Kelompok Berbunga Putih Kelompok Berbunga Ungu

7 bentuk liarnya sebagai C. baccatum var. baccatum dan var. microcarpum Greenleaf 1986. Capsicum pubescens ditanam di Amerika Tengah dan dataran tinggi pegunungan Andes. Bunga memiliki lembar mahkota ungu, dengan kepala sari ungu; biji keriput dan berwarna hitam. Daun berbulu dan keriting rugulose; jaringan dinding buah tebal. Tanaman ini beradaptasi pada suhu rendah pada ketinggian 2.000-3.000 m di daerah tropika. Tipe moyang liarnya tidak diketahui, tetapi spesies ini berkerabat dengan spesies liar lain dari Amerika Selatan, seperti C. eximium dan C. cardenasii Greenleaf 1986. Tabel 1. Klasifikasi Cabai yang Telah Dibudidayakan dan Tipe Liarnya serta Daerah Penyebaran Greenleaf 1986 Spesies Status Daerah Sebaran

A. Kelompok Berbunga Putih

1. C. annuum L. Dibudidayakan Amerika Selatan hingga Colombia tropik, subtropik dan daerah beriklim sedang 2. C. chinense Jacq. Dibudidayakan Dataran rendah Amerika Selatan bagian timur 3. C. frutescens L. Dibudidayakan Amerika tropik 4. C. baccatum L. Dibudidayakan Peru, Bolivia, Paraguay, Brazil, Argentina 5. C. praetermisum Heiser Smith Liar Brazil Selatan 6. C. chacoense A.T. Hunz Liar Argentina Utara, Bolivia, Paraguay 7. C. galapagoense A.T. Hunz Liar Pulau Galapagos

B. Kelompok Berbunga Ungu

1. C. pubescens RP Dibudidayakan Daerah Andes, dataran tinggi Amerika Tengah bagian utara hingga Meksiko 2. C. cardenasii Heiser Smith Liar Bolivia 3. C. eximium A.T. Hunz Liar Bolivia, Argentina Utara 4. C. tovarii Eshbaugh, Smith, Nickrent Liar Andes, Peru Tengah 8 Spesies liar lain yang biasa digunakan meliputi C. galapogense, C. chacoense, C. tovarii, C. praetermissum, C. eximium, dan C. cardenasii. Di Bolivia C. cardenasii adalah spesies yang sangat sering dipanen dari tanaman liar Greenleaf 1986. Satu spesies liar yaitu C. lanceolatum mempunyai pusat penyebaran di Guetamala Tong dan Bosland 1997. Klasifikasi cabai dan pusat penyebarannya disajikan pada Tabel 1. Tabel 2. Keserasian Persilangan antar Spesies Capsicum dan Fertilitas Hibrid Greenleaf 1986 Persilangan Keserasian Daya Hidup Biji F1 Biji F2 Biji Backcross C. annuum x C. frutescens - - - - C. annuum x C. chinense ++ ++ ++ ++ C. annuum x C. pendulum E E + - C. annuum x C. pubescens - - - - C. frutescens x C. annuum + + + + C. frutescens x C. chinense + + + + C. frutescens x C. pendulum ++ ++ + + C. chinense x C. frutescens + + + + C. chinense x C. annuum + + + + C. chinense x C. pendulum + + - - C. chinense x C. pubescens E E - - C. pendulum x C. pubescens - - - - Keterangan: E = biji berkecambah hanya dalam kultur embrio - = tidak ada biji yang viabel + = biji viabel hanya sedikit ++ = biji viabel banyak Sebagian besar spesies Capsicum bersifat menyerbuk sendiri self pollination tetapi penyerbukan silang cross pollination secara alami dapat terjadi dengan bantuan lebah dengan persentase persilangan berkisar 7.6-36.8. Persilangan antar spesies dapat terjadi dengan relatif mudah pada beberapa kombinasi misalkan antara C. annuum x C. chinense, C. frutescens x 9 C. pendulum ; akan tetapi sangat sulit untuk kombinasi yang lain, misalkan antara C. annuum x C. frutescens, C. annuum x pubescens dan C. pendulum x pubescens Greenleaf 1986. Keserasian persilangan antar spesies Capsicum dan fertilitas hibrid disajikan pada Tabel 2. Tanaman cabai mempunyai jumlah kromosom somatik diploid dengan kromosom dasar x = 12. Jumlah kromosom normal cabai adalah 2n = 2x = 24 Berke 2000. Penyimpangan jumlah kromosom x = 13 ditemukan pada spesies C. ciliatum asal Amerika Selatan bagian barat dan spesies liar dari Brazil, serta C. lanceolatum asal Guatemala Tong dan Bosland 1997. Tanaman cabai memiliki sistem perakaran yang dangkal, diawali dengan akar tunggang akar primer kemudian tumbuh akar rambut ke samping akar lateralakar sekunder. Panjang akar primer berkisar 35-50 cm dan akar lateral sekitar 35-45 cm Rubatzky dan Yamaguchi 1997. Akar lateral cepat berkembang di dalam tanah dan menyebar pada kedalaman 10-15 cm Messiaen 1992. Batang utama tegak, berkayu dan bercabang banyak dengan tinggi sekitar 45-150 cm. Pembentukan kayu pada batang utama mulai terjadi pada umur 30 hari setelah tanam HST. Pada setiap ketiak daun akan tumbuh tunas baru yang dimulai pada umur 10 HST. Tipe percabangan tegak atau menyebar tergantung spesiesnya Rubatzky dan Yamaguchi 1997. Daun-daun tumbuh pada tunas samping secara berurutan, sedangkan pada batang utama tersebut tersusun secara spiral. Cabai mempunyai tangkai daun panjang dan daun tunggal dengan helai daun berbentuk ovate atau lanceolate, agak kaku, berwarna hijau muda sampai hijau gelap dengan tepi rata Kusandriani 1996a. Bunga cabai tergolong bunga lengkap karena terdiri dari kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari dan putik. Kelopak bunga berjumlah enam helai berwarna kehijauan. Mahkota bunga terdiri atas 5-7, petal berwarna putih susu atau kadang-kadang ungu. Posisi bunga menggantung atau tegak, panjang bunga biasanya 0.8-1.5 cm, lebar 0.5 cm dan panjang tangkai bunga antara 3-8 cm. Tangkai putik berwarna putih, panjangnya sekitar 0.5 cm. Kepala putik berwarna kekuning-kuningan. Tangkai sari berwarna putih dengan panjang sekitar 0.5 cm. 10 Kepala sari yang belum matang berwarna biru atau ungu Berke 2000. Dalam satu bunga terdapat satu putik dan 5-7 benang sari. Bunga cabai umumnya merupakan bunga tunggal kecuali pada spesies tertentu berbunga ganda, terletak pada hampir setiap ruas nodus. Bunga cabai cenderung bersifat protogyny dan tepung sari keluar dari kotak sari pada saat bunga mekar Kusandriani 1996a. Bunga pertama terbentuk pada umur 23-31 hari sesudah tanam HST dan buah pertama mulai terbentuk pada umur 29-40 HST. Buah matang dalam waktu sekitar 45 hari setelah pembuahan. Struktur buah terdiri atas kulit, daging buah dan sebuah plasenta tempat melekatnya biji. Daging buah umumnya renyah atau kadang-kadang lunak pada kultivar tertentu. Biji cabai berwarna kuning jerami Greenleaf 1986. Tanaman cabai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan mempunyai drainase dan aerasi yang baik. Tanah yang paling ideal untuk tanaman cabai adalah yang mengandung bahan organik sekurang-kurangnnya 1.5 dan mempunyai pH antara 6.0 – 6.5. Keadaan pH tanah sangat penting karena erat kaitannya dengan ketersediaan unsur hara. Apabila ditanam pada tanah yang mempunyai pH lebih dari tujuh, tanaman cabai akan menunjukkan gejala klorosis, yakni tanaman kerdil dan daun menguning yang disebabkan kekurangan unsur hara besi Fe. Sebaliknya, pada tanah yang mempunyai pH kurang dari lima, tanaman cabai juga akan kerdil, karena kekurangan unsur hara kalsium Ca dan magnesium Mg atau keracunan aluminium Al dan mangan Mn Sumarni 1996. Suhu udara optimal untuk pertumbuhan cabai pada siang hari adalah 18 o – 27 o C. Suhu udara yang paling cocok untuk pertumbuhan cabai rata-rata adalah 16 o C pada malam hari dan 23 o C pada siang hari. Bila suhu udara malam hari di bawah 16 o C dan siang hari di atas 32 o C, proses pembungaan dan pembuahan tanaman cabai akan gagal. Cabai tidak menghendaki curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah, karena pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan cendawan. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 600 – 1200 mmtahun Sumarni 1996. 11 Penyakit Antraknosa pada Cabai Penyakit antraknosa merupakan kendala biologis terbesar dalam usahatani cabai, karena disamping dapat menyerang tanaman, juga dapat menyerang buah yang terbentuk, maupun setelah buah dipanen. Patogen yang menyerang buah merupakan kendala terbesar dalam peningkatan produksi cabai, karena buah dapat gugur sebelum panen atau buah menjadi busuk sebelum dan setelah panen, sehingga mengurangi produksi buah yang dapat dipasarkan. Penyakit antraknosa dapat berlanjut menyerang buah dalam penyimpanan di tingkat konsumen. Oleh karena itu penyakit ini dianggap sebagai penyakit yang paling merugikan dibanding penyakit cabai lainnya. Antraknosa pada cabai disebabkan oleh genus Colletotrichum, yang digolongkan menjadi enam spesies utama yaitu Colletotrichum gloeosporioides, C. acutatum, C. dematium, C. capsici dan C. coccodes Kim et al. 1999. Dari enam spesies tersebut, C. gloeosporioides dan C. acutatum menyebabkan kerusakan pada buah dan kehilangan hasil paling besar Yoon 2003. C. gloeosporioides merupakan spesies paling dominan yang menyerang cabai di Korea Yoon dan Park 2001. Lebih dari 90 antraknosa yang menginfeksi cabai disebabkan oleh C. gloeosporioides. Spesies ini juga dilaporkan paling virulen dibandingkan lima spesies lainnya. Akan tetapi, akhir-akhir ini spesies paling dominan yang menyerang cabai mengalami perubahan menjadi spesies Colletotrichum lain, yaitu C. acutatum Park 2005. Di Indonesia, patogen antraknosa yang paling banyak dijumpai menyerang tanaman cabai adalah C. capsici Syd and Bisb, C. gloeosporioides Penz Sacc. Populasi C. gloeosporioides di lapangan 5-6 kali lebih banyak daripada populasi C. capsici dan menyebabkan kerusakan lebih parah Suryaningsih et al. 1996. Akan tetapi akhir-akhir ini spesies yang paling banyak dijumpai menyerang cabai di Indonesia adalah C. acutatum. Berdasarkan penelitian Widodo 2006, pakar penyakit tanaman, komunikasi pribadi, dari 13 isolat Colletotrichum yang dikoleksi dari Bogor, Brebes, Bandung, Pasir Sarongge, Payakumbuh dan Mojokerto, tujuh isolat yang berasal dari enam daerah tersebut merupakan C. acutatum Tabel 3 dan Gambar 2. 12 Tabel 3. Hasil Analisis Berdasarkan Marka RAPD Menggunakan Dua Primer Pada 13 Isolat Colletotrichum Sumber: Widodo 2006, komunikasi pribadi Hasil No. Kode sampel C. acutatum

C. gloeosporioides

Dokumen yang terkait

Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik

0 80 121

Analisis genetik dan pewarisan sifat ketahanan cabai terhadap antraknosa yang disebabkan oleh colletotrichum acutatum

1 16 173

Pewarisan Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum

0 9 7

Ketahanan terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum pada Beberapa Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.) dan Korelasinya dengan Kandungan Kapsaicin dan Peroksidase

0 7 8

Evaluasi Daya Hasil dan ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang disebabkan oleh Colletorichum acutatum

0 7 5

Pendugaan parameter genetik ketahanan cabai terhadap antraknosa (Colletotrichum acutatum) menggunakan analisis dialel

0 13 139

Beberapa Genotipe Cabai dan Ketahanannya terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum.

1 11 69

Pemanfaatan sumber daya genetik lokal dalam perakitan varietas Unggul cabai (capsicum annuum) tahan terhadap penyakit antraknosa Yang disebabkan oleh colletotrichum sp

0 3 7

Pendugaan parameter genetik ketahanan cabai terhadap antraknosa (Colletotrichum acutatum) menggunakan analisis dialel

0 5 75

Pewarisan Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum Inheritance of Resistance to Anthracnose caused by Colletotrichum acutatum in Pepper (Capsicum annuum L.)

0 2 6