I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ditinjau dari aspek luas areal pertanaman dan nilai komoditi, cabai Capsicum annuum L. merupakan salah satu komoditas unggulan hortikultura
Indonesia. Pada tahun 2004, luas areal pertanaman cabai mencapai 194.588 ha. Namun demikian, luasnya areal pertanaman tersebut tidak diikuti oleh tingginya
produktivitas. Pada tahun 2004 dan 2005, produktivitas cabai berturut-turut hanya 5.67 tonha dan 5.84 tonha Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura
2007, padahal potensi produksi cabai dapat mencapai 12-20 tonha Duriat 1996. Salah satu faktor utama yang menyebabkan rendahnya produktivitas cabai
Indonesia adalah gangguan hama dan penyakit Semangun 2000. Beberapa penyakit yang dominan menyerang cabai adalah antraknosa, hawar Phytophthora,
layu bakteri dan virus Yoon 2003. Dari berbagai penyakit tersebut, antraknosa merupakan penyakit yang paling utama dalam menyebabkan rendahnya
produktivitas cabai di Indonesia Suryaningsih et al. 1996. Antraknosa pada cabai disebabkan oleh genus Colletotrichum, yang
digolongkan menjadi enam spesies utama yaitu Colletotrichum gloeosporioides, C. acutatum, C. dematium, C. capsici dan C. coccodes Kim et al. 1999. Dari
enam spesies tersebut, C. gloeosporioides dan C. acutatum menyebabkan kerusakan pada buah dan kehilangan hasil paling besar Yoon 2003.
Lebih dari 90 antraknosa yang menginfeksi cabai disebabkan oleh C. gloeosporioides. Spesies ini juga dilaporkan paling virulen dibandingkan lima
spesies lainnya. Akan tetapi, akhir-akhir ini spesies paling utama yang menyerang cabai mengalami perubahan menjadi spesies Colletotrichum lain, yaitu C.
acutatum Park 2005. Di Indonesia, dari 13 isolat Colletotrichum yang dikoleksi dari Bogor, Berebes, Bandung, Pasir Sarongge, Payakumbuh dan Mojokerto,
tujuh isolat yang berasal dari enam daerah tersebut merupakan C. acutatum Widodo 2006, pakar penyakit tanaman, komunikasi pribadi.
Pada umumnya varietas cabai yang ada saat ini bersifat rentan terhadap penyakit antraknosa, padahal penyakit ini dapat menurunkan hasil cabai hingga
2 75 Kusandriani dan Permadi 1996. Meskipun telah dilakukan pengendalian
sangat intensif menggunakan fungisida, di daerah Brebes, Jawa Tengah, dilaporkan masih menyebabkan kerugian hingga 45, di Demak hingga 65,
sedangkan di Sumatera Barat mencapai 35 Sastrosumarjo 2003. Pada kondisi kering, gejala penyakit ini hanya berupa bercak kecil pada
buah cabai. Namun bercak tersebut dapat berkembang cepat selama musim hujan, dimana kelembaban udara dan suhu tinggi. Bahkan dalam kondisi lingkungan
yang optimal bagi pertumbuhan patogen, penyakit ini dapat menghancurkan seluruh areal pertanaman cabai Yoon 2003.
Petani umumnya mengendalikan penyakit antraknosa menggunakan fungisida kontak dan fungisida sistemik secara intensif. Namun penggunaan
pestisida secara berlebihan tidak hanya menyebabkan peningkatan biaya produksi, tetapi juga mengakibatkan resiko kesehatan petani dan konsumen, serta kerusakan
lingkungan. Oleh karena itu penggunaan varietas yang resisten merupakan cara yang paling tepat untuk mengatasi masalah penyakit antraknosa. Dalam
perakitan varietas tahan penyakit antraknosa, diperlukan tetua donor yang memiliki ketahanan terhadap penyakit antraknosa serta informasi tentang kendali
genetik untuk menentukan metode introgresi serta metode seleksi yang efektif. Berdasarkan hal tersebut, maka studi tentang pewarisan ketahanan cabai terhadap
penyakit antraknosa perlu dilakukan guna menentukan strategi program pemuliaan yang efektif dan efisien untuk memperoleh varietas cabai berdaya hasil
tinggi dan tahan penyakit antraknosa.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk 1. Mengidentifikasi ketahanan cabai terhadap antraknosa dan
mengkarakterisasi plasma nutfah cabai. 2. Mempelajari kendali genetik pewarisan sifat ketahanan cabai terhadap
antraknosa yang disebabkan oleh C. acutatum. 3. Mempelajari daya gabung umum dan daya gabung khusus beberapa
genotipe cabai.
3 4. Mempelajari interaksi genetik x lingkungan untuk ketahanan cabai
terhadap antraknosa.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah : 1. Dari sejumlah genotipe cabai terpilih, terdapat setidaknya satu genotipe cabai
yang tahan dan satu genotipe cabai yang rentan terhadap penyakit antraknosa disebabkan oleh C. acutatum yang dapat dijadikan tetua untuk pembuatan
mapping population. 2. Terdapat lebih dari satu gen yang terkait dengan sifat ketahanan terhadap
penyakit antraknosa disebabkan oleh C. acutatum dengan pola pewarisan aditif, dominan, atau resesif, tidak ada efek maternal serta masing-masing gen
memiliki pengaruh yang berbeda. 3. Terdapat satu genotipe yang mempunyai daya gabung umum baik dan
sepasang genotipe yang mempunyai daya gabung khusus baik untuk ketahanan terhadap penyakit antraknosa disebabkan oleh C. acutatum.
4. Terdapat interaksi genetik x lingkungan untuk ketahanan terhadap penyakit antraknosa disebabkan oleh C. acutatum.
Diagram Alir Penelitian
Kegiatan secara keseluruhan meliputi beberapa percobaan yaitu: a. Identifikasi ketahanan cabai terhadap antraknosa dan karakterisasi plasma
nutfah cabai. b. Studi pewarisan ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa.
c. Analisis silang dialel untuk menentukan parameter genetik ketahanan cabai terhadap antraknosa.
d. Interaksi genetik x lingkungan untuk ketahanan cabai terhadap antraknosa. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1.
4
Kendali genetik pewarisan ketahanan terhadap penyakit
antraknosa
Metode seleksi yang efektif dan efisien untuk perakitan
cabai unggul tahan penyakit antraknosa
Plasma nutfah cabai koleksi lokal, introduksi
Screening ketahanan cabai terhadap C. acutatum
• Genotipe tahan • Genotipe rentan
Karakterisasi plasma nutfah cabai
• Karakter morfologi dan biokmia
Hibridisasi genotipe cabai terpilih untuk studi
Interaksi genetik x lingkungan • Ragam genetik
• Ragam lingkungan • Ragam interaksi G x E
• Heritabilitas arti luas • Stabilitas
• Lingkungan spesifik Studi pewarisan 6 generasi
• Heritabilitas arti luas • Heritabilitas arti sempit
• Efek maternal • Derajat dominansi
• Aksi gen • Jumlah faktor efektif
Silang full diallel • Heritabilitas arti luas
• Heritabilitas arti sempit • Aksi gen
• Sebaran gen pada tetua • DGU dan DGK
• Jumlah gen pengendali
Kendali genetik pewarisan ketahanan terhadap penyakit
antraknosa
Metode seleksi yang efektif dan efisien untuk perakitan
cabai unggul tahan penyakit antraknosa
Plasma nutfah cabai koleksi lokal, introduksi
Screening ketahanan cabai terhadap C. acutatum
• Genotipe tahan • Genotipe rentan
Screening ketahanan cabai terhadap C. acutatum
• Genotipe tahan • Genotipe rentan
Karakterisasi plasma nutfah cabai
• Karakter morfologi dan biokmia
Karakterisasi plasma nutfah cabai
• Karakter morfologi dan biokmia
Hibridisasi genotipe cabai terpilih untuk studi
Interaksi genetik x lingkungan • Ragam genetik
• Ragam lingkungan • Ragam interaksi G x E
• Heritabilitas arti luas • Stabilitas
• Lingkungan spesifik Interaksi genetik x lingkungan
• Ragam genetik • Ragam lingkungan
• Ragam interaksi G x E • Heritabilitas arti luas
• Stabilitas • Lingkungan spesifik
Studi pewarisan 6 generasi • Heritabilitas arti luas
• Heritabilitas arti sempit • Efek maternal
• Derajat dominansi • Aksi gen
• Jumlah faktor efektif Studi pewarisan 6 generasi
• Heritabilitas arti luas • Heritabilitas arti sempit
• Efek maternal • Derajat dominansi
• Aksi gen • Jumlah faktor efektif
Silang full diallel • Heritabilitas arti luas
• Heritabilitas arti sempit • Aksi gen
• Sebaran gen pada tetua • DGU dan DGK
• Jumlah gen pengendali Silang full diallel
• Heritabilitas arti luas • Heritabilitas arti sempit
• Aksi gen • Sebaran gen pada tetua
• DGU dan DGK • Jumlah gen pengendali
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Pada percobaan a, diperoleh: 1 genotipe yang paling tahan dan genotipe
yang paling rentan terhadap antraknosa dan 2 genotipe-genotipe cabai yang mempunyai potensi hasil tinggi. Dalam perakitan suatu varietas biasanya genotipe
tahan dijadikan sebagai donor ketahanan untuk memperbaiki genotipe cabai yang berdaya hasil tinggi, namun tidak tahan penyakit. Genotipe cabai paling tahan dan
paling rentan digunakan sebagai tetua dalam studi pewarisan ketahanan terhadap antraknosa. Hasil percobaan a digunakan pada percobaan b dan c.
Pada percobaan b, dilakukan studi pewarisan ketahanan cabai terhadap antraknosa. Genotipe cabai yang paling tahan dan paling rentan terhadap
antraknosa yang diperoleh pada percobaan a, digunakan dalam percobaan ini.
5 Informasi yang diperoleh pada percobaan ini adalah pola pewarisan ketahanan
cabai terhadap antraknosa sehingga dapat digunakan untuk menentukan strategi pemuliaan yang efektif.
Pada percobaan c disilangkan beberapa genotipe cabai yang diperoleh dari percobaan a. Lima genotipe cabai dilakukan persilangan dialel penuh full diallel.
Hasil silang dialel ini diuji ketahanannya terhadap antraknosa. Dari percobaan ini diperoleh informasi tentang pendugaan parameter genetik, sebaran gen pada tetua,
daya gabung umum dan daya gabung khusus. Informasi ini diperlukan untuk melengkapi informasi yang diperoleh pada percobaan b.
Percobaan d bertujuan mempelajari interaksi genetik x lingkungan untuk ketahanan cabai terhadap antraknosa. Informasi ini dapat digunakan untuk
memperoleh lingkungan yang cocok dalam melakukan seleksi cabai tahan antraknosa.
Secara keseluruhan, sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah diperoleh strategi pemuliaan cabai untuk ketahanan terhadap antraknosa yang
efektif dan efisien.
II. TINJAUAN PUSTAKA