Analisis Asosiasi Daun Sang (Johannesteijsmannia Altifrons) Dengan Jenis-Jenis Palem Di Resort Sei Betung, Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

(1)

ANALISIS ASOSIASI DAUN SANG (Johannesteijsmannia altifrons)

DENGAN JENIS-JENIS PALEM DI RESORT SEI BETUNG,

TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER,

KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh :

AMOS FERDINAN SIHOMBING 081202034/Budidaya Hutan

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

ABSTRACT

AMOS FERDINAN SIHOMBING : Association Analysis of Daun Sang by Some Kind of Palem in Sei Betung Ressort, Gunung Leuser National Park, North Sumatera.

Daun Sang is an endemic species that can be found in Gunung Leuser National Park and Bukit Tiga Puluh National Park. This palm is thought to have associations with other palm. Where around Daun Sang grow there are palm types Lipai (Licuala spinosa), but not always around Lipai grow Daun Sang are. Daun Sang need shade to grow because these palm is sensitive to the sunlight. This study aimed to analyze the association of daun sang by some kind of palm that grows around in order to conservation and optimize the cultivation of the daun sang. The method used is a descriptive method with observation of the Daun Sang number and some kind of of palms around it done intentionally (purposive sampling). The method is performed by making 2 plot observations, each size is 100m × 100m, then divided by making the sample plots of 20m × 20m. Observed data were processed using 2 x 2 contingency table, and then calculated by the chi-square test formulations and Jaccard index to calculate the extent of the association. three species of palm found in the study site there are pinanga speciosa, tetradactylus and Plectomiopsis Calamus sp. The results showed that daun sang are not associated with Pinanga speciosa. Association occurs between daun sang with the Calamus tetradactylus and daun sang with Plectomiopsis sp. The highest level of association occurs in Daun Sang and Calamus tetradactylus with maximum association index value of 1. The level of association between Daun Sang with Plectomiopsis sp. approaching the maximum value of the association index in 0.84. Key word : Daun Sang (Johannesteijsmania altifrons), Association Analysis,

Ressort Sei Betung


(3)

ABSTRAK

AMOS FERDINAN SIHOMBING : Analisis Asosiasi Daun Sang (Johannesteijsmania altifrons) dengan Jenis – jenis Palem di Resort Sei Betung, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara.

Daun Sang merupakan tumbuhan endemik yang dapat ditemukan di Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Palem ini diduga memiliki asosiasi dengan jenis palem lainnya. Dimana setiap ditemukan Daun Sang terdapat Palem jenis Lipai (Licuala spinosa), namun tidak selalu ditemukan Daun Sang pada setiap ditemukan Lipai. Daun Sang memerlukan naungan untuk tumbuh karena palem ini peka terhadap matahari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis asosiasi Daun Sang dengan jenis – jenis palem yang tumbuh disekitarnya, dan menganalisi tingkat kekuatan asosiasi antara Daun Sang dengan jenis – jenis palem yang tumbuh disekitar Daun Sang guna upaya konservasi dan mengoptimalkan budidaya Daun Sang. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pengamatan jumlah Daun Sang dan jenis – jenis palem disekitarnya dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Metode tersebut dilakukan dengan membuat 2 plot pengamatan dengan masing – masing ukuran 100m × 100m, kemudian dibagi dengan membuat petak contoh dengan ukuran 20m × 20m. Data yang teramati kemudian diolah dengan menggunakan tabel kontingensi 2 x 2, kemudian dihitung dengan formulasi chi-square test dan Indeks Jaccard untuk menghitung tingkat asosiasi. Terdapat tiga jenis palem yang terdapat pada lokasi penelitian yakni Pinanga speciosa, Calamus tetradactylus dan Plectomiopsis sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Daun Sang tidak berasosiasi dengan Pinanga speciosa. Asosiasi terjadi antara Daun Sang dengan Calamus tetradactylus dan Daun Sang dengan Plectomiopsis sp. Tingkat asosiasi tertinggi terjadi pada Daun Sang dengan Calamus tetradactylus dengan nilai Indeks Asosiasi maksimum, yakni 1. Tingkat asosiasi antara Daun Sang dengan Plectomiopsis sp. mendekati nilai maksimum Indeks asosiasi 0,84.

Kata Kunci : Daun Sang (Johannesteijsmania altifrons), Analisis Asosiasi, Resort Sei Betung


(4)

RIWAYAT HIDUP

Amos Ferdinan Sihombing dilahirkan di Pematang Siantar pada 23 Februari 1990 dari Ayah Sarmi Sihombing dan Ibu Rosmaida Hutapea. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang yang ditempuh selama ini :

1. SD Negeri 091522 Marubun Jaya, lulus tahun 2002 2. SMP Negeri 1 Tanah Jawa, lulus tahun 2005 3. SMA Negeri 1 Tanah Jawa, lulus tahun2008

4. Tahun 2008 lulus Ujian Masuk Bersama (UMB) diterima di Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Semasa perkuliahan, Penulis menjadi anggota di organisasi Himpunan Mahasiswa Silva (HIMAS). Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PEH) di kawasan Hutan Dataran Tinggi Tanah Karo (Danau Lau Kawar) pada tahun 2010. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Perum Perhutani – KPH Banyuwangi Utara pada tahun 2012.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Asosiasi Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) dengan Jenis – Jenis Palemdi Kawasan Hutan Resort Sei Betung, Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nelly Anna S.Hut., MSi dan Ibu Dr. Kansih Sri Hartini S.Hut., MP selaku ketua dan anggota komisi

pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang telah bersedia memberikan sarana sebagai lokasi penelitian. Penulis juga mengucapakan terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan pengajar di Program Studi Kehutanan, Departemen Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya, maupun bagi pembaca pada umumnya.

Medan, Desember 2014


(6)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) 4 Tempat Tumbuh Daun Sang ... 6

Hubungan Masyarakat Tumbuh - Tumbuhan dengan Lingkungan ... 6

Analisis Vegetasi ... 7

Asosiasi antara Jenis-Jenis ... 8

Resort Sei Betung ... 10

Kondisi Lokasi Penelitian ... 11

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Variabel Pengamatan ... 14

Teknik Pengumpulan Data ... 14

Analisis Data ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis – Jenis Palem yang Ditemukan pada Lokasi Penelitian ... 19

Pinanga speciosa ... 19

Calamus tetradactylus ... 20

Plectocomiopsis sp. ... 22

Asosiasi Daun Sang dengan Jenis – Jenis Palem di Sekitarnya ... 24

Daun Sang dengan Pinanga speciosa ... 25

Daun Sang dengan Calamus tetradactylus ... 26

Daun Sang dengan Plectocomiopsis sp. ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 30


(7)

DAFTAR PUSTAKA ... 31 LAMPIRAN ... 33


(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) ... 5

2. Akses Jalan Menuju Lokasi Penelitian ... 12

3. Peta Lokasi Penelitian ... 13

4. Sketsa Penentuan Plot Pengamatan ... 15

5. Pinanga speciosa ... 20

6. Calamus tetradactylus Hance ... 21


(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Tabel Kontingen 2x2 ... 16

2. Kelas Indeks Asosiasi ... 18

3. Hasil Perhitungan Asosiasi Daun Sang dengan Ketiga Jenis Palem ... 24

4. Tabel Kontingensi 2 x 2 Daun Sang dengan Pinanga speciosa... 25

5. Tabel Kontingensi 2 x 2 Daun Sang dengan Calamus tetradactylus ... 26


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Analisis Asosiasi Daun Sang dengan Pinanga speciosa ... 35

2. Analisis Asosiasi Daun Sang dengan Calamus tetradactylus. ... 36

3. Analisis Asosiasi Daun Sang dengan Pletocomiopsis sp ... 38


(11)

ABSTRACT

AMOS FERDINAN SIHOMBING : Association Analysis of Daun Sang by Some Kind of Palem in Sei Betung Ressort, Gunung Leuser National Park, North Sumatera.

Daun Sang is an endemic species that can be found in Gunung Leuser National Park and Bukit Tiga Puluh National Park. This palm is thought to have associations with other palm. Where around Daun Sang grow there are palm types Lipai (Licuala spinosa), but not always around Lipai grow Daun Sang are. Daun Sang need shade to grow because these palm is sensitive to the sunlight. This study aimed to analyze the association of daun sang by some kind of palm that grows around in order to conservation and optimize the cultivation of the daun sang. The method used is a descriptive method with observation of the Daun Sang number and some kind of of palms around it done intentionally (purposive sampling). The method is performed by making 2 plot observations, each size is 100m × 100m, then divided by making the sample plots of 20m × 20m. Observed data were processed using 2 x 2 contingency table, and then calculated by the chi-square test formulations and Jaccard index to calculate the extent of the association. three species of palm found in the study site there are pinanga speciosa, tetradactylus and Plectomiopsis Calamus sp. The results showed that daun sang are not associated with Pinanga speciosa. Association occurs between daun sang with the Calamus tetradactylus and daun sang with Plectomiopsis sp. The highest level of association occurs in Daun Sang and Calamus tetradactylus with maximum association index value of 1. The level of association between Daun Sang with Plectomiopsis sp. approaching the maximum value of the association index in 0.84. Key word : Daun Sang (Johannesteijsmania altifrons), Association Analysis,

Ressort Sei Betung


(12)

ABSTRAK

AMOS FERDINAN SIHOMBING : Analisis Asosiasi Daun Sang (Johannesteijsmania altifrons) dengan Jenis – jenis Palem di Resort Sei Betung, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara.

Daun Sang merupakan tumbuhan endemik yang dapat ditemukan di Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Palem ini diduga memiliki asosiasi dengan jenis palem lainnya. Dimana setiap ditemukan Daun Sang terdapat Palem jenis Lipai (Licuala spinosa), namun tidak selalu ditemukan Daun Sang pada setiap ditemukan Lipai. Daun Sang memerlukan naungan untuk tumbuh karena palem ini peka terhadap matahari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis asosiasi Daun Sang dengan jenis – jenis palem yang tumbuh disekitarnya, dan menganalisi tingkat kekuatan asosiasi antara Daun Sang dengan jenis – jenis palem yang tumbuh disekitar Daun Sang guna upaya konservasi dan mengoptimalkan budidaya Daun Sang. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pengamatan jumlah Daun Sang dan jenis – jenis palem disekitarnya dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Metode tersebut dilakukan dengan membuat 2 plot pengamatan dengan masing – masing ukuran 100m × 100m, kemudian dibagi dengan membuat petak contoh dengan ukuran 20m × 20m. Data yang teramati kemudian diolah dengan menggunakan tabel kontingensi 2 x 2, kemudian dihitung dengan formulasi chi-square test dan Indeks Jaccard untuk menghitung tingkat asosiasi. Terdapat tiga jenis palem yang terdapat pada lokasi penelitian yakni Pinanga speciosa, Calamus tetradactylus dan Plectomiopsis sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Daun Sang tidak berasosiasi dengan Pinanga speciosa. Asosiasi terjadi antara Daun Sang dengan Calamus tetradactylus dan Daun Sang dengan Plectomiopsis sp. Tingkat asosiasi tertinggi terjadi pada Daun Sang dengan Calamus tetradactylus dengan nilai Indeks Asosiasi maksimum, yakni 1. Tingkat asosiasi antara Daun Sang dengan Plectomiopsis sp. mendekati nilai maksimum Indeks asosiasi 0,84.

Kata Kunci : Daun Sang (Johannesteijsmania altifrons), Analisis Asosiasi, Resort Sei Betung


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan perwakilan tipe ekositem hutan pantai, dan hutan hujan tropika dataran rendah sampai pegunungan. TNGL merupakan salah satu lokasi dimana masih tersisa hutan alam yang asli di Pulau Sumatera. Sebagian besar kawasan ini didominasi oleh ekosistem Dipterocarpaceae. Keberadaan area tersebut dengan statusnya sebagai taman nasional telah mendukung kehidupan berbagai spesies flora dan fauna yang merupakan spesies-spesies langka dan endemik. Salah satu diantaranya adalah Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) atau payung raksasa (Caniago, 2009).

Daun Sang hanya dapat ditemukan di dua tempat di Indonesia yaitu di Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Taman Nasional Gunung Leuser. Daun Sang termasuk jenis tumbuhan yang dilindungi berdasarkan PP No.7 Tahun 1999 dan merupakan jenis yang belum banyak diketahui potensinya (Indriani dkk., 2009). Menurut IUCN jenis tumbuhan ini telah masuk dalam Red Data Book sebagai jenis yang terancam punah. Hal ini dikarenakan adanya pemanfaatan yang berlebihan, pemanfaatannya sejauh ini digunakan oleh penduduk sekitar kawasan hutan sebagai material dinding dan atap rumah dan pondok di ladang. Selain itu adanya aktivitas - aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat di Dusun Aras Napal sehingga merusak habitat tempat tumbuh Daun Sang yaitu adanya kegiatan pembukaan lahan, kebakaran hutan, dan meningkatnya deforestasi. Sehingga pohon-pohon bertajuk besar yang menjadi naungan Daun Sang berkurang dan ini mengakibatkan sinar matahari langsung menyinari Daun Sang yang peka terhadap sinar matahari langsung dan mengakibatkan tanaman endemik ini menjadi mati (Yuniati, 2011).


(14)

Dalam suatu komunitas tumbuhan hutan terjadi interaksi antar spesies anggota populasi (Indriyanto, 2006). Di dalam ekosistem ini terjadi hubungan timbal balik antara mahluk hidup dan lingkungannya. Lingkungan tempat tumbuh dari tumbuhan merupakan suatu sistem yang kompleks, dimana berbagai faktor saling berinteraksi dan berpengaruh secara timbal balik secara langsung maupun tidak langsung terhadap masyarakat tumbuh-tumbuhan (Irwanto, 2007). Hubungan ketertarikan untuk tumbuh bersama ini dikenal dengan asosiasi

(Kurniawan, dkk. 2008).

Tumbuhan Daun Sang memiliki penyebaran yang terbatas pada karakteristik habitat tertentu. Menurut Yuniati (2011), Daun Sang peka terhadap matahari dan dapat menyebabkan kematian. Daun Sang diduga memiliki asosiasi dengan palem jenis Lipai (Licuala spinosa). Menurut Indriani, dkk (2009) menyatakan bahwa setiap terdapat Daun Sang juga ditemukan Lipai pada lokasi tersebut, namun setiap ditemukan Lipai, tidak selalu terdapat Daun Sang. Berdasarkan acuan tersebut diduga Daun Sang berasosiasi dengan jenis palem. Dalam ekosistem hutan, diketahui adanya asosiasi yang dapat mendukung kehidupan antar spesies untuk tumbuh bersama dan mampu berinteraksi (Kurniawan, dkk. 2008). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis – jenis palem yang berasosiasi dengan Daun Sang guna perbaikan kondisi lingkungan. Sehingga lingkungan tumbuhnya sesuai dengan pertumbuhan Daun Sang agar kelestariannya tetap terjaga.


(15)

Perumusan Masalah

Daun Sang merupakan spesies langka dan merupakan tumbuhan endemik, dimana belum banyaknya informasi dan penelitian terkait dengan Daun Sang sehingga ekosistem dan keberadaanya di alam menjadi terabaikan. Untuk itu, perlu dilakukan upaya pelestarian Daun Sang dengan mengkaji permasalahan dengan pertanyaan yakni, Bagaimana tingkat asosiasi Daun Sang dengan jenis – jenis Palem yang tumbuh di sekitar habitat Daun Sang di Resort Sei Betung?

Tujuan Penelitian

Secara lebih spesifik tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis hubungan keeratan antara Daun Sang dengan jenis – jenis palem yang tumbuh di sekitarnya di Resort Sei Betung.

2. Menganalisis tingkat atau kekuatan asosiasi antara Daun Sang dengan jenis – jenis palem yang tumbuh di sekitarnya di Resort Sei Betung.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai :

1. Sumber informasi dalam upaya konservasi dan budidaya Daun Sang.

2. Sebagai informasi dalam pertimbangan guna mengoptimalkan budidaya Daun Sang.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) Daun Sang yang merupakan genus tanaman unik, pertama kali ditemukan di pedalaman Sumatera, Indonesia pada awal abad ke- 19 oleh Profesor Teijsman (Elias Teymann Johannes) seorang ahli botani dari Belanda. Nama ilmiah Daun Sang diambil dari nama Profesor Teijsman (Elias Teymann Johannes). Tanaman Daun Sang yang mempunyai nama ilmiah Johannestijsmania altifrons, disebut juga sebagai Daun Payung Sal, Sal (Malaysia), Bang Soon (Thailand), Joey Palm, Diamond Joey Palm, Umbrella Leaf Palm (Inggris) (Mutia, 2003).

Menurut Sudarnadi (1996), tumbuhan Daun Sang merupakan tumbuhan bawah pada hutan lebat, dan merupakan tumbuhan tunggal, tegak, daun lebar berbentuk belah ketupat dengan tepi daun yang bergerigi, batang yang kecil setinggi satu kaki dengan diameter antara 30 - 40 cm. Daun Sang merupakan salah satu dari 4 spesies anggota genus johannestijsmania yang hanya tumbuh di kawasan Asia Tenggara. Daun Sang merupakan anggota famili Arecaceae (Pinang - pinangan atau Palem). Daun Sang hidup secara berkelompok membentuk rumpun, namun penyebarannya sangat terbatas. Perkembangbiakan Daun Sang lebih banyak berasal dari anakan dari pada bijinya yang tertutup oleh kulit tebal yang berbentuk bulat bergerigi.

Daun Sang ditemukan tumbuh di daerah lereng bukit dan tidak ditemukan di punggung bukit. Tingkat kemiringan lereng bukit yang menjadi lokasi tempat tumbuhnya Daun Sang memiliki kemiringan ≥ 45%. Tinggi Daun Sang pada saat kegiatan inventarisasi di lapangan memiliki ketinggian yang bervariasi yaitu antara 2 − 3,5 meter dari permukaan tanah. Hasil pengukuran yang dilakukan terhadap


(17)

beberapa individu Daun Sang yang mewakili, diperoleh data ukuran panjang daun antara 180 – 257 cm dengan lebar daun 56 – 98 cm (Indriani dkk., 2009). Gambar 1 merupakan tumbuhan Daun Sang yang ditemukan di lokasi penelitian.

Gambar. 1. Daun Sang (Johannestejsmania altifrons)

Berdasarkan klasifikasi ilmiah, Daun Sang tersusun dalam sistematika berikut (Krempin, 1993):

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Monokotil Ordo : Arecales Famili : Arecaceae

Genus : Johannesteijsmannia

Spesies : Johannesteijsmannia altifrons

Tempat Tumbuh Daun Sang

Daun Sang adalah salah satu jenis palem langka di Sumatera, biasanya terjadi sangat lokal pada populasi kecil. Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999, sebagai spesies tumbuhan langka Daun Sang harus mendapat prioritas untuk


(18)

pelestarian karena populasi di alam kecil (langka) dan merupakan spesies endemik, peka terhadap adanya gangguan habitat. (PP No. 7 Tahun 1999)

Menurut Qomar, dkk (2005), habitat mikro Palem ini memiliki karakteristik sebagai berikut : Daun Sang telah ditemukan pada ketinggian 85−175 mdpl dan sebagian besar didistribusikan pada ketinggian ≥ 110 mdpl dan tersebar pada lereng yang sangat curam dengan kemiringan > 60% dan ditemukan pada jenis tanah latosol atau tanah paleudult yang memiliki konsentrasi agak asam (pH 5,6−5,9) dengan kandungan unsur N dan K yang tinggi, dengan persentase cakupan kanopi > 70%, intensitas cahaya 13-19 lux, suhu udara 27o C, dan kelembaban relatif udara 84%. Daun Sang ditemukan tumbuh di daerah lereng bukit dan tidak ditemukan di punggung bukit.

Hubungan Masyarakat Tumbuh-tumbuhan dengan Lingkungan

Lingkungan adalah suatu sistem yang kompleks dimana berbagai faktor berpengaruh timbal balik satu sama lain dengan masyarakat tumbuh-tumbuhan. Faktor-faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang berbeda pada saat yang berlainan terhadap kelangsungan hidup setiap jenis tumbuhan. Faktor lingkungan dikatakan penting apabila pada suatu waktu tertentu mempengaruhi hidup dan tumbuhnya tumbuh-tumbuhan. Karena terdapat pula taraf minimal, optimum, atau maksimal menurut batas-batas toleransi dari masing-masing dari masing-masing masyarakat tumbuhan. Kisaran toleransi untuk setiap masyarakat tumbuh-tumbuhan tidak sama. Ada yang memiliki batas toleransi yang sempit (steno) dan ada yang luas (euri). Pada tumbuhan yang batas toleransinya steno, titik minimum, optimum, dan maksimum berdekatan. Sehingga perbedaan yang sedikit saja dapat menjadi kritis untuk pertumbuhannya. Setiap keadaan atau jumlah sesuatu faktor


(19)

fisik yang berbeda sedikit dapat melampaui batas-batas toleransi dikatakan menjadi faktor penghambat/limiting factor ( Kusmana, 1995).

Menurut Indriani (2009), menyatakan bahwa kondisi biotik habitat tumbuhan Salo didominasi oleh tumbuhan meranti-merantian dan jenis lipai (Licuala spinosa). Lipai merupakan jenis tumbuhan yang ditemukan tumbuh bersama dengan Salo, sehingga bila kita menemukan tumbuhan Salo maka di sekitarnya akan dapat ditemukan Lipai namun sebaliknya tidak selalu ditemukan adanya Salo di areal yang ditumbuhi Lipai.

Analisis Vegetasi

Pengenalan terhadap vegetasi tertentu biasanya digunakan istilah – istilah umum misalnya padang rumput, savana, hutan jati dan sebagainya. Pada saat sekarang cara ini dipandang tidak sesuai lagi, sehingga perlu ditambah cara deskripsi yang lebih memadai. Kebutuhan untuk melukiskan suatu vegetasi tergantung pada vegetasi yang bersangkutan, baik untuk maksud ilmiah maupun keperluan praktis. Oleh karena vegetasi dapat bertindak sebagai indikator habitat, maka dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan “Land use planning“. Jika vegetasi ini dipetakan maka kesatuan-kesatuan vegetasi diperlukan di dalam mengadakan deskripsi (Marsono, 1977).

Menurut Dauserau (1958), yang dikutip Marsono (1977) deskripsi terhadap suatu tipe vegetasi ini dapat didekati dengan berbagai cara, tergantung tujuan yang hendak dicapai. Di antaranya deskripsi yang berdasarkan fisiognomi vegetasi, yaitu deskripsi yang didasarkan atas kenampakan luar suatu vegetasi atau aspek-aspek suatu komunitas tumbuh-tumbuhan. Sedangkan cara lain yang dapat dikembangkan adalah deskripsi berdasarkan komposisi floristik vegetasi yaitu dengan membuat


(20)

daftar jenis suatu komunitas. Cara ini disebut analisis vegetasi. Untuk cara ini selain diperlukan pengetahuan taksonomi juga dipelajari tentang dominansi dan penyebaran. Pada dasarnya analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan (Soerianegara, 1972).

Suatu vegetasi terbentuk oleh adanya kehadiran dan interaksi dari beberapa jenis tumbuhan di dalamnya. Salah satu bentuk interaksi antar jenis ini adalah asosiasi. Asosiasi adalah suatu tipe komunitas yang khas, ditemukan dengan kondisi yang sama dan berulang di beberapa lokasi. Asosiasi dicirikan dengan adanya komposisi floristik yang mirip, memiliki fisiognomi yang seragam dan sebarannya memiliki habitat yang khas (Daubenmire, 1968; Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974; Barbour et al., 1999).

Asosiasi antar Jenis

Asosiasi adalah kekariban antara dua spesies dalam komunitas, yang selalu hadir bersama-sama. Menurut Kusmana (1995) assosiasi ini terjadi bila:

a. Kedua spesies tumbuh pada lingkungan yang serupa.

b. Distribusi geografi kedua spesies serupa dan keduanya hidup di daerah yang sama.

c. Bila salah satu spesies hidupnya bergantung pada yang lain.

d. Bila salah satu spesies menyediakan perlindungan terhadap yang lain. Chi- square hitung dilakukan dengan tujuan untuk dapat menentukan terjadi atau tidaknya asosiasi antara spesies. Nilai Chi-square hitung kemudian dibandingkan dengan nilai Chi-square tabel pada derajat bebas = 1, pada taraf uji 1% dan 5% (nilai 3,84). Apabila nilai Chi-square Hitung > nilai Chi-square tabel,


(21)

maka asosiasi bersifat nyata. Apabila nilai Chi-square Hitung < nilai Chi-square tabel, maka asosiasi bersifat tidak nyata (Ludwig dan Reynold, 1988).

Kershaw (1964) menyatakan bahwa ada dua macam tipe asosiasi, yaitu asosiasi positif dan asosiasi negatif. Apabila kejadian bersama antara jenis tersebut positif berarti kejadian bersama antara jenis yang berasosiasi lebih besar dari yang diharapkan, sebaliknya berasosiasi negatif bila kejadian bersama antara jenis yang berasoasi lebih kecil dari yang daharapkan.

Menurut Cole (1949) dalam Bratawinata (1998) menyatakan bahwa dalam suatu masyarakat tumbuhan beberapa spesies sering menunjukkan adanya asosiasi positif dan negatif. Apabila terjadi asosiasi positif, spesies yang berasosiasi mempunyai respon yang sama terhadap perbedaan lingkungan dalam komunitas, dan apabila terjadi asosiasi negatif berarti spesies yang berasosiasi mempunyai respon yang tidak sama terhadap adanya perubahan lingkungan dalam komunitas. Faktor-faktor yang menentukan kuat atau lemahnya suatu asosiasi adalah jumlah jenis yang ada, keadaan tempat dimana tumbuh-tumbuhan itu berada, dan banyaknya kejadian bersama antara jenis-jenis yang berasosiasi, sedang ukuran yang digunakan untuk menentukan kuat lemahnya suatu asosiasi adalah koefisien asosiasi yang mempuyai nilai antara – 1 sampai + 1. Apabila nilai koefisien sama dengan + 1 berarti terjadi asosiasi maksimum dan sebaliknya apabila nilai koefisien asosiasi sama dengan – 1 maka terjadi asosiasi minimum.

Resort Sei Betung

Resort Sei Betung berada di Kabupaten Langkat, Kecamatan Besitang. Desa -desa yang berdampingan dengan resort tersebut adalah Desa Halaban, Desa Bukit Selamat dan Desa Bukit Mas. Besitang dapat ditempuh dengan waktu ± 3 jam dari


(22)

Medan, kearah perbatasan Sumatera Utara dan Aceh, selanjutnya ke lokasi diperlukan waktu ± 1,5 jam menuju Dusun Aras Napal (daerah Sekundur) (Dephut, 2011).

Hutan alam TNGL Sei Betung memiliki topografi datar dan berbukit, dan sebagian terdapat daerah yang curam. Vegetasinya masih alami, tumbuhan khas hutan tropis banyak dijumpai dalam kawasan ini khususnya suku Dipterocarpaceae. Begitu juga dengan keanekaragaman hayatinya juga masih dapat terlihat tegakan dengan diameter 1-2 meter juga masih dapat dijumpai (Dephut, 2011).

Kawasan hutan Aras Napal termasuk dalam kawasan TNGL, Seksi Besitang dan Resort Sei Betung. Kawasan hutan di Aras Napal termasuk pada tipe hutan dataran rendah dengan ketinggian antara 75-100 mdpl. Topografi kawasan umumnya dataran landai hingga perbukitan yang landai hingga curam. Iklim di kawasan ini sangat basah tanpa bulan kering. Di kawasan TNGL Aras Napal dijumpai hutan primer dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi baik flora maupun fauna. Di hutan tropis ini hidup spesies satwa langka yaitu Orang Utan (Pongo pigmeus), Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan beberapa satwa yang masuk ke dalam kategori satwa dilindungi seperti Kedih (Presbytis thomasi) dan Rangkong (Buheros rhinoceros). Terdapat beberapa spesies flora endemik yang hanya ditemukan di hutan Sekundur dekat dengan Aras Napal yakni Daun Sang. (Thoha, 2009).

Menurut Manurung (2012) klasifikasi kesesuaian habitat tinggi berdasarkan kemiringan lereng yang diperoleh dari titik pengukuran kemiringan lereng dimana terdapat Daun Sang di dalamnya. Daun Sang yang tersebar paling banyak di


(23)

kawasan dengan kemiringan lereng “sangat curam" dengan rata-rata kemiringan lereng ≥ 45% karena pada kemiringan lereng tersebut optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan Daun Sang di Resort Sei Betung. Selain itu, pada kemiringan lereng sangat curam di Resort Sei Betung tersebut juga ditemukan Daun Sang dengan kondisi yang cukup baik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Indriani dkk, (2009) bahwa individu Daun Sang ditemukan tumbuh di daerah lereng bukit dan tidak ditemukan di punggung bukit.

Kondisi Lokasi Penelitian

Taman Nasional Gunung Leuser merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan pantai, dan hutan hujan tropika dataran rendah sampai pegunungan. Penelitian dilakukan di Resort Sei Betung yang merupakan bagian dari kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser. Resort Sei Betung memiliki luas 9.734 Ha. Berdasarkan letak geografis , lokasi penelitian adalah 03̊ 94’− 03̊ 95’ Lintang Utara dan 98̊ 08’− 98̊ 09’ Bujur Timur. (Manurung, 2012)

Menurut Manurung (2012), kawasan tersebut memiliki keadaan topografi yang sulit untuk dilalui, ketinggian punggung bukit yang paling tinggi adalah 104 mdpl dan yang paling rendah adalah 29 mdpl. Sehingga pembuatan petak contoh dilakukan pada kedua kawasan tersebut. Di dalam kawasan hutan Resort Sei Betung terdapat kawasan hutan yaitu Sekundur Kecil dan Sekundur Besar.

Kondisi jalan menuju lokasi penelitian tergolong terjal, melewati lembah yang curam. Sehingga untuk dapat mencapai lokasi penelitian harus ditempuh dengan cara berjalan menelusuri jalan setapak. Gambar 2 merupakan akses jalan menuju lokasi penelitian.


(24)

Gambar 2.Akses Jalan Menuju Lokasi Penelitian


(25)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 di kawasan hutan Resort Sei Betung, Taman Nasional Gunung Leuser, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

Bahan dan Alat

Bahan : Peta kawasan SPTN (Satuan Pemangkuan Taman Nasional) VI Resort Sei Betung, peta kawasan TNGL, Daun Sang, buku panduan identifikasi palem, tally sheet.

Alat : GPS, Clinometer, kamera digital, kompas, pita ukur, tali rafia, kalkulator, dan alat tulis.


(26)

Variabel Pengamatan

Variabel yang akan diamati dalam penelitian ini terdiri dari variabel utama dan variabel penunjang.

1. Variabel utama terdiri dari :

− Jumlah individu Daun Sang pada plot pengamatan. − Jumlah individu jenis palem pada plot pengamatan.

2. Variabel penunjang terdiri dari : − Topografi pada lokasi penelitian

Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik survei. Metode deskriptif adalah metode dalam meneliti suatu objek dengan kondisinya pada masa sekarang (masa sementara berlangsungnya penelitian) dengan gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, serta hubungan fenomena yang diselidiki.

Pengamatan objek dilakukan pada dua plot, dimana masing-masing plot pada lokasi yang berbeda. Pengamatan terhadap jumlah jenis Daun Sang dan jenis – jenis palem dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan menggunakan petak contoh (Fauzi, 2009). Selanjutnya, untuk pengambilan sampel dan penentuan koordinat dalam penggunaan petak ukur dilakukan dengan menggunakan metode kuadran (Greig-Smith, 1964).

Pembuatan sketsa dilakukan dengan membuat plot pengamatan yang berukuran 100 m × 100 m. Pada plot pengamatan tersebut, dibuat petak contoh yang berukuran 20 m × 20 m dengan jumlah 13 plot pengamatan yang bertujuan untuk mengamati objek pada lokasi penelitian (Fauzi, 2009).


(27)

100 m

100 m

= Petak contoh 20 m x 20 m

Gambar 4. Sketsa Penentuan Plot Pengamatan

Analisis Data

Menurut Ludwig dan Reynolds (1988), untuk menentukan derajat asosiasi dua jenis dilakukan dengan menggunakan Tabel Kontingensi 2 x 2. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tabel Kontingen 2x2

Daun Sang(Johannesteijsmannia altifrons) (A) Palem yang

ditemukan pada lokasi penelitian (B)

Ada Tidak ada Jumlah Ada a b m = a + b Tidak ada c d n = c + d Jumlah r = a + c s = b + d N = a + b + c + d Ketrangan :

a = Jumlah petak yang ditemui spesies A dan spesies B, b = Jumlah petak yang ditemui spesies A saja,

c = Jumlah petak yang ditemui spesies B saja,

d = Jumlah petak yang tidak ditemui spesies A dan spesies B, N = Jumlah petak pengamatan.

A1

A2

A3

A5

A4

A8

A7

A6

A9

A13

A12

A11


(28)

Selanjutnya untuk mengetahui adanya kecenderungan berasosiasi atau tidak dilakukan perhitungan dengan menggunakan formulasi Chi-square Test sebagai berikut (Ludwig dan Reynolds, 1988), :

Chi−square Test = N (ad−bc)

2

(a + b (a + c)(c + d)(b + d) Dimana : a = Jumlah petak yang ditemui spesies A dan spesies B,

b = Jumlah petak yang ditemui spesies A saja, c = Jumlah petak yang ditemui spesies B saja,

d = Jumlah petak yang tidak ditemui spesies A dan spesies B, N = Jumlah petak pengamatan.

Nilai Chi-square hitung kemudian dibandingkan dengan nilai Chi-square tabel pada derajat bebas = 1, pada taraf uji 5 %. Apabila nilaiChi-square hitung > nilai Chi-square tabel, maka terjadi asosiasi. Apabila nilai Chi-square hitung < nilai Chi-square tabel, maka asosiasi tidak terjadi asosiasi antara kedua spesies. Penentuan tipe asosiasi menggunakan formulasi sebagai berikut: (Ludwig dan Reynold, 1988).

E(a) = (a + b)(a + c) N Dimana :

a = Jumlah petak yang ditemui spesies A dan spesies B, b = Jumlah petak yang ditemui spesies A saja,

c = Jumlah petak yang ditemui spesies B saja, N = Jumlah petak pengamatan.

Dari hasil perhitungan tersebut, tipe asosiasi dapat ditentukan berdasarkan indicator berikut yakni (Kurniawan, dkk. 2008) :

1. Asosiasi positif, apabila nilai a > E (a) berarti pasangan jenis terjadi bersama lebih sering dari yang diharapkan.

2. Asosiasi negatif, apabila nilai a < E (a) berarti pasangan jenis terjadi bersama kurang sering dari yang diharapkan.


(29)

Menurut Ludwig dan Reynold (1988), untuk mengetahui tingkat asosiasi dilakukan dengan menghitung nilai Indeks Asosiasi yang menggunakan formulasi Indeks Jaccard sebagai berikut,

JI = a a + b + c Dimana ;

JI = Indeks Jaccard,

a = Jumlah petak yang ditemui spesies A dan spesies B, b = Jumlah petak yang ditemui spesies A saja,

c = Jumlah petak yang ditemui spesies B saja,

Indeks Jaccard berada pada selang nilai 0 – 1. Jika nilai indeks mendekati angka 1, maka hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara kedua spesies tumbuhan tersebut semakin kuat. Tabel 2 merupakan tingkat asosiasi berdasarkan pengenglompokkan kelas indeks asosiasi.

Tabel 2. Kelas indeks asosiasi

No. Indeks Asosiasi Keterangan 1. 1,00 – 0,75 Sangat Tinggi (ST) 2. 0,74 – 0,49 Tinggi (T)

3. 0,48 – 0,23 Rendah (R)

4. < 0,22 Sangat rendah (SR)


(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis – jenis Palem yang Ditemukan pada Lokasi Penelitian

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada lokasi penelitian terdapat tiga jenis palem yang tumbuh di sekitar Daun Sang. Namun, tidak semua dari jenis palem tersebut berasosiasi dengan Daun Sang dan jenis palem yang berasosiasi memiliki tipe asosiasi yang berbeda. Adapun ketiga jenis Palem tersebut yakni :

1. Pinanga speciosa

Pinanga speciosa merupakan palem endemik dari daerah Sumatera bagian utara. Palem ini merupakan tumbuhan tropis yang tersebar pada hutan hujan tropis yang memerlukan naungan untuk tumbuh dan dengan pengairan yang cukup terutama pada musim kering. Palem ini tersebar di wilayah Indonesia yakni Sumatera Utara sampai ke Pilipina. Palem ini sangat diminati, karena memiliki tampilan yang menarik untuk dijadikan tanaman hias dengan ukuran yang tidak terlalu besar tinggi batang mencapai 5 m dan buah yang berwarna – warni, sehingga palem ini sudah banyak dibudidayakan (Krempin, 1993).

Pinang ini tumbuh merumpun, dengan batang beruas - ruas yang ditandai dengan lingkaran pada batang berwarna krem. Buah berbentuk oval dan berwarna merah. Pelepah daunnya cukup panjang. Memiliki lembaran daun seperti ekor burung dan berwarna hijau cerah dengan ukuran yang cukup panjang panjang.


(31)

Gambar 5. Pinanga speciosa

Adapun klasifikasi Pinanga speciosa sebagai berikut (Krempin, 1993) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Monokotil Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Pinanga

Spesies : Pinanga speciosa

2. Calamus tetradactylus

Calamus tetradactylus tersebar di Sumatera dan Kalimantan. Oleh masyarakat, tanaman ini dimanfaatkan sebagai tali pengikat. Calamus tetradactylus ditemukan di daerah tebing pada ketinggian 63 mdpl tumbuh dengan cara memanjat. Tumbuhan ini memiliki batang yang bulat dengan permukaan batang yang berduri. Bentuk duri pipih dan mengelilingi batang, berwarna kecokelatan. Pelepah berwarna kemerahan. Daun tumbuh pada ujung pelepah yang dikelilingi duri. Pola daun menjari dan berbentuk seperti pita atau mengelompok, dimana


(32)

jumlah daun berkisar 5-6 helai pada setiap pelepah. Pada tepi – tepi daun terdapat duri – duri halus, ujung daun runcing, pertulangan menyirip, permukaan atas daun tidak berduri dan sedikit mengkilap, permukaan bawah daun terdapat duri – duri halus.

Menurut Iasha (2012), menyatakan bahwa tinggi total 7 m - 8 m, diameter batang berukuran 1 cm - 1,5 cm, ukuran duri 2 cm - 2,4 cm berwarna kecokelatan. Jarak lutut ke tangkai 3 cm - 3,5 cm. Pelepah daun memiliki panjang 3 cm - 4 cm dengan lebar 2 cm - 2,7 cm, berwarna merah. Daun berbentuk pita, panjang 26 cm - 27 cm, lebar 3,5 cm - 4 cm, tepi berduri. Gambar 6 merupakan Calamus tetradactylus yang ditemukan pada lokasi Penelitian

Gambar. 6. Calamus tetradactylus Hance

Berdasarkan klasifikasi ilmiah, Calamus tetradactylus tersusun dalam sistematika sebagai berikut (Iasha, 2012) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales


(33)

Famili : Genus : Calamus

Spesies : Calamus tetradactylu Hance

3. Plectocomiopsis sp.

Plectocomiopsis sp. tumbuh dengan cara memanjat. Batang berbentuk pipih, permukaan berduri dan mengelilingi batang, berwarna hitam. Tangkai daun berbentuk persegi permukaan berduri, bentuk duri bersegi, berwana hijau. Pelepah daun cukup panjang dan berwarna hijau tua tidak mengkilap. Tumbuhan ini memiliki daun yang cukup panjang, berbentuk pita tepi berduri, pertulangan menyirip, permukaan atas dan bawah berduri halus, permukaan atas berwarna hijau tua, permukaan bawah berwana hijau cerah, letak daun menyirip teratur.

Menurut Iasha (2012), menyatakan bahwa tumbuhan ini memeiliki tinggi total 9 m - 10 m. Diameter batang mencapai 3 cm, diameter tanpa pelepah 1 cm, panjang internodus 3,5 cm - 4 cm, tinggi 30 cm - 40 cm, ukuran duri 3 cm - 5 cm. Panjang tangkai daun mencapai 40 cm - 45 cm. Pelepah daun memiliki panjang 3 cm - 4 cm, dengan lebar 2 cm, dan berwarna hijau tua. Daun berbentuk bentuk pita dengan panjang 54 cm - 58 cm, lebar daun 3,5 cm – 4 cm.

Klasifikasi ilmiah Plectocomiopsis sp. tersusun dalam sistematika sebagai berikut (Iasha, 2012) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales


(34)

Genus : Spesies : Plectocomiopsis sp.

Gambar 7. Plectocomiopsis sp.

Asosiasi Daun Sang dengan Jenis – jenis Palem Sekitarnya

Dari jumlah total ke-26 plot pengamatan tersebut, tercatat sebanyak 104 titik Daun Sang pada ke-25 plot. Daun Sang pada umumnya ditemukan pada lahan yang miring dengan jarak yang berdekatan namun tersebar dengan ketinggian tempat dan kemiringan lereng yang variasinya tidak terlalu berbeda. Adapun jenis palem lain yang diamati pada lokasi penilitian tersebut antara lain, 80 spesies Calamus tetradactylus terdapat pada 25 plot, 73 spesies Plectocomiopsis sp. terdapat pada 21 plot, dan 12 spesies Pinanga speciosa terdapat pada 5 plot.

Analisis asosiasi dilakukan berdasarkan tabel kontingensi 2 x 2 yang diolah menurut data yang dikumpulkan dari hasil pengamatan pada lokasi penelitian. Adapun analisis asosiasi antara Daun Sang dengan jenis – jenis palem pada lokasi penelitian disajikan secara lengkap pada Tabel 3.


(35)

Tabel 3. Hasil Perhitungan Asosiasi Daun Sang dengan Ketiga Jenis Palem

Keterangan : +: asosiasi positif ; td : tidak terjadi asosiasi ; X2hitung ; perhitungan chi-square,

X2tabel : taraf uji 5%, df = 1

Adapun analisis data antara Daun Sang dengan jenis – jenis palem yang ditemukan pada lokasi penelitian, yakni :

- Daun Sang dengan Pinanga speciosa

Pada plot pengamatan terdapat 12 spesies Pinanga speciosa yang tersebar pada 5 plot. Spesies ini paling sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan jumlah palem lain yang ditemukan pada lokasi penelitian.

Menurut Ludwig dan Reynolds (1988), untuk menentukan derajat asosiasi dua jenis dilakukan dengan menggunakan metode Tabel kontingensi 2 x 2. Tabel kontingensi 2 x 2 tersebut merupakan acuan untuk melakukan perhitungan yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Tabel Kontingensi 2 x 2 Daun Sang dengan Pinanga speciosa Pinanga speciosa

Daun Sang

Ada Tidak ada Jumlah Ada 5 20 25 Tidak ada - 1 1 Jumlah 5 21 26

Hasil perhitungan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa Pinanga speciosa memiliki nilai Chi-square hitung < nilai Chi-square tabel, yakni 0,248 < 3,84. Hal ini menunjukkan bahwa antara Pinanga speciosa dan Daun Sang tidak terjadi No Jenis Palem X2hitung X

2

tabel Tipe asosiasi Indeks Jaccard (JI) 1 Pinanga speciosa 0,248 3,84 td td

2 Calamus tetradactylus 26,000 3,84 + 1 3 Plectomiopsis sp. 4,368 3,84 + 0,84


(36)

asosiasi. Hal ini sesuai dengan Ludwig dan Reynold (1988) yang menyatakan apabila nilai Chi-square hitung > nilai Chi-square tabel, maka terjadi asosiasi. Apabila nilai Chi-square hitung < nilai Chi-square tabel, maka tidak terjadi asosiasi pada kedua spesies.

Menurut Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) pada spesies yang tidak terjadi asosiasi menunjukkan tidak adanya toleransi untuk hidup bersama pada area yang sama atau tidak ada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan khususnya dalam pembagian ruang hidup.

Menurut Hartini (2014), naungan merupakan karakteristik dan salah satu faktor penting sebagai habitat Daun Sang. Dimana Daun Sang merupakan palem yang tumbuh dibawah tegakan. Sedangkan Pinanga speciosa menurut Krempin (1993), merupakan tumbuhan tropis yang tersebar pada hutan hujan tropis yang memerlukan naungan untuk tumbuh dan dengan pengairan yang cukup terutama pada musim kering. Hal ini menyebabkan palem tersebut tumbuh di sekitar tanaman yang mampu menaungi masing – masing palem tersebut. Sehingga asosiasi atau hubungan keeratan antara kedua spesies tersebut tidak terjadi.

- Daun Sang dengan Calamus tetradactylus

Berdasarkan pengamatan di lapangan, terdapat Calamus tetradactylus dengan jumlah 80 spesies yang tersebar pada 25 plot pengamatan. Hasil pengamatan Daun Sang dan Calamus tetradactylus disajikan pada Tabel 5 berikut ini.


(37)

Tabel 5. Tabel kontingensi 2 x 2 Daun Sang dengan Calamus tetradactylus Calamus tetradactylus

Daun Sang

Ada Tidak ada Jumlah Ada 25 - 25 Tidak ada - 1 1 Jumlah 5 21 26

Berdasarkan Tabel 5 tersebut dapat dilihat bahwa setiap plot pengamatan yang terdapat Daun Sang, Calamus tetradactylus juga ditemukan pada plot pengamatan tersebut. Sedangkan pada plot pengamatan yang tidak ditemukan Daun Sang, tidak ditemukan Calamus tetradactylus.

Berdasarkan perhitungan indeks asosiasi yang menggunakan formulasi Chi-square hitung, diperoleh nilai Chi-square hitung Calamus tetradactylus > nilai Chi-square tabel, yakni 26 > 3,84. Nilai Chi-square hitung ini menunjukkan bahwa terjadi asosiasi antara Daun Sang dengan Calamus tetradactylus. Kedua spesies tersebut memiliki frekuensi yang lebih tinggi untuk tumbuh bersama dan Calamus tetradactylus merupakan penyusun habitat Daun Sang. Nilai Chi-square hitung yang diperoleh merupakan nilai Chi-square hitung yang paling besar dibandingkan nilai Chi-square hitung Pinanga speciosa nilai Chi-square hitung Plectocomiopsis sp. Hal ini dikarenakan setiap ditemukan Daun Sang pada plot pengamatan juga ditemukan Calamus tetradactylus. Sebaliknya, tidak ditemukan Daun Sang pada plot pengamamatan Calamus tetradactylus juga tidak ditemukan pada plot pengamatan.

Daun Sang dan Calamus tetradactylus memiliki tipe asosiasi positif. Menurut McNaughton dan Wolf (1992), Asosiasi positif terjadi apabila suatu jenis


(38)

tumbuhan hadir secara bersamaan dengan jenis tumbuhan lainnya dan tidak akan terbentuk tanpa adanya jenis tumbuhan lainnya tersebut.

Penentuan tipe asosiasi dilakukan berdasarkan perhitungan untuk menentukan tipe asosiasi. Dimana nilai a > E(a), yakni 25 > 24, 038. Nilai tersebut menunjukkan bahwa Daun Sang dan Calamus tetradactylus memiliki tipe asosiasi positif, dimana kedua tumbuhan tersebut memiliki frekuensi yang tinggi untuk tumbuh bersama.

Penghitungan nilai indeks asosiasi yang dilakukan dengan menggunakan Indeks Jaccard diperoleh nilai Indeks Jaccard merupakan nilai maksimum, yakni 1. Berdasarkan nilai tersebut, dapat diketahui bahwa antara Daun Sang dengan Calamus tetradactylus memiliki tingkat asosiasi maksimum. Dimana Daun Sang dan Calamus tetradactylus tumbuh secara bersamaan dan merupakan penyusun habitat untuk tumbuh secara bersamaan.

- Daun Sang dengan Plectocomiopsis sp.

Berdasarkan pengamatan, terdapat 73 spesies Plectocomiopsis sp. yang tersebar pada 21 plot. Hasil pengamatan Daun Sang dan Plectocomiopsis sp. disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Tabel kontingensi 2 x 2 Daun Sang dengan Plectocomiopsis sp. Plectocomiopsis sp

Daun Sang

Ada Tidak ada Jumlah Ada 21 4 25 Tidak ada - 1 1 Jumlah 21 5 26

Berdasarkan perhitungan indeks asosiasi yang menggunakan forlmulasi Chi-square hitung, diperoleh nilai Chi-square hitung > nilai Chi-square tabel,


(39)

yakni 4,368 > 3,84. Dari nilai tersebut dapat dinyatakan terjadi asosiasi antara Daun Sang dengan Plectocomiopsis sp. dan Plectocomiopsis sp. merupakan penyusun habitat Daun Sang.

Penentuan tipe asosiasi dilakukan berdasarkan perhitungan untuk menentukan tipe asosiasi. Dimana nilai a > E(a), yakni 21 > 20,192. Daun Sang dan Plectocomiopsis sp. memiliki tipe asosiasi positif.

Penghitungan nilai indeks asosiasi yang dilakukan dengan menggunakan Indeks Jaccard. Dari perhitungan tersebut diperoleh nilai Indeks Jaccard 0,84. Berdasarkan nilai tersebut, dapat diketahui bahwa antara Daun Sang dengan Plectocomiopsis sp. memiliki tingkat asosiasi yang tinggi, yakni mendekati 1.

Menurut Hartini (2014), Terjadi asosiasi antara Daun Sang dengan vegetasi pada tingkat semai dan tiang. Namun tingkat asosiasi tidak kuat dan tidak ada asosiasi yang lebih spesifik pada spesies yang berada pada tingkat vegetasi semai dan tiang.

Asosiasi kuat yang terjadi dengan kedua jenis Palem tersebut yakni Calamus tetradactylusdan Plectocomiopsis sp. terhadap Daun Sang,menunjukkan

bahwa jenis Palem dan Daun Sang tersebut secara ekologis keberadaannya mampu tumbuh secara bersama-sama dalam satu komunitas. Hal tersebut dapat dipahami mengingat Daun Sang dan kedua jenis Palem tersebut memiliki karakteristik habitat yang sama yakni pada lahan dengan kelerengan yang tinggi meskipun masih membutuhkan kajian mendalam pada lokasi lain, namun dalam kaitannya pola sebaran Daun Sang.


(40)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini yakni :

1. Terdapat dua jenis Palem yang berasosiasi dengan Daun Sang yaitu spesies Plectocomiopsis sp. dan Calamus tetradactylus. Kedua palem tersebut memiliki tipe asosiasi positif dengan Daun Sang. Sedangkan antara antara Daun Sang dan jenis Pinanga speciosa tidak terjadi asosiasi.

2. Tingkat kekuatan asosiasi antara Daun Sang dengan kedua jenis palem yang berasosiasi tersebut berbeda. Daun Sang dengan Calamus tetradactylus memiliki tingkat asosiasi erat dengan nilai Indeks Jaccard yakni 1. Sedangkan nilai Indeks Jaccard Daun Sang dengan Plectocomiopsis sp. yakni 0,84.

Saran

Dalam upaya konservasi Daun Sang, perlu mempertimbangkan hubungan keeratan dengan spesies lain. Penanaman Daun Sang sebaiknya dilakukan di sekitar tegakan Calamus tetradactylus.. dan Plectocomiopsis sp. karena ketiga jenis palem tersebut memiliki hubungan keeratan untuk tumbuh bersama atau berasosiasi.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Barbour, B.M., J.K. Burk, and W.D. Pitts. 1999. Terrestrial Plant Ecology. The Benjamin/Cummings. New York.

Bratawinata, AA. 1998. Ekologi Hutan Hujan Tropis dan Metoda Analisis Hutan. Laboratorium Ekologi dan Dendrologi. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda.

Caniago, A. R. 2009. Taman Nasional di Pulau Sumatera. Diakses dari

(13 Mei 2013)

Daubenmire, R. 1968. Plant Communities: A Text Book of Plant Synecology. New York: Harper & Row Publishers.

Dephut. 2011. Identitas Flora dan Fauna. http://www.dephut.go.id. ( 3 Mei 2011). Fauzi, M. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif. Walisongo Press. Semarang.

Greig-Smith, P. 1964. Quantitative and Dynamic Plant Ecology. Second Edition, Butterworts. London.

Hartini, K. S. 2014. Association Analysis of Daun Sang (Johannesteijsmania altifrons (Rchb. f, & Zoll) H. E. Moore) with Other Vegetation in Ressort Sei Betung, Gunung Leuser National Park. Universitas Sumatera Utara. Medan. Iasha, N. 2012. Studi Taksonomi Rotan di Kawasan Sikundur Taman Nasional

Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Skripsi. Departemen Biologi Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Indriani, Y. Cory, W. Panji, A. F. dan Eka S. 2009. Inventarisasi dan Analisis Habitat Tumbuhan Langka Salo (Johannesteijsmannia altifrons) di Dusun Metah, Resort Lahai Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Provinsi Riau-Jambi. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Irwanto. 2006. Pengaruh Perbedaan Naungan Terhadap Pertumbuhan Semai Shorea sp di Persemaian. Yogyakarta. http://www.geocities.com/roykapet/ pengaruh-naungan. pdf. (10 Juni 2013)

Kershaw, K.A.1964. Quantitative and Dynamic Plant Ecology. American Elsevier P. Company. New York

Krempin, J. 1993. Palms and Cycads Around The World. National Library of Australia. Australia


(42)

Kurniawan, A., N.K.E, Undaharta dan I.M.R. Pendit. 2008. Asosiasi Jenis-jenis Pohon Dominan di Hutan Dataran Rendah Cagar Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara, Jurnal Biodiversitas Vol, 9 Nomor 3 p (199-203), Surakarta Kusmana, C. 1995. Metode Survey Vegetasi. Penerbit Institut Pertanian Bogor.

Bogor

Ludwig, J.A dan J.F. Reynolds, 1988. Statistical Ecology. 2nd ed. London: Edward Arnold (Publisher ) Co. Ltd.

Manurung, S. H. 2012. Sebaran Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Berdasarkan Kelerengan dan Ketinggian Tempat. Skripsi. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Marsono. 1977. Diskripsi Vegetasi dan Tipe-tipe Vegetasi Tropika. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

McNaughton, S.J. & Wolf, W.L. 1992. Ekologi Umum. Edisi Kedua. Penerjemah: Sunaryono P. dan Srigandono. Penyunting: Soedarsono. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ. Press

Mueller-Dombois, D dan H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. John Wiley and Sons . New York

Mutia, F. 2003. Inventarisasi dan Habitat Palem di Stasiun Penelitian Ketambe Ekosistem Leuser. Skripsi. Jurusan Biologi, F-MIPA. Unsyiah Darussalam-Banda Aceh

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Tentang Pengawetan Jenis Flora dan Fauna.

Qomar, N., Setyawatiningsih, Rr. S. C., dan Zakiah Hamzah. 2005. Karakteristik Habitat Mikro Salo (Johannesteijsmannia altifrons) di Sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Jurnal Natur Indonesia 8 (2): 100 – 104.

Soerianegara, I.1972. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Sudarnadi, H., (1996), Tumbuhan Monokotil, Penerbit PT. Penebar Swadaya, Bogor.

Thoha, A. S. 2009. Kondisi Umum Aras Napal dan Pulau Sembilan. Lokasi Umum

Praktik. Diakses dari

Witono, J. R. A, Suhatman, N, Suryana dan R.S Purwantoro. 2000. Koleksi Palem kebun Raya Cibodas. Seri koleksi Kebun Raya-LIPI Vol. II, No. 1. Sindang Laya. Cianjur.


(43)

Yuniati, S. 2011. Analisis Persepsi Masyarakat terhadap Pemanfaatan Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons). Skripsi. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.


(44)

LAMPIRAN

Analisis Asosisasi Daun Sang dengan Pinanga speciosa 1. Frekuensi hadirnya spesies :

Frekuensi hadirnya spesies Daun Sang.

�(A) = �+� � =5 + 20

26 = 0,962

Frekuensi hadirnya spesies Pinanga speciosa

�(B) = �+� � =5 + 0

26 = 0,192

2. Untuk menentukan asosiasi antara Daun Sang dan Pinanga speciosa dilakukan dengan perhitungan Uji Statistik (Chi-square test)

��2 = �(�� − ��) 2

����

= 26 [(5 x1)−(20 x 0)]

2

25 x 1 x 5 x 21

= 26 (5)

2


(45)

= 650 2625 = 0,248

Chi-square hitung < Chi-square tabel, dimana 0,248 < 3,84

Antara Daun Sang dan Pinanga speciosa tidak terjadi asosiasi

Analisis Asosisasi Daun Sang dengan Calamus tetradactylus 1. Frekuensi hadirnya spesies :

Frekuensi hadirnya spesies Daun Sang.

�(A) = �+� � =25 + 0

26 = 0,962

Frekuensi hadirnya Calamus tetradactylus

�(B) = �+� � =25 + 0

26 = 0,962

2. Untuk menentukan asosiasi antara Daun Sang dan Calamus tetradactylus dilakukan dengan perhitungan Uji Statistik (Chi-square test)

xt2 =

N(ad−bc)2 mnrs


(46)

= 26 �(25 × 1)−(0 × 0)�

2

25 × 1 × 25 × 1

=26 (25)

2

625 =26 (625)

625 = 26

Chi-square hitung > Chi-square tabel, dimana 26 > 3,84

Antara Daun Sang dan Calamus tetradactylus terjadi asosiasi

3. Menentukan tipe asosiasi E (a) = r × m

N

=25 × 25 26 = 24,038

Dari perhitungan diatas diperoleh :

a > E(a), dimana 25 > 24,038

Maka antara Daun Sang dan Calamus tetradactylus memiliki tipe asosiasi positif

4. Pengukuran kekuatan Asosiasi dilakukan dengan Indeks Jaccard

Indeks Jaccard

JI = a a + b + c


(47)

= 25 25 + 0 + 0 = 25

25 = 1

Analisis Asosisasi Daun Sang dengan Plectocomiopsis sp. 1. Frekuensi hadirnya spesies :

Frekuensi hadirnya spesies Daun Sang.

�(A) = �+� � =21 + 4

26 =25

26 = 0,962

Frekuensi hadirnya spesies Plectocomiopsis sp.

�(B) = �+� � =21 + 0

26 = 21

26 = 0,808

2. Untuk menentukan asosiasi antara Daun Sang dan Plectocomiopsis sp. dilakukan dengan perhitungan Uji Statistik (Chi-square test)

xt2 =

N(ad−bc)2 mnrs


(48)

= 26 �(21 × 1)−(4 × 0)�

2

25 × 1 × 21 × 5 =26(21)

2

2625 =26(441)

2625 =11466

2625 = 4,368

Chi-square hitung > Chi-square tabel, dimana 4,368 > 3,84 Antara Daun Sang dan Plectocomiopsis sp. terjadi asosiasi. 3. Menentukan tipe asosiasi

E (a) = r × m N =21 × 25

26 =525

26 = 20,192

Dari perhitungan diatas diperoleh : a > E(a), dimana 21 > 20, 192

Maka antara Daun Sang dan Plectocomiopsis sp. memiliki tipe asosiasi positif 4. Pengukuran kekuatan Asosiasi dilakukan dengan Indeks Jaccard

JI = a a + b + c = 21


(49)

= 21 25 = 0,84


(50)

Tally Sheet Pengamatan

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak A

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa 788, 793 -

789, 790, 791, 792, 797, 799 794,795,796,798

2

- 6 4

Jumlah 12

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak B

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

873, 874, 877, 879

878, 880 875, 876 - 4 2 2 -


(51)

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak C

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

955, 956, 958, 959, 960, 962

- 941 - 6 - 1 -

Jumlah 7

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak D

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

892, 896, 897, 899, 900, 907,908

901, 902, 893, 896, 903, 904 905, 906 - 7 6 2 -


(52)

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak E

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

861, 863, 864, 865

859, 860 862, 868, 867 858, 866

4

2 3 2

Jumlah 13

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak F

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

807, 808, 809,810, 816, 819

811, 812, 814, 817, 822

800, 801, 802, 803, 820, 821, 805, 806, 813

-

6

5 9

-


(53)

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak G

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

883, 884, 885, 890, 891

892

886, 887, 893 889

5

1 3 1

Jumlah 10

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak H

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

940, 942, 943, 944, 945, 946, 947

- 941 - 7 - 1 -


(54)

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak I

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

915, 916, 918, 919, 922

910, 913 911, 912, 920 914, 917, 922

5

2 3 3

Jumlah 13

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak J

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

863, 838, 840, 850

837, 839, 847, 848, 849 841, 846 - 4 5 2 -


(55)

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak K

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa 828

826, 827, 831, 832, 834 829, 830, 832

-

1

5 3 -

Jumlah 9

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak L

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa 851, 852

854, 855, 856 853 - 2 3 1 -


(56)

No. Plot Pengamatan : Plot 1 (Satu) No. Petak Pengamatan : Petak M

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

2 3 4

Daun Sang

(Johannesteijsmannia altifrons)

Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

952, 926, 927, 928, 930, 932, 933

-

929, 934, 935, 936, 937 -

7

- 5 -


(57)

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak A

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

043, 047, 048

044, 045, 049, 050 042, 046, 051 -

3

4 3 -

Jumlah 10

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak B

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

033, 035, 038

034, 036 032 - 3 2 1 -


(58)

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak C

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa - - - - - - - -

Jumlah -

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak D

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

071, 074, 077, 081, 087, 083

073, 076, 079, 080 070, 072, 075, 078 -

6

4 4 -


(59)

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak E

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

059, 061, 063

057, 060, 064, 065, 066, 067 056, 058, 062,

-

3

6 3 -

Jumlah 12

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak F

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

2 3 4

Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons)

Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

098, 099, 103, 105

101, 104, 107, 108 097, 100, 102, 106 -

4

4 4 -


(60)

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak G

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

084, 086, 091, 093

088, 089, 094 085, 090, 092 -

4

3 3 -

Jumlah 11

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak H

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

012, 016, 019, 020

011, 015, 018, 021 009, 010, 017 014, 016

4

4 3 2


(61)

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak I

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

121, 124, 128

123, 126 122, 125, 127 -

3

2 3 -

Jumlah 8

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak J

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

112, 113, 115, 118

114, 117, 119 110, 111, 116, 120 -

4

3 4 -


(62)

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak K

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

043, 047, 048

969, 970, 975 967, 968, 971, 972 -

3

3 4 -

Jumlah 10

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak L

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1 2 3 4 Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons) Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

980, 985, 986

979, 984 978, 981 - 3 2 2 -


(1)

No. Petak Pengamatan : Petak A

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

2 3 4

Daun Sang

(Johannesteijsmannia altifrons)

Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

043, 047, 048

044, 045, 049, 050 042, 046, 051 -

3

4 3 -

Jumlah 10

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak B

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

2 3 4

Daun Sang

(Johannesteijsmannia altifrons)

Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

033, 035, 038

034, 036 032 -

3

2 1 -


(2)

No. Petak Pengamatan : Petak C

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

2 3 4

Daun Sang

(Johannesteijsmannia altifrons)

Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

-

- - -

-

- - -

Jumlah -

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak D

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

2 3 4

Daun Sang

(Johannesteijsmannia altifrons)

Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

071, 074, 077, 081, 087, 083

073, 076, 079, 080 070, 072, 075, 078 -

6

4 4 -


(3)

No. Petak Pengamatan : Petak E

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

2 3 4

Daun Sang

(Johannesteijsmannia altifrons)

Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

059, 061, 063

057, 060, 064, 065, 066, 067 056, 058, 062,

-

3

6 3 -

Jumlah 12

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak F

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

2 3 4

Daun Sang (Johannesteijsmannia altifrons)

Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

098, 099, 103, 105

101, 104, 107, 108 097, 100, 102, 106 -

4

4 4 -


(4)

No. Petak Pengamatan : Petak G

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

2 3 4

Daun Sang

(Johannesteijsmannia altifrons)

Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

084, 086, 091, 093

088, 089, 094 085, 090, 092 -

4

3 3 -

Jumlah 11

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak H

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

2 3 4

Daun Sang

(Johannesteijsmannia altifrons)

Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

012, 016, 019, 020

011, 015, 018, 021 009, 010, 017 014, 016

4

4 3 2


(5)

No. Petak Pengamatan : Petak I

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

2 3 4

Daun Sang

(Johannesteijsmannia altifrons)

Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

121, 124, 128

123, 126 122, 125, 127 -

3

2 3 -

Jumlah 8

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak J

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

2 3 4

Daun Sang

(Johannesteijsmannia altifrons)

Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

112, 113, 115, 118

114, 117, 119 110, 111, 116, 120 -

4

3 4 -


(6)

No. Petak Pengamatan : Petak K

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

2 3 4

Daun Sang

(Johannesteijsmannia altifrons)

Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

043, 047, 048

969, 970, 975 967, 968, 971, 972 -

3

3 4 -

Jumlah 10

No. Plot Pengamatan : Plot 2 (Dua) No. Petak Pengamatan : Petak L

No Jenis Palem Koordinat tegakan Jumlah

1

2 3 4

Daun Sang

(Johannesteijsmannia altifrons)

Plectocomiopsis sp. Calamus tetradactylus Pinanga speciosa

980, 985, 986

979, 984 978, 981 -

3

2 2 -


Dokumen yang terkait

Jenis-Jenis Lumut Daun (Musci) di Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser Desa Telagah Kabupaten Langkat Sumatera Utara

11 134 84

Model Konservasi Daun Sang (Johannesteijsmannia Altifrons (Rchb.F. &amp; Zoll.) H. E. Moore) Di Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser

4 77 154

Jenis-Jenis Lumut Daun (MUSCI) Di Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser Desa Telagah Kabupaten Langkat Sumatera Utara

4 84 85

Identifikasi Jenis Liana Sebagai Pakan Orangutan Sumatera ( Pongo abelii ) di Hutan Sekunder Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

2 25 68

KAJIAN EKOLOGI TUMBUHAN LIANA DI HUTAN PRIMER TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER RESORT SEI BETUNG KECAMATAN BESITANG KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA.

0 2 22

ANALISIS PAKAN ORANGUTAN (PONGO ABELII) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER RESORT SEI BETUNG BESITANG SUMATERA UTARA.

0 84 21

STUDI EKOLOGI BERINGIN (FICUS SPP.) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER RESORT SEI BETUNG KECAMATAN BESITANG KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA.

6 20 21

Jenis-Jenis Lumut Daun (Musci) di Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser Desa Telagah Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 1 12

Analisis Asosiasi Daun Sang (Johannesteijsmannia Altifrons) Dengan Jenis-Jenis Palem Di Resort Sei Betung, Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

0 0 9

Analisis Asosiasi Daun Sang (Johannesteijsmannia Altifrons) Dengan Jenis-Jenis Palem Di Resort Sei Betung, Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

0 1 10