Perbaikan Bahan Pustaka TINJAUAN LITERATUR

1. Melakukan pemeriksaan kelembaban ruangan atau tempat penyimpanan bahan pustaka. Hal ini tentu saja perpustakaan harus dilengkapi dengan Air Conditioner AC. 2. Pembubuhan obat anti jamur pada kulit buku. 3. Jaga kebersihan buku dari minyak. Tangan manusia mengandung minyak terutama kalau berkeringat. Kalau minyak tersebut ada pada ruangan yang lembab, maka tumbuhlah jamur. 4. Jaga bahan pustaka dari kehadiran debu. Debu yang menempel pada buku menjadi berbahaya, karena debu tersebut mengandung partikel besi yang jika menempel pada kertas yang lembab akan tumbuh jamur. 32 5. Menaburkan cengkeh bunga cengkeh pada rak atau lemari buku. 6. Menempatkan kapur barus atau kamper di sela-sela buku di rak. 7. Dilakukan fumigasi. 8. Menyemprotkan racun anti jamur kepada buku. 33

D. Perbaikan Bahan Pustaka

Pemeliharan dan perawatan koleksi perpustakaan adalah kegiatan menjaga atau mengusahakan agar bahan pustaka yang dimiliki oleh perpustakaan awet dan terawat dengan baik. Tugas ini meliputi: 1. Laminasi Laminasi adalah melapisi bahan pustaka dengan kertas khusus, agar bahan pustaka menjadi lebih awet. Proses keasaman yang terjadi pada kertas, atau bahan pustaka dapat dihentikan oleh pelapis bahan pustaka yang terdiri dari film oplas, 32 Ibid., h. 77-78. 33 Drs. M. Djuhro, Pelestarian Bahan Pustaka Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2002, h. 13 kertas cromton, atau kerlas pelapis lainnya. Pelapis bahan pustaka ini menahan polusi atau debu yang menempel di bahan pustaka sehingga kertas-kertas yang sudah tidak beroksidasi dengan polutant. Proses laminasi biasanya digunakan untuk menambal, menjilid, menyambung dan sebagainya. Setelah bahan pustaka dihilangkan dan dikurangi tingkat keasamannya diatas kita awetkan dengan cara laminasi. Ada dua cara laminasi, yaitu: a. Laminasi dengan mesin dan b. Laminasi secara manual.

a. Laminasi dengan mesin juga dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Laminasi mesin dengan cara dingin Laminasi mesin dengan cara dingin ialah melapisi kedua sisi kertas dengan bahan yang disebut film oplas. Film ini di impor dari Jerman. Film ini mengandung lem, dapat membukanya kembali dengan cara membasahinya dengan air. Sebagai petugas harus rajin mebersihkan dan memelihara mesin, serta memahami betul cara bekerjanya. Teknik memasukkan bahan pustaka diantara dua film oplas harus diperhatikan agar tidak terjadi adanya gelembung udara antara bahan pustaka dan pelapis. Mengingat harganya yang mahal, harus dipertimbangkan masak-masak apakah bahan pustaka laik untuk di laminasi. Kalau tak mungkin memiliki sendiri alat laminasi itu, perpustakaan dapat mengadakan kerjasama. Atau diserahkan kepada perusahaan komersial. Di Indonesia yang memiliki peralatan ini adalah Arsip Nasional Republik Indonesia, Jl. Ampera Raya No.12 Jakarta Selatan. 2. Laminasi mesin dengan cara Panas Laminasi dengan cara panas menggunakan kertas crompton untuk melapisi kedua sisi bahan pustaka. Kertas dipanaskan antara 70 sampai dengan 90 derajat celsius, agar kertas crompton tersebut dapat menempel pada bahan pustaka. Cara kerjanya juga seperti pada cara dingin. Hanya kalau pelapisnya mau dilepaskan dari bahan pustaka, kita bisa menggunakan aceton, dan bahan pustaka lainnya bisa kita dapatkan lagi. Dalam melaminasi bahan pustaka kita tidak boleh sembarangan. Harus dipikirkan bagaimana caranya bahan pustaka tidak menjadi rusak oleh bahan pelapis. Pada laminasi “paten” kertas pelapis tidak bisa dibuang tanpa meninggalkan bekas-bekas kerusakan pada bahan pustaka.

b. Laminasi secara manual

Cara ini dikerjakan dengan menggunakan kertas laminasi yang kita impor khusus dari luar negeri. Bahan ini belum di produksi di Indonesia. Cara penggunaanya, kita letakkan kertas laminasi di meja yang diberikan alas, kemudian bahan pustaka di tempatkan di atasnya, sesudah itu diletakkan kertas laminasi lagi. Seperti membuat sandwich, kemudian oleskan aceton yang tersedia di cawan, dengan kuas. Jangan sampai ada gelembung udara ada di antara kertas pelapis dan bahan pustaka. Jangan terlalu menekan keras, sebab bisa merobek kertas laminasi dan bahkan bahan pustakanya. Kemudian dikeringkan, setelah kering maka pinggirnya digunting dengan rapi. Bahan pustaka akan menjadi awet dan udara dari luar tidak akan mengganggu zat kimia yang terdapat pada kertas, sehingga proses keasaman terhenti. Biaya untuk laminasi cukup mahal, satu halaman folio bisa mencapai Rp.1000,- karena itu kalau memang tidak sangat penting, tidak perlu mengadakan laminasi tetapi cukup dengan “encapsulasi” yang bisa menggunakan plastik biasa dan double sided tape. Tetapi bahan yang baik adalah estralon. 34 Enkapsulasi ialah salah satu cara preservasi kertas dengan menggunakan bahan pelindung untuk menghindarkan dari kerusakan yang bersifat fisik. Kertas yang akan di enkapsulasi ini adalah kertas lembaran seperti lembaran naskah kuno, peta, bahan cetakan atau poster yang umumnya sudah rapuh karena umur, rusak oleh pengaruh asam polusi udara, berlubang-lubang karena dimakan serangga, atau salah dalam menggunakannya, rusak karena sering digunakan. Pada enkapsulasi ini setiap lembar kertas dilapisi atau diapit oleh dua lembar film plastik polyester yang pada bagian pinggir plastik dilekatkan dengan cellotape 3M double sided tape 3M scotch brand no.145. Yang harus diperhatikan bahwa bahan pustaka atau dokumen kertas harus bersih, kering dan bebas asam sudah di deasidifikasi, dan perekat pada cellotape 3M tidak boleh menyentuh bahan pustaka atau dokumen, serta dokumen atau bahan pustaka yang dienkapsulasi harus dapat dibuka kembali. Peralatan dan bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan enkapsulasi ialah gunting besar kecil, alas dari plastik tebal yang dilengkapi dengan garis- garis yang berpotongan tegak lurus untuk mempermudah pekerjaan, sikat halus, film plastik polyester, pisau pemotong cutter, double sided tape 3m, pemberat, kertas penyerap bebas asam dan lembaran kaca. 35 2. Alih Bentuk Reproduksi 34 Martoatmodjo, Pelestarian Bahan Pustaka, h. 111-113. 35 Razak, Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, h. 56. Cara perawatan dengan alih bentuk yaitu buku-buku yang telah rapuh. Dan buku itu amat berharga, buku itu cuma hanya ada satu kopi, sedangkan dipasaran sudah tidak mungkin didapat. Misalnya seperti Undang-Undang Dasar naskah asli, dll yang bernilai sejarah. Maka dengan menyelamatkannya dengan alih bentuk. 36 3. Penjilidan Banyak bahan pustaka khususnya buku oleh karena usia, pemakaian, salah urus, pengaruh lingkungan, dimakan serangga dan fotografi, reproduksi, pelestarian dalam alih bentuk seperti microfilm, microfich dan lain-lainnya. Usaha-usaha tersebut tentunya memerlukan biaya dan bahan penunjang yang kadang kala sulit diperoleh, oleh karena itu perbaikan dengan cara jalan penjilidan kembali merupakan salah satu alternatif dalam tindakan perbaikan bahan pustaka. Bahan pustaka yang rusak seperti isi buku, sampul buku, lem atau jahitannya terlepas, sobek dan bentuk kerusakan fisik lainnya yang diperkirakan masih bisa diatasi. 37 Salah satu tindakan adalah dengan mereparasi atau memperbaiki atau menjilid kembali untuk mempertahankan bentuk fisik tersebut dan sekaligus mempertahankan kandungan ilmiah yang terkandung didalamnya. 36 M. Djuhro, Pelestarian Bahan Pustaka, h. 16. 37 Razak, Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, h. 57.

BAB III GAMBARAN UMUM PERPUSTAKAAN UTAMA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA A. Sejarah Singkat dan Perkembangan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada dasarnya Perpustakaan Utama UIN merupakan peralihan nama dari Perpustakaan IAIN Jakarta. Perpustakaan ini berdiri seiring dengan berdirinya IAIN itu sendiri, yaitu sejak berdirinya ADIA Akademi Dinas Ilmu Agama pada tanggal 1 Juni 1957. Pada waktu itu keadaan perpustakaan masih sangat sederhana, hanya terdiri dari satu ruangan dengan koleksi sebanyak 2000 eksemplar, dan hanya dikelola oleh seorang pegawai. Seiring dengan peralihan nama IAIN menjadi UIN SK Presiden No. 31 tanggal 20 Mei 2002, maka secara otomatis nama perpustakaan pun ikut berubah yaitu menjadi “Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta”. Pada tahun 1960-1964 perpustakaan mulai berkembang ketika dipimpin oleh Drs. A. Syadali, saat itu koleksi buku diklasifikasi menurut DDC Dewey Decimal Classification . Di samping itu sistem peminjaman juga sudah mulai tertib, dan jumlah pegawainya ada 4 orang. Drs. A, Syadali adalah juga Rektor IAIN periode 1984-1993. Pada tahun 1961 perpustakaan dipimpin oleh Ny. Nabilah Lubis, Sarjana Muda Ilmu Perpustakaan dari Universitas Cairo, Mesir. Tahun 1964-1971 Perpustakaan IAIN banyak menerima sumbangan buku dari berbagai lembaga, khususnya kedutaan Mesir dan Saudi Arabia, sehingga pada Januari 1969 jumlah