005
Umumnya migran sirkuler pulang kedesa asal dalam 4 sampai 6 bulan sekali 91 orang responden pada saat pulang biasanya selama 7 hari di desa
asal kemudian kembali ke desa tujuan untuk bekerja lagi. Responden yang kembali ke desa antara 1 sampai 3 bulan sekali sebesar 34 orang 21,3 dan
tidak tentu sebesar 27 responden 16,9 . Pada umumnya responden kembali kedesa selain untuk mengobati kerinduan teradap keluarga mereka juga kembali
untuk merawat dan menanami tanah pertanian yang mereka miliki didesa, sebagai infestasi sektor pertanian yang pada awalnya menjadi tumpuan harapan
ekonomi keluarga di desa. Namun rasa kecintaan masyarakat desa untuk mempertahankan apa
yang mereka miliki masih dianggap rendah oleh kaum elit di desa. Peran elit desa menciptakan kelemahan dalam kinerja lembaga formal desa yang dibarengi
dengan penguasaan aset dan akses sumberdaya desa. Disamping itu, anjuran lelana yang dulu sering disarankan oleh elit desa, bukan lagi perupa
pengembaraan mencari ilmu untuk bisa kembali dan masuk dalam kelompok elit desa. Dasar pengembaraanlelana merupakan warisan turun temurun pendududk
desa di kabupaten Lamongan yang sekarang menjelma menjadi pengembaraan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga di desa.
Bab VI. Hasil dan Pembahasan
81
81
6.2. Karakteristik Rumahtangga Migran Sirkuler