1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak adalah
tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin
kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Anak sebagai generasi penerus agama, bangsa dan negara harus dipersiapkan menjadi
manusia yang tangguh, cerdas dan mandiri. Anak mempunyai hak yang harus dipenuhi diantaranya perlunya bimbingan dan perlindungan anak orang-orang
dewasa beserta lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, keberadaan anak harus dilindungi, dihormati hak-haknya serta adanya perlakuan terhadap anak tanpa
diskriminasi. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
telah mencantumkan mengenai hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk
memberikan perlindungan terhadap anak. Meskipun demikian, dipandang masih sangat diperlukan suatu undang-undang yang khusus mengatur
mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Dengan demikian, pembentukan
undang-undang perlindungan anak harus didasarkan pada pertimbangan bahwa
perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan berbangsa
dan bernegara.
1
Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan
oleh hukum. Demikian juga dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan
aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangan secara optimal dan terarah.
Anak-anak membutuhkan perlindungan hukum yang berbeda dari orang dewasa. Fisik dan mental anak-anak yang belum dewasa dan matang yang
mendasari perlu adanya perlakuan yang berbeda terhadap anak. Anak perlu mendapatkan suatu perlindungan yang telah termuat dalam suatu peraturan
perundang-undangan. Setiap anak kelak akan memikul tanggung jawab tersebut, maka dari itu anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya
untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, sosial, berakhlak mulia. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya perlindungan dan
untuk mewujudkan kesejahteraan anak, dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa dikriminatif.
2
1
Ahmad Kamil dan Fauzan. 2008. Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Hal. vii-viii.
2
Komnas Ham. 2006. “Anak-Anak Indonesia Yang Teraniaya”. Buletin Wacana, Edisi VII, Tahun IV, 1-30 November 2006. Hal. 36
Salah satu bentuk tindak pidana kesusilaan adalah tindak pidana perkosaan, khususnya tindak pidana perkosaan dengan anak sebagai
korbannya. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kriteria anak adalah seseorang yang belum berusia 18
tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Adapun tentang tindak pidana perkosaan, termasuk perkosaan terhadap anak diatur dalam Pasal 285
KUHP. Menurut Wirjono Prodjodikoro, perkosaan adalah sebagai terjemahan dari kualifikasi aslinya Belanda, yaitu verkrachting, yaitu perkosaan untuk
bersetubuh. Perkosaan merupakan nama kelompok berbagai jenis perbuatan yang melanggar kesopanan atau kesusilaan juga termasuk perbuatan
persetubuhan di luar perkawinan.
3
Tindak pidana asusila pada anak, khususnya kasus pemerkosaan dengan anak sebagai korbannya di Indonesia masih sangat tinggi. Berbagai kasus
asusila akhir-akhir ini sering menghiasi pemberitaan media lokal. Dengan semakin maraknya masalah tersebut, telah memasuki tahap meresahkan di
lingkungan masyarakat. Kasus-kasus asusila di tiap-tiap provinsi seakan terus meningkat, meskipun sampai saat ini belum ada lembaga resmi yang mencatat
berapa kasus pemerkosaan terhadap anak yang terjadi sepanjang tahun 2011 bahkan di tahun 2012. Namun berdasarkan data dari Komnas Perempuan
bahwa selama kurun waktu 1998 hingga 2010 terjadi 4845 kasus perkosaan di Indonesia. Bahkan pada 2010 kasus kekerasan seksual mencapai angka 3.090
kasus per tahun. Kasus asusila percabulan maupun pemerkosaan menjadi
3 Wirjono Prodjodikoro. 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung: Refika Aditama. Hal. 123
marak dengan mayoritas korbannya adalah anak-anak di bawah umur. Parahnya, ada pula kasus yang korbannya masih berusia balita bawah lima
tahun.
4
Contoh-contoh kasus tindak pidana asusila yang melibatkan anak sebagai korbannya dapat diketahui sebagai berikut:
Siswi berprestasi alumni SMPN II Dawuan Kabupaten
Subang
berinisial SM 16, menjadi korban tindak pidana asusila yang dilakukan AS 35.
Kini, mantan peserta Olimpiade Matematika Nasional 2011, trauma dan tidak antusias lagi menjalani pendidikan di SMA.
5
Seorang pegawai kebersihan panti sosial di Plumpang, Jakarta Utara mencabuli anak asuhan panti sosial tempatnya bekerja. Ironisnya, para
korbannya anak-anak yang masih di bawah umur. Dari laporan seorang remaja putri berusia 19 tahun, berinisial STY, yang menjadi penghuni
panti sosial ini, lelaki berusia 33 tahun ini, diduga telah mencoba melakukan pencabulan terhadap anak perempuan yang diasuh dipanti
berinisil UHR 12. Selain UHR, pria ini juga melakuan perbuatan yang sama terhadap DPY dan MRH. Perbuatan tersangka ini, sempat
dipergoki oleh seorang penghuni panti lainnya. Namun Syamsul mengancam bocah tersebut. Usai melepaskan hasratnya, Syamsul
membujuk korban agar tetap diam dan tidak memberitahukan kepada siapapun mengenai peristiwa tersebut, dengan janji akan diberi uang,
serta diantar pulang ke rumah orangtuanya. Perbuatan Syamsul terhadap gadis-gadis cilik ini menimbulkan ketakutan tersendiri bagi
korbannya. Terutama ancaman-ancaman yang dilontarkan tersangka kepada para korbannya. Bahkan salah seorang korban, STY, yang
melaporkan Syamsul ke polisi, tidak berani untuk kembali ke panti. Perbuatan cabul Syamsul memang sangat disayangkan. Sebagai
pegawai panti sosial, mestinya dia melindungi anak asuhannya, bukannya menjadikan mereka sebagai obyek pemuas nafsu seksual.
Perbuatan
Syamsul tidak
saja menimbulkan
trauma yang
berkepanjangan bagi korbanya, namun juga memunculkan rasa takut bagi warga lain, terutama orang tua dan anak-anak wanita penghuni
panti lainnya. Tindak pidana asusila yang dilakukan oleh Syamsul Bahri, berakibat sangat buruk bagi korbannya. Tidak hanya
4
“
Komitmen Lawan Pemerkosaan”. http:www.radarambon.coreadopini-20121118225838. Diakses pada tanggal 4 Oktober 2013, jam 10.35
5
“Siswi Pintar
Dilecehkan dan
Diperas Pria
Pengangguran”. http:www.tribunnews.comregional20130928. Diakses pada tanggal 4 Oktober 20013, jam
11.16
menimbulkan rasa takut bagi korban, namun juga bagi teman-teman bermain korban. Bahkan akibat perbuatan tersebut korban dapat
mengalami goncangan jiwa.
6
Kekerasan seksual yang dilakukan terhadap anak di bawah umur akan
berdampak pada psikologis maupun perkembangan lainnya terhadap anak tersebut. Dampak psikologis pada anak-anak akan melahirkan trauma
berkepanjangan yang kemudian dapat melahirkan sikap tidak sehat, seperti minder, takut yang berlebihan, perkembangan jiwa terganggu, dan akhirnya
berakibat pada keterbelakangan mental. Keadaan tersebut kemungkinan dapat menjadi suatu kenangan buruk bagi anak korban tindak asusila tersebut. Peran
aktif dari para aparat penegak hukum dalam menanggulangi kejahatan kesusilaan sangat diperlukan.
Namun demikian, tanggung jawab menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat kamtibmas bukan semata-mata berada di pundak
kepolisian saja tetapi harus menjadi tanggung jawab bersama aparat kepolisian dan semua elemen masyarakat. Polisi juga hendaknya tidak berkompromi
dengan para pelaku tindak pidana asusila apalagi jika korbannya anak dibawah umur. Polisi harus memproses para pelaku sesuai dengan prosedur hukum yang
berlaku dan tidak akan ada kompromi. Para pelaku akan dihukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Sampai saat ini di Indonesia, tindak pidana asusila terutama kasus perkosaan dilaporkan menempati peringkat nomor dua setelah pembunuhan.
6
“Anak Panti Korban Nafsu Birahi”. http:m.indosiar.comragamanak-panti-korban-nafsu- birahi_40777.html. Diakses pada tanggal 4 Oktober 2013, jam 10.55
Tingginya kasus perkosaan di Indonesia menunjukkan bahwa masih belum terjaminnya perlindungan terhadap perempuan dari segala bentuk kekerasan
seksual dan perkosaan. Pada tataran hukum, banyak terjadi praktik-praktik hukum yang tidak menguntungkan bagi korban kasus perkosaan. Apabila
melihat dalam Pasal 285 KUHP disebutkan ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana pemerkosaan adalah selama-lamanya dua belas tahun penjara.
Sementara pada prakteknya, sangat jarang hakim yang menjatuhkan vonis hukuman maksimal pada para pelaku.
7
Sebagai contoh adalah perkara percabulan yang mana pelaku maupun korbannya adalah anak antara lain
pernah diputus oleh Pengadilan Negeri Mojokerto dalam putusan Nomor: 42Pid.B2012PN.Mkt. Dalam perkara ini, tindakan percabulan dilakukan 3
orang anak, masing-masing berumur 15 tahun, 13 tahun, dan 12 tahun, terhadap seorang anak perempuan berusia 7 tujuh tahun. Dalam perkara
tersebut Pengadilan Negeri Mojokerto memberikan hukuman pidana penjara selama: 1 satu bulan dan 27 hari dan denda sebesar Rp 30.000.000,- tiga
puluh juta rupiah dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan latihan pendidikan atau latihan kerja selama 5 lima hari. Hakim Pengadilan
Negeri Mojokerto mendasarkan putusannya pada Pasal 82 UU Perlindungan Anak jo. Pasal 55 1 ke-1 KUHP.
8
Contoh lain adalah perkara persetubuhan yang mana pelaku maupun korbannya adalah anak antara lain pernah diputus oleh Pengadilan Negeri
7
Ibid.
8
“Pasal Untuk
Menjerat Anak
Yang Lakukan
Pencabulan”. http:www.hukumonline.comklinikdetaillt5125d3aaf3911. Diakses pada tanggal 4 Oktober
2013, jam 11.45
Magetan dalam putusan Nomor: 330 PID. Sus2012PN.Mgt. Dalam perkara ini, tindakan persetubuhan dilakukan oleh para terdakwa terhadap seorang anak
perempuan berusia 12 dua belas tahun. Dalam perkara tersebut Pengadilan Negeri Magetan memberikan hukuman pidana penjara selama 8 delapan
tahun dan denda sebesar Rp 60.000.000,- enam puluh juta rupiah dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti dengan kurungan penjara selama 3
tiga bulan. Hakim Pengadilan Negeri Magetan mendasarkan putusannya pada Pasal 81 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
9
Berdasarkan putusan tersebut, maka dalam penegakan hukumnya Undang-Undang Perlindungan Anak yang menjadi acuan dasar di dalam
pengenaan sanksi atau hukuman kepada pelaku tindak pidana asusila terhadap anak di bawah umur. Meskipun demikian, masih juga terjadi tindak pidana
seperti ini bahkan terjadi peningkatan kejadian dari tahun ke tahun. Kasus perkosaan, sejauh ini masih dimasukkan dalam pasal kesusilaan
KUHP. Sebagai konsekuensinya, hukuman yang diberikan untuk pemerkosa hanya sebatas hukuman tindakan asusila. Padahal, perkosaan bukan lagi
sekedar tindakan asusila, perkosaan merupakan pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap kemanusiaan crime against humanity. Korban perkosaan
akan mengalami trauma fisik terlebih-lebih psikis yang akan berlangsung sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, dengan tingginya angka kasus
pemerkosaan di masyarakat harus menjadi perhatian lebih dari berbagai elemen
9
Salinan Putusan Pengadilan Negeri Magetan Nomor: 144 PID. Sus2013PN.Mgt.
masyarakat khususnya aparat penegak hukum dalam menindak dan menghukum pelaku kejahatan perkosaan seberat-beratnya. Di samping itu,
perhatian dan perlindungan terhadap kepentingan korban tindak pidana asusila baik melalui proses peradilan pidana maupun melalui sarana kepedulian sosial
tertentu merupakan bagian yang juga perlu dipertimbangkan dalam kebijakan hukum pidana dan kebijakan sosial, baik oleh pemerintah, aparat penegak
hukum maupun oleh lembaga-lembaga sosial yang ada. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penuis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “MODEL PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA ASUSILA”.
B. Perumusan Masalah