The Analyses Impact of Circular Migration to Development Of Rural Economics Case Study at Informal Trade Households Sector in Two District in Lamongan Regency East Java

(1)

ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP

PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN

( Studi Kasus Pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur )

MAHFUDHOH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

ABSTRAK

MAHFUDHOH. Analisis Dampak Migrasi Sirkuler terhadap Pembangunan Ekonomi Perdesaan: Studi Kasus pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur. (SAID RUSLI sebagai Ketua dan BAMBANG JUANDA sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Penelitian ini menganalisis dampak migrasi sirkuler terhadap pembangunan ekonomi perdesaan di dua kecamatan Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Dengan menggunakan analisa deskriptif, Indeks Gini Ratio (IGR),

Indeks Good Service Ratio (IGSR) dan data primer (survei lapangan selama 6

bulan pada tahun 2005), serta data skunder (data Susenas dan data Podes) ditemukan bahwa: (1)faktor utama yang mempengaruhi keputusan rumahtangga untuk melakukan migrasi sirkuler adalah faktor ekonomi (rendahnya upah dan pendapatan sektor pertanian), banyaknya tanggungan anggota rumahtangga, kecilnya kepemilikan lahan pertanian, mudahnya informasi tentang pekerjaan di daerah tujuan, makin berkembangnya sarana transportasi, dan orientasi pribadi, (2)karakteristik migran sektor informal adalah rumahtangga petani 100 %, sebagian besar laki-laki 75 % dengan penguasaan lahan pertanian kurang dari 1 ha., (3)tingkat dan distribusi pendapatan menjadi lebih baik setelah melakukan migrasi sirkuler, (4)namun, dibandingkan konsumsi nonpangan, konsumsi pangan menjadi lebih tinggi.

Penguatan pengembangan usaha-usaha non-farm yang dimodali oleh remitansi (remittances) perlu diarahkan untuk peningkatan pembangunan ekonomi perdesaan.


(3)

ABSTRACT

MAHFUDHOH. The Analyses Impact of Circular Migration to Development Of Rural Economics: Case Study at Informal Trade Households Sector in Two District in Lamongan Regency East Java. (under the direction of SAID RUSLI and BAMBANG JUANDA).

This Research analyses impact of circular migration to development of rural economics in two district in Lamongan Regency East Java. By using descriptive analysis, Index of Gini Ratio (IGR), Make An Index To Good Service Ratio (IGSR) and primary data (field survey during 6 months in the year 2005), and also data of Skunder (data of Susenas and data of Podes) please find that: (1)factor especial influencing decision of household to conduct migration of circular is economic factor (lower wages and earnings of agricultural sector), to the number of member responsibilities of household, the so small ownership of agriculture farm, easy to information him concerning work in area of target, and more expand transportation medium him, and personal orientation, (2)characteristic informal sector migrant is farmer household 100 %, most men’s 75 % with domination of agriculture farm less than 1 ha., (3)income and earning distribution become bitterly [of] migration having taken steps of circular, (4)compared to consumption of non food, food consumption become highly.

Reinforcement of development is efforts non-farm capitalised by remittances require to be instructed to the make-up of rural development economics.


(4)

ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP

PEMBANGUNAN KONOMI PERDESAAN

(Studi Kasus Pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur)

MAHFUDHOH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi

Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(5)

Judul Tesis : ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN

(Studi Kasus Pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur)

Nama : MAHFUDHOH Nomor Pokok : A155030231

Program Studi : ILMU-ILMU PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH DAN PERDESAAN

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Ir. Said Rusli, MA Dr. Ir. Bambang Juanda, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu-ilmu 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Pembangunan Wilayah

dan Perdesaan

Institut Pertanian Bogor

Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc


(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis yang berjudul:

ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP

PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN

(Studi Kasus Pada Rumahtangga Sektor Informal Perdagangan di Dua Kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur)

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2006

Mahfudhoh_____ Nrp. A155030231


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lamongan, tepatnya di Kelurahan Blimbing Kecamatan Paciran pada tanggal 04 April 1978, sebagai putri ke tiga dari Ibunda Musriaton dan Ayahanda Mukrim Wibowo. Masa kecil yang bercita-cita sebagai Dokter dan Psykolog akhirnya kandas dan tidak tercapai karena keterpaksaan. Walaupun demikian, menjadi wanita “cerdas” dalam kehidupannya tetap ada. Doa dan dorongan semangat belajar yang lebih baik, tetap penulis dapatkan baik dari keluarga maupun teman-teman dekat.

Pendidikan sekolah dasar ditempuh di SDN IV Blimbing-Paciran, Tamat pada tahun 1989. Pendidikan sekolah menengah pertama selesai tahun 1992. Pendidikan sekolah menengah atas tamat pada tahun 1995. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Ekonomi Manejemen Muhammadiyah Lamongan tamat tahun 2001. Semasa menjadi pelajar di SLTA maupun pendidikan sarjana, penulis aktif mengikuti organisasi ekstra kampus, LSM dan doyan dalam organisasi politik. Dengan beasiswa BPPS Dikti untuk 2 tahun, pada tahun 2003 berkesempatan melanjutkan studi program magister pada program studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sejak tahun 2003 sampai sekarang penulis tercatat sebagai pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah Paciran, Lamongan. Selama masa studi Pascasarjana di IPB penulis juga aktif dibeberapa kegiatan penelitian nasional bidang Ekonomi Sumberdaya yang di prakarsai oleh PT. Nature Link


(8)

PRAKATA

Memahami dan menafsirkan manusia moderen dengan segala latar belakang dan tujuannya merupakan tugas yang tidak mudah, dibutuhkan evaluasi dan penafsiran yang obyektif dalam mengungkap latar belakang migrasi. Suatu tanggung jawab ilmiah yang berat tentunya bagi penulis. Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya senantiasa kami panjatkan sehingga terselesaikan tugas akhir (tesis) ini, yang merupakan salah satu prasyarat dalam memperoleh gelar Magister Sains pada Program studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) di Institut Pertanian Bogor.

Tulisan yang berjudul Analisis Dampak Migrasi Sirkuler Terhadap Pembangunan Ekonomi Perdesaan (Studi kasus pada rumahtangga sektor informal perdagangan di dua kecamatan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur) mencoba memberikan gambaran riil yang terjadi di lapangan. Melalui tulisan ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi bertambahnya khasanah ilmu sosial ekonomi, tetapi juga diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pemerintah daerah agar secara tegas melalui kebijakan yang ditetapkan mampu menekan fenomena migrasi internal di Kabupaten Lamongan sehingga tidak berdampak pada fenomena Kue Donat .

Selesainya tugas ini tidak terlepas atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Said Rusli, MA. selaku ketua komisi pembimbing atas kesabaran, pinjaman referensi dan transfer ilmu membimbing penulis, sehingga penulis banyak mendapatkan pencerahan tentang etika menulis karya ilmiah, Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, MS. selaku anggota komisi pembimbing atas kesabaran dalam memberikan bimbingan, arahan, dorongan moral dan spiritual sehingga terselesaikan tulisan ini. Tidak lupa Juga kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D selaku ketua program studi PWD atas segala kearifan, pinjaman referensi dan saran-sarannya. Ucapan terimakasih dan juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr. dengan kebaikan hati dan keramahan bersedia menguji


(9)

dan memberi masukan yang membangun dalam tulisan ini. Tidak lupa juga kepada para Dosen PWD yang dengan sabar dan ketekunannya mentransferkan ilmu yang tak ternilai kepada penulis. Specially ucapkan terimakasih dan rinduku selalu kepada Ibunda tercinta, Mas dan Keluarga, adik’s yang selalu memberikan

support, do’a dan segalanya ” you are my locomitive”. Ucapan terimakasih juga

penulis sampaikan kepada teman-teman genk: teh Rikrik, Ayah Dus, Nyak Irma, Sijail Arro, kak Mimi, mas Iwan, Siwalet Hisyamdut, Bu Ijah dan keluarga, May, Pak Indra dan keluarga, Pak Bahrin, teman-teman BBC, teman-teman program Magister dan Doktoral PWD angkatan 2003, Pit2, Irwan, Elva yang sabar, serta Ibu kepala Litbang Ketransmigrasian Depnakertrans dan para APU-nya yang telah banyak memberi masukan tulisan saya, Ibu Hariyati, Ibu Diana, Bapak Linton, terimakasih atas fasilitas dan segala dukungan mental-spiritual untuk penyelesaian tugas ini, semoga memory yang terbangun diantara kita merupakan bagian yang terindah dalam hidup. Tidak ketinggalan juga teman-teman di STIEM Paciran-Lamongan, mahasiswa 2002/2003 terimakasih atas bantuan pengambilan data. Akhirnya semoga tulisan ini membawa manfaat yang berguna bagi semua fihak.

Kepada para pembaca, terimakasih dan sampai ketemu di kota Lamongan. Siapa tau memberi inspirasi pengetahuan. Wassalam!

Dramaga – Bogor, Mei 2006


(10)

©

Hak cipta milik Mahfudhoh, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut

Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik

cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………..

xiv

DAFTAR GAMBAR ………

xvi

DAFTAR LAMPIRAN ……….

xviii

I.

PENDAHULUAN

………..

1

1.1. Latar Belakang Permasalahan………

1

1.2. Perumusan Masalah ………

…..

………. 7

1.3. Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian ……….

.

8

1.4. Manfaat Penelitian……….

9

1.5. Keterbatasan Penelitian……… 10

II.

TINJAUAN PUSTAKA

………

11

2.1. Pengertian Migrasi dan Migrasi Sirkuler……… 11

2.2. Migrasi Sirkuler dan Rumahtangga Migran Sirkuler……… 14

2.3. Faktor-Faktor Migrasi Sirkuler.……… 15

2.4. Konsep Sektor Informal dan Sektor Formal………. 17

2.5. Kaitan Sektor Informal dan Materi balik………. 21

2.6. Ekonomi Rumahtangga Migran Sektor Informal……….. 22

2.7. Dampak Migrasi Sirkuler dan Pembangunan Daerah Asal……… 24

2.8. Pengertian Ekonomi Desa dan Pembangunan Ekonomi Desa.… 26 2.9. Tinjauan Beberapa Studi Terdahulu……….………. 29

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

………..

35

3.1. Teori Migrasi………. ……… 35

3.2. Hipotesis Penelitian..……….… 41


(12)

IV. METODE PENELITIAN

………..….

44

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ……….………. 44

4.2. Teknik Pengumpulan Data……….….…… 45

4.3. Metode Analisis ………….……… 48

V.

DESKRIPSI DAERAH ASAL DAN DAERAH TUJUAN MIGRAN

SEKTOR INFORMAL

………..

53

5.1. Daerah Asal Kecamatan Pucuk………. 53 a. Desa Pucuk……….….. 55

b. Desa Kesambi……… 56

Kecamatan Sukodadi……… 57

a. Desa Siwalan Rejo…..……….…… 58

b. Desa Sumberagung………. 58

5.2. Daerah Tujuan Kecamatan Brondong……… 59

a. Kelurahan Brondong………. 61

b. Desa Sedayulawas……… 62

Kecamatan Paciran……….……….. 63

a. Desa Paciran……….…. 64

b. Kelurahan Blimbing………..……….……… 66

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

……….

67

6.1. Faktor-faktor Mempengaruhi Keputusan Untuk Migrasi Sirkuler.. 67

6.1.1. Faktor Pendorong Rumahtangga Migran Sektor Informal 67 6.1.2. Faktor Penarik Rumahtangga Migran Sektor Informal…… 70

6.1.3. Faktor Pelancar Migrasi Sirkuler ……….. 73

6.1.4. Faktor Pribadi Migran Sirkuler……….……….….. 77

6.2. Karakteristik Rumahtangga Migran Sirkuler………. 81

6.3. Tingkat Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan……….………... 86 6.3.1. Tingkat Pendapatan Sebelum Menjadi Migran

Sirkuler………


(13)

6.3.2. Tingkat Pendapatan Sesudah Menjadi Migran Sirkuler… 90

6.3.3. Tingkat Kesejahteraan Migran Sirkuler………. 92

6.4. Dampak Terhadap Pembangunan Ekonomi Desa Asal…………. 95

6.4.1. Dampak Terhadap Penciptaan Faktor Produktif di Desa Asal………..……….. 95

6.4.2. Dampak Terhadap Keadaan Ekonomi Dan Kemakmuran Desa………..………. 98

6.5. Dampak Terhadap Ketersediaan Tenaga Kerja Pertanian.. ….…. 104

6.6. Dampak Terhadap Sumber Daya Manusia dan Pengetahuan Baru……….… 105

6.7. Peran Migran sirkuler dalam Perekonomian Perdesaan dan Pembangunan Wilayah……… 105

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

………..

111

7.1. Kesimpulan………. 111

7.2. Saran ………….………..……….. 112

DAFTAR PUSTAKA

……….……. 114


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Series Penduduk Kabupaten Lamongan Menurut Jenis Kelamin Berdasarkan Hasil Registrasi Penduduk Sepuluh Tahun Terakhir Dan Tingkat Pertumbuhannya ……….………... 5 2. Jumlah Penduduk Kabupaten Lamongan Perkecamatan Pada

Tahun 2000 Sampai Dengan Tahun 2004, Luas Wilayah Tahun 2002 Dan Kepadatan Penduduk Tahun 2002………... 6 3. Banyaknya Desa Menurut Empat Kabupaten Dan Sumber

Penghasilan Sebagian Penduduk……… 7 4. Hubungan Antara Tujuan Penelitian, Metode Analisis, Hasil

Penelitian Dengan Sumber Data……….. 47 5. Muatan Boxplot dan Sumber Data………... 51 6. Luas Wilayah Jarak Ke-Kota Kabupaten Serta Kepadatan

Penduduk Kecamatan Asal Tahun 2003….……….. 54 7. Jumlah Penduduk Dua Desa Sampel Di Kecamatan Asal Migran

Tahun 2000 Sampai Tahun 2004………. 57 8. Luas Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumahtangga

Serta Kepadatan Pemduduk Kecamatan Brondong Tahun 2004….. 59 9. Luas Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumahtangga

Serta Kepadatan Pemduduk Kecamatan Tujuan Tahun 2003……… 64 10. Distribusi Pekerjaan Penduduk Desa Paciran Tahun 2004…………. 65 11. Jumlah Tanggungan Anggota Rumahtangga di Desa Asal…………. 69 12. Banyaknya Tanggungan Anggota Keluarga Didesa Tujuan………… 69 13. Jenis Pekerjaan sebelumnya di Desa asal………. 70 14. Alasan utama memutuskan menjadi migran sirkuler……… 70 15. Lama pekerjaan yang sedang dijalani migran sirkuler.……… 71 16. Distribusi Pendapatan Migran Setiap Hari di Daerah Tujuan……….. 72


(15)

17. Asal Informasi Pekerjaan Yang Sedang Dijalani…………..…………. 72

18. Keinginan Kedepan Mengenai Keputusan Menjadi Migran Sirkuler.. 73

19. Jarak Migran Dari Daerah Asal Ke Daerah Tujuan……….. 74

20. Alat Transportasi Yang Biasa Digunakan Migran Menuju Ke Pemondokan……… 74

21. Kondisi Transportasi Dari daerah Asal Ke daerah Tujuan…………... 75

22. Waktu Ketersediaan Transportsi Di Daerah asal……….. 75

23. Besarnya ongkos transportasi kedaerah tujuan……… 76

24. Faktor pelancar migrasi sirkuler yang lain……….……. 76

25. Alasan pribadi bersirkulasi……… 79

26. Tingkat kepuasan responden terhadap pola sirkulasi……….. 79

27. Alasan memilih pekerjaan di daerah tujuan……… 80

28. Responden menurut jenis kelamin……….. 81

29. Responden menurut umur di daerah tujuan……….. 82

30. Tingkat pendidikan migran sirkuler……….. 82

31. Jenis pekerjaan migran di daerah tujuan……… 83

32. Responden berdasarkan desa asal dan kecamatan asal……… 84

33. Pendapatan migran per hari sebelum memutuskan migrasi sirkuler 88 34. Frekuensi pendapatan sesudah dan sebelum memutuskan migrasi sirkuler……….. 91

35. Distribusi besaran remittances migran kedesa asal……….… 92

36. Kesejahteraan lahiriyah rumahtangga migran di desa asal sebelum dan sesudah memutuskan migrasi, respoden 159 orang……… 94

37. Banyaknya unit usaha non-formal/kerajinan tangan rumahtangga di kecamatan asal tahun 2003 dan 2004 ……….……….. 97

38. Banyaknya tenaga kerja yang diserap oleh usaha non-formal dan formal tahun 2003 di dua kecamatan asal migran……… 98


(16)

39. Jumlah migran per kecamatan dan total pendapatan tahun 2005 99 40. Bayaknya rupiah untuk pajak dan atau iuran desa dari uang hasil

migrasi sirkuler tahun 2005………... 103 41. Keterkaitan utama migran sirkuler dalam pembangunan wilayah….. 107


(17)

Nomor

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Faktor Daerah Asal Dan Daerah Tujuan Serta Penghalang

Antara Dalam Migrasi………. 15

2. Keputusan migrasi menurut Derek Berklee Dalam Todaro 2003 34 3. Kerangka pemikiran konseptual……… 39

4. Kerangka pendekatan operasional……….. 40

5. Kurva lorentzs untuk menggambarkan ketimpangan……….…... 50

6. Jumlah penduduk di kecamatan asal……….. 54

7. Penduduk kecamatan tujuan lima tahun terakhir……….. 60

8. Peta wilayah Kecamatan Brondong………. 62

9. Peta wilayah Kecamatan Paciran…..……….. 65

10. Pola migrasi penduduk desa sampel kecamatan asal………….. 85

11. Boxplot pendapatan migran berdasarkan pekerjaan di daerah tujuan……….… 100

12. Besar uang kiriman migran sirkuler berdasarkan kecamatan asal……… 101

13. Boxplot Kiriman Migran Berdasarkan Daerah Tujuan…………... 102

14. Aliran yang harmoni antara spasial dan kegiatan ekonomi yang dihasilkan oleh migran sirkuler perdesaan………. 108

15. Siklus pembangunan wilayah dan keterkaitan desa-kota berkualitas (virtous Cycel menurut Douglass,1998)……….. 110


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Karakteristik Responden ……….. 108

2. Perhitungan Gini Rasio Sesudah Migrasi……… 112

3. Perhitungan Gini Rasio Sebelum Migrasi……… 113

4. Perhitungan Good Service Ratio……….. 114

5. Jumlah Penduduk & Pendapatan Asli Desa Dua Kecamatan Sukodadi……….. 118

6. Jumlah Penduduk & Pendapatan Asli Desa Dua Kecamatan Pucuk ……….. 119

7. Processing Summary Boxplot……….. 130

8. Daftar Quesioner………. 131


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia terkenal dengan negara yang berbasis kuat dibidang pertanian (Agraris). Sebagian besar penduduk Indonesia bertempat tinggal di pedesaan dan bekerja disektor pertanian. Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) tahun 1971 penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan sebesar 82,6 persen, SP tahun 1990 sekitar 76,4 persen (Yudohusodo, 1998). Data Supas 1995 menunjukkan bahwa terdapat 64,1 persen penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan. Sedangkan SP tahun 2000 menghitung dari total jumlah penduduk 201.241.999 jiwa terdapat 115.861.372 (57,6 %) penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan dan kemudian menurun, berdasarkan data sebaran penduduk perdesaan dan perkotaan BPS tahun 2004 menunjukkan adanya penurunan sebesar 0,7 persen yang kemudian menjadi sebesar 56,7 persen. Walaupun data jumlah penduduk yang tinggal di perdesaan dalam kurun waktu tahun 1971an sampai dengan tahun 2004 cenderung terjadi penurunan namun, penurunan tersebut relatif kecil (6,2 % - 0,7 %) sehingga jumlah penduduk masih relatif lebih besar yang tinggal di daerah perdesaan.

Rustiadi (2006), menyatakan jumlah penduduk yang tinggal diperdesaan lebih terlihat ekstrim bila di bandingkan dengan wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang rata-rata sebesar 70 persen lebih. Sementara masih tingginya jumlah penduduk yang tinggal di daerah perdesaan tersebut juga diikuti dengan adanya masalah disparitas pembangunan. Terutama strategi pembangunan yang masih memihak ke perkotaan (urban-bias).

Strategi pembangunan masa lalu yang terlalu menekankan kepada efesiensi dan mengabaikan distribusi pemerataan ekonomi (distribution) telah menimbulkan kesenjangan pembangunan yang semakin melebar, terutama antara daerah perdesaan dan perkotaan (rural-urban). Kebijakan pembangunan masa lalu kemudian menjadi sumber krisis yang satu kepada krisis yang lain, berantai dan belum terputuskan sampai sekarang. Pendekatan pembangunan cenderung hanya memperhatikan kepada pertumbuhan ekonomi makro yang menekankan kepada kapital fisik yang telah mengakibatkan terjadinya


(20)

Bab I. Pendahuluan 2

kesenjangan pembangunan antar wilayah yang cukup besar. Kesenjangan pembangunan yang signifikan secara makro menurut Anwar (2005) misalnya antara desa-kota. Ketidak seimbangan pembangunan menghasilkan struktur hubungan antar wilayah yang membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah antar satu dengan yang lainnya. Wilayah hinterland perdesaan menjadi melemah karena terjadi pengurasan sumber daya (backwash), rendahnya pendapatan dan pengangguran besar yang menyebabkan terjadinya aliran bersih (net-transfer).

Kondisi tersebut diikuti dengan adanya konversi lahan pertanian ke nonpertanian di wilayah perdesaan, walaupun kondisi tersebut terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di perdesaan. Banyak penduduk di pedesaan yang kehilangan atau tidak mempunyai lahan pertanian lagi, terjadilah mobilitas penduduk dan pada keadaan ini mendorong terjadinya migrasi penduduk keluar baik dalam bentuk dan pola permanen maupun non-permanen, bergerak dari desa ke kawasan perkotaan yang sedang maupun sudah tumbuh. Maka, perhatian masyarakat perdesaan mulai tertuju pada daerah lain yang mampu memberikan harapan akan pekerjaan baru dan upah yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga.

Fenomena migrasi desa-kota oleh beberapa peneliti dianggap penting karena pada satu pihak dianggap sebagai komponen pertumbuhan daerah perkotaan (urban growth), tetapi pada pihak lain merupakan indikasi adanya masalah-masalah sosial ekonomi terutama di daerah perdesaan. Fenomena migrasi dalam beberapa studi ditemukan dapat memperlemah perkembangan kota-kota, banyak menimbulkan biaya-biaya sosial (social costs), seperti yang terjadi pada perkembangan kota-kota besar di Indonesia yang mengalami “

over-urbanization”. Perkembangan mega-urban seperti Jabodetabek, Bandung dan

Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerta, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan), kondisi tersebut dicirikan oleh berbagai bentuk ketidak efesienan dan permasalahan, seperti banyaknya urbanit, meluasnya slum area, tingginya tingkat pencemaran, merebaknya tingkat kriminalitas serta banyaknya pedagang kakilima dadakan yang umum disebut dengan sektor informal.

Todaro (2003) berpendapat bahwa penyebab mengalirnya penduduk perdesaan ke daerah lain salah satunya adalah faktor faktor ekonomi misalnya: tidak tersedianya lapangan pekerjaan, sempitnya lahan pertanian, rendahnya


(21)

Bab I. Pendahuluan 3

tingkat upah, meluasnya kemiskinan dan lambatnya pembangunan ekonomi di perdesaan. Daerah lain yang menjadi sasaran urbanit pada awalnya adalah daerah terdekat yang memberikan harapan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat perdesaan.

Sampai saat ini, dalam beberapa studi migrasi di Indonesia menunjukkan hasil bahwa faktor ekonomi merupakan alasan utama seseorang melakukan migrasi. Naim (1979) dalam studinya terhadap pola migrasi suku Minangkabau mengungkapkan, bahwa faktor ekonomi merupakan faktor yang asasi (built-in) dalam sifat perantauan orang Minangkabau. Hasil Survai migrasi pedesaan-perkotaan di Indonesia yang dilakukan LEKNAS-LIPI tahun 1973 (Suharso et al.,1976) menemukan bahwa pria bermigrasi ke perkotaan adalah untuk mendapatkan penghidupan ekonomi yang lebih baik (50,5 %) dan tidak adanya pekerjaan di desa (21,7 %). Sekitar 90 sampai 100 persen dari para migran sirkuler menyatakan bersirkulasi dari pedesaan karena tidak cukupnya kesempatan kerja di desa asal (Hugo, 1978).

Sedangkan kondisi yang dapat menimbulkan mobilitas penduduk menurut Mantra (1994), adalah dimana daerah asal dan daerah tujuan terdapat perbedaan nilai kefaedahan wilayah (Place Utility), daerah tujuan harus mempunyai nilai kefaedahan wilayah yang lebih tinggi dari daerah asal. Sejalan dengan itu, konsep Resource Endowment (RE) dari suatu wilayah yang mengatakan bahwa perkembangan ekonomi wilayah dalam pembangunan, bergantung pada sumberdaya alam yang dimiliki dan permintaan terhadap komuditas yang dihasilkan dari sumberdaya itu. Secara implisit konsep RE menekankan pada pentingnya keterbukaan wilayah yang dapat meningkatkan aliran modal dan teknologi yang dibutuhkan untuk pembangunan wilayah dan peningkatan pendapatan masyarakat.

Pedesaan yang kurang mendapat RE membutuhkan keterbukaan wilayah. Keterbukaan wilayah perdesaan akan menciptakan alternatif peluang pekerjaan untuk mendapatkan tambahan pendapatan bagi penduduk pedesaan, yang pada umumnya hanya mengandalkan sektor pertanian subsisten. Oleh karena itu, arah pergerakan penduduk perdesaan akan cenderung ke perkotaan yang memiliki kekuatan-kekuatan yang lebih besar. Fenomena diatas, sebenarnya sudah banyak dikupas oleh para ahli Demografi, seperti Zelinsky (dalam Sagara 2002), Hugo (1987) dan Titus (1987). Mengikuti konsep mobilitas


(22)

Bab I. Pendahuluan 4

yang dikemukakan oleh Zelinsky, terdapat hubungan antara tingkat modernisasi suatu daerah dengan perkembangan tipe mobilitas penduduk. Walaupun demikian, tingkat arus gerak penduduk juga tidak terlepas dari karakteristik sosial ekonomi dan budaya masing-masing daerah asal migran bertempat tinggal.

Karakeristik sosial ekonomi dan budaya masyarakat pedesaan di pulau Jawa menjadi suatu pertimbangan tersendiri untuk menilai perkembangan tipe mobilitas penduduk. Pertimbangan lain yang juga melekat di masyarakat pedesaan pulau Jawa ialah norma sosial, seperti faktor kecintaannya terhadap keluarga dan tanah leluhur di desa, pertimbangan tersebut dalam beberapa penelitian mampu mempengaruhi keputusan seseorang untuk memilih bentuk bermigrasi misalnya jenis migrasi sirkulasi atau pulang balik (sirkuler). Migrasi sirkuler menurut Mantra (1994) adalah merupakan jenis mobilitas penduduk nonpermanen, terjadi akibat adanya gaya sentripetal yang mengikat orang-orang pedesaan kurang lebih sama kuat dengan gaya sentrifugal yang mendorong orang-orang pedesaan untuk keluar dari desa mereka. Bentuk mobilitas tersebut adalah merupakan kompromi dari adanya dua gaya yang hampir sama kuatnya serta biasanya akan dipilih penghalang antara (jarak dan transportasi) yang relatif mudah diatasi.

Kabupaten Lamongan mempunyai jumlah perdesaan terbesar di Jawa Timur. Kabupaten ini mempunyai 472 desa, 12 kelurahan dan 27 kecamatan dengan tingkat pertumbuhan penduduk 1,58 persen pada tahun 2004. Secara geografis kabupaten ini terletak di pantai utara Jawa Timur dan merupakan daerah berkembangnya kota raya “Gerbangkertasusila”, wilayah tersebut juga identik dengan nuansa religi, kental dengan masyarakat yang relatif lebih maju

dan civilized (Anonim, 1964). Tingkat pertumbuhan penduduk yang cenderung

fluktuatif dan relatif rendah, dari sepuluh tahun terakhir rata-rata 0,62 persen, Tabel 1 menunjukkan jumlah penduduk Kabupaten Lamongan menurut jenis kelamin berdasarkan hasil registrasi penduduk sepuluh tahun terakhir dan tingkat pertumbuhannya.

Fenomena migrasi sirkuler di Kabupaten Lamongan sudah lama terjadi. Kondisi geografis yang menguntungkan dan transportasi yang semakin maju ikut mendukung fenomena tersebut. Migrasi sirkuler terjadi bukan hanya dari desa ke kota-kota besar di Indonesia (Jakarta, Bogor, Surabaya, dst.) tetapi juga terjadi dari daerah pedesaan bagian selatan ke daerah pesisir Pantai Utara


(23)

Bab I. Pendahuluan 5

(migrasi lokal). Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong adalah dua kecamatan yang secara geografis terletak di kawasan pesisir Pantai Utara. Dua kecamatan tersebut umumnya menjadi daerah tujuan bagi migran lokal yang mondok maupun yang pulang-balik (comutting). Kondisi tersebut menyebabkan tingkat kepadatan penduduk yang relatif lebih tinggi dibanding dua puluh lima kecamatan yang lain. Fluktuasi jumlah penduduk dari tahun 1995 sebesar 0,31 persen dan mengalami kenaikan yang tajam pada tahun 2001 sebesar 0,90. Persen. Namun kemudian, turun kembali pada tahun 2002 dan tahun 2003 hingga sebesar 0, 53 dan 0,62 persen. Pertumbuhan penduduk terbesar terjadi pada tahun 2004, sebesar 1,53 persen dari jumlah penduduk tahun sebelumnya yaitu sebesar 1.224.812 juta jiwa, hal itu disebabkan semakin bertambahnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.

Tabel 1 Jumlah penduduk Kabupaten Lamongan menurut jenis kelamin berdasarkan hasil registrasi penduduk sepuluh tahun terakhir dan tingkat pertumbuhannya

No. Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah

Tingkat Pertumbuhan

/Tahun

1. 1995 571.091 602.182 1.173.273 0,31

2. 1996 575.400 605.447 1.180.847 0,65

3. 1997 577.787 607.650 1.185.847 0,39

4. 1998 579.808 609.236 1.189.044 0,30

5. 1999 582.108 611.536 1.193.644 0,39

6. 2000 585.259 614.844 1.200.103 0,54

7. 2001 591.023 619.856 1.210.879 0,90

8. 2002 594.101 623.215 1.271.316 0,53

9. 2003 598.572 626.240 1.224.812 0,62

10. 2004 611.219 632.933 1.244.152 1,58

Sumber: BPS Kabupaten Lamongan Tahun 1995 sampai Tahun 2004

Walaupun luas wilayah relatif sama, jumlah penduduk dan tingkat kepadatan di bagian wilayah pantai utara Kabupaten Lamongan (Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong) relatif lebih tinggi dibanding dibagian wilayah selatan (kecamatan Pucuk dan Kecamatan Sukodadi). Data BPS Kabupaten Lamongan mencatat bahwa kecamatan yang mempunyai kepadatan Penduduk tertinggi adalah kecamatan Paciran (1549,6 orang/km) dan Kecamatan Brondong 713,9 orang/km2, dengan luas wilayah yang relatif sama dari 25 kecamatan lainnya (lihat Tabel 2). Fenomena tersebut diyakini akan berdampak bukan hanya pada daerah tujuan tetapi juga berdampak pada rumahtangga dan


(24)

Bab I. Pendahuluan 6

pembangunan desa asal. Rumahtangga migran sektor informal secara sengaja datang ke daerah tujuan dengan motif, karakteristik dan budaya yang relatif sama. Umumnya karena keterdesakan ekonomi rumahtangga yang terus meningkat, datang dan kembali lagi yang secara administrasi sulit untuk di data.

Tabel 2 Jumlah Penduduk Kabupaten Lamongan per kecamatan pada tahun 2001 sampai tahun 2004, luas wilayah tahun 2002 dan kepadatan penduduk tahun 2002

Jumlah Penduduk Tahun No. Kecamatan

2001 2002 2003 2004

Luas Wilayah (2002) Kepadat an pddk orang /km2 (2002)

1. Sukorame 19.997 20.032 20.032 20.044 41,47 483,7

2. Bluluk 21.043 21.059 21.500 21.562 54,15 389

3. Ngimbang 41.962 42.085 42.106 42.069 114,33 368,1

4. Sambeng 48.968 49.095 49.299 49.325 195,44 251,2

5. Mantup 41.218 41.222 41.311 42.329 93,07 442,9

6. Kembangbahu 44.279 44.316 44.291 44.346 63,84 694,2

7. Sugio 54.893 54.892 54.886 60.702 91,29 601,3

8. Kedungpring 52.563 53.151 53.306 53.291 84,43 629,5

9. Modo 45.594 45.697 45.698 50.404 77,80 587,4

10 Babat 75.652 75.707 75.915 76.144 62,95 1202,7

11 Pucuk 47.631 47.666 47.559 47.535 44,84 1063

12 Sukodadi 48.397 48.336 48.802 49.803 52,32 923,9

13 Lamongan 60.598 61.072 61.266 61.802 40,38 1512,5

14 Tikung 61.641 38.360 38.672 38.716 52,99 724

15 Sarirejo - 23.715 23.702 23.654 47,39 500,4

16 Deket 43.371 43.324 43.121 43.174 50,05 865,6

17 Glagah 43.996 44.083 44.149 44.363 40,52 1088

18 Karangbinangun 39.756 41.662 43.711 43.919 52,88 788

19 Turi 49.706 49.766 50.431 51.061 58,69 848

20 Kalitengah 33.810 33.895 33.954 35.936 43,35 782

21 Karanggeneng 42.409 42.896 43.606 44.253 51,32 836

22 Sekaran 44.421 44.562 44.674 44.791 49,65 897,5

23 Maduran 34.669 35.239 34.989 35.172 30,15 1168,8

24 Laren 46.988 46.977 47.207 47.350 96,00 489,3

25 Solokuro 41.193 41.042 41.755 42.351 101,02 406,3

26 Paciran 73.857 74.212 75.082 76.098 47,89 1549,6

27 Brondong 52.312 53.247 53.788 53.908 74,59 714

T o t a l 1..210.879 1.217.316 1.224.812 1.244.152 1.812,80 671,5

Sumber: BPS Kabupaten Lamongan Tahun 2001 sampai Tahun 2004

Dalam beberapa studi dilaporkan bahwa sektor informal banyak menampung migran dari daerah pedesaan (Suchamdi, 1999 dan Sukwika, 2003). Pada umumnya para migran bergerak menuju ke pusat kota. Walaupun daerah tujuan migran pada umumnya bukan daerah pusat kota tetapi daerah pantai utara. Namun dua kecamatan tujuan migran tersebut adalah merupakan daerah kota penyangga dari pusat kota kabupaten. Jarak dari daerah tujuan menuju ke pusat kota kabupaten Lamongan relatif lebih jauh (48 Km) dibandingkan apabila


(25)

Bab I. Pendahuluan 7

para migran bergerak secara langsung dari daerah asal menuju pusat kota kabupaten (17 Km). Dengan demikian, gerak penduduk sirkuler (lokal) rumahtangga sektor informal dari daerah perdesaan kabupaten Lamongan merupakan hal yang menarik untuk diteliti.

1.2. Rumusan Masalah

Fenomena migrasi diperdesaan kabupaten Lamongan adalah merupakan bentuk adanya keterbukaan interaksi penduduk setempat dengan desa-desa, desa-kota dan kota-kota yang lain. Kondisi yang demikian, tentunya akan memudahkan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh penduduk desa, misalnya pendapatan rumahtangga. Dari 474 desa dan Kelurahan terdapat 458 desa dengan sumber penghasilan utama penduduk disektor pertanian (Podes Propinsi Jawa Timur, 2003). Tentunya dengan tidak mengabaikan faktor budaya dan norma-norma masyarakat perdesaan setempat, telah terjadi pergeseran dalam strategi ekonomi masyarakat pedesaan yang semula hanya mengandalkan pertanian subsisten bergeser secara pasti menjadi ekonomi pasar yang selama ini dicirikan di perkotaan (sektor informal) melaui remittances

migran sirkuler. Jika dibandingkan dengan kabupaten tetangga Kabupaten Lamongan memiliki jumlah desa terbanyak di Jawa Timur 96,6 % (458 desa) dengan basis utama sektor pertanian, Tabel 3 menunjukkan banyaknya desa menurut kabupaten dan lapangan usaha penduduk di tiga kabupaten sekitar yaitu Kabupaten Gresik, Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bojonegoro yang memiliki kondisi ekologi dan demografi relatif sama. Namun, tingkat pendapatan masyarakat yang bekerja di sektor pertanian masih menjadi kendala bagi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Tabel 3 Banyaknya desa menurut kabupaten dan lapangan usaha penduduk

Kabupaten Pertanian Pertamban gan & Penggalian

Industri Perdagangan Besar/Eceran

Jasa Lain nya

Jumlah

Lamongan 458 - 1 12 3 - 474

Tuban 309 - 1 13 1 4 328

Gresik 248 1 68 19 16 4 356

Bojonegoro 399 - 3 13 12 3 430


(26)

Bab I. Pendahuluan 8

Rata-rata jumlah anggota keluarga di perdesaan kabupaten Lamongan adalah 5 orang. Upah bekerja sektor pertanian rata-rata menurut survey angkatan kerja nasional BPS tahun 2004 adalah Rp. 7500 – Rp. 8000 perhari selama 4 sampai 6 jam. Bila dibandingkan dengan standart nasional kebutuhan hidup minimum (KHM) perdesaan yang rata-rata antara Rp 300.000,- sampai dengan Rp. 450.000,- per kepala rumahtangga perbulan, tentunya upah sektor pertanin tidak akan mencukupi dalam memenuhi kebutuhan hidup rumahtangga petani di desa. Sehingga, keputusan sebagian masyarakat desa di kabupaten Lamongan untuk menjadi migran sirkuler adalah merupakan suatu yang menarik dan penting untuk diteliti. Selain faktor ekonomi tentunya terdapat beberapa faktor lain yang ikut berperan dalam fenomena migrasi internal pada rumahtangga migran sirkuler sektor informal di perdesaan kabupaten Lamongan, sehingga fokus masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan rumahtangga migran sektor informal di Kabupaten Lamongan?

2. Bagaimana karakteristik rumahtangga migran sirkuler sektor informal di Kabupaten Lamongan?

3. Apakah keputusan rumahtangga migran sektor informal untuk bermigrasi sirkuler mampu meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan keluarganya?

4. Bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat pergerakan penduduk (Migrasi sirkuler) rumahtangga migran sirkuler sektor informal terhadap pembangunan ekonomi perdesaan di Kabupaten Lamongan?

1.3. Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini ditujukan pada rumahtangga migran sektor informal (pedagang kaki lima dan keliling), selama ini sebagai sektor yang mampu menyerap tenaga kerja paling banyak dari pedesaan, dan keberadaannya masih dianggap kurang memberikan kontribusi yang menguntungkan serta mengganggu keindahan “kota”. Rumahtangga yang dimaksud adalah rumahtangga yang berasal dari desa Wanar, desa Kesambi, desa Siwalanrejo dan desa Sumberagung. Dua desa yang pertama terdapat di kecamatan Pucuk serta sisanya berada di kecamatan Sukodadi. Empat desa


(27)

Bab I. Pendahuluan 9

asal tersebut secara visual merupakan komunitas rumahtangga sektor informal yang berada di daerah tujuan (daerah penelitian) di Kelurahan Blimbing, Desa Paciran, Kelurahan Brondong serta Desa Sedayulawas. Empat lokasi penelitian tersebut ada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong. Adapun tujuan penelitian dalam hal ini adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi sirkuler pada rumah tangga sektor informal di daerah Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

2. Menguraikan karakteristik rumahtangga migran sirkuler sektor informal di Kabupaten Lamongan.

3. Menganalisis dan mengukur tingkat kesejahteraan setelah dan sebelum memutuskan untuk migrasi sirkuler pada rumahtangga sektor informal yang berasal dari dua kecamatan asal (daerah pedesaan) Kabupaten Lamongan. 4. Menganalisis pengaruh atau dampak yang ditimbulkan oleh rumahtangga

migran sirkuler sektor informal terhadap pembangunan ekonomi perdesaan di Kabupaten Lamongan.

1.4. Manfaat Penelitian

Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pemecahan masalah gerak penduduk lokal akibat adanya perbedaan dan ketidak seimbangan pembangunan wilayah, perdesaan dan perkotaan (rural-urban), di Kabupaten Lamongan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan informasi dan kontribusi terhadap pemerintah setempat tentang kondisi ekonomi rumahtangga di wilayah perdesaan serta kebijakan yang memungkinkan untuk dilkukan oleh pemerintah dalam mengatasi pengangguran terselebung di wilayah perdesaan, tingkat kesejahteraan rumahtangga penduduk desa, pembangunan ekonomi desa, yang akan berdampak pada penerimaan keuangan desa. Pertimbangan itu penting untuk keberlanjutan pembangunan perdesaan karena hampir 82 persen wilayah Kabupaten Lamongan adalah perdesaan yang berbasis padi dan sawah (pertanian). Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi kontribusi dan informasi terhadap pengembangan pengetahuan, terutama ilmu perencanaan pembangunan wilayah dan perdesaan (PWD), utamanya yang memfokuskan bagi masalah pembangunan dan pengembangan wilayah perdesaan di Indonesia.


(28)

Bab I. Pendahuluan 10

1.5. Keterbatasan Penelitian

Fokus penilitian ini hanya terbatas pada rumah tangga sektor informal yang begerak di sektor perdagangan kakilima dan keliling yang berasal dari dua kecamatan asal yaitu Kecamatan Pucuk: Desa Wanar, Desa Kesambi. Kecamatan Sukodadi yaitu Desa Siwalanrejo dan Desa Sumberagung. Dua kecamatan secara sengaja dipilih untuk mewakili fenomena migrasi sirkuler yaitu penduduk perdesaan yang berasal dari daerah selatan Kabupaten Lamongan. Para migran tersebut secara visual banyak terdapat di dua kecamatan tujuan yaitu Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong (wilayah utara/pesisir Kabupaten Lamongan). Jenis migrasi yang menjadi sasaran penelitian ini hanya terbatas pada migrasi sirkuler, yaitu rumahtangga migran yang nginap (mondok)

pada daerah tujuan selama lebih dari satu hari dan kurang dari 3 bulan di daerah tujuan, kemudian kembali kedaerah asal atau desa asal. Daerah tujuan atau tempat tujuan adalah Kelurahan Blimbing, Desa Paciran, Kelurahan Brondong dan Desa Sedayulawas.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Migrasi dan Migrasi Sirkuler

Terdapat tiga komponen yang dapat mengubah kuantitas penduduk, yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi. Dari ketiga komponen tersebut, yang paling sulit diukur dan dirumuskan adalah migrasi. Menurut Lee (1976), migrasi adalah perubahan tempat tinggal secara permanen atau semi permanen dimana tidak ada pembatasan dan sifat tindakan tersebut sukarela atau terpaksa. Migrasi secara umum mengandung pengertian yaitu proses perpindahan individu atau bisa juga kelompok dari suatu tempat atau pun daerah ke tempat atau daerah lain dengan harapan mendapatkan sesuatu dari daerah yang dituju (Mantra, 1994). Suharso (1986) memberi pengertian migrasi sebagai suatu mobilitas penduduk secara geometris dari suatu tempat atau lokasi geografis ke tempat atau lokasi geografis lainnya melewati batas administrasi sesuatu daerah atau wilayah dengan maksud untuk mempertahankan hidup dan atau memperbaiki kehidupan, baik untuk keluarga maupun diri sendiri. Sedangkan Rusli (1986), berpendapat bahwa migrasi adalah gerak penduduk dari satu tempat ke tempat lain disertai dengan perpindahan tempat tinggal secara permanen. Arti permanen mengandung pertimbangan tentang waktu dan untuk membedakan perpindahan yang bersifat sementara (nonpermanen). Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan definisi migrasi lebih didasarkan pada dimensi wilayah dan waktu, yaitu perpindahan penduduk yang melmpaui batas propinnsi dengan jangka waktu lima tahun lalu (migrasi risen/mutakhir).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, migrasi dapat disimpulkan sebagai bentuk gerak penduduk, spasial ataupun teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan teritorial atau tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tempat tujuan. Tempat asal dalam hal ini bisa meliputi daerah perdesaan atau pun perkotaan dan tempat tujuan meliputi daerah perkotaan atau pun perdesaan. Selanjutnya secara teritorial biasa dikelompokkan kedalam mobilitas desa-kota, desa-desa, kota-kota dan kota-desa. Menurut Mantra (1994) mobilitas penduduk terbagi menjadi dua, yaitu mobilitas penduduk vertikal dan mobilitas penduduk horizontal atau geografis. Mobilitas penduduk vertikal adalah


(30)

Bab II. Tinjauan Pustaka 12

12

perubahan setatus seseorang (aktivitas pekerjaannya) dari waktu ke waktu yang lain atau pada waktu yang sama. Sedangkan yang dimaksud migrasi horizontal adalah gerak penduduk dari satu wilayah menuju kewilayah yang lain dalam jangka waktu tertentu.

Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam mobilitas horizontal yaitu wilayah/ruang (space) dan waktu (time), hal tersebut sesuai dengan paradigma geografi yang didasarkan atas konsep ruang dan waktu (space and time

concept). Namun sampai saat ini, para ahli belum ada kesepakatan tentang

konsep ruang dan waktu untuk mendefinisikan mobilitas penduduk. Biro Pusat Statistik menggunakan propinsi sebagai batasan ruang dan enam bulan sebagai batasan waktu untuk mengatakan seseorang sebagai migran. Peneliti lain: Singanetra-Renald, Mukherji, Chapman (dalam Mantra,1994) menggunakan batasan ruang dan waktu yang lebih sempit, sehingga pada akhirnya sepakat bahwa makin sempit batasan ruang dan waktu yang digunakan makin banyak terjadi gerak penduduk di antara wilayah tersebut.

Mobilitas penduduk horizontal terdiri dari mobilitas penduduk permanen dan nonpermanen (mobilitas penduduk sirkuler). Mobilitas penduduk nonpermanen terbagi menjadi dua yaitu sirkulasi dan komutasi. Mobilitas penduduk jenis sirkulasi dalam penelitian ini disebut dengan migrasi sirkuler adalah gerak penduduk melintasi batas-batas administratif suatu wilayah untuk bekerja lebih dari satu hari, atau kurang dari satu tahun, serta tidak ada “niat” menetap didaerah tujuan. Sedangkan gerak perpindahan penduduk melintasi batas-batas administratif suatu wilayah untuk bekerja sedikitnya enam jam atau sedikitnya kurang dari satu hari serta kembali pada hari itu juga, dan tidak ada “niat” nginap di daerah tujuan disebut komutasi. Lebih jelas, Mantra berpendapat bahwa mobilitas penduduk sirkuler adalah gerak penduduk dari satu wilayah menuju wilayah lain dengan tidak ada “niatan” menetap untuk selamanya di daerah tujuan.

Seseorang dikatakan melakukan migrasi apabila melakukan pindah tempat tinggal secara permanen (untuk jangka waktu minimal tertentu) dengan menempuh jarak minimal tertentu atau pindah dari satu unit geografis lain. Unit geografis sering juga disebut unit administratif pemerintahan baik berupa negara maupun bagian dari negara-negara diatur menurut tata aturan administratif yang disepkati secara nasional maupun internasional.


(31)

Bab II. Tinjauan Pustaka 13

13

Sedangkan orang yang melakukan migrasi disebut migran. Standing (1991 dalam Sri Wahyuni, 2003) menyatakan bahwa, banyak sensus menetapkan bahwa migran adalah mereka yang berpindah dalam masa antarsensus dan dalam masa sensus kedua tinggal di wilayah yang tidak sama dengan wilayah tempat tinggal pada waktu sensus pertama. Oleh karena itu seseorang disebut sebagai migran ada kemungkinan telah melakukan migrasi lebih dari satu kali (Rusli, 1984). Menurut Alatas dan Edi (1992) secara umum menyebutkan beberapa jenis migran, migran kembali, migran semasa hidup (life

time migran), migran total dan migran risen. Migran semasa hidup ialah

orang-orang yang pada saat pencacahan tidak bertempat tinggal ditanah atau tempat kelahirannya. Migran kembali adalah orang yang kembali ketempat kelahirannya setelah sebelumnya pernah berpindah ketempat lain atau dengan kata lain bisa disebut dengan migran sirkuler. Sedangkan migran total yaitu orang yang pernah bertempat tinggal ditempat lain (selain tempat kelahirannya), sehingga migrasi total meliputi migran semasa hidup dan migran kembali. Jumlah migran total dikurangi migran kembali merupakan migran semasa hidup. Migran risen/mutakhir adalah orang-orang yang akhir-akhir ini melakukan perpindahan, akhir-akhir ini dapat diartikan dalam waktu satu tahun terakhir ini atau lima tahun terakhir ini dan seterusnya. Dalam kemungkinan bila lima tahun terakhir, maka migran risen/mutakhir adalah orang/mereka yang pada saat pencacahan propinsi tempat tinggal sekarang berbeda dengan propinsi tempat tinggal lima tahun yang lalu.

Lebih lanjut, terdapat migrasi yang dilakukan atas keinginan sendiri dan atas keinginan diluar pribadi yang sering disebut transmigrasi. Sedangkan pada umumnya jenis migrasi digolongkan menjadi dua yaitu migrasi internal dan migrasi internasional. Seorang melakukan migrasi dikatakan sebagai migran masuk bila dilihat dari daerah tujuan, dan dikatakan migran keluar bila dilihat dari daerah asal. Apabila dalam suatu daerah pada suatu wilayah negara jumlah migrasi masuk lebih banyak dari dari migrasi keluar berarti dalam daerah yang bersangkutan terdapat migrasi masuk net. Dan sebaliknya bila migrasi keluar neto bila di daerah tersebut jumlah migrasi keluar lebih banyak dari migrasi masuk ( Rusli, 1984).


(32)

Bab II. Tinjauan Pustaka 14

14

2.2. Migrasi Sirkuler dan Rumahtangga Migran Sirkuler

Pengertian migrasi sirkuler sebagaimana yang dikatakan Alatas dan Edi (1992), adalah jenis mobilitas penduduk yang dipilih seseorang atau kelompok dengan maksud untuk tidak menetap di daerah tujuan dan pada waktu tertentu tetap kembali ke daerah asal. Migrasi sirkuler menurut Mantra (1994) adalah gerak penduduk dari sutu wilayah menuju ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Dari kedua pengertian tersebut terlihat tidak ada batasan waktu dan jarak untuk keluar dari daerah asal, tetapi kedua pengertian tersebut sepakat menekankan pada kata “niatan” yang membedakan dari pengertian migrasi permanen. Dengan demikian dapat disimpulkan pengertian migrasi sirkuler adalah gerak penduduk nonpermanen seseorang/mereka dalam waktu lebih dalam sehari tetapi kurang dari enam bulan.

Lebih lanjut, Mantra juga berpendapat bahwa seseorang cenderung melakukan mobilitas apabila kebutuhannya di daerah asal kurang dapat terpenuhi. Dengan demikian keputusan untuk memilih migrasi adalah merupakan pertimbangan ekonomi yang rasional (Todaro, 2003).

Tujuan utama para migran pada umumnya adalah pemenuhan kebutuhan rumahtangga di daerah asal, akan tetapi adanya ikatan kekerabatan antar keluarga yang kuat di sebagian masyarakat seringkali mempengaruhi proses keputusan mobilitas penduduk. Sehingga, migran dapat dengan arif memutuskan pada jenis mana mereka memilih bentuk mobilitas, tentunya migran akan mempertimbangkan bentuk mobilitas yang optimal yang dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Mencukupi kebutuhan dalam hal ini meliputi kebutuhan

lahiriyah (makanan, pakaian dan tempat tinggal) dan kebutuhan batiniyah

(pendidikan, kasihsayang keluarga, dst.). Atas dasar dua pertimbangan tersebut akan menentukan memilih jenis mobilitas, termasuk keputusan memilih jenis mobilitas sirkuler.

Sebagian masyarakat terutama masyarakat perdesaan di Pulau Jawa memilih jenis migrasi nonpermanen (sirkulasi) dianggap lebih efektif dalam memenuhi dua kebutuhan yang manusiawi tersebut. Dengan demikian, penyertaan keluarga ke daerah tujuan tentunya juga diputuskan dengan pertimbangan yang matang, pada umumnya keluarga diajak menjadi migran


(33)

Bab II. Tinjauan Pustaka 15

15

sirkuler bertahap dalam prosesnya. Ketika tingkat pendapatan migran didaerah tujuan sudah mencukupi, secara bertahap migran yang sendirian akan mengikut sertakan keluarganya kedaerah tujuan, sebagai tanda di daerah tujuan mengalami tingkat perbaikan dari kondisi awal. Dengan demikian, rumahtangga migran sirkuler atau migran kembali adalah sanak saudara atau “kaum kerabat” yang kembali ketempat kelahirannya (daerah asal) setelah sebelumnya pernah berpindah ketempat lain (daerah tujuan).

2.3. Faktor-Faktor Migrasi Sirkuler

Menurut Lee (1991) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi orang dalam mengambil keputusan untuk bermigrasi dan mempengaruhi proses migrasi adalah: (1) Faktor-faktor dari daerah asal (Faktor daya dorong/push factors, faktor daya tarik /pull factors dan faktor netral/neutral

factors), (2) Faktor-faktor yang ada di daerah tujuan (Faktor daya dorong/push

factors, faktor daya tarik /pull factors dan faktor netral/neutral factors), (3) Faktor-faktor rintangan dan (4) Faktor-Faktor-faktor pribadi. Faktor-Faktor-faktor tersebut diatas terlihat dalam Gambar 1. Sebagai tanda + (positif), berarti menarik atau juga biasa disebut faktor yang mengikat seseorang untuk menetap di daerah tujuan. Tanda negatif (-) berarti mendorong seseorang untuk pindah dari daerah asal, dan tanda 0 berarti netral, faktor yang bersifat netral secara relatif pada dasarnya tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan untuk bermigrasi. Kendati demikian terdapat faktor-faktor yang mempunyai pengaruh sama atau berbeda terhadap seseorang. Kondisi tersebut disebabkan adanya perbedaan sikap dari calon migran terhadap faktor-faktor tersebut. Namun demikian terlihat beberapa faktor yang menimbulkan reaksi yang sama pada beberapa pribadi calon migran terhadap faktor-faktor tersebut, baik kondisinya didaerah asal maupun didaerah tujuan.

Gambar 1 Faktor daerah asal dan daerah tujuan serta penghalang antara dalam migrasi

+ – + 0

–+ 0– +

– 0 – +

0– +0 +

+ – 0 +

0– +0 +

+ 0 – +

0 – + 0–

Penghalang Antara


(34)

Bab II. Tinjauan Pustaka 16

16

Simbol (+,

, 0) adalah merupakan simbol faktor penarik, pendorong dan netral yang berasal di daerah asal dan daerah tujuan. Maksud pengertian ini tergantung pada persepsi masing-masing individu terhadap faktor-faktor tersebut. Selain faktor penarik, pendorong dan netral, masih ada faktor penghalang atau perintang antara. Faktor penghalang antara dalam kondisi tertentu relatif mudah diatasi, namun terkadang juga relatif sulit diatasi. Faktor-faktor pribadi antara lain; persepsi seseorang tentang daerah asal dan tujuan, kepekaan pribadi atau individu yang sangat mempengaruhi penilaian tentang keadaan daerah asal dan tujuan. Demikian juga dengan informasi yang tersedia, membawa pengaruh dalam pengambilan keputusan untuk melakukan migrasi.

Pengambilan keputusan bermigrasi, salah satunya dipengaruhi oleh faktor lemahnya kualitas sumberdaya manusia yang ada, disamping rasa keterikatan dengan keluarga didesa asal dan kemauan keras dalam mencoba sesuatu yang baru atau yang termasuk dalamm motivasi diri dalam mencoba hal baru. Dengan demikian, ketika pengambilan keputusan bermigrasi sudah terlaksana di daerah tujuan sebagian besar para migran mengenal dan mempunyai ikatan sosial yang kuat antar sesama migran. Mulder (1978) mengatakan bahwa diantara sesama migran sebenarnya terdapat ikatan sosial yang kuat didaerah tujuan. Kadang-kadang migran membentuk kongsi-kongsi atau persatuan antar sesama migran berdasarkan kesamaan daerah, asal daerah maupun idiologinya.

Ketika para migran mengambil keputusan untuk melakukan migrasi dalam benak mereka sudah tersusun rencana bahwa nantinya didaerah tujuan akan mendapat pekerjaan dan penghasilan sesuai yang diinginkan mereka. Kebanyakan mereka tidak mengetahui bahwa lapangan pekerjaan dan jenis pekerjaan di daerah tujuan (Kota) kebanyakan masuk ke sektor moderen.

Mobilitas tenaga kerja pedesaan ke daerah perkotaan antara lain adalah karena kebijakan pembangunan yang berkembang cenderung urban-bias, tidak berpihak atau bahkan mengabaikan daerah pedesaan, serta penerapan mekanisasi pertanian sebelum waktunya dan menyempitnya lahan pertanian akibat pertumbuhan penduduk dan konversi lahan pertanian. Todaro (2003), berpendapat bahwa keputusan untuk melakukan migrasi merupakan suatu keputusan yang telah dirumuskan secara rasional, para migran tetap saja pergi meskipun mereka mengetahui tingginya tingkat pengangguran di daerah-daerah


(35)

Bab II. Tinjauan Pustaka 17

17

tujuan, kerangka sistimatis dari pendapat ini dapat ditunjukkan dalam Gambar 2 yang menunjukkan skema analisis keputusan bermigrasi menurut Derek Byerlee dalam Todaro (2003).

Keinginan mereka untuk pindah kekota adalah untuk mencari pekerjaan dengan harapan besar bahwa tingkat upah atau penghasilan yang akan didapat di perkotaan akan lebih besar. Walaupun potensi dan daya dukung perkotaan sudah tidak mampu menghasilkan upah atau penghasilan yang seimbang dengan kebutuhan migran, karena kapasitas dan daya dukung perkotaan yang cenderung melemah akibat overpopulation. Namun migran yang datang tetap saja tertarik, dengan segala daya dan upaya mereka menggunakan informasi dan jaringan sosial dari kaum kerabat yang sudah terlebih dahulu bermigrasi. Jaringan sosial yang digunakan migran dalam studi ilmu sosial sering disebut modal sosial (social capital) dalam hal ini dapat diartikan sebagai modal yang memperlancar keputusan untuk menjadi migran sirkuler.

Modal sosial merupakan jaringan antar orang-orang yang saling berinteraksi dalam satu kepentingan yang didalamnya terdapat unsur kepercayaan yang mampu megurangi biaya transaksi. Dalam kenyataannya ikatan kekerabatan yang kuat akan mampu menciptakan ikatan sosial, ikatan

batin antar sesama migran maupun ikatan yang kuat terhadap daerah asal.

Begitu pula dengan keputusan bidang pekerjaan yang ditekuni oleh para migran tidak akan terlepas dari unsur kekerabatan yang ada. Seorang migran yang datang dari desa tidak akan begitu mudah untuk mendapatkan sebuah pekerjaan ketika mereka tiba di daerah tujuan, sebagian besar tidak sendirian, kebanyakan dari mereka diajak oleh ”kerabat” mereka yang telah berhasil di daerah tujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok dan menghasilkan pendapatan.

2.4. Konsep Sektor Informal dan Sektor Formal

Konsep sektor informal berasal dari makalah Hart tentang lapangan kerja perkotaan di Ghana. Hart pertama kali memperkenalkan pembagian kegiatan ekonomi kedalam sektor “informal” dan sektor “formal”. Istilah sektor informal sendiri adalah merupakan satu bentuk pengembangan dari konsep tradisional, sedangkan istilah sektor formal kurang lebih sama dengan istilah moderen Konsep sektor informal menurut Hart adalah merupakan unit usaha dengan


(36)

ciri-Bab II. Tinjauan Pustaka 18

18

ciri padat karya, pengelolaan usaha bersifat kekeluargaan, tingkat pendidikan formal yang rendah, mudah dimasuki pendatang baru, sifatnya yang selalu berubah ubah dan tidak stabil (Tjiptoherijanto, 1989).

Dualisme informal dan formal ini semakin menarik peneliti studi pembangunan dalam kaitan proses industrialisasi dan urbanisasi di negara-negara berkembang, terutama seiring meluasnya kegiatan berusaha di pasar-pasar yang tidak terorganisasi di daerah perkotaan, selanjutnya lebih dikenal dengan sektor informal perkotaan. Namun, pada dasarnya sektor informal akan lebih jelas dpat dibedakan dari sektor formal jika dilihat dari aspek legalitas. Menurut ILO, pembedaan dua sektor (informal dan formal) tersebut dapat didasarkan pada aktivitas, sifat alami pasar dan perusahaan. Berkaitan dengan sektor informal, beberapa ciri yang di tulis oleh Soetjipto (1985) antara lain:

1. Pola kegiatan tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun penerimaannya.

2. Tidak tersentuh oleh peraturan atau ketentuan yang ditetapkan pemerintah.

3. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan diusahakan atas dasar hitungan hari.

4. Umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah dari tempat tinggalnya.

5. Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar.

6. Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang berpendapatan rendah.

7. Tidak membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus, sehingga secara luwes dapat menyerap bermacam-macam tingkat pendidikan tenaga kerja.

8. Umumnya tiap-tiap satuan usaha memperkerjakan tenaga yang sedikit dan dari lingkungan hubungan keluarga, kenalan atau berasal dari daerah yang sama.

9. Tidak mengenal sistem administrasi bank, pembukuan, perkreditan dan lainya.

Berbeda dengan sektor informal, pasaran tenaga kerja pada sektor formal terdiri dari tenaga kerja bergaji yang melakukan tugas secara permanen,


(37)

Bab II. Tinjauan Pustaka 19

19

diorganisasi dengan resmi, dilindungi dan tercatat dalam statistik ekonomi. Mereka yang bekerja disektor formal berada dibawah pengawasan Departemen ketenagakerjaan yang ditunjuk pemerintah dan tunduk terhadap ketentuan tentang upah, jam kerja, hak cuti, keamanan, pemutusan hubungan kerja (PHK), asuransi dan masih banyak lagi perundang-undangan lainnya.

Dalam memahami karakteristik sektor informal, akan lebih jelas jika difokuskan pada pengelolaan usaha dan hubungannya dengan pemerintah. Pembedaan tersebut diantaranya adalah:

a. Sektor Formal

Sektor formal termasuk dalam aktivitas pemerintah, dan juga berusaha disektor swasta yang secara resmi dikenli, dipelihara dan diatur oleh negara. Sektor formal dicirikan secara jelas dengan skala operasi yang relatif besar, teknik padat modal, tingkat upah dan gaji yang tinggi.

b. Sektor Informal

Dalam sektor informal, perusahaan dan individu beraktivitas diluar sistem peraturan dan kepentingan pemerintah, sehingga tidak memiliki akses terhadap institusi kridit formal dan kecukupan modal sumber daya untuk mentransfer teknologi dari luar negeri. Sehingga, banyak ditemukan pelaku ekonomi sektor ini beroperasi secara ilegal. Walaupun pengaruhnya terhadap aktivitas ekonomi relatif sama, keilegalan tidak selau merupakan konsekwensi alamiah dari keterbatasan sumber daya dan akses terhadap sektor formal.

Sampai saat ini dalam perkembangan penelitian tentang sektor informal dan sektor formal yang umumnya berkembang di perkotan, para ahli masih belum sepakat dalam mendefinisikan istilah sektor informal. Ketidak jelasan batas formal-informal juga banyak disebabkan oleh banyaknya interaksi dan keterkaitan antara kegiatan informal dan formal.

Konsep “ends-means” dari Hermando de Soto dalam Sarosa (2006) mengatakan bahwa kegiatan informal pada dasarnya dicirikan pada tujuan (ends) yang legitimate, karena untuk memenuhi kebutuhan pokok, tetapi dengan cara-cara (means) yang tidak legitimate, karena tidak memenuhi tata-aturan formal. Tetapi pada intinya terdapat kesamaan cara pandang yang perlu difahami bersama bahwa sektor informal adalah mereka yang bekerja sendiri tanpa ada


(38)

Bab II. Tinjauan Pustaka 20

20

yang mempekerjakannya, bekerja sendiri dengan keluarga atau pekerja paruh waktu, dan pekerja keluarga (SEMERU).

Terlepas dari ketidak samaan dan inti dari kesamaan dualisme formal-informal yang umumnya bersifat akademik konseptual, permasalahan sangat nyata dirasakan di kota-kota negara berkembang pada umumnya dan melanda negara-negara maju pada kasus tertentu. Di Indonesia, sektor informal menjadi tumpuan kehidupan sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. Data Sakernas 1998 misalnya, menunjukkan terjadinya peningkatan pangsa pasar informal dari 62 persen tahun1997 menjadi 65,4 persen pada tahun 1998. Pada tahun sebelumnya 1985, sektor informal memberi kontribusi terhadap kesempatan kerja 74 persen, pada tahun 1990 menjadi 71 persen. Walaupun terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Namun, artinya sektor informal tetap menjadi penampung angkatan kerja domian bila di banding sektor formal.

Catatan tentang sektor informal dalam subsektor dalam perdagangan, misalnya perdagangan kaki lima (PKL), Priyambadha dan Soegijoko menemukan permasalahan dan potensi dari PKL di Yogyakarta yang dapat memberikan gambaran secara nyata bahwa sikap yang banyak diambil oleh pemerintahan kota dalam menghadapi fenomena sektor informal lebih menekankan pada penegakan hukum yang tidak konsisten, kurang pembinaan dan tidk manusiawi. Pada catatan studi ini ditemukan juga bahwa sistem sub-kontrak terkait sektor informal dengan sektor formal, dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi dua kebelah fihak dan dapat menimbulkan multiplier-effects yang positif bagi pertumbuhan ekonomi lokal.

Panennungi (2004) sepakat bahwa tingginya pertumbuhan sektor informal terkait erat dengan fenomena pengangguran di wilayah perdesaan sehingga mempengaruhi ke arah ketimpangan pendapatan antarsektor (perkotaan yang berbasis industri dan perdesaan yang berbasis pertanian) yang menimbulkan fenomena migrasi internal sampai kearah migrasi internasional. Simanjuntak (2006) berpendapat semakin meningginya persoalan migrasi, misalnya migrasi internasional (pengiriman TKW ke Timur Tengah dan Malaysia) disebabkan keterbatasan kesempatan kerja dalam negeri terutama sejak terjadinya krisis moneter tahun 1997. Keterkaitan sektor informal, sektor formal dan keterbatasan kesempatan kerja akan mempengaruhi perekonomian nasional, jika tidak diselesaikan dengan pengakuan sungguh-sungguh dan penuh perhatian.


(39)

Bab II. Tinjauan Pustaka 21

21

2.5. Kaitan Sektor Informal dan Materi Balik

Pada kenyataan yang terjadi, sebenarnya persoalan yang dihadapi migran di daerah tujuan lebih ditekankan pada penentuan bidang pekerjaan atau jenis usaha yang akan dijalani dan untuk mendapatkan bidang pekerjaan tersebut tidak akan terlepas dari hubungan orang-orang yang berhasil di daerah yang di tuju. Jenis dan bidang pekerjaan yang ditekuni migran lebih banyak tertampung ke sektor-sektor informal.

Wirahadikusumah (1990) mengatakan bahwa kegagalan migran untuk memasuki bidang pekerjaan di perusahaan swasta atau negeri (sektor formal/modern) secara umum disebabkan oleh rendahnya kualitas migran yang bersangkutan. Hal itu karena potensi sumberdaya manusia yang dimiliki migran umumnya sangat lemah (pendidikan/ketrampilan). Squire (1991) mengemukakan bahwa seiring dengan berkembangnya struktur perekonomian yang beragam dan industrialisasi perkotaan, secara alamiah kondisi tersebut akan menyeleksi dengan ketat “ hanya orang-orang yang berkualitas saja yang dapat memasuki sektor-sektor modern/formal di perkotaan”. Sementara kenyataan yang terjadi, jumlah migran yang menuju ke daerah perkotaan setiap tahunnya cenderung meningkat.

Peningkatan jumlah pengangguran yang tidak mampu diserap oleh sektor formal akan bergerak menuju sektor informal. Karena secara psikologis migran akan “malu” apabila pulang ke daerah asal tanpa mendapatkan pekerjaan dan tidak membawa hasil. Mereka akan memutuskan untuk bekerja pada sektor-sektor informal yang banyak dijumpai dikota-kota besar seperti sektor-sektor perdagangan kakilima dan pedagang keliling (Manning dan Effendi, 1989).

Keterlibatan migran terhadap keluarga (terutama orang Jawa) dapat dipakai sebagai penguat hubungan yang melatarbelakangi timbulnya materi balik

(remittances). Salah satu peran materi balik bagi keluarga migran di desa asal

untuk menjaga keselarasan masyarakat dan menjamin kehidupan yang lebih baik bagi individu melalui hubungan sosial dan tolong menolong. Tata sosial Jawa adalah salah satu ciri utamanya, yaitu memiliki rasa setia yang kuat terhadap tanah leluhur dan keluarganya (Mulder,1987).

Geertz (1973) mengemukakan bahwa masyarakat Jawa adalah merupakan satu kesatuan ekonomi yang dipertahankan dengan cara


(40)

membagi-Bab II. Tinjauan Pustaka 22

22

bagi rejeki (shared poverty) yang diperolehnya dengan keluarga atau kerabatnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa adanya ikatan yang kuat antara migran dengan keluarganya didaerah asalnya diwujudkan dalam bentuk “materi balik” yang merupakan bentuk budaya pedesaan yang erat dan mengikat secara struktural.

Terkait dengan materi balik, Caldwell (1982) menyatakan bahwa dilihat dari segi ekonomi, aspek penting dengan adanya pergerakan keluar penduduk (imigrasi) adalah timbulnya materi balik (remittances) berupa uang dan barang. Secara tidak langsung pernyataan tersebut bermakna bahwa para migran diperkotaan pada tahap-tahap awal yang dilakukan adalah adaptasi serta mencari pekerjaan yang sesuai, selanjutnya sampai pada tingkat optimum yaitu stabilitas ekonomi mulai mapan, maka migran tersebut akan mengirim hasil selama bermigrasi berupa uang atau barang ke daerah asalnya.

Kondisi migran sebagaimana hasil studi terdahulu (Ponto, 987; Sukwika, 2004; Leuwol, 1988) tentang Kronologis tahapan migran sampai mendapat pekerjaan di sektor informal terkait erat dengan materi balik yang dikirim kedaerah asalnya. Keberhasilan migran dalam menyisihkan sebagian penghasilan di sektor ini akan mempengaruhi seberapa banyak materi balik yang dikirimnya. Walaupun sektor Informal identik dengan upah yang sangat murah, dalam kondisi ini sangat jelas bahwa sektor informal terkait erat dengan materi balik (remittances) yang dikirim oleh migran ke daerah asal.

2.6. Ekonomi Rumahtangga Migran Sektor Informal

Setiap Individu maupun rumahtangga pasti melakukan tindakan ekonomi, baik berupa konsumsi, produksi maupun distribusi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (needs) rumahtangga tersebut pasti melakukan tindakan konsumsi. Baik rumahtngga ataupun individu membagi bebannya menjadi dua, yaitu konsumsi akan barang dan konsumsi akan waktu luang, dengan konsumsi tersebut diharapkan akan mendapatkan kepuasan/utilitas. Atika (1999) meneliti tentang rumahtangga sektor informal dan faktor-faktor yang mempengaruhi curahan kerja serta pendapatannya, menyimpulkan bahwa peluang sektor informal untuk migrasi kembali dipengaruhi oleh pendapatan, omzet usaha serta


(41)

Bab II. Tinjauan Pustaka 23

23

pendidikan kepala rumahtangga. Sedangkan tingginya keinginan untuk migrasi dipengaruhi oleh faktor sosial-budaya asal migran.

Perilaku ekonomi rumahtangga migran sektor informal dalam memenuhi kebutuhannya sangat bergantung pada tingkat pendapatannya. Model dasar ekonomi rumahtangga yang dikemukakan oleh Sing, et al. (dalam Atika, 1999), mempelajari prilaku rumahtangga petani, dimana dalam setiap siklus produksi rumahtangga diasumsikan memaksimalkan fungsi kepuasan sebagai berikut :

U = U ( Xa, Xm, Xi ) ……….…….( 3.01)

Dimana : Xa = Barang-barang (pertanian) yang dikonsumsi/kebutuhan pokok

Xm = Barang-barang pasar

Xi = Waktu senggang/leisure

Fungsi kepuasan rumahtangga diatas menghadapi kendala pendapatan tunai yang ditunjukkan oleh persamaan berikut:

Pm. Xm = Pa . (Q – Xa) – W. (L – F) ……….(3.02)

Dimana : Pa = Harga barang pertanian kebutuhan pokok Pm = Harga barang-barang pasar

Q = Produksi rumahtangga untuk barang-barang kebutuhan pokok, sehingga Q – Xa merupakan surplus pasar.

W = Upah tenaga kerja yang merupakan upah pasar L = Total input tenaga kerja

F = Total input tenaga kerja keluarga

Dalam keteranggan lebih lanjut, bila ( L – F ) positif, rumahtangga akan menyewa tenaga kerja tambahan dan apabila bernilai negatif maka tenaga kerja yang digunakan hanya berasal dari tenaga kerja keluarga.

Rumahtangga juga menghadapi kendala waktu, dimana mereka tidak dapat mengalokasikan lebih banyak waktunya untuk nganggur atau bersantai, kegiatan produksi usaha tani atau kegiatan diluar usaha tani melebihi total waktu yang tersedia dalam rumahtangga:

T = Xi + F ……….………..(3.03)


(42)

Bab II. Tinjauan Pustaka 24

24

F = Total input tenaga kerja keluarga Xi = Waktu senggang/leisure

Disamping menghadapi kendala diatas, rumahtangga tersebut juga menghadapi kendala produksi yang menghubungkan antra input dan output sebagai berikut:

Q = Q ( L, A ) ……….…….……..(3.04)

Dimana: A = Luas lahan yang diusahakan oleh petani

Dengan melihat model dasar ekonomi rumahtangga diatas, maka dapat dipertimbangkan bahwa kepuasan (utility) untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangganya dengan kendala pendapatan tunai bisa dijadikan dasar pijakan dalam menguraikan faktor-faktor yang mendorongnya untuk migrasi sirkuler.

2.7. Dampak Migrasi Sirkuler dan Pembangunan Daerah Asal

Pelaku migrasi sirkuler (migran sirkuler) dalam fokus penelitian ini adalah rumahtangga sektor informal di pedesaan. Menurut Nasution (dalam Sukamdi, 2003) peran sektor ini dapat memberi sumbangan yang sangat penting diantaranya :

1. Menyediakan lapangan kerja baru, memberikan penghidupan murah bagi si miskin serta menampung pengangguran.

2. Sektor ini mampu menjadi produktif potensial untuk produksi walaupun tidak mendapatkan proteksi, subsidi dan lain-lain.

3. Dapat memanfaatkan berbagai barang bekas dan rongsokan, melakukan proses daurulang dengan cara memperbaiki, menambah, remodelling, sehingga memberi nilai tambah marginal.

4. Sektor informal sebagai penyalur efektif bagi sektor formal, dan merupakan bagian integratif dari seluruh kegiatan ekonomi.

5. Mendukung dan membantu sektor formal, karena sektor formal sering kali tidak efesien, karena upah yang rendah, sementara itu buruh bisa hidup dengan upah yang rendah dikarenakan adanya sektor informal yang mampu menyediakan kebutuhan hidup secara murah. Yang berarti secara tidak langsung sektor informal telah mensubsidi sektor formal.


(43)

Bab II. Tinjauan Pustaka 25

25

6. Sektor informal berfungsi sebagai peredam dalam pancaroba pembangunan bagi pendatang dari berbagai suku, golongan dan pendidikan dan lain-lain.

Selain manfaat yang diperoleh dengan adanya sektor informal. Sektor ini juga dapat membawa dampak negatif, Sukamdi (2003) menyebut antara lain :

1. Dapat mengurangi keindahan kota. 2. Menimbulkan kemacetan.

3. Menimbulkan penipuan.

4. Mengurangi keamanan dan mengganggu kenyamanan pejalan kaki serta konsumen belanja.

Migran sirkuer rumahtangga sektor informal di pedesaan adalah merupakan satu kesatuan ekonomi, karena itu juga materi balik merupakan bagian dari kehidupan ekonomi rumahtangga migran sektor informal di pedesaan. Mantra (1994) membagi materi balik kedalam tiga jenis, uang, barang dan ide-ide. Dari penelitian sejumlah kota di Jawa, tentang prilaku migran sirkuler terbukti suku jawa yang paling tinggi dalam mengirim materi balik ke daerah asalnya. Menurut Mantra, prilaku migran sirkuler seperti semut, yaitu membawa hasil yang diperoleh dari daerah tujuan ke daerah asal sebanyak mungkin.

Remittances merupakan sumbangan fisik, ekonomi dan budaya bagi

pembangunan daerah asal.

Memang pada kenyataannya, hubungan antara materi balik dan pembangunan di desa asal relatif sulit diukur dengan statistik, tetapi kenyataan yang ada terjadi mehasilkan banyak perubahan kemajuan fisik desa, seperti pembangunan fisik (jalan, rumah ibadah, beberapa usaha produktif sektor pertanian dan perdagangan penduduk) yang dibangun desa, rumah-rumah penduduk dan alat-alat elektronik yang dimiliki migran di desa. Perubahan nonfisik di desa sering ditandai dengan munculnya ide-ide baru untuk pembangunan desa asal mereka relatif mengalami perkembangan dengan cepat. Melihat hal demikian, betapapun kecilnya materi balik tetap berarti bagi pembangunan daerah asal.


(44)

Bab II. Tinjauan Pustaka 26

26

2.8. Pengertian Ekonomi Desa dan Pembangunan Ekonomi Perdesaan

Pengertian ekonomi desa menurut Scott (1981), adalah desa yang umumnya mempunyai kegiatan ekonomi yang bertumpu pada petani padi dan sawah. Meski demikian, masyarakat yang mempunyai kegiatan yang serupa juga dapat digolongkan petani, misalnya masyarakat dengan kegiatan ekonomi memelihara ikan di tambak atau masyarakat yang melakukan kegiatan ekonomi seperti tambak yang diatasnya diberi ternak serta pematang sawahnya ditanami pohon pisang (tamyamsang) dapat disebut sebagai petani.

Lebih lanjut, menurut Scott, para petani tradisional di Asia Tenggara selalu mendasarkan tindakan ekonominya berdasarkan moral. Keputusan-keputusan strategis tentang ekonomi dan sosial mereka cenderung didasarkan pada prinsip moral subsisten. Prinsip moral subsisten masih banyak tercermin dalam kehidupan ekonomi sebagian masyarakat petani di Indonesia. Kondisi ekonomi petani tersebut relatif banyak ditemukan didaerah pedesaan Pulau Jawa. Kondisi ekonomi perdesaan di Indonesia menurut Boeke (1953), mengatakan bahwa petani tradisional di Indonesia tidak mempunyai rasionalitas dalam prilaku ekonominya. Rasionalitas mereka lebih didasarkan pada kepentingan-kepentingan sosial yang lebih dominan dan paling menonjol diantara sekian banyak kepentingan. Pengakuan sosial dan hubungan kekerabatan yang lebih erat mengalahkan hubungan-hubungan lain yang bersifat rasional.

Ekonomi masyarakat petani tradisional yang banyak berada di daerah perdesaan Indonesia terperangkap pada keseimbangan yang sangat rendah. Proses involusi terjadi bukan hanya pada methode produksinya yang tradisional, tetapi juga karena cara/norma bagaimana hasil produksi dibagikan. Yang lebih tragis lagi dengan mengatakan bahwa bentuk perbaikan macam apapun (benih unggul, pemakaian pupuk dan pestisida, yang di sarankan Boeke) tidak mungkin akan berhasil dilakukan. Dengan menambahkan pernyataan bahwa pertanian di Jawa cenderung tumbuh seiring dengan bertambahnya penduduk yang mengakibatkan keadaan stagnasi dari sektor pertanian dan berhentinya pertumbuhan output pertenagakerja (Geertz, 1970).

Melihat analisis diatas, salah satu masalah pokok dalam pembangunan ekonomi pedesaan adalah bagaimana mewujudkan keterpaduan tujuan


(1)

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

KIRIMAN

N Percent N Percent N Percent

INCOME 400000 1 100.0% 0 .0% 1 100.0%

500000 18 100.0% 0 .0% 18 100.0%

550000 1 100.0% 0 .0% 1 100.0%

560000 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

650000 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%

700000 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

750000 11 100.0% 0 .0% 11 100.0%

900000 40 100.0% 0 .0% 40 100.0%

1000000 27 100.0% 0 .0% 27 100.0%

1100000 8 100.0% 0 .0% 8 100.0%

1120000 4 100.0% 0 .0% 4 100.0%

1200000 29 100.0% 0 .0% 29 100.0%

1500000 8 100.0% 0 .0% 8 100.0%

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

INCOME 159 100.0% 0 .0% 159 100.0%


(2)

Lampiran 8: Daftar Ques

ioner

QUESIONER ANALISIS DAMPAK MIGRASI SIRKULER TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN TESIS: MAHFUDHOH/A155030231-SPs- IPB – PWD – JUNI 2005

BLOK I. IDENTITAS RESPONDEN 8. Faktor pendorong lainnya (Jika ada) sebutkan: 1. ……….

Nama Responden: ……… 2. ……….

Jenis Kelamin : 1. Lk 2. Perempuan

BLOK III. FAKTOR PENARIK

Umur : ………Tahun. 9. Lama pekerjaan yang sedang dijalani sekarang: Pendidikan tertinggi yang anda tamatkan: 1. Kurang dari 1 bulan

1. Tidak tamat SD 4. SLTA dan Diploma I/II 2. Antara 1 – 6 bulan 2. SD/Setara

3. SLTP/Setara

5. Akademi/D III 6. DIV,S1/Lebih

3. Setahun lebih 4. Lainnya: ………

Alamat Desa Asal: ………. 10. Pendapatan yang diperoleh per hari ………RT: RW: … 1. < Rp. 20.000,-

Alamat Tempat Mondok/Bekerja: 2. Rp. 20.000,- s/d Rp. 30.000,- ……… 3. Rp. 31.000,- s/d Rp. 50.000,- ………RT:… RW: …. 4. > Rp. 50.000,-

BLOK II. FAKTOR PENDORONG 5. Lainnya: Rp ………. 1. Banyaknya tanggungan Anggota rumahtangga(Art) di desa

asal:

11. Asal informasi pekerjaan yang dijalani sekarang: 1. Istri/Suami 1. Keluarga yang sudah lebih dulu bermigrasi 2. Anak 2. Tetangga/Orang lain yang tidak ada hubungan

darah

3. Orang Tua 3. Mencari sendiri

4. Lainnya 12. Adakah anggota keluarga yang bekerja pada sektor/pekerjaaan yang sama:

2. Banyaknya tanggungan Art di pemondokan/daerah tujuan: 1. Ada, Siapa (Masih ada hub dg kelwg) : ……

1. Istri/Suami 2. Tidak.

2. Anak 3. Orang Tua

4. Lainnya………

13. Apakah selamanya berkeinginan untuk bekerja dengan cara seperti ini pada sektor yang sama: 3. Jenis pekerjan sebelumnya di desa asal: 1. Tidak, Mengapa : ………

1. Petani (Sawah, ladang, tambak) pemilik 2. Petani (Sawah, Ladang, tambak) buruh 3. Wiraswasta (pemilik, buruh)

2. Ya, Sampai kapan: ……….. Mengapa……….. 14. Faktor penarik lain (jika ada) sebutkan: 4. Lainnya: ………. 1. ………

4. Pendapatan per hari di desa asal: 2. ……… 1. < Rp. 20.000,-

2. Rp. 20.000,- s/d Rp. 30.000,- 3. Rp. 30.000,- s/d Rp. 50.000,- 4. > Rp. 50.000,-

5. Lainnya: Rp. ………….…..

3. ………. 4. ………. 5. ……….

5. Kepemilikan lahan pertanian BLOK IV. FAKTOR PENGHAMBAT & PELANCAR

1. < 250 M2

2. > 500 M2 15. Jarak dari daerah asal ke pemondokan sekarang:

3. 1 Ha 1. < dari 10 km

4. Lainnya : ………

2. 10 – 15 Km

6. Fasilitas lembaga keuangan dan perdagangan di desa asal: 3. Lebih dari16 Km 4. Lainnya : …………

Lampiran 9 Daftar Ques

ioner


(3)

1. Lembaga Perbankan 16. Alat transportasi dari desa asal ke pemondokan:

2. Kantor Post 1. Mobil

3. Pasar 2. Truk/Pick Up

7. Alasan utama keluar dari desa asal: 3. Ojek/Motor 4. Lainnya: ………… 1. Sempitnya kepemilikan lahan pertanian 17. Kondisi Transportasi dari desa asal ke tujuan:

2. Kurangnya pekerjaan disektor pertanian 1. Lancar & Baik

3. Kurangnya pekerjaan disektor non-pertanian 2. Masih Jarang dan menunggu antrian 4. Rendahnya tingkat upah di desa asal

5. Lainnya: ………..

3. Biasa saja

4. Lainnya: ………. 18. Ketersediaan Transportasi di desa asal ke tujuan:

1. 24 jam 3. Kurang dari 12 jam 2. 12 jam 4. Lainnya: …………..

19. Ongkos Transportasi sampai daerah tujuan 30. Berapa pengeluaran rumahtangga setiap bulannya di desa asal:

1. Kurang dari Rp. 5.000,- 1. Rp. ……….Makanan 2. Rp. 6.000,- s/d 10.000,- 2. Rp. ……….Non Makanan. 3. Lebih dari Rp. 11.000,- 31. Jenis materi balik yang biasanya dibawa

pulang ke desa asal :

4. Lainnya: ………. 1. Uang, Sebesar:Rp……… 20. Kondisi Iklim dan Cuaca desa asal 2. Barang, Berupa : ……… 1. Panas & jarang hujan 3. Lainnya, Sebutkan: ………… 2. Lembam 3. Biasa saja 32. Materi balik dikirim melalui :

1. Sendiri

4. Lainnya: 2. Anggota keluarga: …………

21. Faktor Pendorong lain Jika ada: 3. Lainnya: …………

1. ………. 33. Materi balik di gunakan untuk: 2. ………. 1.Kebutuhan makanan pokok BLOK V. FAKTOR PRIBADI 2.Pendidikan anak.

22. Seberapa jauh anda menyenangi pekerjaan sekarang: 3.Bangunan fisik rumah 4.Membeli ternak

1. Sangat senang, Mengapa: ………. 5.Merawat pertanian(sawah/ladang) 2. Biasa, Mengapa: ……….. 6.Di tabung

3. Tidak Senang, Mengapa: ………… 7.Lainnya:………

4. Lainnya: ………. 34. Selama setahun terakhir apa saja yang dibeli dari hasil bekerja/berusaha di daerah tujuan:

23. Alasan Utama memilih pola Sirkuler 1. ……….. 1.Tidak adanya pekerjaan di desa asal. 2. ………

2.Mengisi waktu luang. 3. ……….

3.Lainnya: ……… 35. Usaha apa saja yang dapat dikembangkan dari hasil bekerja/berusaha di tempat tujuan(pemondokan):

24. Alasan utama memilih daerah tujuaan: 1. ……… 1.Banyak tersedia lapangan pekerjaan. 2. ……… 2.Jenis pekerjaanapapun tidakdiketahui orang dari

desa asal.

3. ……… 4. ………. 3.Untuk menambah pengalaman

4.Lainnya:……….

36. Pengetahuan apa saja yang dapat diperoleh ditempat pemondokan/tujuan:

25. Alasan memilih jenis pekerjaan di daerah tujuan:

1. ………. 1. Bahanbakunya mudah didapat. 2. ……….. 2. Paling banyak di butuhkan orang.

3. Modalnya sedikit. 3. ………

4. Lainnya: ……… 26. Waktu kembali kedesa asal:


(4)

1. Kurang dari 1bulan sekali.

CATATAN

2. 1 – 3 bulan sekali kembali kedesa asal. 3. 4 – 6 bulan sekali.

4. Setahun sekali.

5. Lainnya: ……….

27. Berapa lama menetapnya sebelumkembali kedaerahtujuan:

IDENTITAS PETUGAS 1. < 1 minggu. 4. Lebih dari satu bulan

2. > 1 minggu. 5. Lainnya: ……… Nama : _____________________ 3. Satu bulan.

28. Faktor Pribadi lainnya jika ada: Alamat : _____________________ 1. ………. 2. ……….

CP(Telp/HP) : _____________________

BLOK VI. MATERI BALIK

29. Perapa jumlah pendapatan Art perhari(kepala

rumahtangga+yg lain) baik di daerah tujuan maupun di desa asal:

Tanda Tangan:

_______________________ 1. Rp. ………Penghasilan ………..

2. Rp. ………Penghasilan: ……… Total Penghasilan : ………...

VII.

pengeluaran rumahtangga selama seminggu yang lalu di desa

asal :

PENGELUARAN UNTUK MAKANAN BERASAL DARI PEMBELIAN, PRODUKSI SENDIRI, DAN PEMBERIAN

Jumlah (Rp)

(1) (2)

1. Padi-padian (beras, jagung, terigu, tepung beras, tepung jagung, dll.)

2. Umbi-umbin (ketela pohon, ketela rambat, kentang, gaplek, talas, sagu, dll.)

3. Ikan (ikan segar, ikan diawetkan/asin, udang, dll.)

4. Daging (daging sapi/kerbau/kambing/domba/babi/ayam, jeroan, hati, limpa, abon, dendeng, dll.)

5. Telur dan susu (telur ayam/puyuh/itik, susu segar, susu kental, susu bubuk, dll.)

6. Sayur-sayuran(bayam, kangkung, ketimun, wortel, kacang panjang, buncis, bawng cabe tomat)

7. Kacang kacangan (kacang tanah/ hijau/ kedele/ merah/ tunggak/ mete, tahu, tempe, tauco, oncom, dll.)

8. Buah-buahan (jeruk, mangga, apel, durian, salak, duku, nanas, semangka, pisang, pepaya, dll.)

9. Minyak dan lemak (minyak kelapa/goreng, kelapa, mentega, dll.)

10. Bahan minuman (gula pasir, gula merah, the, kopi, coklat, sirup, dll.)

11. Bumbu-bumbuan (garam, kemiri,ketumbar, merica, terasi, kecap, vetsin, dll.)

12. Konsumsi lainnya (kerupuk, emping, mie, bihun, makaroni, dll.)


(5)

bakso, es sirop, limun, gado-gado, nasi rames, dll.)

14. Minuman yang mengandug alkohol (bir, anggur, tuwak, arak, dan minuman keraslainnya)

15. Tembakau dan sirih (rokok kretek, rokok putih, cerutu, tembakau, sirih, pinang dan lainya)

16. Jumlah makanan (Rincian 1 s.d. 15)

PENGELUARAN BUKAN MAKANAN BERASAL DARI PEMBELIAN, PRODUKSI SENDIRI, DAN PEMBERIAN

Sebulan yang lalu

(Rp)

12 bulan yang lalu

(Rp)

(1) (2) (3)

17. Perumahan dan fasilitas rumahtangga a. Sewa, kontrak, perkiraan sewa rumah

b. Rekening listrik, rekening telepon, gas, minyak tanah, air, kayu bakar, dll.

c. Pemeliharaan rumah dan perbaikan ringan.

18. Aneka barang dan jasa (Sabun mandi, kecantikan, pengangkutan, bacaan, pembuatan KTp/SIM, rekreasi, kartu telepon, benda pos, dan lainnya)

19. Biaya pendidikan ( uang pendaftaran, SPP, POMG/BP3, Uang pangkal/daftar ulang, pramuka, prakarya, kursus, dll.)

20. Biaya kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dokter praktek, dukun, obat-obatan, jamu, dll.)

21. Pakaian, alaskaki, dan tutup kepala (bahan pakaian, pakaian jadi, sepatu, topi, sabun cuci, dll.)

22. Barang tahan lama (alat rumahtangga, perkakas, alat dapur, alat hiburan/elektronik, alat olahraga, perkakas mahal/mitasi, kendaraan, payung, arloji, kamera, pasang telepon, pasang listrik, dll.)

20. Pajak dan Asuransi

a. Pajak (PBB, iuran TV, pajak kendaraan)

b. Asuransi ( kecelakaan, Jiwa, kesehatan, pendidikan)

24. Keperluan Pesta dan upacara (perkawinan, khitanan, ulang tahun, melahirkan, perayaan agama, perayaan kemerdekaan, parayaan adat)

25. Jumlah bukan makanan (Rincian 17 s.d. 24 )

26. Rata-rata pengeluaran makanan sebulan ( Rincian 16 X 30/7 )

27. Rata-rata pengeluaran bukan makanan sebulan ( rincian 25 kolom 3 : 12)

28. Rata-rata pengeluaran rumahtangga sebulan (Rincian 26 + 27 )


(6)