Total mikroba Fardiaz, 1992 Karakteristik sensori

45 Tabel 1. Kondisi GC dan kondisi MS yang digunakan Kondisi GC Keterangan Kolom Kolom kapiler DB-1 panjang 30 m dengan diameter dalam 0,25 mm dan ketebalan lapisan film 0,25 µm Gas pembawa Helium dengan P = 50 KPa Detektor MS Suhu interface 230 o C Suhu injektor 220 o C Volume injeksi 1 µl Waktu sampling 0,5 menit Program suhu : - Suhu awal 60 o C selama 5 menit - Laju kenaikan suhu 4 o Cmenit - Suhu akhir 230 o C selama 12,5 menit Program injeksi SplitSplitless Instrumen GC merk Shimadzu 17A Kondisi MS Energi elektron 1,20 KV Kisaran massa 33,00 – 400,00 Interval 0,5 detik Resolusi 1000 Instrumen MS merk Shimadzu model QP-5000 Kuantifikasi komponen volatil dihitung dengan persamaan sebagai berikut : ppm = Area komponen x Σ standar internal µg Area standar internal Σ bahan g berat kering

9. Total mikroba Fardiaz, 1992

Pengukuran total mikroba dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : mula- mula dilakukan pengenceran sampel sampai 10 -4 . Hasil pengenceran larutan 46 ditumbuhkan pada media Plate Count Agar PCA. Penghitungan koloni dilakukan setelah sampel diinkubasikan pada suhu 37 o C selama 2 hari.

10. Karakteristik sensori

Rasa dan aroma diuji dengan menggunakan uji deskriptif kuantitatif Quantitative Descriptive Analysis = QDA. Uji QDA merupakan suatu teknik yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik sensori suatu produk yang memiliki ketelitian dari segi statistika Zook dan Pearce, 1988. Dalam uji ini digunakan panelis terlatih yaitu panelis yang dilatih sehingga mereka benar-benar terlatih dalam mendefinisikan dan mengukur sifat-sifat sensori suatu produk atau bahan. Faktor kepekaan dan kekonsistenan panelis dalam melakukan penilaian harus diperhatikan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam melaksanakan uji QDA adalah : 1. Seleksi panelis Pada tahap ini dicari calon panelis dari 40 orang yang mengetahui karakteristik rasa dan aroma durian melalui wawancara. Disamping itu juga diminta persetujuan dari calon panelis yang terpilih untuk dilatih dan mengikuti serangkaian uji sensori yang dilakukan pada tahap selanjutnya 2. Pengujian panelis Sebanyak 24 orang calon panelis, yang lolos wawancara, diuji kepekaan dan kekonsistenan indera pencium dan pencicipnya dengan menggunakan uji pasangan, uji segitiga dan uji ranking. Pelaksanaan uji pasangan : calon panelis diberi dua sampel dan diminta untuk menentukan apakah kedua sampel itu 47 sama atau tidak. Pelaksanaan uji segitiga : calon panelis diminta untuk menentukan 2 sampel yang mempunyai karakteristik sama dari 3 sampel yang disediakan. Bahan uji yang digunakan untuk uji pasangan dan uji segitiga adalah teh celup dua merek, dua jenis durian yaitu durian Monthong dan Petruk, dan dua jenis jeruk yaitu jeruk Medan Raja dan jeruk Lokam. Dari kedua jenis uji ini diketahui kemampuan masing-masing calon panelis dalam membedakan sampel yang satu dengan yang lain walaupun hanya berbeda sedikit. Untuk menguji kepekaan calon panelis secara lebih mendalam dilakukan uji ranking. Uji ranking dilakukan terhadap rasa manis, rasa asam, dan aroma vanila yang masing-masing terdiri dari lima tingkat konsentrasi. Dalam uji ini calon panelis diminta untuk mencium dan mencicipi larutan, kemudian mengurutkan larutan tersebut dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Sebagai larutan uji digunakan larutan sukrosa, larutan asam sitrat dan larutan esen vanila. Supaya kepekaan indera calon panelis tetap terjaga dan konsisten, maka dilakukan ulangan terhadap uji-uji yang pernah dilakukan dengan penyajian yang sama tetapi pada waktu berbeda. Pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali baik untuk uji pasangan, uji segitiga maupun uji ranking. Dari ketiga jenis pengujian tadi, calon panelis yang memberikan jawaban benar di atas atau sama dengan 75 dianggap memenuhi persyaratan untuk menjadi panelis. Dari tahap ini diperoleh 12 orang panelis yang akan dilatih lebih lanjut. 48 3. Pelatihan panelis Dua belas orang panelis yang lolos seleksi, selanjutnya dilatih untuk mengenal sifat-sifat sensori yang menyusun rasa dan aroma durian. Mula-mula panelis diperkenalkan pada durian segar, kemudian diberi penjelasan mengenai deskripsi rasa dan aroma dari bahan tersebut dan panelis diminta untuk mengenalinya dan mencoba mendeskripsikannya. Selama latihan uji pencicipan dan penciuman berlangsung, diantara dua pengujian diberi waktu istirahat 15 menit serta diberi air putih dan makanan kecil untuk menghilangkan after taste. Latihan pengujian berlangsung sebanyak 10 kali agar panelis benar-benar terlatih, sehingga data hasil uji QDA valid. Terminologi atribut rasa dan aroma durian dideskripsikan bersama oleh moderator dan panelis, agar dalam pengujian selanjutnya dapat digunakan sebagai referensi. Dari hasil diskusi, panelis menetapkan enam atribut aroma, yaitu manis sweet, fruity, sulfur, alkohol, nutty, dan green, serta empat rasa yaitu manis sukrosa, pahit, asam, dan manis madu sweet honey. Manis madu dibedakan dengan rasa manis sukrosa karena kesan yang ditimbulkan oleh madu mempunyai rasa manis yang khas yang berbeda dari manis sukrosa. Panelis menganggap bahwa manis madu merupakan salah satu rasa dominan dari durian. 4. Pelaksanaan QDA Uji deskripsi terhadap rasa dan aroma durian segar dan durian berpelapis edibel dilakukan dengan cara menyajikan sampel tersebut dan stándar-stándar yang telah disiapkan ke hadapan panelis. Dalam pengujian rasa durian 49 berpelapis edibel, bagian pelapis edibelnya ikut dicicip bersama daging buahnya, karena tujuan pelapisan adalah agar pelapis yang diaplikasikan dapat dimakan oleh konsumen. Sedangkan pada pengujian aroma, sampel dicium setelah pelapis edibelnya dibuang, karena durian yang berpelapis tidak mengeluarkan aroma khas durian. Pengulangan pengujian deskripsi masing- masing sampel dilakukan sebanyak 3 kali. Stándar rasa yang digunakan disajikan pada Tabel 2, sedangkan stándar aroma yang digunakan disajikan pada Tabel 3. Tabel 2. Deskripsi rasa dan stándar yang digunakan Rasa Deskripsi Standar Manis Sensasi rasa manis dari stimulasi larutan sukrosa Larutan sukrosa 10 bv Larutan sukrosa 20 bv Manis madu Sensasi rasa manis agak menyengat dari stimulasi madu Larutan madu 7,5 vv Larutan madu 15 vv Pahit Sensasi rasa yang muncul karena stimulasi pahit kafein Larutan kafein 0,03 bv Larutan kafein 0,06 bv Asam Sensasi rasa yang muncul karena stimulasi asam asam sitrat Larutan asam sitrat 0,25 bv Larutan asam sitrat 0,5 bv Pada Tabel 2 dan Tabel 3 juga disajikan deskripsi rasa dan aroma dari masing-masing standar yang digunakan. 50 Tabel 3. Stándar aroma yang digunakan Rasa Deskripsi Standar Manis sweet Sensasi aroma yang berkaitan dengan manis sukrosa Heksil asetat 0,5 vv Heksil asetat 2 vv Fruity Sensasi aroma buah-buahan yang menyenangkan Etil butirat 1 vv Etil butirat 5 vv Sulfur Sensasi aroma seperti bau bawang putih Dietil disulfida 0,1 vv Dietil disulfida 0,3 vv Alkohol Sensasi aroma alkohol yang menyengat Etanol 2 vv Etanol 5 vv Nutty Sensasi aroma seperti bau kacang mentah 2,3,5-trimetil pirazin 0,2 vv 2,3,5-trimetil pirazin 1 vv Green Sensasi aroma seperti bau daun atau buah mentah Heksanal 0,2 vv Heksanal 1 vv 51 HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penentuan Bahan Dasar Pelapis Edibel

Bahan dasar yang digunakan pada penelitian ini adalah pektin bermetoksi rendah LMP. LMP dipilih karena berdasarkan hasil penelitian Setiasih 1999 mempunyai sifat fisik warna dan laju transmisi uap air lebih baik dari alginat. LMP juga dapat membentuk gel pada suhu kamar dengan adanya ion kalsium atau ion logam divalen lain atau trivalen Wong et al., 1994. Sifat ini bila dikaitkan dengan kondisi buah durian terolah minimal yang harus mempunyai kenampakan segar dan alami, maka LMP berpotensi untuk diaplikasikan karena tidak mengganggu kenampakan buah durian. Selain itu, LMP mudah didapat, tidak toksis, penampakan gel atraktif dan permukaan gel yang sudah kering tidak lengket sehingga tidak menyebabkan produk menempel satu dengan yang lain. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan diperoleh bahwa film edibel yang dibuat dari bahan dasar pektin bermetoksi rendah LMP – kasein mempunyai a w dan laju transmisi uap air yang lebih kecil dari film edibel berbahan dasar LMP – isolat protein kedelai. Film edibel dari LMP – kasein jernih, sedangkan dari LMP – isolat protein kedelai buram opaque. Warna buram ini mungkin berasal dari isolat protein kedelai yang berwarna agak kecoklatan dan tidak mudah larut dalam air Tabel 4. Dilihat dari aktivitas air film LMP – kasein 0,55 dan LMP – isolat protein kedelai 0,62 maka kedua jenis film ini masih aman dari kemungkinan ditumbuhi bakteri, kapang dan khamir. Batas a w minimal yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri adalah 0,91, kapang 0,80 dan khamir 0,88 Frazier dan Westhoff, 1978. 52 Tabel 4. Karakteristik film edibel dari pektin bermetoksi rendah LMP Karakteristik LMP - Kasein LMP - Isolat Protein Kedelai 1. Kadar air 35,00 a 34,90 a 2. Aktivitas air A w 0,55 b 0,62 a 3. Kuat tarik gcm 2 15,9 a 16,5 a 4. Laju transmisi uap air gm 2 hari 523,6 b 593,9 a 5. Warna Jernih Agak kusam kuning kecoklatan Angka rata-rata yang diikuti huruf sama pada satu baris tidak berbeda nyata pada taraf 5 uji t Berdasarkan laju transmisi uap air dan warna film yang dihasilkan, maka pelapisfilm edibel yang dibuat dari bahan dasar LMP – kasein lebih sesuai untuk diaplikasikan pada buah durian terolah minimal. Pemilihan bahan dasar LMP – kasein juga didukung dari hasil penelitian Were et al. 1999 yang menyatakan bahwa penambahan kasein atau sistein dapat meningkatkan kuat tarik film dengan meningkatnya kandungan disulfida akibat ikatan disulfida. Penambahan 1 sistein kasein juga dapat menurunkan permeabilitas uap air film edibel berbahan dasar gluten dan protein kedelai Were et al., 1999. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Gennadios et al. 1993b yang menyatakan bahwa peningkatan kandungan disulfida juga meningkatkan kuat tarik film. Gambar 10 memperlihatkan film edibel yang terbuat dari bahan dasar LMP – isolat protein kedelai dan LMP – kasein. Dari Gambar 10 terlihat bahwa film edibel yang terbuat dari LMP – isolat protein kedelai warnanya lebih kusam kuning kecoklatan dibanding film edibel yang terbuat dari LMP – kasein, sehingga pada penelitian selanjutnya digunakan film dengan bahan dasar LMP – kasein. 53 Gambar 10. Film edibel berbahan dasar LMP-isolat protein kedelai kiri dan berbahan dasar LMP-kasein kanan

B. Pengaruh Komponen Hidrofobik terhadap Sifat Film Edibel Berbasis LMP dan

Kasein Komponen hidrofobik ditambahkan pada pembuatan film edibel untuk menjaga kesegaran buah terolah minimal lebih lama, karena komponen hidrofobik dapat menurunkan laju transmisi uap air. Pengaruh penambahan komponen hidrofobik terhadap sifat film yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 5. Dari hasil pengamatan seperti tertera pada Tabel 5 ternyata penambahan komponen hidrofobik lilin lebah, asam laurat dan asam stearat tidak berpengaruh secara nyata pada kadar air dan a w film edibel, tetapi berpengaruh secara nyata pada ketebalan, kuat tarik, transmisi O 2 , transmisi CO 2 dan laju transmisi uap air film edibel. Kadar air film edibel berkisar antara 34,54 dan 35,09, sedangkan nilai a w berkisar antara 0,59 dan 0,65. Berdasarkan nilai a w nya, film edibel yang dibuat aman dari pertumbuhan mikroba untuk semua formula, sebagaimana yang telah dipaparkan pada bagian A. Tabel 5. Pengaruh komponen hidrofobik terhadap sifat film edibel LMP - kasein Perlakuan Kadar Air a w Ketebalan m Kuat Tarik gcm 2 Transmisi O 2 ccm 2 hari Transmisi CO 2 ccm 2 hari Laju Transmisi Uap Air gm 2 hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 34,90 a 35,06 a 34,54 a 34,82 a 34,91 a 35,09 a 34,70 a 34,92 a 35,03 a 34,89 a 0,59 a 0,60 a 0,59 a 0,60 a 0,63 a 0,62 a 0,65 a 0,64 a 0,61 a 0,63 a 22,41 20,36 29,58 23,21 20,67 18,66 17,21 25,37 21,17 18,75 cd de a c de ef f b cd ef 15.43 abcd 17.07 abc 14.13 d 15.07 bcd 16.80 abcd 16.33 abcd 18.03 a 14.43 cd 17.80 a 17.73 ab 59.63 56.57 71.63 64.87 52.03 54.20 53.07 50.80 42.27 40.17 c cd a b e de de e f f 57,83 46,70 44,37 41,83 45,07 42,73 39,73 40,83 35,10 34,87 a b cd de bc cde e e f f 593,90 b 587,69 b 618,01 a 613,60 a 527,58 e 569,93 c 539,40 d 491,75 f 426,07 g 383,66 h Keterangan : - Perlakuan 1 = LMP-kasein - 2, 3, 4 = LMP-kasein + lilin lebah 0,125; 0,250; 0,375 - 5, 6, 7 = LMP-kasein + asam laurat 0,125; 0,250; 0,375 - 8, 9, 10 = LMP-kasein + asam stearat 0,125; 0,250; 0,375 - Angka rata-rata yang diikuti huruf sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5 uji DMRT 54 Ketebalan film edibel yang ditambah lilin lebah tidak menunjukkan pola yang tetap dengan semakin tingginya konsentrasi lilin lebah. Hal ini karena pada saat pendinginan larutan, lilin lebah memisahkan diri dan membeku sehingga film yang terbentuk tidak rata. Tetapi penambahan asam laurat dan asam stearat menurunkan ketebalan lapisan film edibel yang dibuat dengan semakin tingginya konsentrasi. Penambahan asam laurat dan asam stearat menyebabkan larutan menjadi lebih hidrofobik, sehingga pada saat pembuatan lapisan film edibel dengan penambahan ion Ca ++ yang menempel pada kasa akan lebih tipis. Film edibel yang ditambah asam lemak sebesar 0,25 mempunyai kuat tarik yang lebih tinggi dibanding film edibel yang ditambah asam lemak 0,125 dan 0,375 Tabel 5. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan asam lemak 0,25 merupakan penambahan yang paling optimal, karena film menjadi tidak mudah robek. Peningkatan asam lemak yang lebih tinggi dari 0,25 cenderung menurunkan nilai kuat tarik film, akibat suatu pengaruh gaya ikatan yang disebut efek anti plasticizer. Penambahan lilin lebah 0,125 menyebabkan penurunan laju transmisi uap air film yang dibuat dibanding film yang tidak ditambahkan komponen hidrofobik kontrol, tetapi pada konsentrasi yang lebih tinggi tidak menurunkan laju transmisi uap air Tabel 5. Hal ini terjadi karena pada penambahan 0,25 dan 0,375 terjadi pemisahan lilin lebah pada saat pendinginan, sehingga permukaan film yang dihasilkan tidak rata dan terbentuk pori-pori yang mengakibatkan film edibel menjadi lebih porous. Hal ini dapat diatasi bila pembuatan film dibuat pada titik lebur lilin lebah, yaitu 61 - 65 o C. Tetapi dalam aplikasinya hal ini tidak mungkin dilakukan karena dapat merusak penampakan buah durian kupas yang dilapis, sehingga formula ini tidak dianjurkan. Penambahan 55 56 asam laurat sampai konsentrasi 0,375 hanya menurunkan laju transmisi uap air sedikit, sedangkan penambahan asam stearat menurunkan laju transmisi uap air yang cukup besar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Avena-Bustillos et al. 1993, Fennema et al. 1994, Nisperos-Carriedo et al. 1990, dan Péroval et al. 2002 yang memperlihatkan terjadinya peningkatan resistensi terhadap uap air pada film edibel yang ditambahkan asam lemak. Dari hasil penelitian Koelsch dan Labuza 1992 dan Debeaufort dan Voiley 2009 ternyata semakin panjang rantai asam lemak semakin tinggi kemampuan film untuk menahan uap air atau semakin rendah permebiltas film terhadap uap air, karena proporsi relatif bagian non-polar meningkat. Tetapi asam lemak dengan rantai karbon lebih dari 18 atom, seperti asam arakidonat dan asam behenat, akan meningkatkan permeabilitas film terhadap uap air Gambar 11. Hal ini karena asam lemak dengan rantai yang terlalu panjang akan menginduksi struktur heterogenus dari jaringan polimer, sehingga menurunkan kemampuan film untuk menahan uap air. Dari hasil penelitian mereka ternyata film yang mengandung asam palmitat dan asam stearat mempunyai permeabilitas uap air paling rendah. Transmisi O 2 dan CO 2 menentukan hubungan sifat kecepatan oksidasi dan respirasi bahan yang dikemas. Polimer yang bersifat polar seperti LMP dan kasein mempunyai banyak ikatan hidrogen yang akan menghasilkan laju permeabilitas gas yang sangat rendah pada kelembaban yang rendah, tetapi mempunyai ketahanan terhadap uap air rendah. Permeabilitas film terhadap O 2 juga sangat dipengaruhi oleh jenis polimer dan plasticizer yang digunakan. Ikatan hidrogen yang tinggi antar polimer akan membentuk 57 film dengan ketahanan yang baik terhadap O 2 , sedangkan gugus hidrofobik akan meningkatkan afinitas film terhadap O 2 Paramawati, 2001. Gambar 11. Pengaruh panjang rantai asam lemak terhadap permeabilitas uap air dari film komposit metil selulosa dan lemak Debeaufort dan Voilley, 2009 Data pada Tabel 5 menunjukkan hasil yang berbeda dengan hasil penelitian Paramawati 2001, yaitu laju transmisi O 2 dan CO 2 semakin menurun dengan semakin tingginya konsentrasi komponen hidrofobik yang ditambahkan. Hal ini mungkin disebabkan dengan semakin hidrofobiknya sifat suspensi film, yaitu dengan meningkatnya jumlah asam lemak yang ditambahkan, akan menurunkan nilai transmisi O 2 dan CO 2 film edibel. Penurunan trasmisi O 2 dan CO 2 ini diduga disebabkan penambahan asam lemak pada LMP akan menurunkan kemampuannya untuk mengembang. Penambahan asam lemak ini akan menyebabkan struktur film menjadi 58 kompak, sehingga transmisi O 2 dan CO 2 akan menurun seperti yang dikemukakan oleh Eliasson 1996.

C. Permeabilitas Film Edibel LMP terhadap Komponen Volatil Durian

Pengukuran kemampuan film edibel untuk menyerap atau menahan komponen flavor bahan durian dilakukan dengan menggunakan metode solid phase microextraction SPME. Ada dua tabung, yang pertama A dibiarkan kosong, sedangkan tabung kedua B diisi durian. Mulut tabung A dan B dirapatkan, sementara film diletakkan diantara mulut tabung. Setelah kurang lebih 12 jam, alat SPME dimasukkan pada lubang yang ada pada tabung, baik pada bagian atas A kosong maupun bawah B berisi buah durian dan dibiarkan selama 30 menit, selanjutnya alat SPME disuntikkan ke GC-MS Gambar 12. Pengamatan dilakukan setiap 12 jam untuk pengujian film edibel pada suhu ruang dan suhu 5 o C. Film yang diuji terdiri dari tiga jenis, yaitu film edibel yang terbuat dari LMP dan kasein dengan tiga komposisi komponen hidrofobik, yaitu asam stearat 0,25, asam stearat 0,375 dan lilin lebah 0,25 sebagai pembanding atau kontrol. Penggunaan film edibel berbahan dasar LMP dan kasein yang ditambah asam stearat 0,25 dan asam stearat 0,375 karena mempunyai kuat tarik baik serta transmisi O 2 , CO 2 dan uap air yang rendah. Sedangkan film yang ditambah lilin lebah 0,25 digunakan sebagai kontrol karena banyak digunakan pada penelitian-penelitian terdahulu. 59 Gambar 12. Pengujian permeabilitas film terhadap komponen flavor pada suhu ruang Menurut Mosser et al. 1980 etil asetat, 1,1-dietoksi etana dan etil-2-metil butanoat memberikan pengaruh seperti buah-buahan pada durian. Septiana 1995 melaporkan bahwa 3,5-dimetil-1,2,4-tritiolan, etil-2-metil butanoat, 3-hidroksi-2-butanon dan 1,1- dietoksi etana berperan pada aroma khas durian. Weenen et al. 1996 dan Wong dan Tie 1995 menyatakan bahwa 3,5-dimetil-1,2,4-tritiolan merupakan komponen sulfur utama pada durian. Senyawa non sulfur yang dominan dalam buah durian adalah 3- hidroksi-2-butanon, etil-2-metil butanoat dan heksadekanol. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pada penelitian ini pembahasan dititikberatkan pada lima komponen, yaitu 3,5-dimetil-1,2,4-tritiolan, 1,1-dietoksi etana, A B A : tabung kosong B : tabung berisi durian SPME SPME Film 60 3-hidroksi-2-butanon, etil-2-metil butanoat dan heksadekanol. Sedangkan perubahan komponen lain selama penyimpanan disajikan pada Lampiran 7. Hasil analisis komponen flavor pada tabung kosong A flavor durian yang menembus film edibel memperlihatkan bahwa film dengan komponen hidrofobik asam stearat 0,25 mempunyai kemampuan paling tinggi untuk menahan komponen volatil durian, baik terhadap kelompok aldehid, alkohol, ester, keton dan sulfur Lampiran 7. Hal ini menunjukkan bahwa film edibel dengan bahan dasar LMP dan kasein yang ditambah dengan komponen hidrofobik asam stearat 0,25 mempunyai kemampuan yang cukup baik untuk menahan komponen volatil durian selama penyimpanan. Fenomena yang sama juga ditunjukkan pada pengujian film pada suhu 5 o C. Pengujian film edibel pada suhu 5 o C disajikan pada Gambar 13. Film edibel dengan bahan dasar LMP dan kasein yang ditambah dengan komponen hidrofobik asam stearat 0,25 mempunyai kemampuan yang cukup baik untuk menahan komponen volatil durian selama penyimpanan Lampiran 8, lebih baik daripada dua kombinasi yang lain LMP+kasein+asam stearat 0.375 dan LMP+kasein+lilin lebah 0.25. Sehingga untuk selanjutnya penelitian akan menggunakan komposisi film edibel LMP +kasein+ asam stearat 0.25. Contoh kromatogram hasil analisis GC-MS untuk komponen volatil pada tabung isi durian B dan tabung kosong A disajikan pada Lampiran 7. 61 Gambar 13. Pengujian permeabilitas film terhadap komponen flavor pada suhu 5 o C Kandungan senyawa 3,5-dimetil-1,2,4-tritiolan yang melewati film edibel berbahan dasar LMP-kasein yang ditambah asam stearat 0,25 dan terdeteksi pada tabung kosong A lebih rendah dibanding yang melewati film berbahan dasar LMP-kasein yang ditambah asam stearat 0,375 dan lilin lebah 0,25 Gambar 14. Dari Gambar 14 terlihat bahwa selama penyimpanan kandungan 3,5-dimetil-1,2,4-tritiolan meningkat, baik pada tabung kosong maupun tabung berisi durian. A B Film SPME SPME A : tabung kosong B : tabung berisi durian 62 Gambar 14. Perubahan konsentrasi 3,5-dimetil-1,2,4-tritiolan selama penyimpanan 72 jam pada tabung kosong Tabung A dan tabung berisi durian Tabung B yang disimpan pada suhu ruang R dan suhu 5 o C 5 Pola yang sama juga terjadi pada senyawa 1,1-dietoksi etana, 1-heksadekanol, etil-2- metil butanoat dan 3-hidroksi-2-butanon. Kandungan keempat senyawa tersebut yang melewati film edibel berbahan dasar LMP-kasein yang ditambah asam stearat 0,25 dan terdeteksi pada tabung kosong A lebih rendah dibanding yang melewati film berbahan dasar LMP-kasein yang ditambah asam stearat 0,375 dan lilin lebah 0,25 Gambar 15, 16, 17 dan 18. Keterangan : F1 = Film dari LMP-kasein-asam stearat 0,25 F2 = Film dari LMP-kasein-asam stearat 0,375 F3 : Film dari LMP-kasein-lilin lebah 0,25 63 Gambar 15. Perubahan konsentrasi 1,1-dietoksi etana selama penyimpanan 72 jam pada tabung kosong Tabung A dan tabung berisi durian Tabung B yang disimpan pada suhu ruang R dan suhu 5 o C 5 Gambar 16. Perubahan konsentrasi 1-heksadekanol selama penyimpanan 72 jam pada tabung kosong Tabung A dan tabung berisi durian Tabung B yang disimpan pada suhu ruang R dan suhu 5 o C 5 Keterangan : F1 = Film dari LMP-kasein-asam stearat 0,25 F2 = Film dari LMP-kasein-asam stearat 0,375 F3 : Film dari LMP-kasein-lilin lebah 0,25 Keterangan : F1 = Film dari LMP-kasein-asam stearat 0,25 F2 = Film dari LMP-kasein-asam stearat 0,375 F3 : Film dari LMP-kasein-lilin lebah 0,25 64 Gambar 17. Perubahan konsentrasi etil-2-metil butanoat selama penyimpanan 72 jam pada tabung kosong Tabung A dan tabung berisi durian Tabung B yang disimpan pada suhu ruang R dan suhu 5 o C 5 Gambar 18. Perubahan konsentrasi 3-hidroksi-2-butanon selama penyimpanan 72 jam pada tabung kosong Tabung A dan tabung berisi durian Tabung B yang disimpan pada suhu ruang R dan suhu 5 o C 5 Keterangan : F1 = Film dari LMP-kasein-asam stearat 0,25 F2 = Film dari LMP-kasein-asam stearat 0,375 F3 : Film dari LMP-kasein-lilin lebah 0,25 Keterangan : F1 = Film dari LMP-kasein-asam stearat 0,25 F2 = Film dari LMP-kasein-asam stearat 0,375 F3 : Film dari LMP-kasein-lilin lebah 0,25 65 Dari kelima senyawa di atas, kandungan senyawa 3,5-dimetil-1,2,4-tritiolan yang melewati film dan terdeteksi di tabung kosong A lebih rendah dibanding komponen lain. Hal ini mungkin karena selain kemampuan film yang secara fisik mempunyai struktur yang kompak, senyawa 3,5-dimetil-1,2,4-tritiolan dapat membentuk ikatan disulfida dengan film yang berbahan baku kasein, seperti dikemukakan oleh Gennadios et al . 1993b yang menyatakan bahwa penambahan kasein pada film dapat meningkatkan ikatan disulfida.

D. Aplikasi Pelapis Edibel pada Buah Durian Terolah Minimal

Pelapis edibel yang diaplikasikan adalah pelapis edibel dengan bahan dasar LMP 1 - kasein 1 yang ditambah dengan asam stearat 0,25. Formula ini dipilih karena mempunyai karakteristik paling baik, yaitu mempunyai laju tranmisi uap air rendah, permeabilitas terhadap O 2 dan CO 2 rendah, berwarna jernih, dan mempunyai kemampuan untuk menahan sebagai barrier komponen volatil yang paling baik besar dibanding formula yang lain. Selanjutnya buah durian berpelapis edibel dan tanpa pelapis kontrol disimpan pada suhu ruang dan suhu 5 o

C. 1.

Perubahan Sifat Kimia Buah Durian Berpelapis Edibel selama Penyimpanan Kadar air durian, baik yang berpelapis edibel maupun tidak, yang disimpan pada suhu ruang meningkat selama penyimpanan, sedangkan buah durian yang disimpan pada suhu 5 o C menurun selama penyimpanan Gambar 19. Sampai hari ke 13, kemampuan pelapis edibel untuk menahan keluarnya air dari buah durian yang disimpan pada suhu 5 o C cukup tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Kim 66 et al. 1993 pada apel dan Zulfrebiadi 1998 pada salak pondoh yang menunjukkan kemampuan pelapis edibel untuk menghambat keluarnya air. Gambar 19. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan kadar air durian yang dilapis dengan LMP-kasein-asam stearat 0,25 dan tanpa pelapis pada suhu ruang dan suhu 5 o C Pada hari pertama setelah penyimpanan kadar air buah durian terolah minimal tanpa pelapis edibel DTM yang disimpan pada suhu 5 o C sebesar 57,07, menurun menjadi 49,13 pada hari ke-9 dan menjadi 38,96 pada hari ke-13 atau terjadi penurunan kadar air sebesar 18,11 selama penyimpanan 13 hari pada suhu 5 o C. Sedangkan kadar air buah durian terolah minimal berpelapis edibel DTMPE yang disimpan pada suhu yang sama mempunyai kadar air 55,78 pada penyimpanan satu hari, menurun menjadi 51,63 pada hari ke-9 dan menjadi 49,68 pada hari Keterangan : A1B1 = durian tanpa pelapis edibel disimpan pada suhu ruang A1B2 = durian tanpa pelapis edibel disimpan pada suhu 5 o C A2B1 = durian berpelapis edibel disimpan pada suhu ruang A2B2 = durian berpelapis edibel disimpan pada suhu 5 o C 67 ke-13 atau terjadi penurunan kadar air sebesar 6,10 selama penyimpanan 13 hari pada suhu 5 o C. Hal ini menunjukkan bahwa pelapis edibel berbahan dasar LMP dan kasein yang ditambah 0,25 asam stearat mampu menghambat kehilangan air buah durian terolah minimal yang disimpan pada suhu 5 o C hampir tiga kali. Total padatan terlarut, yang salah satu diantaranya adalah gula sederhana, buah durian pada semua perlakuan menurun selama penyimpanan Gambar 20. Kemampuan menghambat penurunan total padatan terlarut dari pelapis edibel hanya efektif sampai 4 hari. Setelah 4 hari penyimpanan, total padatan durian terolah minimal berpelapis edibel menurun 8,5, sedangkan total padatan durian terolah minimal tanpa pelapis edibel menurun 19,1. Dari Gambar 20 terlihat setelah melewati 4 hari penyimpanan, laju penurunan total padatan terlarut tidak berbeda antara buah durian yang dilapis dan buah durian tanpa pelapis, walaupun konsentrasi padatan terlarut durian terolah minimal tanpa pelapis edibel lebih rendah. Laju penurunan total padatan terlarut buah durian terolah minimal berpelapis edibel lebih lambat lebih dari dua kali dibanding buah durian tanpa pelapis edibel setelah penyimpanan 13 hari pada suhu 5 o C. Penurunan total padatan yang cukup tinggi berkaitan dengan hilangnya kulit sebagai pelindung alami, sehingga aktivitas sel terganggu yang pada gilirannya akan menimbulkan perubahan fisiologis yang lebih cepat, seperti terjadinya sintesis etilen dan peningkatan laju respirasi Brecht, 1995. Setelah 7 hari penyimpanan total padatan terlarut durian yang disimpan pada suhu 5 o C relatif stabil. Hal ini mungkin 68 karena terjadi keseimbangan antara peningkatan kandungan glukosa dan fruktosa dengan penurunan kandungan sukrosa seperti dikemukakan oleh Voon et al. 2006. Gambar 20. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan total padatan terlarut durian yang dilapis dengan LMP-kasein-asam stearat 0,25 dan tanpa pelapis pada suhu ruang dan suhu 5 o C Total asam buah durian meningkat selama penyimpanan pada semua perlakuan Gambar 21. Laju peningkatan total asam buah durian terolah minimal berpelapis edibel lebih lambat lebih dari 2,5 kali dibanding buah durian tanpa pelapis edibel setelah penyimpanan 13 hari pada suhu 5 o C. Peningkatan ini mungkin diakibatkan oleh aktivitas mikroba yang mengubah sebagian gula menjadi asam selama penyimpanan. Peningkatan ini sejalan dengan peningkatan jumlah mikroba selama penyimpanan Gambar 22. Keterangan : A1B1 = durian tanpa pelapis edible disimpan pada suhu ruang A1B2 = durian tanpa pelapis edible disimpan pada suhu 5 o C A2B1 = durian berpelapis edible disimpan pada suhu ruang A2B2 = durian berpelapis edible disimpan pada suhu 5 o C 69 Gambar 21. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan total asam durian yang dilapis dengan LMP-kasein-asam stearat 0,25 dan tanpa pelapis pada suhu ruang dan suhu 5 o C Gambar 22. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan total mikroba durian yang dilapis dengan LMP-kasein-asam stearat 0,25 dan tanpa pelapis pada suhu ruang dan suhu 5 o C Keterangan : A1B1 = durian tanpa pelapis edible disimpan pada suhu ruang A1B2 = durian tanpa pelapis edible disimpan pada suhu 5 o C A2B1 = durian berpelapis edible disimpan pada suhu ruang A2B2 = durian berpelapis edible disimpan pada suhu 5 o C Keterangan : A1B1 = durian tanpa pelapis edible disimpan pada suhu ruang A1B2 = durian tanpa pelapis edible disimpan pada suhu 5 o C A2B1 = durian berpelapis edible disimpan pada suhu ruang A2B2 = durian berpelapis edible disimpan pada suhu 5 o C 70 Sampai akhir penyimpanan, pelapis edibel mempunyai kemampuan untuk menghambat pembentukan asam cukup tinggi, meskipun pertumbuhan mikroba pada buah durian berpelapis edibel dan tanpa pelapis edibel relatif sama pada suhu ruang, tetapi pada suhu 5 o C kemampuan pelapis edibel untuk menghambat pertumbuhan mikroba cukup besar. Hal ini diduga bahwa pertumbuhan mikroba pembentuk asam dapat dihambat oleh pelapis edibel. Menurut Voon et al. 2006 kandungan asam laktat, suksinat, sitrat dan asetat sedikit meningkat pada durian yang disimpan pada suhu 4 o C selama 5 minggu. Dari Gambar 22 terlihat bahwa pada suhu ruang total mikroba durian terolah minimal berpelapis edibel tidak berbeda nyata dengan durian terolah minimal tanpa pelapis edibel. Suhu penyimpanan 5 o C secara nyata menurunkan laju pertumbuhan mikroba. Menurut Voon et al 2006 laju pertumbuhan bakteri lebih cepat daripada kapang dan khamir pada durian yang disimpan pada suhu 4 o C. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Praditdoung 1986 dan Booncherm dan Siripanich 1991. Laju pertumbuhan bakteri lebih cepat mungkin karena a w yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri lebih tinggi daripada kapang dan khamir. Total mikroba berkorelasi positif dengan total asam r = 0,77 dan berbanding terbalik dengan total padatan terlarut r = -0,64. Hal ini menunjukkan kemungkinan bahwa mikroba yang tumbuh dapat mengkonversi gula menjadi asam, seperti asam laktat, suksinat, sitrat dan asetat Voon et al., 2006. Total mikroba berkorelasi negatif dengan senyawa etil-2-metil butanoat r = - 0,86. Senyawa etil- 2-metil butanoat berkontribusi pada aroma fruity dari buah durian. Hal ini 71 menunjukkan bahwa dengan meningkatnya kandungan mikroba, maka aroma fruity durian menurun, sedangkan aroma sulfur dan alkohol agak meningkat.

2. Uji QDA Flavor Durian